Masyarakat Aceh Mulai Teriak, Pemerintah Diminta Segera Putuskan Polemik 4 Pulau
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Masyarakat Provinsi Aceh disebut sudah mulai protes terhadap keputusan pemerintah pusat yang menetapkan status 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan masuk ke Provinsi Sumatera Utara.
Anggota Komisi II DPR RI
Ahmad Doli Kurnia
mengatakan,
Gubernur Aceh Muzakir Manaf
sudah mengumpulkan semua anggota DPR, DPD RI, dan DPRD di Aceh untuk membahas masalah ini.
“Ada teman-teman kita yang Aceh itu sudah mulai memberikan informasi ke saya, termasuk misalnya pertemuan kan tadi malam Pak Gubernur Aceh mengumpulkan semua anggota DPR, DPD RI kan sama DPRD di Aceh,” tutur Doli saat dihubungi, Sabtu (14/6/2025).
“Dan Muzakir Manaf juga sudah ngomong kalau ini diterusin, kita bisa mengibarkan dua bendera gitu-gitu kan,” imbuhnya.
Doli berharap pemerintah pusat tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut. Dalam waktu beberapa hari ke depan, sudah harus ada keputusan akhir atas polemik ini.
“Makanya yang penting jangan dibiarkan berlama-lama, jangan berlarut. Karena di sana sudah mulai ada yang teriak-teriak di Aceh sana,” kata Doli.
Doli mengingatkan, konflik mengenai batas wilayah akan sangat sensitif luar biasa.
Doli mengaku punya pengalaman saat mengurus sengketa tapal batas antar desa di wilayah lain. Konflik antar warga hingga tawuran dan memakan korban jiwa menjadi dampak yang dituai karena masalah tersebut.
Provinsi Aceh sendiri, kata Doli, memiliki masa kelam Pemberontakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung sejak tahun 1976-2005.
“Yang paling penting, masalah ini harus segera diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kenapa? Karena saya punya pengalaman soal batas wilayah ini sensitif luar biasa. Saya kira kalau Menteri Dalam Negeri cepat bisa mengambil inisiatif 1-2 hari ini,” jelas Doli.
Lebih lanjut, Doli mengaku sempat kaget mengapa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan putusan kontroversi itu. Jika mengacu pada sejumlah peraturan dan sejarahnya, empat pulau tersebut merupakan milik Aceh.
Masyarakat Aceh mengetahui bahwa empat pulau itu adalah bagian wilayahnya, lewat kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dan Sumut pada tahun 1992.
Penandatangan kesepakatan itu pun disaksikan langsung oleh Mendagri, Jenderal Rudini.
Posisi keempat pulau kemudian diperkuat dalam UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (PA). Begitu pun lewat putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Provinsi Sumatera Utara atas kepemilikan keempat pulau.
“Satu, atas pertimbangan hukum apa? Yang kedua latar belakangnya apa? Ini kan tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba memutuskan. Apakah ada pengajuan dari Provinsi Sumatera Utara? Atau ada masalah apa sehingga memang tiba-tiba keluar SK itu? Ini yang menurut saya perlu dijelaskan,” tandas Doli.
Sebelumnya diberitakan, Keputusan Kemendagri soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara menimbulkan gejolak.
Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
Adapun aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menggelar pertemuan khusus dengan Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI, DPR Aceh, dan rektor untuk membahas polemik pemindahan empat pulau milik Aceh yang kini menjadi bagian wilayah Sumatera Utara (Sumut).
Pertemuan dengan lintas elemen pejabat Aceh itu berlangsung di ruang restoran Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (13/6/2025) malam.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengatakan hasil pertemuan silaturahmi dengan Forbes DPR/DPD RI menunjukkan bahwa pihaknya sepakat untuk memperjuangkan keempat pulau tersebut kembali menjadi milik Aceh.
“Itu hak kami, kewajiban kami, wajib kami pertahankan. Pulau itu adalah milik kami, milik Pemerintah Aceh. Mereka-mereka tetap (harus) mengembalikan pulau ini kepada Aceh,” katanya kepada awak media usai rapat.
Adapun langkah Pemerintah Aceh, sebut Mualem, pihaknya akan melakukan pertemuan dengan Kemendagri yang rencananya akan dilaksanakan pada 18 Juni nanti.
