Category: Kompas.com Nasional

  • Hasto Yakin Tuntutan 7 Tahun Penjara Bukan dari JPU KPK, tapi dari Order Kekuatan Luar

    Hasto Yakin Tuntutan 7 Tahun Penjara Bukan dari JPU KPK, tapi dari Order Kekuatan Luar

    Hasto Yakin Tuntutan 7 Tahun Penjara Bukan dari JPU KPK, tapi dari Order Kekuatan Luar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    meyakini bahwa tuntutan hukuman 7 tahun penjara tidak berasal dari putusan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
    KPK
    , melainkan berasal dari pihak di luar JPU atau disebut dengan order kekuatan.
    “Saya bersama tim penasehat hukum meyakini bahwa putusan untuk mengajukan tuntutan 7 tahun tersebut tidak dari penuntut umum ini, melainkan sebagai suatu ‘order kekuatan’ di luar kehendak penuntut umum,” kata Hasto, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
    Hasto mengatakan, indikasi kekuatan di luar KPK sudah lama terjadi, yaitu sejak bocornya Sprindik Eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
    “Juga persoalan yang menimpa mantan Ketua KPK Antari Azhar, sangat kental sekali bagaimana kekuatan/kekuasaan politik di luar telah mempengaruhi KPK,” ujar dia.
    Hasto mengatakan, perjuangannya jauh lebih besar dari dinding-dinding penjara karena kekuatan yang bermain terhadap kasusnya memang ada.
    “Makna perjuangan ini juga jauh lebih besar daripada bebas dari dinding-dinding penjara. Sebab, kekuatan yang bermain terhadap kasus saya ini benar-benar ada,” ucap dia.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Sekjen PDI-P itu juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap perkara Harun Masiku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Yakin Tuntutan 7 Tahun Penjara Bukan dari JPU KPK, tapi dari Order Kekuatan Luar

    Hasto Klaim Dirinya adalah Korban di Kasus Suap Harun Masiku

    Hasto Klaim Dirinya adalah Korban di Kasus Suap Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP
    Hasto Kristiyanto
    merasa dirinya menjadi korban dalam kasus suap yang menyeret Politikus PDI-P
    Harun Masiku
    dan Komisioner KPU
    Wahyu Setiawan
    .
    Klaim tersebut disampaikan Hasto dalam sidang lanjutan dengan agenda duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
    “Dalam proses pembuktian, terdakwa justru menjadi korban ‘ayo mainkan’ Wahyu Setiawan (Komisioner KPU) dengan kesepakatan dana operasional yang juga untuk kepentingan pribadi yang dilakukan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, beserta Harun Masiku,” kata Hasto.
    Mengenai kutipan “mainkan” yang disebut Hasto, kata-kata itu mirip dengan materi yang terungkap di sidang tanggal 24 April 2025 lalu.
    Saat itu, Agustiani Tio Fridelina mengonfirmasi kebenaran adanya perkataan “siap” dan “mainkan” dari Komisioner (kini mantan) KPU Wahyu Setiawan berkaitan dengan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) sesuai keinginan Harun Masiku.
    Hasto mengatakan, selaku Sekjen PDIP dan pribadi, ia tak pernah menyetujui langkah-langkah kebijakan partai di luar proses hukum.
    “Bahwa ajaran
    actus reus
    (tindakan kejahatan) dan
    mens rea
    (niat jahat) dalam hukum pidana mengharuskan adanya perbuatan melawan hukum dan niat jahat pada diri terdakwa,” ujarnya.
    Hasto juga mengatakan, dalam kasus ini, dirinya tidak memberikan instruksi maupun aliran dana.
    “Tidak ada
    meeting of minds
    terdakwa (Hasto) untuk menyuap Wahyu Setiawan (Komisioner KPU). Tidak ada instruksi dari terdakwa, tidak ada pula aliran dana dari terdakwa, termasuk motif atas perbuatan tersebut,” tuturnya.
    Hasto juga mengatakan, yang terjadi dalam kasus tersebut adalah peran superaktif Saeful Bahri dengan motif untuk menempatkan alokasi dana operasional yang lebih besar.
    “Bahkan lebih besar daripada dana operasional yang diterima Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina,” ucap dia.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Sekjen PDI-P itu juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap perkara Harun Masiku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Imigrasi Umumkan Tunda Peluncuran Paspor Desain Merah Putih

