Category: Kompas.com Nasional

  • Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara

    Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara

    Jaksa yang Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 M Dituntut 4 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa nonaktif Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) Azam Akhmad Aksya dituntut 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi terkait penipuan
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    .
    Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menilai, Azam terbukti bersalah menerima suap dari kuasa hukum terkait pengembalian uang korban investasi bodong tersebut.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Azam Akhmad Aksya dengan hukuman penjara 4 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Azam dihukum membayar denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Pada persidangan yang sama, jaksa juga menuntut dua terdakwa lain yang diketahui merupakan kuasa hukum korban investasi bodong.
    Mereka adalah Bonifasius Gunung dan Oktavianus Setiawan.
    Keduanya dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Dalam perkara ini, Azam didakwa menilap uang pengembalian kasus investasi bodong tersebut sebesar Rp 11,7 miliar.
    Menurut jaksa, Azam menggunakan kedudukannya untuk mengambil uang itu secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang seharusnya dikembalikan kepada korban.
    Azam yang menjadi jaksa dalam kasus investasi bodong itu justru menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri.
    Ia diduga berkongsi dengan pengacara korban investasi bodong guna mengambil barang bukti berupa uang yang seharusnya dikembalikan, termasuk di antaranya adalah membuat paguyuban palsu yang seolah-olah mewakili 137 korban Robot Trading Fahrenheit di Bali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komdigi Sediakan Internet di 364 Titik Lokasi di Sulawesi Barat

    Komdigi Sediakan Internet di 364 Titik Lokasi di Sulawesi Barat

    Komdigi Sediakan Internet di 364 Titik Lokasi di Sulawesi Barat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sediakan internet di 364 titik lokasi di
    Sulawesi Barat
    atau Sulbar.
    Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Komdigi
    Nezar Patria
    dalam keterangan resmi, Selasa (17/6/2025).
    “Melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat berkomitmen untuk menghadirkan inklusivitas di 364 titik lokasi yang belum terjangkau layanan internet,” ujar Nezar.
    Nezar menjelaskan, pembangunan infrastruktur digital, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T), dilakukan melalui program pembangunan Base Transceiver Station (BTS) dan pemanfaatan Satelit Republik Indonesia-1 (Satria-1) di lokasi yang masuk dalam kriteria penyediaan akses layanan internet.
    “Jadi nanti bisa dibantu penguatan konektivitas melalui jaring telekomunikasi yang dimiliki oleh Komdigi melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI),” ujar dia.
    “Tentu saja kita ingin seluruh daerah Sulawesi Barat ini ter-
    cover
    dengan
    akses internet
    , karena dengan demikian kualitas hidup masyarakat itu bisa lebih baik lagi,” jelasnya.
    Menurut Nezar, pembangunan infrastruktur digital oleh BAKTI Kementerian Komdigi berfokus pada empat sektor prioritas di daerah 3T, yaitu pendidikan, kesehatan, layanan pemerintahan, serta pertahanan dan keamanan.
    “Mengingat pentingnya pemerataan akses internet, khususnya di empat sektor prioritas ini, kami menjamin pemerataan infrastruktur digital di seluruh Indonesia melalui program BTS hingga perluasan jaringan Palapa Ring,” ujarnya.
    Nezar menegaskan, upaya pemerintah memperkecil kesenjangan digital bertujuan agar seluruh masyarakat merasakan manfaat nyata dari konektivitas digital yang sudah terbangun.
    Menurutnya, masih banyak daerah 3T yang hingga saat ini mengalami kesulitan dalam mengakses informasi.
    “Jadi kami sangat concern untuk daerah yang mengalami problem komunikasi. Jadi saya bisa tegaskan di sini, Komdigi sangat terbuka dengan laporan, dengan permintaan terhadap lokasi yang dipetakan sebagai blank spot,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan

    Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan

    Paulus Tannos Jalani Dua Sidang di Singapura, soal Ekstradisi Pekan Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, buron kasus E-KTP,
    Paulus Tannos
    , menjalani dua proses sidang di Singapura.
    Pertama, sidang terkait permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan. Hasilnya, Pengadilan Singapura menolak permohonan Paulus Tannos.
    Kedua, sidang terkait permintaan
    ekstradisi
    .
    “Yang diputus ini adalah permohonan
    provisional arrest
    . Sudah
    clear
    ya? Bahwa yang diputus sekarang ini adalah permohonan penangguhan penahanan dengan jaminan, belum masuk ke pokok perkaranya, kemudian terkait dengan permintaan kita untuk ekstradisi,” kata Supratman di Graha Pengayoman, Kemenkum, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Supratman mengatakan, sidang terkait
    ekstradisi Paulus Tannos
    dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025.
    Dia mengatakan, sidang tersebut akan memasuki pokok perkara terkait apakah permintaan ekstradisi Paulus Tannos dikabulkan atau ditolak.
    “Karena nanti tanggal 23 sampai dengan tanggal 25 Juni ini, akan dilakukan pemeriksaan terkait dengan pokok perkara, yakni apakah permintaan ekstradisi kita itu akan dikabulkan atau ditolak,” ujarnya.
    Supratman mengatakan, jika sidang tersebut memutuskan permohonan ekstradisi diterima, maka pihak pemohon dan termohon bisa mengajukan banding satu kali.
    Selain itu, dia juga mengatakan, Paulus Tannos masih menolak secara sukarela untuk diekstradisi ke Indonesia.
    “Kalau ternyata nanti dinyatakan permohonan ekstradisi kita diterima, masing-masing pihak, baik kita sebagai pemohon maupun yang bersangkutan, masih memungkinkan untuk mengajukan upaya banding sekali dan karena itu kita tunggu,” kata dia.
    “Tetapi sampai dengan saat ini, yang bersangkutan, PT (Paulus Tannos), belum menyatakan kesediaannya secara sukarela untuk diekstradisi ke Indonesia,” ucap dia.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan yang diajukan buron kasus E-KTP Paulus Tannos.
    Dengan demikian, Paulus Tannos tetap akan dilakukan penahanan di negara tersebut.
    “KPK menyambut positif putusan pengadilan Singapura yang telah menolak permohonan penangguhan DPO Paulus Tannos (PT), sehingga terhadap PT akan tetap dilakukan penahanan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
    Budi mengatakan, selanjutnya sidang pendahuluan Paulus Tannos dijadwalkan pada 23-25 Juni 2025.
    “KPK berharap proses ekstradisi DPO PT berjalan lancar, dan menjadi preseden baik kerja sama kedua pihak, Indonesia-Singapura, dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.
    Budi mengatakan, KPK secara intens telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan KBRI Singapura untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

    Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri

    Prabowo Ambil Alih Polemik 4 Pulau, Nasir Djamil: Bentuk Koreksi Kepmendagri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR
    Nasir Djamil
    menyatakan bahwa langkah Presiden
    Prabowo Subianto
    yang mengambil alih polemik penetapan empat pulau yang diklaim masuk ke wilayah Sumatera Utara merupakan bentuk koreksi terhadap keputusan
    Kementerian Dalam Negeri
    (Kemendagri).
    Adapun
    polemik empat pulau
    santer terdengar setelah pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
    “Pengambil alihan ini juga dalam pandangan kami sebagai bentuk koreksi terhadap keputusan Mendagri tersebut,” kata Nasir yang ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    “Jadi koreksi Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan terhadap Menterinya yang barangkali dalam keputusan itu belum sempurna. Tidak bijak menyikapi daerah-daerah yang dulu pernah mengalami konflik bersenjata seperti Aceh-Indonesia,” tambah dia.
    Menurut Nasir, intervensi Presiden juga bertujuan meredam ketegangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, khususnya
    Aceh dan Sumatera Utara
    , terkait status administratif empat pulau tersebut.
    “Sepengetahuan saya, mengambil alih isu ini oleh Presiden kan dimaksud untuk meredakan ketegangan antara pusat dan daerah dan juga antara Aceh dan Sumatera Utara. Kami percaya bahwa tidak ada kepentingan apapun dari Presiden Prabowo Subianto terkait mengambil alih isu ini atau kasus ini,” terangnya.
    Ia mengingatkan bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki sensitivitas historis dan politis karena pernah mengalami konflik bersenjata.
    Karena itu, menurutnya, penyikapan terhadap Aceh harus mengedepankan sensitivitas, bukan hanya otoritas formal.
    “Jadi itu sensitivitas itu dibutuhkan, bukan hanya sekadar otoritas. Jadi otoritas minus sensitivitas ya akibatnya seperti ini,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
    Lebih lanjut, Nasir membeberkan bahwa dari sisi sejarah, administrasi, hingga penamaan pulau, empat pulau tersebut sebenarnya berada di bawah kewenangan Aceh.
    Namun, pada 2009, Pemerintah Aceh sempat melakukan kekeliruan dalam pengajuan data pulau.
    “Cuma memang di tahun 2009, waktu itu Aceh keliru dalam memberikan koordinat. Dan menyampaikan ada 260 pulau, tidak termasuk 4 pulau ini. Tapi itu kemudian dikoreksi, kemudian diperbaiki, kemudian diajukan tapi tidak pernah disahuti, tidak pernah diterima, tidak pernah dijawab oleh pemerintah pusat,” jelas legislator asal Aceh ini.

    Sebagai informasi, polemik empat pulau ini mencuat usai adanya keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
    Keputusan ini menuai keberatan dari Pemerintah Aceh dan sejumlah elemen masyarakat di daerah tersebut.
    Presiden Prabowo Subianto, menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, turun tangan langsung terkait polemik ini.
    Dasco menyatakan, Prabowo sebagai Kepala Negara memutuskan bakal mengambil alih penuh persoalan tersebut.
    Menurutnya, Prabowo segera memutuskan langkah terbaik untuk menyelesaikan hal tersebut. “Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” ujar Dasco dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025) malam.
    Dasco mengatakan, Prabowo menargetkan keputusan terkait pemindahan kepemilikan empat pulau tersebut sudah bisa rampung pekan depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung

    Marcella Santoso Minta Maaf Bikin Konten Negatif untuk Serang Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tersangka kasus perintangan penyidikan dan penuntutan kasus ekspor
    crude palm oil
    (CPO), Timah, dan kasus importasi gula,
    Marcella Santoso
    , menyampaikan permintaan maaf karena telah membuat sejumlah konten dan narasi negatif terhadap institusi
    Kejaksaan Agung
    .
    Marcella, yang merupakan pengacara dari terdakwa beberapa kasus ini, mengaku tidak memeriksa semua kasus yang dibuat oleh tim atas arahannya.
    “Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan,” ujar Marcella melalui tayangan video yang diputar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
    Dalam video yang ditayangkan ini, Marcella mengaku membuat konten dan narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung, baik menyerang institusi maupun pribadi para penyidik.
    “Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik,” kata Marcella.
    Marcella juga mengakui bahwa ada beberapa narasi negatif yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjatuhkan dan menghalangi kerja penyidik.
    “Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap,” lanjut wanita berambut pendek itu.
    Dalam kesempatan itu, Marcella mengatakan dirinya tidak punya masalah pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pribadi para penyidik.
    “Bahwa saya sejujurnya tidak pernah merasa ada ketidaksukaan atau kebencian secara pribadi, baik dengan institusi, ataupun dengan pemerintahan, ataupun dengan personal,” lanjutnya.
    Marcella mengatakan, dalam satu percakapannya dengan rekannya, ia justru memuji kinerja penyidik.
    “Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus),” katanya.
    Atas perbuatannya, Marcella meminta maaf dan berharap agar pintu maaf kepadanya dibukakan.
    “Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan,” katanya lagi sambil terisak.
    Diberitakan, Pengacara Marcella Santoso (MS) ditetapkan sebagai tersangka untuk ketiga kalinya oleh Kejaksaan Agung.
    Kali ini, Marcella dan dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Bahwa penyidik pada jajaran Jampidsus sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap dan gratifikasi, juga ditetapkan tersangka dalam TPPU tindak pidana pencucian uang, yaitu saudara MS, yang ditetapkan sejak tanggal 23 April 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Senin (5/5/2025).
    Adapun dua kasus sebelumnya, Marcella Santoso telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vonis lepas alias onslag perkara crude palm oil (CPO) terhadap tiga korporasi.
     