“Langkah kami pertama pendekatan secara kekeluargaan dan juga administrasi dan politik. Ya ke Kemendagri, Pemerintah Pusat,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/05/05/681890eb56465.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Masyarakat Aceh Mulai Teriak, Pemerintah Diminta Segera Putuskan Polemik 4 Pulau
-
/data/photo/2021/08/31/612e3e6629160.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur
Hambali Pegang Paspor Spanyol dan Thailand, Yusril: Status WNI Otomatis Gugur
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Status kewarganegaraan aktor intelektual kasus bom Bali tahun 2002, Hambali, yang belum tentu Warga Negara Indonesia (WNI), menjadi penghalang dirinya kembali ke Indonesia jika nanti bebas dari tahanan di Amerika Serikat.
Sebab saat ditangkap di Thailand, Hambali tidak memegang paspor Indonesia dan tidak menunjukkan identitas sebagai WNI, melainkan paspor asing dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand.
Sementara, Indonesia tidak mengenal prinsip dwikewarganegaraan.
“Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam keterangan resmi, Sabtu (14/6/2025).
Menko Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip single citizenship sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Pasal 23 UU tersebut menyebutkan bahwa seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika, antara lain, yang bersangkutan memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Dengan ketentuan ini, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI, maka secara hukum ia bukan lagi Warga Negara Indonesia.
Jika keadaannya demikian, Pemerintah RI berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warga negara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki Indonesia.
“Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita,” ungkapnya.
“Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” tegas Menko Yusril.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/14/684d60bc81b78.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Indo Defence 2025 Resmi Tutup, Kemhan Teken 17 Kontrak Kerjasama
Indo Defence 2025 Resmi Tutup, Kemhan Teken 17 Kontrak Kerjasama
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kementerian Pertahanan
(Kemhan) menjalin 17 kontrak kerja sama berkat pameran Indo Defense Expo & Forum di JIExpo Kemayoran yang telah resmi ditutup, Sabtu (14/6/2025).
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirjen Pothan) Laksamana Muda TNI
Sri Yanto
menuturkan, pameran pertahanan ini menghasilkan puluhan nota kesepahaman (MoU) dan kontrak kerja sama.
“Pameran ini juga dihadiri delegasi resmi dari 42 negara, berjumlah 323, kemudian di dalam pameran ini juga ada kerja sama, ditandatangani sebanyak 35 MoU, dan 17 kontrak kerja sama,” kata Sri Yanto, Sabtu malam.
Sri Yanto berharap, capaian kontrak kerja sama itu menjadi prospek kemajuan industri pertahanan di Tanah Air.
“Jadi harapan kita akan terjadi kerja sama dalam mungkin berbagai bentuk bisa dalam bentuk transfer of technology, pengembangan teknologi ataupun pengembangan bersama produk-produk pertahanan,” ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa pameran ini menjadi langkah penting industri pertahanan dalam negeri untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Harapannya ke depan animo masyarakat semakin tinggi sehingga keberadaan industri pertahanan ini juga bisa membantu pemerintah dalam menggerakkan roda ekonomi,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan Sekretariat Industri Pertahanan Republik Turkiye di pembukaan Indo Defence 2025.
Kedua negara sepakat untuk bekerja sama dalam pengembangan jet tempur generasi kelima Turkiye, KAAN.
Adapun nota kesepahaman tersebut diteken oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Sekretaris Industri Pertahanan (Savunma Sanayii Baskanligi/SSB) Turkiye, Haluk Gorgun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/684aa7a87de60.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Putuskan Bakal Ambil Alih Sengketa 4 Pulau Aceh ke Sumut
Prabowo Putuskan Bakal Ambil Alih Sengketa 4 Pulau Aceh ke Sumut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut DPR telah berkomunikasi dengan Presiden RI
Prabowo Subianto
terkait polemik pemindahan kepemilikan pulau Aceh ke Sumatra Utara (Sumut).
Dasco menyatakan, Prabowo sebagai Kepala Negara memutuskan bakal mengambil alih penuh persoalan tersebut. Menurutnya, Prabowo segera memutuskan langkah terbaik untuk menyelesaikan hal tersebut.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
Dasco mengatakan, Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut sudah bisa rampung pekan depan.
