17 Perwira Polri Naik Pangkat, Ada Saksi Kasus Ahok dan Kopi Sianida
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sebanyak 17 perwira Polri mendapatkan
kenaikan pangkat
satu tingkat lebih tinggi pada Senin (7/7/2025).
Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo menjelaskan, kenaikan pangkat merupakan bentuk kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para perwira.
”
Kenaikan pangkat
ini bukan hanya sekadar penghargaan struktural, tetapi juga bentuk kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para perwira tinggi untuk terus memberikan pengabdian terbaik kepada institusi dan masyarakat,” ujar Trunoyudo dalam keterangannya, Senin (7/7/2025).
Salah satu yang mendapatkan kenaikan pangkat adalah
Brigjen Muhammad Nuh Al Azhar
, yang sebelumnya berpangkat Kombes.
Brigjen Muhammad Nuh Al Azhar sendiri merupakan saksi ahli kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 7 Februari 2017.
Saat itu, Muhammad Nuh Al Azhar masih berpangkat AKBP dan menduduki posisi Kepala Sub Bidang Komputer Forensik Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri.
Dalam sidang terdakwa Ahok pada Selasa (7/2/2017), Muhammad Nuh Al Azhar menyatakan bahwa terdapat empat video yang berkaitan dengan pidato Ahok di di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Setelah dianalisa oleh tim Puslabfor Mabes Polri, Muhammad Nuh Al Azhar menyatakan bahwa video tersebut dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
Selain dalam
kasus Ahok
, Muhammad Nuh Al Azhar juga dihadirkan sebagai ahli dalam kasus
kasus kopi sianida
yang melibatkan nama Jessica Wongso.
Dalam sidang pada Senin (18/11/2024), Muhammad Nuh Al Azhar dihadirkan sebagai Ahli Digital Forensik dari Mabes Polri yang membantah rekaman CCTV channel 9 yang diserahkan oleh pihak Jessica Wongso merupakan barang bukti baru atau novum dalam pengajuan peninjauan kembali (PK).
Saat itu, Nuh menegaskan, rekaman CCTV channel 9 ini sudah pernah diputar dalam persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin pada Agustus 2016.
Begitu pula dengan rekaman yang ditunjukkan ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan, dalam wawancara di stasiun TV.
“(Rekaman) CCTV channel 9 dari belakang dengan yang ada di rekaman (wawancara eksklusif dengan) Karni Ilyas itu adalah hal yang sama. Tidak ada ada perbedaan,” ujar Nuh.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/07/07/686b773bf192b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gibran: Kritik Pedas Enggak Apa-apa, Kami Evaluasi
Gibran: Kritik Pedas Enggak Apa-apa, Kami Evaluasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Presiden RI
Gibran Rakabuming Raka
mengatakan, pemerintah sangat menerima kritikan pedas dari masyarakat yang akan ditampung dan dievaluasi.
Hal ini disampaikan Gibran dalam sambutan di acara HUT ke-19 dan Rakernas Punguan Simbolon dohot Boruna se-Indonesia (
PSBI
) Simbolon (Persatuan Marga Batak), di Jakarta Selatan, Senin (7/7/2025).
“Jadi, kritis, evaluasi, saran ataupun kritik pedas sekalipun enggak apa-apa. Nanti kami tampung dan kami evaluasi,” kata Gibran, Senin.
Gibran menyampaikan harapan kepada Ketua PSBI Effendi Simbolon agar keluarga besar PSBI dapat mendukung program-program prioritas dalam
Kabinet Merah Putih
.
“Nanti tolong disinergikan dengan program kerjanya PSBI ya Pak Ketua ya. Jadi, ke depan bisa terus bersinergi,” ucap dia.
Menurut Gibran, PSBI tetap harus ikut mengawal, mengevaluasi, serta mengkritik meski kebanyakan anggotanya mendukung Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024.
“Jadi, saya ingin, ya meskipun kebanyakan kemarin dari keluarga Simbolon ini mendukung kami di Pilpres ya, tetap kritis,” ucap dia.
Sebelumnya, Gibran menyinggung pengorbanan Effendi yang sangat besar hingga rela dipecat dari PDI-P karena mendukung Prabowo-Gibran.
“Ya karena pengorbanan Pak Ketua ini sungguh besar ya sampai dipecat. Mau enggak mau harus dukung program dari Pak Presiden,” tutur dia.
Gibran kemudian berkelakar bahwa dirinya juga bernasib sama dengan Effendi, yakni sama-sama dipecat dari PDI-P.