    Kemudian, tersangka dalam kasus perintangan terkait penyidikan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam kasus dugaan TPPU terkait penanganan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dua tersangka lainnya adalah advokat Ariyanto Bakri (AR) dan Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).
    Keduanya sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 17 April 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Walk Out dari Sidang, Pengacara Tom Lembong: Silakan Nikmati Keadilan yang Kalian Miliki!

    Walk Out dari Sidang, Pengacara Tom Lembong: Silakan Nikmati Keadilan yang Kalian Miliki!

    Walk Out dari Sidang, Pengacara Tom Lembong: Silakan Nikmati Keadilan yang Kalian Miliki!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tim kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong walk out dari persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025). 
    Pengacara Ari Yusuf Amir marah dan mengaku sudah lelah dengan keadilan yang berjalan di Indonesia.
    Awalnya, Ari keberatan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat tetap mengizinkan jaksa penuntut umum membacakan keterangan eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno di tahap penyidikan, Selasa (17/6/2025).
    Keputusan itu membuat pihaknya tidak memiliki kesempatan untuk menggali keterangan dari Rini di muka sidang.
    Perdebatan pun terjadi antara pengacara dengan jaksa.
    “Kenapa tadi saya di-
    stop?
     Kenapa begitu mereka ngomong mereka tidak di-
    stop?
     Kita gantian ngomongnya, kita sudah capek dengan keadilan di negara ini!” ujar Ari dengan geram di ruang sidang.
    Mendengar ini, pengunjung sidang ikut protes.
    Mereka mendukung keberatan Ari.
    “Betul, betul,” teriak pengunjung sidang.
    Ari menuturkan, tujuan memeriksa saksi dalam persidangan adalah agar para pihak, yakni jaksa, hakim, dan kubu terdakwa bisa mengelaborasi dan mengeksaminasi keterangan saksi di tahap penyidikan.
    “Kalau sekadar membacakan, kami bertanya kepada siapa? Apa gunanya pemeriksaan ini? Gimana cara berpikirnya?” ujar Ari.
    Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian menengahi perdebatan pengacara dengan jaksa.
    Menurutnya, bagaimanapun persidangan harus tetap berjalan.
    Ia mencoba menghindari perdebatan yang berlarut-larut.
    “Itu sudah saya dulu ya, kalau dilanjutkan kami rasa tidak selesai juga. Persidangan harus tetap berjalan,” kata Hakim Dennie.
    Akhirnya, sidang tetap dilanjutkan dengan pembacaan keterangan Rini kepada penyidik.
    Sementara, seluruh kuasa hukum
    Tom Lembong
    keluar meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas pembacaan keterangan saksi.
    “Kalau begitu kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki!” tutur Ari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau

    Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau

    Yusril Ungkap Alasan Perjanjian Helsinki dan UU 24/1956 Tak Bisa Jadi Rusukan Sengketa 4 Pulau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril Ihza Mahendra
    menyebut
    Perjanjian Helsinki
    dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan rujukan untuk menentukan status kepemilikan
    empat pulau
    di Aceh dan Sumatera Utara.
    Keempat pulau itu adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
    “Sederhana saja. Perjanjian Helsinki menyebutkan bahwa wilayah Aceh adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara,” kata Yusril, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (17/6/2025).
    Yusril menjelaskan bahwa
    UU Nomor 24 Tahun 1956
    hanya menyebutkan bahwa Provinsi Aceh terdiri atas beberapa kabupaten tanpa menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas, baik antara Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, maupun batas antar kabupaten di Provinsi Aceh sendiri.
    Dia mengatakan, Kabupaten Aceh Singkil yang sekarang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah belum ada pada tahun 1956.
    Keempat pulau itu juga tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 tersebut maupun dalam Perjanjian Helsinki.
    Oleh karena itu, Yusril menilai, kedua instrumen hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar penyelesaian status keempat pulau yang dipermasalahkan.
    Sementara itu, menurut Yusril, UU Nomor 24 Tahun 1956 itu bisa dijadikan dasar bagi keberadaan Kabupaten Aceh Singkil sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1999.
    “Keempat pulau yang dipermasalahkan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara sekarang ini tidak sepatah katapun disebutkan, baik dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 maupun dalam MoU Helsinki. Karena itu, saya mengatakan bahwa MoU Helsinki dan UU Nomor 24 Tahun 1956 tidak bisa dijadikan sebagai referensi utama penyelesaian status empat pulau yang dipermasalahkan,” ujar dia.
    Menurut Yusril, penyelesaian batas wilayah, baik darat maupun laut antar daerah, kini harus merujuk pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 9 Tahun 2015.
    Dalam praktiknya, beberapa undang-undang pemekaran daerah telah mencantumkan titik koordinat yang jelas, namun ada pula yang belum.
    “Pemekaran provinsi hanya menyebutkan terdiri atas kabupaten dan kota, sedangkan pemekaran kabupaten/kota hanya menyebutkan kecamatannya saja. Selanjutnya, UU memberikan delegasi kewenangan kepada Mendagri untuk mengatur tapal batas wilayah dengan Peraturan Mendagri,” tutur dia.
    Namun, hingga saat ini, belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
    Dia mengatakan, saat ini hanya diatur dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) terkait kode wilayah administrasi yang mencantumkan keempat pulau tersebut dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.
    “Keputusan Mendagri (Kepmendagri) inilah yang memicu kehebohan beberapa hari terakhir ini. Saya berpendapat bahwa Kepmendagri ini nanti harus direvisi segera setelah terbitnya Permendagri yang mengatur tapal batas darat dan laut antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah,” ucap dia.
    Diberitakan sebelumnya, empat pulau yang berada di dekat pesisir pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, menjadi sorotan karena diperebutkan oleh Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
    Hal itu dipicu oleh Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menegaskan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara.
    Pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
    Keputusan tersebut direspons beragam oleh kedua daerah, karena konflik perebutan wilayah ini sudah berlangsung puluhan tahun.
    Salah satunya adalah klaim Pemprov Aceh yang mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri PPPA Terima 11.850 Kasus Kekerasan Sepanjang 2025, Korban Didominasi Perempuan

    Menteri PPPA Terima 11.850 Kasus Kekerasan Sepanjang 2025, Korban Didominasi Perempuan