“Dalam pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” imbuh Ketua Harian Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
Keputusan ini direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/14/684d6e3245840.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
RUPS Tahun Buku 2024, Pertamina Raih Laba Bersih Rp 49,5 Triliun, Kontribusi ke Negara Capai Rp 401 Triliun
RUPS Tahun Buku 2024, Pertamina Raih Laba Bersih Rp 49,5 Triliun, Kontribusi ke Negara Capai Rp 401 Triliun
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– PT
Pertamina
(Persero) mencatatkan kinerja positif dengan raihan laba bersih mencapai 3,13 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 49,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.847) sepanjang 2024.
Raihan kinerja positif itu tak terlepas dari dukungan pemerintah serta keberhasilan Pertamina menjaga
revenue
di tengah tantangan global belakangan ini.
Pada periode tersebut, Pertamina juga mencatatkan kontribusi sebesar Rp 401,73 triliun kepada negara, baik dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun dividen. Kemudian, penyerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai Rp 415 triliun.
Dalam Konferensi Pers Laporan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahun Buku 2024 di Grha Pertamina, Jumat (13/6/2025), Direktur Utama (Dirut) Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengatakan, di tengah berbagai dinamika global, Pertamina terus beradaptasi untuk menjaga
operation excellent
yang secara konsisten diterapkan di seluruh lini bisnis.
“Dengan fokus pada peningkatan layanan publik dan menjaga pertumbuhan perusahaan, Pertamina berhasil mengoptimalkan seluruh proses bisnis sehingga mampu mempertahankan kinerja finansial yang solid,” ujarnya dalam siaran pers.
Simon menambahkan, kontribusi berbagai program efisiensi dan optimalisasi kinerja memberikan dampak signifikan bagi kinerja positif perusahaan.
Dia menyebutkan, Pertamina berkomitmen untuk terus memperkuat kinerja dan menghadirkan solusi energi yang berkelanjutan.
“Kami optimistis dengan peluang dan potensi yang dimiliki, Pertamina akan mampu mengakselerasi pencapaian target perusahaan dan berkontribusi pada ketahanan energi nasional,” jelas Simon.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menambahkan, program Cost Optimization yang dijalankan Pertamina berhasil memberikan kontribusi sebesar 1,38 miliar dollar AS terhadap kinerja positif perusahaan.
Emma menambahkan, laporan keuangan Pertamina pada 2024 juga mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dalam semua hal yang bersifat material.
Pertamina juga patuh terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan dalam seluruh operasional bisnisnya.
“Ini menunjukkan bahwa praktik
good corporate governance
(GCG) di Pertamina secara group solid dan Pertamina dipandang bagus untuk mendapat kepercayaan dari
stakeholders
dan investor,” terangnya.
Emma menilai, di tengah dinamika global, Pertamina berkomitmen terus meningkatkan modal kerja (
capital expenditure/capex
) yang tumbuh secara berkesinambungan.
“Dilihat dari rasio keuangan, justru terjadi perbaikan. Kalau kami lihat dari realisasi
capex
2024, meningkat 4,3 persen ketimbang 2023 karena Pertamina berkomitmen harus tumbuh berkelanjutan,” jelasnya.
Kinerja finansial yang baik juga tergambar dari peringkat kredit Pertamina dari lembaga pemeringkat internasional yang memberikan peringkat level investasi, dengan
outlook
stabil.
“Secara keseluruhan, 2024, kami berhasil menutup kinerja Pertamina secara grup, baik sisi finansial atau operasional, terjaga cukup baik. Capaian ini berkat kinerja yang solid dari
holding
dan
subholding
, serta dukungan pemerintah dan seluruh
stakeholders
,” katanya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina juga menjadi badan usaha milik negara (BUMN) terbesar dalam penyerapan TKDN, yakni mencapai Rp 415 triliun.
“Serapan belanja dalam negeri menjadi komitmen Pertamina dalam mendukung perekonomian, terutama usaha lokal sebagai tulang punggung ekonomi agar terus berkembang dan maju,” ujar Fadjar.
Sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan
environmental, social, governance
(ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/05/67a32ebd28d42.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri PPPA: 1 dari 4 Perempuan Alami Kekerasan Sepanjang Hidupnya
Menteri PPPA: 1 dari 4 Perempuan Alami Kekerasan Sepanjang Hidupnya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan data terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.
“Ini bukan sekadar angka statistik. Di baliknya ada kisah, trauma, penderitaan, dan dampak serius, baik fisik, psikologis, kesehatan, ekonomi, maupun sosial,” kata Arifah di Jakarta, Sabtu (14/6/2025).