Mantan wali kota Solo ini pun mengaku tidak masalah dipecat dari PDI-P, kini ia fokus untuk melancarkan program Prabowo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/20/682c936984070.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menko Polkam Pamer 81,2 Persen Publik Puas dengan Pemerintahan Prabowo
Menko Polkam Pamer 81,2 Persen Publik Puas dengan Pemerintahan Prabowo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam)
Budi Gunawan
mengungkapkan bahwa
tingkat kepuasan publik
terhadap kinerja pemerintahan Presiden
Prabowo Subianto
mencapai 81,2 persen berdasarkan hasil survei pada Juni 2025.
Hal ini disampaikan Budi Gunawan saat mengikuti rapat kerja antara Badan Anggaran DPR RI bersama Menteri Koordinator (Menko) Kabinet Merah Putih di Gedung DPR RI pada Senin (7/7/2025).
“Capaian tersebut, alhamdulillah, juga tecermin dalam persepsi publik. Berdasarkan hasil survei bulan Juni 2025, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah Presiden Prabowo Subianto ini mencapai 81,2 persen,” ujar Budi di ruang rapat.
Menurut Budi, survei itu menunjukkan bahwa pemerintah mendapat rapor biru pada lima aspek utama.
Tingkat kepuasan publik
tertinggi tercatat pada aspek sosial dan budaya, yakni sebesar 95,1 persen.
Disusul aspek keamanan nasional sebesar 83,1 persen, stabilitas politik 70,8 persen, penegakan hukum 67,8 persen, dan kinerja ekonomi makro 67,4 persen.
“Ini memberikan sinyal kuat bahwa keamanan nasional dan stabilitas politik yang selama ini kita jaga secara kolektif mulai berbuah dengan adanya kepercayaan publik yang semakin naik,” kata dia.
Lebih lanjut, Budi juga memaparkan berbagai capaian kinerja kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polkam yang dinilai berkontribusi terhadap tingginya tingkat kepuasan publik.
Dia mencontohkan Desk Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan yang telah berhasil mengungkap 62 kasus besar dengan 891 tersangka.
Nilai barang bukti dalam kasus-kasus tersebut mencapai Rp 11,5 triliun, sementara kerugian negara yang berhasil dicegah ditaksir sekitar Rp 1,3 triliun.
“Barang bukti didominasi produk hasil tembakau, tekstil, narkoba elektronik, makanan dan minuman, obat-obatan, dan kosmetik,” kata Budi.
Selain itu, Desk Koordinasi Pencegahan Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola juga mencatat penyelamatan dana negara sebesar Rp 18,5 triliun.
Target jangka menengah yang dicanangkan adalah peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 37 menjadi 43 pada 2026.
Sementara itu, di bidang pemberantasan narkoba, Budi menyebutkan telah terjadi pengungkapan kasus narkotika terbesar dalam sejarah Indonesia.
Jumlah jiwa yang dapat diselamatkan diperkirakan mencapai 30 juta orang.
Salah satu operasi terbesar adalah pengungkapan 2 ton sabu di Batam senilai Rp 5 triliun, serta penyitaan aset tindak pidana pencucian uang senilai Rp 126,84 triliun.
Adapun pada sektor pemberantasan perjudian daring, Budi mengatakan telah terjadi penurunan trafik aktivitas judi online sebesar 60 persen.
“Desk perjudian daring telah berhasil menurunkan
traffic
perjudian sebesar 60 persen,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/02/01/65bb8c6cd133b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Usman Hamid Bongkar Beda Penjelasan Dasco dan Anggota DPR soal Draf RUU TNI
Usman Hamid Bongkar Beda Penjelasan Dasco dan Anggota DPR soal Draf RUU TNI
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Saksi pemohon uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI),
Usman Hamid
, mengungkap ada penjelasan yang berbeda dari kalangan DPR terkait draf revisi UU TNI.
Perbedaan itu tercermin dalam pertemuan Usman dengan Wakil Ketua DPR
Sufmi Dasco
Ahmad bersama pimpinan Komisi I DPR terkait pembahasan
RUU TNI
pada 17 Maret 2025.
Usman menuturkan, dalam pertemuan itu, Dasco awalnya mengeluhkan mengapa Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik RUU TNI dengan naskah draf yang tidak benar.
Bung Dasco langsung mengeluh, mempersoalkan mengapa Koalisi Masyarakat Sipil memberi kritik terhadap RUU dengan naskah yang berbeda, dengan naskah yang bukan dibahas di DPR,” kata Usman dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (7/7/2025).