    Menteri PPPA Terima 11.850 Kasus Kekerasan Sepanjang 2025, Korban Didominasi Perempuan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan telah menerima laporan 11.850
    kasus kekerasan
    sepanjang Januari hingga 12 Juni 2025.
    Korban kasus kekerasan yang masuk ke dalam data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (
    Simfoni PPA
    ) ini mencapai sekitar 12.000 orang.
    “Data Simfoni dari kementerian kami, dari Januari – 12 Juni 2025 sudah terlaporkan sebanyak 11.850 kasus kekerasan yang korbannya adalah 12.000 sekian,” kata Arifah di Gedung Heritage, Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
    Arifah menuturkan, korban didominasi oleh perempuan yang mencapai sekitar 10.000 orang. Sedangkan sisanya, sekitar 2.000 korban adalah laki-laki.
    “Dari jumlah kekerasan yang paling banyak adalah kekerasan seksual, lokasi terbanyak ada dalam ranah rumah tangga,” ucap dia.
    Kekerasan terhadap perempuan juga terbukti dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2024, yang menunjukkan satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
    Menurut Arifah, kondisi ini perlu menjadi perhatian saat pemerintah mendorong pembangunan dan pemberdayaan keluarga tangguh.
    Lebih lanjut ia menyampaikan, kekerasan juga terjadi karena penggunaan gadget untuk anak-anak yang tidak bijaksana.
    Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2024 mengungkap, satu dari dua anak Indonesia pernah mengalami kekerasan.
    Hal ini dibarengi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2024 yang menunjukkan sebanyak 39,71 persen anak dalam usia dini sudah menggunakan telepon seluler dan 35,57 persen sudah menggunakan akses internet.
    “Penyebab kekerasan terjadi karena pola asuh dalam keluarga sangat mendominasi. Kedua adalah penggunaan gadget yang tidak bijaksana, dan yang ketiga adalah faktor lingkungan,” jelas Arifah.
    “Jadi faktor keluarga ini mempunyai peran yang sangat penting bagaimana anak-anak kita, keluarga-keluarga kita bisa terhindar dari kekerasan baik dalam rumah tangga maupun di ranah publik,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Mari Bertindak Nyata

    Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Mari Bertindak Nyata

    Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Mari Bertindak Nyata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Sosial (
    Kemensos
    ) menggelar retreat 53 Kepala
    Sekolah Rakyat
    Tahap 1 di Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) Marga Guna, Gandaria Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
    Dari pengamatan Kompas.com di lokasi, retreat
    Kepala Sekolah Rakyat
    ini dihadiri oleh Menteri Sosial (Kemensos) Saifullah Yusuf (
    Gus Ipul
    ) dan Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono.
    Tampak 53 Kepala Sekolah Rakyat mengenakan seragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL), celana cargo berwarna
    army
    , serta dilengkapi topi dengan warna senada.
    Para Kepala Sekolah Rakyat terlihat fokus mendengarkan arahan dari Gus Ipul untuk menjalankan tugas mereka sebagai pemimpin dalam satuan pendidikan.
    “Anda yang lolos adalah pilihan dari banyak kandidat. Ini hasil proses seleksi, sekarang bersyukur sudah diberi kesempatan, mari kita bertindak nyata, agar kerja kita benar-benar berdampak,” ujar Gus Ipul, saat memberikan pesan kepada 53 Kepala Sekolah Rakyat di lokasi, Selasa.
    Gus Ipul mengatakan, menjadi kepala
    sekolah rakyat
    bukan hanya sekadar jabatan, tetapi pengabdian besar.

    Sekolah rakyat
    merupakan gagasan presiden, amanah besar untuk kita, kepala sekolah adalah perpanjangan tangan dari niat mulia tersebut,” imbuh dia.
    Gus Ipul mengatakan, membangun sekolah rakyat adalah membangun peradaban untuk bertransformasi menuju Indonesia Emas 2045.
    “Jangan takut susah mengurusi orang susah, karena di situlah kita menjadi manusia. Jadilah pemimpin yang menghidupkan harapan, setiap siswa adalah titipan negara, kita harus hadir utuh, lahir dan batin,” imbuh Gus Ipul, disambut riuh tepuk tangan.
    “Retreat ini bukan pembuktian, tapi titik awal, mari kita sama-sama bersihkan hati, kuatkan niat, dan bulatkan tekad,” tambah dia.
    Retreat Kepala Sekolah Rakyat ini akan digelar dalam dua tahap.
    Para kepala sekolah akan menjalani pembekalan selama lima hari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh

    Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh

    Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kematian warga sipil Kampung Yuguru, Distrik Meborok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Abral Wandiko, yang dimutilasi masih tertutup tabir.
    Abral tewas mengenaskan dengan luka parah di area wajah.
    Sementara itu, kakinya melepuh dan tangannya terikat.
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia (
    TNI
    ), Mayjen
    Kristomei Sianturi
    , menyebut, Abral sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (
    OPM
    ) yang melarikan diri dan jatuh ke jurang setelah sempat ditahan prajurit.
    “Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu, justru yang melakukan kebiadaban seperti itu adalah gerombolan OPM selama ini,” kata Kristomei, kepada Kompas.com, Senin (16/6/2025).
    Pihaknya menduga Abral dibunuh kelompoknya sendiri karena membocorkan lokasi persembunyian senjata.
    Abral disebut bersedia menunjukkan di mana honai yang digunakan untuk menyembunyikan senjata kepada prajurit TNI.
    “Lalu tudingan diarahkan ke prajurit TNI, karena yang terakhir membawa Abral sebelum melarikan diri adalah prajurit TNI,” ujar dia.
    Kristomei mengeklaim, Abral ditangkap dengan profesional dan terukur.
    Ia diduga anggota Kelompok Operasi Kodap III/Ndugama OPM.
    Dalam pemeriksaan terhadap Abral, TNI menemukan dua pucuk senjata rakitan dan beberapa catatan milik pria itu yang identik dengan unggahan di media sosialnya.
    “Bukti bahwa
    Abral Wandikbo
    alias Almaroko Nirigi, anggota Pok OPM, sangat jelas, terbukti dengan adanya foto yang bersangkutan sambil membawa senjata M-16 A2,” ungkap dia.
    Menurut Kristomei, Abral sempat menjalani interogasi dan mau menunjukkan lokasi persembunyian senjata di Kampung Kwit.
    Namun, di tengah perjalanan, ia memberontak dan melarikan diri meski prajurit TNI telah melepaskan tembakan peringatan.
    Pria itu kemudian melompat ke jurang dan lepas dari penahanan tentara.
    “Saat itu, aparat TNI tidak melanjutkan upaya pengejaran dan memastikan kondisi yang bersangkutan dikarenakan faktor keamanan yang memiliki risiko tinggi bagi keselamatan pasukan apabila melanjutkan gerakan,” terang dia.
     
    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Hak Asasi Manusia (HAM) membantah bahwa Abral adalah anggota OPM.
    Mereka menyebut, Abral merupakan warga biasa dari Kampung Yuguru yang juga bekerja dengan aparat.
    “Justru sebaliknya, almarhum dikenal aktif membantu aparat dalam pembangunan kembali lapangan terbang Yuguru, demi memfasilitasi mobilitas masyarakat,” bunyi keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM, dikutip pada hari Senin.
    Menurut Koalisi, aparat TNI menangkap Abral tanpa bukti yang sah pada 22 Maret 2025.
    Ia dituding sebagai anggota OPM. Selang tiga hari kemudian, Abral ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan.
    “Koalisi menduga kuat bahwa Abral menjadi korban penyiksaan berat sebelum akhirnya dibunuh. Ironisnya, sebelumnya aparat TNI menyampaikan kepada keluarga bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian menyebarkan narasi menyesatkan bahwa korban melarikan diri,” ujar Koalisi.
    Mencium kejanggalan dalam kematian Abral, Koalisi Masyarakat Sipil dan Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) menggelar audiensi dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM pada 13 Juni.
    Mereka melaporkan dan menduga kematian Abral sebagai pelanggaran HAM berat.
    “Hak korban untuk hidup, tidak disiksa, dan hak untuk merasa aman jelas-jelas dilanggar. Begitu pula hak korban untuk mendapat pendampingan hukum ketika ditangkap juga diabaikan begitu saja oleh aparat yang menangkapnya,” bunyi keterangan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.