Arifah juga mengungkapkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR).
Disebutkan, 1 dari 2 anak mengalami kekerasan emosional, dan 9 dari 100 anak pernah menjadi korban kekerasan seksual.
Dia menyebutkan, melalui sistem pelaporan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (
SIMPONI PPPA
), sejak Januari hingga 12 Juni 2024 tercatat 11.850 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Jumlah korbannya mencapai 12.604 orang, dengan lebih dari 10.000 di antaranya adalah perempuan.
“Jenis kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual sebanyak 5.246 kasus. Yang paling sering terjadi justru di lingkungan rumah tangga,” ujar Arifah.
Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga mandat konstitusi untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan keadilan sosial.
Menurut Arifah, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu multidimensi yang memerlukan pendekatan komprehensif dari pencegahan, perlindungan, hingga pemulihan korban.
Oleh karena itu, kerja sama antar-lembaga dan lintas sektor sangat krusial.
Arifah menyebut kehadiran paralegal sangat penting dalam mendampingi korban, terutama saat berada dalam kondisi paling rentan.
Paralegal menjadi jembatan antara korban dan sistem hukum, membantu menyiapkan dokumen dan membuka akses keadilan.
“Paralegal akan membantu korban dalam menyiapkan dokumen hukum dan informasi hukum lainnya yang diperlukan korban. Saya percaya pelatihan paralegal akan memberikan dampak positif dan menjadi kekuatan dalam kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok yang rentan,” tegas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/05/681890eb56465.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggota DPR Ungkap Warga Aceh Mulai “Teriak” Imbas Sengketa 4 Pulau dengan Sumut
Anggota DPR Ungkap Warga Aceh Mulai “Teriak” Imbas Sengketa 4 Pulau dengan Sumut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi II DPR RI
Ahmad Doli Kurnia
mengungkapkan, masyarakat Provinsi Aceh mulai bersuara untuk memprotes keputusan pemerintah pusat soal status 4 pulau masuk ke wilayah Provinsi
Sumatera Utara
(Sumut).
Pasalnya secara historis dan administratif, empat pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Klaim kepemilikan Sumut itu kini disengketakan oleh dua provinsi tersebut.
“Makanya yang penting jangan dibiarkan berlama-lama, jangan berlarut. Karena di sana sudah mulai ada yang teriak-teriak di Aceh sana,” kata Doli saat dihubungi, Sabtu (14/6/2025).
Doli menuturkan, informasi itu didapatnya dari sejumlah kerabat yang tinggal di Aceh. Dia bilang, protes itu mulai terjadi sekitar 2-3 hari yang lalu.
Bahkan semalam, Gubernur Aceh
Muzakir Manaf
sudah mengumpulkan semua anggota DPR, DPD RI, dan DPRD di Aceh untuk membahas masalah ini.
“Ya dua, tiga hari ini, ya. Ada teman-teman kita yang Aceh itu sudah mulai memberikan informasi ke saya, termasuk misalnya pertemuan kan tadi malam Pak Gubernur Aceh mengumpulkan semua anggota DPR, DPD RI kan sama DPRD di Aceh,” tutur Doli.
“Dan Muzakir Manaf juga sudah ngomong kalau ini diterusin, kita bisa mengibarkan dua bendera gitu-gitu kan,” imbuhnya.
Oleh karenanya, Doli meminta masalah ini segera diselesaikan. Terlebih, konflik mengenai batas wilayah akan sangat sensitif luar biasa.
Doli mengaku punya pengalaman saat mengurus sengketa tapal batas antar desa di wilayah lain. Konflik antar warga hingga tawuran dan memakan korban jiwa menjadi dampak yang dituai karena masalah tersebut.
Provinsi Aceh sendiri, kata Doli, memiliki masa kelam Pemberontakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung sejak tahun 1976-2005.
“Yang paling penting, masalah ini harus segera diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kenapa? Karena saya punya pengalaman soal batas wilayah ini sensitif luar biasa. Saya kira kalau Menteri Dalam Negeri cepat bisa mengambil inisiatif 1-2 hari ini,” jelas Doli.
Lebih lanjut, Doli mengaku sempat kaget mengapa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan putusan kontroversi itu.
Jika mengacu pada sejumlah peraturan dan sejarahnya, empat pulau tersebut merupakan milik Aceh.