“Yang mulia, saya langsung mengatakan dengan kritik kembali bahwa, pertanyaan kami, apakah DPR sudah memberikan dokumen yang resmi, baik itu naskah akademik, undang-undang rancangan undang-undangnya, atau daftar inventarisasi masalahnya secara terbuka, secara publik, misalnya melalui situs DPR-RI,” ujar dia.
Usman menuturkan, Dasco pun mengeklaim bahwa DPR sudah mempublikasikan draf revisi UU TNI, tetapi seorang anggota DPR yang hadir dalam pertemuan itu justru mengakui bahwa draf belum disebarkan.
“Bung Dasco dengan segera mengatakan, ‘sudah dong.’ Tapi beberapa anggota Dewan mengatakan, ‘oh belum, Pak.’ ‘Oh kok belum?’ Lalu Bung Dasco mempertanyakan, ‘apa masalahnya? Kenapa tidak sampai dipublikasikan?’” kata Usman.
Anggota DPR itu mengatakan bahwa draf belum dipublikasikan karena
revisi UU TNI
masih dibahas dan terus mengalami perubahan.
Usman kemudian mencecar, meskipun mengalami perubahan, draf revisi UU TNI hendaknya tetap dipublikasikan karena publik perlu mengetahui isinya.
“Saya sebagai warga masyarakat membutuhkan akses itu. Kalau kami dipersoalkan karena mengkritik dengan dasar RUU yang berbeda, mengapa kami tidak diberikan RUU yang sama, atau RUU yang benar,” kata Usman lagi.
Jawaban yang berbeda kembali muncul ketika pertemuan membahas poin-poin perubahan dalam revisi UU TNI.
Usman menyebutkan, Dasco memberikan empat lembar kertas berisi tiga pasal dalam RUU TNI, sambil menyatakan hanya tiga pasal tersebut yang berubah.
Pasal-pasal tersebut adalah Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 47 tentang penempatan anggota TNI aktif, dan Pasal 53 tentang perpanjangan pensiun anggota TNI.
Namun, Usman Hamid memiliki data lain, setidaknya ada tujuh pasal yang disebut berubah dalam RUU TNI dan langsung dikonfirmasi kepada Dasco.
“Dengan begitu, saya langsung mengkonfirmasi apakah benar memang hanya tiga pasal itu? Dasco mengatakan, ‘betul, tidak ada lagi’,” kata Usman.
“Kalau begitu, saya mau nanya, apakah Pasal 7 mengalami perubahan? Tidak. Tapi ada beberapa anggota Dewan mengatakan, ‘oh berubah, Pak.’ Loh, kenapa berubah? Lalu terjadi perdebatan,” imbuh dia.
Demikian pula terkait Pasal 8 RUU TNI, Usman Hamid menanyakan apakah terjadi perubahan.
“Dasco mengatakan, ‘tidak’. Anggota Dewan yang lain mengatakan, ‘oh berubah, Pak.’ Loh, kenapa berubah? Lalu terjadi perdebatan,” ucap Usman.
Sebagai informasi,
uji formil UU TNI
yang digelar di MK ini menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya.
Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Asas yang dimaksud di antaranya adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.
Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka.
Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/07/686b34d900f8a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Seskab Teddy Sebut Indonesia Masuk BRICS Inisiasi Tahun Pertama Presiden Prabowo
Seskab Teddy Sebut Indonesia Masuk BRICS Inisiasi Tahun Pertama Presiden Prabowo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sekretaris Kabinet (Seskab)
Teddy Indra Wijaya
mengatakan, masuknya Indonesia dalam keanggotaan BRICS merupakan inisiasi Presiden
Prabowo Subianto
secara langsung di tahun pertamanya menjadi Presiden RI.
Saat ini, Prabowo tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, ini merupakan pertama kalinya Indonesia berpartisipasi sebagai anggota penuh BRICS.
“Masuknya Indonesia dalam keanggotaan BRICS merupakan inisiasi langsung dari Presiden Prabowo di tahun pertamanya menjadi Presiden Republik Indonesia, dan disambut baik oleh seluruh anggota BRICS,” kata Teddy dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden, Senin (7/7/2025).
“Indonesia pun diterima dengan cepat menjadi anggota ke-11 BRICS,” ujar dia melanjutkan.
Teddy menyampaikan, Presiden Prabowo memandang keikutsertaan Indonesia dalam BRICS sebagai langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.
BRICS kini merepresentasikan 50 persen populasi dunia dan mencakup 35 persen dari Produk Domestik Bruto (GDP) global, dengan keanggotaan yang kini terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Etiopia, Iran, dan Indonesia.
