Hampir 12 Jam Bos Sritex Diperiksa Kejagung Soal Korupsi Pemberian Kredit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (
Sritex
)
Iwan Kurniawan Lukminto
(IKL) selesai diperiksa penyidik
Kejaksaan Agung
sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah.
Berdasarkan pantauan di lokasi, Iwan terlihat keluar dari Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung sekitar pukul 20.58 WIB, Selasa (10/6/2025). Sementara, ia diketahui tiba di kawasan Kejagung sekitar pukul 09.25 WIB. Artinya, Iwan diperiksa selama hampir 12 jam.
“Sebagai warga negara yang baik, tentunya saya menghormati proses hukum, dan saya juga salut dengan tim kejaksaan yang sangat-sangat dapat menyidik dengan baik,” ujar Iwan saat ditemui.
Ia mengaku dicecar sebanyak 20 pertanyaan. Tapi, Iwan enggan menyebutkan apa saja yang ditanyakan kepadanya.
Iwan mengatakan, penyidik masih akan memeriksanya di kemudian hari.
Namun, ia belum terinformasi kapan pemeriksaan selanjutnya dilakukan.
“Belum ada dari penyidik, mereka juga masih belum menjadwalkan (pemeriksaan) lagi,” lanjut Iwan.
Hari ini, merupakan kali kedua Iwan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex.
Sebelumnya, Iwan diketahui pertama kali diperiksa oleh penyidik pada Senin (2/6/2025).
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit.
Tiga tersangka itu adalah DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL) selaku Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022.
Angka pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena pembayaran kredit yang macet.
Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.
Tapi, berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun.
Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.
Sementara, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp 2,5 triliun. Status kedua bank ini masih sebatas saksi.
Berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/06/03/683e9d1d566b3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Buka Suara Usai Nadiem Bilang Pengadaan Chromebook Didampingi Jamdatun Nasional 10 Juni 2025
Kejagung Buka Suara Usai Nadiem Bilang Pengadaan Chromebook Didampingi Jamdatun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
mengatakan, sejak awal Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) alias Jaksa Pengacara Negara (JPN) telah memberikan sejumlah rekomendasi dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook di lingkungan
Kemendikbud Ristek
.
Jamdatun telah meminta para pembuat kebijakan untuk melaksanakan pengadaan sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang ada.
“Sesungguhnya di dalam rekomendasi yang diberikan oleh jajaran JPN adalah supaya
pengadaan Chromebook
ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, saat ditemui di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Harli mengatakan, rekomendasi ini diberikan oleh Jamdatun agar pengadaan Chromebook bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Jadi, hal itu bisa kita pertanggungjawabkan secara hukum. Karena, memang para JPN berbicara dalam kaitan ini secara normatif hukum,” lanjut Harli.
Dalam pengadaan Chromebook ini, Jamdatun melakukan pendampingan hukum kepada Kemendikbud Ristek.
“Jadi, pendampingan yang dimaksud adalah memberikan pendapat hukum terkait dengan itu,” lanjutnya.
Sebelum pengadaan laptop dilakukan, Jamdatun disebutkan telah memberikan rekomendasi agar laptop yang dibeli nandi menggunakan sistem operasi Windows, bukan Chromebook.
“Sejak awal, kita sudah sampaikan bahwa terkait dengan kasus posisi pengadaan Chromebook, ini kan dari tim teknis di awal merekomendasikan supaya ini lebih kepada pemanfaatan sistem Windows,” katanya.
Namun, pada perjalanannya, Kemendikbud Ristek justru melakukan pengadaan untuk laptop berbasis Chromebook.
Harli mengatakan, rekomendasi yang diberikan tidak bersifat mengikat atau wajib dilaksanakan.
“Bahwa itu dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, itu sangat tergantung pada lembaga yang meminta, yang memohon (pendampingan),” katanya.
Diberitakan, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, proses pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbud Ristek didampingi oleh Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
“Kami dari awal proses mengundang Jamdatun, mengundang kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi,” kata Nadiem saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Menurutnya, pendampingan Jamdatun dan beberapa pihak lain dalam proyek ini dilakukan untuk menjamin transparansi dan meminimalisir konflik kepentingan yang mungkin terjadi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/19/682b14561f236.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Stafsus Eks Menaker Ida Fauziah Diduga Tahu soal Aliran Dana Hasil Pemerasan TKA Nasional 10 Juni 2025
Stafsus Eks Menaker Ida Fauziah Diduga Tahu soal Aliran Dana Hasil Pemerasan TKA
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan
Korupsi
(
KPK
) menduga dua Staf Khusus (Stafsus) eks Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo, mengetahui aliran dana hasil pemerasan pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Hal tersebut didalami KPK saat memeriksa keduanya sebagai saksi kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Kemenaker di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
“Saksi 1 (Caswiyono Rusydie Cakrawangsa) dan 2 (Risharyudi Triwibowo) didalami terkait tugas dan fungsinya, pengetahuan mereka terkait dengan pemerasan terhadap TKA dan pengetahuan mereka atas aliran dana dari hasil pemerasan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa.
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Kamis (5/6/2025).
“Harus saya sampaikan bahwa per tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait dengan tindak pidana
korupsi
yang saya sebutkan tadi di atas,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
Kedelapan tersangka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK); Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; dan Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/10/6847eabfc2ad2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bungkam Usai Diperiksa KPK, Haniv Eks Pejabat Pajak Terobos Hujan Sambil Sibuk Telepon Nasional 10 Juni 2025
Bungkam Usai Diperiksa KPK, Haniv Eks Pejabat Pajak Terobos Hujan Sambil Sibuk Telepon
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Eks Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus,
Muhamad Haniv
, bungkam usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
), Jakarta, pada Selasa (10/6/2025).