Masyarakat Aceh mengetahui bahwa empat pulau itu adalah bagian wilayahnya, lewat kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dan Sumut pada tahun 1992.
Penandatangan kesepakatan itu pun disaksikan langsung oleh Mendagri, Jenderal Rudini.
Posisi keempat pulau kemudian diperkuat dalam UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (PA).
Begitu pun lewat putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Provinsi Sumatera Utara atas kepemilikan keempat pulau.
“Satu, atas pertimbangan hukum apa? Yang kedua latar belakangnya apa? Ini kan tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba memutuskan. Apakah ada pengajuan dari Provinsi Sumatera Utara? Atau ada masalah apa sehingga memang tiba-tiba keluar SK itu? Ini yang menurut saya perlu dijelaskan,” tandas Doli.
Sebelumnya diberitakan, Keputusan Kemendagri soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara menimbulkan gejolak.
Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
Adapun aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/06/67a47c135ac08.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
DPR Minta Konflik 4 Pulau Aceh-Sumut Cepat Kelar: Sensitif Luar Biasa
DPR Minta Konflik 4 Pulau Aceh-Sumut Cepat Kelar: Sensitif Luar Biasa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia meminta konflik perebutan empat pulau antara
Provinsi Aceh
dan Provinsi
Sumatera Utara
(Sumut) segera diselesaikan.
Pasalnya, konflik mengenai batas wilayah akan sangat sensitif luar biasa. Terlebih, Provinsi Aceh pernah memiliki masa pemberontakan melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung sejak tahun 1976-2005.
“Yang paling penting, masalah ini harus segera diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kenapa? Karena saya punya pengalaman soal batas wilayah ini sensitif luar biasa. Saya kira kalau Menteri Dalam Negeri cepat bisa mengambil inisiatif 1-2 hari ini,” kata Doli saat dihubungi, Sabtu (14/6/2025).
Doli mengaku punya pengalaman saat mengurus sengketa tapal batas antar desa di wilayah lain. Konflik antar warga hingga tawuran dan memakan korban jiwa menjadi dampak yang dituai karena masalah tersebut.
Dia tidak ingin, konflik serupa antara dua provinsi ini tidak membuka luka lama bagi Provinsi Aceh.
“Sensitifnya ini di Aceh gitu, loh. Nah, masyarakat Aceh ini kan punya sejarah yang terus kita harus pulihkan hubungannya dengan pemerintah pusat gitu. Jangan dengan kasus ini seolah-olah kita membuka luka lama,” beber Doli.
“Dan perlu hati-hati, ini sekarang masyarakat internasional ini sudah mulai ikut mencermati. Mereka menunggu gitu, loh. Jangan sampai ini menjadi isu baru, urusan-urusan masa lama soal merdeka-merdeka ini muncul lagi,” imbuh dia.
Lebih lanjut ia meminta
Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) segera mengundang pihak yang bersengketa untuk duduk bersama.
Mediasi, kata dia, perlu dilakukan antara Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Bahkan jika perlu, Kemendagri juga mengundang para bupati yang berdekatan atau berada di tapal batas pulau tersebut.
“Dijelaskan di situ. Dijelaskan apa tadi yang jadi pertimbangan lain-lainnya sehingga dikeluarkan SK (Kepmendagri) ini. Dan dipersilakan masing-masing (memberikan statement) baik Aceh maupun Provinsi, terutama Aceh yang merasa keberatan,” tuturnya.
Doli berharap, mediasi ini menjadi forum rekonsiliasi data dan keputusan bersama.
Artinya, kata Doli, jika bukti-bukti yang ditunjukkan Aceh lebih kuat, pemerintah pusat harus bersedia meninjau ulang keputusan.
Namun jika tetap terjadi sengketa, maka dicari jalan tengahnya bersama.
“Misalnya, contoh kerja sama teknis pengelolaan dan macam-macam. Kalaupun kemudian akhirnya juga tidak ketemu, kemudian disepakati untuk melalui jalur hukum. Ya itu juga berdasarkan kesepakatan bahwa tidak terjadi kesepakatan, maka kemudian sepakat untuk menempuh jalur hukum,” jelas Doli.
Sebelumnya diberitakan, Keputusan Kemendagri soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara menimbulkan gejolak.
Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
Adapun aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/06/13/684c27a68ec99.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/05/15/6825bde8a77a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)