“Presiden Prabowo optimistis dengan keikutsertaan Indonesia dalam BRICS akan memperkuat posisi Indonesia di kancah global, serta menekankan pentingnya kerja sama antarnegara melalui forum seperti BRICS untuk mendukung stabilitas dan kemakmuran dunia,” kata Seskab Teddy.
Lebih lanjut, Teddy juga mengatakan prinsip yang menjadi pijakan Presiden Prabowo dalam membangun hubungan internasional kembali ditegaskan dalam forum ini, yakni pentingnya memperluas jejaring persahabatan dan kerja sama strategis antarbangsa demi mendukung perdamaian dan kemakmuran global.
“Bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS ini merupakan perwujudan prinsip yang selalu dipegang oleh Kepala Negara bahwa seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak,” ucap Seskab Teddy.
Sementara itu, dalam foto-foto yang dibagikan Sekretariat Presiden, Kepala Negara disambut secara langsung oleh Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva selaku Ketua BRICS tahun 2025 setibanya di tempat berlangsungnya rangkaian utama
KTT BRICS
.
Kedua pemimpin negara tampak berjabat tangan dan saling berpelukan hangat seraya berbincang singkat, dilanjutkan dengan sesi foto bagi kedua kepala negara tersebut.
Usai penyambutan oleh Presiden Brasil, Presiden Prabowo kemudian bergabung dengan para pemimpin negara lainnya di Leaders’ Lounge.
Ruangan ini menjadi tempat bagi Presiden Prabowo beserta para pemimpin lainnya untuk saling bertegur sapa dan bertukar pandangan secara singkat mengenai tantangan global dan berbagai hal penting lainnya sebelum mengikuti sesi utama dalam rangkaian kegiatan KTT BRICS.
Presiden Prabowo pun turut serta dalam sesi foto bersama seluruh pemimpin negara dan para delegasi yang hadir.
Ini juga sekaligus menjadi momen bersejarah, lantaran pertama kalinya berpartisipasi dalam KTT usai menjadi anggota penuh.
Dalam momen itu, Presiden Prabowo tampak berdiri di antara Presiden Republik Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, dan Putra Mahkota Abu Dhabi, Khaled bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/03/24/67e0eb177cad0.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Letjen Novi dan Kaburnya Batas Sipil-Militer
Letjen Novi dan Kaburnya Batas Sipil-Militer
Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
KEMBALINYA
Letnan Jenderal TNI
Novi Helmy Prasetya
berdinas di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah menyelesaikan tugas sebagai Direktur Utama Perum
Bulog
membuka perdebatan lama: sejauh mana batas antara ranah militer dan sipil di negeri ini benar-benar ditegakkan?
Pernyataan Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi pada 4 Juli 2025 menegaskan bahwa Letjen Novi memilih tetap menjadi prajurit TNI.
Ia kembali ke barak setelah menjalankan jabatan sipil di salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak berada dalam struktur Kementerian Pertahanan.
Hal ini tentu menjadi sorotan. Bukan karena pribadi Letjen Novi, tetapi karena penunjukannya sebagai Dirut Bulog sejak awal telah mengabaikan ketentuan hukum dan prinsip reformasi TNI pasca-Reformasi 1998.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia jelas menyatakan bahwa prajurit aktif tidak dapat menduduki jabatan sipil, kecuali di lembaga yang memang secara tegas disebutkan dalam undang-undang: seperti Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, atau lembaga yang berkaitan langsung dengan pertahanan dan keamanan negara.
Bulog bukan bagian dari lembaga itu. Bulog adalah BUMN yang mengurusi pengadaan dan distribusi pangan nasional. Ia tunduk pada logika bisnis dan pelayanan publik, bukan pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian, penunjukan Letjen Novi yang saat itu masih berstatus perwira aktif sebagai Dirut Bulog adalah bentuk pelanggaran hukum, atau minimal penyimpangan dari semangat undang-undang.
Lebih dari itu, penunjukan ini mengancam prinsip meritokrasi dalam jabatan sipil. Ketika jabatan profesional bisa diisi oleh militer aktif, maka proses seleksi berbasis kualifikasi dan pengalaman menjadi tidak relevan.
Apa yang terjadi dengan Letjen Novi bukan satu-satunya kasus. Dalam beberapa tahun terakhir, penempatan perwira aktif di jabatan sipil, baik sebagai komisaris, kepala otorita, maupun pejabat struktural nonpertahanan terus meningkat.
Ini menciptakan kondisi yang oleh para akademisi disebut sebagai pintu putar: perwira militer masuk ke jabatan sipil, lalu kembali ke barak tanpa proses yang transparan dan akuntabel.