Pantauan di lokasi, Haniv keluar dari ruang pemeriksaan Gedung Merah Putih pada pukul 14.53 WIB.
Dia terlihat mengenakan kemeja batik coklat dilengkapi dengan peci dan masker.
Haniv langsung bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK tanpa memberikan keterangan apa pun kepada wartawan.
Saat dicecar pertanyaan mengenai materi pemeriksaannya, Haniv hanya sibuk menelepon, tetapi tidak mengeluarkan suara.
Kemudian, dia terus berjalan cepat melewati kerumunan wartawan.
Meski hujan deras, Haniv tetap menerobos keluar tanpa sempat menggunakan payung, didampingi seorang staf yang juga enggan berkomentar.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa eks Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.
Muhamad Haniv adalah tersangka kasus dugaan gratifikasi.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Hadir sekitar pukul 09.40 WIB,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa.
KPK menetapkan Muhamad Haniv sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi pada 12 Februari 2025.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sejak tahun 2011, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Provinsi Banten.
Lalu, pada tahun 2015-2018, ia menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
Asep mengatakan anak Haniv memiliki latar belakang pendidikan mode bernama Feby Paramita dan sejak 2015 mempunyai usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama
FH POUR HOMME
by FEBY HANIV yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
“Selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, tersangka HNV diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya,” ujarnya.
Pada 5 Desember 2016, Haniv disebut mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3) berisi permintaan untuk dicarikan sponsorship
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016.
“Permintaan ditujukan untuk ‘2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja’ dan pada bujet proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone an. FEBY PARAMITA dengan permintaan sejumlah Rp150.000.000,” tuturnya.
Atas e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita, yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300.000.000.
Sepanjang tahun 2016-2017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita berkaitan dengan pelaksanaan seluruh
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387.000.000.
Sementara dana yang masuk untuk acara tersebut yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp417.000.000.
Asep mengungkapkan seluruh penerimaan gratifikasi berupa
sponsorship
pelaksanaan
fashion show
FH POUR HOMME by FEBY HANIV adalah sebesar Rp804.000.000, di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang
sponsorship
untuk kegiatan
fashion show
(tidak mendapat eksposur ataupun keuntungan lainnya).
“Bahwa pada periode tahun 2014-2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi,” kata dia.
Budi Satria Atmadi selanjutnya melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000 dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.
Pada tahun 2013-2018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000.
“Bahwa Muhamad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk
fashion show
Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/12/10/6757f41f85828.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rekrutmen Besar Tamtama untuk Urusan Sipil Dinilai Cederai Semangat Reformasi Nasional 10 Juni 2025
Rekrutmen Besar Tamtama untuk Urusan Sipil Dinilai Cederai Semangat Reformasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Koalisi Masyarakat Sipil
untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik rencana TNI Angkatan Darat (AD) yang akan merekrut 24.000 tamtama sebagai langkah yang mencederai semangat reformasi.
“Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan terbentuknya TNI yang profesional dan tidak lagi ikut-ikutan mengurusi urusan sipil,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto mewakili koalisi, dalam keterangan yang diterima, Selasa (10/6/2025)
Rekrutmen tamtama untuk membentuk
Batalyon Teritorial Pembangunan
tersebut diperuntukkan bagi kerja-kerja non-militer atau untuk mengerjakan urusan sipil.
“Koalisi memandang, rencana rekrutmen tersebut sudah keluar jauh dari
tugas utama TNI
sebagai alat pertahanan negara. TNI direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang dan bukan untuk mengurusi urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” kata .
Dia menegaskan bahwa TNI seharusnya fokus dalam memperkuat kemampuan tempurnya, apalagi di tengah situasi geopolitik dan ancaman perang yang semakin kompleks dan modern.
“Dalam konteks itu, menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI menjadi tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang itu sendiri dan secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara,” tutur dia.
Rencana ini dinilai menyimpang dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara.
Koalisi juga menyebut bahwa rencana pembentukan batalion non-tempur ini merupakan kemunduran dari semangat reformasi TNI pasca-reformasi 1998.
Menurut mereka, konstitusi secara tegas membatasi keterlibatan TNI dalam urusan sipil, kecuali dalam kondisi tertentu seperti operasi militer selain perang yang harus mendapat persetujuan politik negara.
“Padahal, konstitusi UUD 1945 dan bahkan UU TNI sendiri telah menetapkan pembatasan terhadap TNI yang jelas-jelas tidak memiliki kewenangan mengurus pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan,” ucapnya.
Untuk itu, Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk melakukan pengawasan ketat dan mengevaluasi kebijakan rekrutmen tersebut.
“Karena (kebijakan tersebut) telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI,” ungkap Ardi.
Koalisi yang menyampaikan pernyataan ini terdiri dari berbagai lembaga masyarakat sipil seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, ELSAM, AJI Jakarta, WALHI, dan puluhan organisasi lainnya.
Sebelumnya, Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan, perekrutan calon tamtama sebanyak 24.000 orang dilatarbelakangi penyusunan struktur organisasi terbaru, yakni membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan.
“Sebagai implementasi konkret, TNI AD berencana untuk membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mendukung stabilitas dan pembangunan di 514 kabupaten/kota. Setiap batalion nantinya akan berdiri di lahan seluas 30 hektar dan akan memiliki kompi-kompi yang secara langsung menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Wahyu kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025) malam.
Namun, para prajurit ini disiapkan bukan untuk bertempur, melainkan untuk menjawab kebutuhan di tengah-tengah masyarakat, mulai dari ketahanan pangan hingga pelayanan kesehatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/10/68483f6b801e5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/10/684812c698675.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/08/684589355870d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/10/6847b41a86863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/10/6847ddbe9fa93.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/08/6845800bd8966.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)