Fenomena ini menggerus hasil reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan sejak 1998. Saat itu, salah satu tuntutan utama adalah memisahkan secara tegas militer dari urusan sipil.
Militer diarahkan untuk menjadi institusi profesional, fokus pada pertahanan negara, dan tidak terlibat dalam politik praktis atau pengelolaan sipil.
Namun, dalam praktiknya, peran-peran sipil strategis masih terbuka bagi aktor-aktor militer. Penempatan mereka sering dibenarkan dengan dalih “kebutuhan strategis”, “situasi krisis”, atau “penguatan stabilitas”.
Padahal, dalih semacam ini sering digunakan untuk melanggengkan kekuasaan dan mengabaikan prinsip hukum.
Bukan berarti militer tak memiliki kapasitas. Banyak perwira TNI memang memiliki keahlian dalam logistik, manajemen krisis, dan kepemimpinan.
Namun, itu tidak serta-merta menjadi justifikasi untuk menempatkan mereka di jabatan sipil yang tidak sesuai aturan.
Dalam negara hukum, semua jabatan publik harus tunduk pada asas legalitas. Tidak bisa karena seseorang dipandang “mampu”, lalu hukum dilenturkan. Profesionalisme tidak boleh dibangun di atas pelanggaran prinsip.
Jika pemerintah memang membutuhkan sosok yang memiliki kapasitas logistik seperti militer, maka prosedurnya harus jelas: perwira yang bersangkutan mengundurkan diri atau pensiun, lalu mengikuti seleksi terbuka sebagaimana kandidat sipil lainnya.
Kembali ke kasus Letjen Novi. Kembalinya ia ke tubuh TNI setelah selesai menjabat Dirut Bulog menandakan bahwa penugasannya bersifat sementara, bukan transisi dari karier militer ke karier sipil.
Dengan demikian, ia menjalani semacam “cuti jabatan” untuk masuk ke dunia sipil, lalu kembali tanpa proses pertanggungjawaban publik.
Ini menimbulkan pertanyaan etis: apakah selama menjabat, ia benar-benar menjalankan fungsi manajerial sipil? Ataukah ia membawa kultur komando ke dalam BUMN? Bagaimana evaluasi atas kinerjanya, baik dari sisi tata kelola maupun etika organisasi?
Publik tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang terlihat justru normalisasi dari praktik yang menyimpang. Ini tentu berbahaya bagi profesionalisme TNI.
Karena semakin sering prajurit aktif dilibatkan dalam jabatan sipil, maka semakin kabur batas institusional antara militer dan sipil.
Kasus Letjen Novi harus menjadi momentum koreksi. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI harus menunjukkan komitmen untuk menegakkan aturan yang berlaku.
Penempatan perwira aktif dalam jabatan sipil strategis di luar ketentuan UU TNI harus dihentikan.
Kementerian BUMN juga harus memperbaiki sistem seleksi jabatan direksi agar berbasis merit, akuntabel, dan bebas intervensi militer.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu memperkuat kerangka hukum untuk memperjelas batas-batas penugasan militer di luar institusi pertahanan.
DPR sebagai lembaga legislatif dan pengawas kebijakan publik mesti lebih vokal menolak praktik-praktik seperti ini.
Komisi I DPR yang membidangi pertahanan dan Komisi VI yang membidangi BUMN dapat mendorong pengawasan ketat terhadap pengangkatan pejabat yang melanggar batas institusional.
Reformasi TNI adalah fondasi penting demokrasi Indonesia. Jika prinsip supremasi sipil dilanggar terus-menerus, maka demokrasi akan berubah menjadi formalisme belaka.
Kita akan memiliki pemilu dan lembaga perwakilan, tetapi kendali atas jabatan publik tetap berada pada logika militeristik dan kekuasaan di luar sistem.
Masyarakat sipil, akademisi, dan media harus tetap kritis terhadap praktik-praktik yang melanggar hukum dan merusak institusi.
Menjaga batas sipil-militer bukan berarti anti-militer. Justru itu bentuk penghormatan terhadap peran strategis militer yang profesional, netral, dan fokus pada pertahanan negara.
Kembalinya Letjen Novi ke tubuh TNI harus dibaca sebagai penutup dari satu episode. Tanpa evaluasi, tanpa koreksi, dan tanpa reformasi lanjutan, kita hanya mengulang sejarah dengan bungkus yang lebih rapi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/07/686b6f0f91f33.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/23/685925dba428c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/17/6850de2496bae.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/02/68646c82d1f66.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/03/31/67ea4a96d51ca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)