    Imigrasi Umumkan Tunda Peluncuran Paspor Desain Merah Putih

    Imigrasi Umumkan Tunda Peluncuran Paspor Desain Merah Putih
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menunda implementasi paspor desain merah putih yang sedianya akan diterbitkan pertama kali pada peringatan HUT ke-80 RI tanggal 17 Agustus 2025.
    Keputusan ini diambil dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang
    efisiensi anggaran
    bagi kementerian dan lembaga serta sebagai respons terhadap aspirasi masyarakat.
    “Setelah melalui evaluasi secara menyeluruh,
    Ditjen Imigrasi
    memutuskan untuk menunda implementasi paspor desain merah putih. Keputusan ini diambil dengan penuh pertimbangan dan tanggung jawab, serta melibatkan banyak pihak,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi,
    Yuldi Yusman
    , dalam keterangan tertulis, Jumat (18/7/2025).
    Yuldi mengatakan, efisiensi anggaran mengharuskan Ditjen Imigrasi untuk meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanakan.
    Keputusan tersebut juga diambil setelah mempertimbangkan saran dan masukan dari masyarakat, dengan memperhatikan tingkat urgensi serta dinamika ekonomi yang tengah bergulir.
    Dia mengatakan, pascapeluncuran desain baru paspor pada 17 Agustus 2024 lalu, Ditjen Imigrasi aktif memantau opini publik terkait kebijakan tersebut.
    Selama Agustus 2024 sampai dengan Juli 2025, analisis media sosial dari berbagai macam kanal mengumpulkan 1.642 sampel unggahan.
    Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan kebijakan Pemerintah yang lebih fokus pada penguatan substansi paspor, yaitu penguatan posisi paspor Indonesia secara global.
    Selain itu, dari sampel unggahan tersebut juga terlihat kecenderungan masyarakat kepada kebijakan pelayanan dengan dampak yang lebih konkret untuk dirasakan serta selaras dengan prinsip efisiensi dan prioritas kebutuhan publik.
    “Dengan anggaran yang tersedia, Ditjen Imigrasi berupaya memaksimalkan pelayanan dan pengawasan keimigrasian melalui pengembangan serta pemeliharaan sistem berbasis digital. Inovasi tidak berhenti pada perubahan desain fisik, melainkan berupa penguatan sistem dan pelayanan yang lebih tepat guna,” ujar dia.
    Yuldi mengatakan, perlu digarisbawahi bahwa ditundanya kebijakan ini bukan berarti fokus untuk memperkuat Paspor Indonesia berhenti dilakukan.
    “Langkah strategis yang melibatkan instansi Pemerintah terkait serta seluruh masyarakat Indonesia diperlukan, dan kami harap kita semua dapat saling mendukung guna memperkuat Paspor Indonesia,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dukung Penegakan Hukum, Kemenperin Jaga Peredaran Gula Rafinasi

    Dukung Penegakan Hukum, Kemenperin Jaga Peredaran Gula Rafinasi

    Dukung Penegakan Hukum, Kemenperin Jaga Peredaran Gula Rafinasi
    Penulis
    KOMPAS.com

    Kementerian Perindustrian
    (Kemenperin) merespons isu terkait peredaran
    gula rafinasi
    ilegal di masyarakat.
    Sebelumnya, pada Kamis (10/7/2025), Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri mengungkap praktik perdagangan
    gula oplosan
    ilegal di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang beredar di pasar tradisional. Padahal, penggunaan gula rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri.
    Beredarnya gula rafinasi ilegal berpotensi merusak ekosistem pasar dan merugikan banyak pihak, seperti petani tebu, pelaku industri gula, hingga konsumen. Oleh karena itu, Kemenperin sebagai instansi pembina industri berkomitmen menjaga tata kelola peredaran gula industri.
    Sebagai informasi, gula merupakan barang dalam pengawasan sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula sebagai Barang dalam Pengawasan. Dalam tata kelolanya, terdapat tiga jenis gula yang diatur, yakni gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP).
    Sejak 2024, Kemenperin telah berkomitmen mengatur pembatasan produksi GKR dan GKP berbahan baku impor. Komitmen tersebut diwujudkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Jaminan Pemenuhan Bahan Baku untuk Industri Gula.
    Melalui aturan itu, perusahaan industri GKR dapat mengimpor GKM untuk diolah menjadi GKR, namun GKR yang diproduksi hanya boleh didistribusikan kepada industri pengguna sebagai bahan baku atau bahan penolong.
    Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, Kemenperin telah menerbitkan Permenperin Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur perusahaan
    industri gula
    rafinasi untuk mengimpor GKM sebagai bahan baku GKR.
    “Namun, produk GKR yang dihasilkan tidak diizinkan untuk masuk ke pasar konsumen masyarakat umum demi melindungi tata niaga perdagangan gula,” katanya dalam keterangan pers, Jumat (18/7/2025).
    Lebih lanjut, penyaluran GKR juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2019 jo Permendag Nomor 17 Tahun 2022 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi.
    Dalam aturan tersebut, GKR hanya dapat diperdagangkan oleh produsen kepada industri pengguna dan dilarang masuk ke pasar eceran. Apabila industri pengguna merupakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), produsen dapat menjual GKR melalui koperasi yang selanjutnya akan mendistribusikannya kepada anggota koperasi UMKM.
    Kemenperin menegaskan terus mendukung upaya penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Febri juga mengapresiasi langkah sigap
    Satgas Pangan Polri
    dalam penertiban praktik peredaran gula ilegal tersebut.
    “Kami mengapresiasi dan mendukung langkah penegakan hukum tersebut. Saat ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan Satgas Pangan Polri, Kementerian Perdagangan, dan seluruh pihak terkait untuk memastikan peredaran gula berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Febri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

    Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

    Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) Setyo Budiyanto meminta agar
    upaya paksa
    dalam penanganan
    tindak pidana korupsi
    tidak dikoordinir oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    RUU KUHAP
    ).
    Upaya paksa
    yang dimaksud Setyo adalah penyadapan, penyidikan, penyelidikan, pencekalan, dan lainnya.
    “Upaya paksa ini jangan sampai kemudian harus berkurang, atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain,” kata Setyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
    Setyo mengatakan, KPK dibentuk berdasarkan undang-undang yang secara khusus mengatur tugas-tugas di bidang pencegahan, pendidikan, dan penindakan, sehingga RUU KUHAP mestinya memperkuat kekhususan tersebut.
    “Nah, dengan tugas-tugas ini, diharapkan justru malah ada penguatan dengan adanya RUU KUHAP ini, karena KUHAP yang kuat tentu upaya untuk pemberantasan korupsi akan semakin baik, akan semakin maksimal,” ujar dia.
    Setyo juga menyampaikan informasi terakhir yang diterimanya bahwa beberapa upaya paksa tersebut sudah dikecualikan dalam tindak pidana korupsi.
    Meski demikian, ia berharap seluruh upaya paksa tersebut telah dikecualikan.
    “Jangan sampai nanti, kami berharap, khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini tidak sinkron. Kalau seperti ini, tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” tutur dia.
    Setyo meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara terbuka dan transparan agar semua pihak bisa dilibatkan.
    “Sehingga bisa melihat pembuatan RUU KUHAP itu memiliki semangat untuk membangun proses hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK mencatat 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
    “Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
    Budi mengatakan, KPK masih mendiskusikan poin-poin permasalahan tersebut untuk disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai masukan dalam draf RUU KUHAP.
    “Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” ujar dia.
    Budi menambahkan, salah satu poin yang disoroti KPK adalah isi draf RUU KUHAP yang mengesampingkan sifat kekhususan (
    lex specialist
    ) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
    Dia menjelaskan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (
    extraordinary crime
    ) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
    “Artinya, tentunya KUHAP juga butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Menabrak Etika, Merusak Tata Kelola

    Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Menabrak Etika, Merusak Tata Kelola

    Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Menabrak Etika, Merusak Tata Kelola
    Pemerhati masalah politik, pertahanan-keamanan, dan hubungan internasional. Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.
    PUTUSAN
    Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XXIII/2025 kembali menegaskan satu prinsip penting dalam tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien, yakni terkait larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, termasuk sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).
    Meski permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak dapat diterima karena pemohon meninggal dunia, substansi
    putusan MK
    tetap menegaskan bahwa wakil menteri tunduk pada larangan yang sama seperti menteri dalam hal merangkap jabatan.
    Putusan ini merujuk pada
    Putusan MK
    Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang menyatakan secara tegas bahwa karena menteri dan wakil menteri sama-sama diangkat oleh presiden, maka keduanya memiliki status hukum yang setara dan karenanya tunduk pada larangan yang sama dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara.
    Pasal ini menyebutkan bahwa menteri tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, direksi atau komisaris BUMN, pimpinan organisasi swasta, atau profesi lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
    Namun realitas berbicara lain. Per Juli 2025, catatan
    Kompas.com
    , sedikitnya 30 wakil menteri aktif merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
    Nyatanya, fenomena ini bukan hanya menabrak norma etika publik, tetapi juga memicu persoalan serius dalam hal efektivitas birokrasi dan potensi konflik kepentingan yang menggerogoti akuntabilitas kebijakan.
    Pemerintah berdalih bahwa larangan tersebut hanya muncul dalam pertimbangan hukum, bukan dalam amar putusan. Namun, pandangan ini menyederhanakan esensi putusan MK sebagai satu kesatuan norma.
    Jangan lupa, pertimbangan hukum dalam putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat, karena ia menjadi bagian tak terpisahkan dari
    ratio decidendi
    , atau landasan utama dari putusan peradilan.
    Dalam praktik hukum tata negara modern, ini dikenal sebagai
    binding precedent
    , yang berarti bahwa pertimbangan hukum harus dipatuhi sebagaimana amar putusan.
    Lebih jauh, Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang MK menyebutkan bahwa MK berwenang memutus permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dan putusannya bersifat final dan mengikat.
    Artinya, argumen bahwa putusan tidak sah karena hanya berada dalam pertimbangan hukum adalah bentuk pengabaian terhadap prinsip hukum acara dan supremasi konstitusi.
    Dari perspektif teori administrasi publik, larangan rangkap jabatan didasarkan pada asas integritas dan fokus kelembagaan.
    Dwight Waldo, dalam
    The Administrative State
    (1948), menekankan pentingnya pembedaan peran antara pembuat kebijakan dan pelaksana agar tidak terjadi
    role conflict
    yang melemahkan institusi negara.
    Dalam kerangka itu, rangkap jabatan seorang wakil menteri sebagai komisaris di BUMN akan menimbulkan situasi di mana satu orang memainkan dua kepentingan institusional yang berbeda, di mana satu sebagai regulator, satu sebagai pelaku usaha negara.
    Ini juga bertentangan dengan prinsip
    Good Corporate Governance
    (GCG) yang diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tentang Implementasi GCG di BUMN, yang mensyaratkan pemisahan yang tegas antara pengawasan dan pelaksanaan bisnis.
    Konflik kepentingan bukan hanya potensi, tapi nyaris keniscayaan dalam rangkap jabatan semacam ini.
    Dalam laporan
    State and Civil Service Performance
    yang diterbitkan oleh OECD (2021), disebutkan bahwa pejabat negara dengan beban kerja ganda mengalami penurunan kinerja hingga 24 persen dibanding pejabat tunggal, khususnya dalam fungsi pengambilan keputusan yang memerlukan perhatian penuh dan koordinasi intensif.
    Di Indonesia, riset Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 2023 menunjukkan bahwa beban kerja wakil menteri di kementerian dengan fungsi teknis (seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian ESDM) rata-rata menyentuh 52 jam kerja per minggu. Artinya, jabatan komisaris hanya akan menjadi sumber
    overlap
    , bukan sinergi.
    Jika beban kerja sebagai wakil menteri begitu tinggi, maka mengapa masih dirangkap dengan posisi komisaris?
    Apakah jabatan komisaris hanya menjadi bentuk
    political reward
    atau bahkan rente politik yang dikemas secara legalistik?
    Rangkap jabatan wakil menteri
    sebagai komisaris juga memperlihatkan kecenderungan politisasi jabatan publik. Banyak dari nama-nama wamen yang merangkap adalah figur partai atau orang dekat lingkar kekuasaan.
    Dalam jangka panjang, praktik semacam ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap meritokrasi dalam birokrasi dan memperdalam kesan bahwa jabatan publik lebih sebagai alat akomodasi politik daripada fungsi pelayanan.
    Dalam sistem demokrasi modern, etika jabatan publik harus lebih tinggi dari sekadar formalitas hukum.
    Presiden dan jajaran Istana sepatutnya menunjukkan
    political leadership
    dengan memastikan semua pejabat publik – termasuk wakil menteri – menjalankan tugas secara penuh, fokus, dan bebas dari konflik kepentingan.
    Putusan MK Nomor 21/PUU-XXIII/2025 adalah pengingat penting bahwa tata kelola pemerintahan tidak bisa dijalankan dengan akal-akalan legalistik.
    Semua pejabat publik, termasuk presiden dan para menterinya, wajib tunduk pada konstitusi dan semangat reformasi birokrasi. Kita tak boleh membiarkan praktik rangkap jabatan terus berlangsung atas nama efisiensi atau loyalitas politik.
    Etika, efektivitas, dan konstitusionalitas adalah tiga pilar yang seharusnya menuntun setiap kebijakan publik. Dan dalam konteks ini, ketiganya sudah cukup menjadi alasan bahwa wakil menteri tidak boleh rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
    Kini saatnya pemerintah menunjukkan komitmen nyata pada tata kelola yang bersih dan profesional. Sebab kalau tidak, publik punya hak untuk bertanya: siapa sesungguhnya yang sedang dilayani—negara, partai, atau kepentingan pribadi?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi

    Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi

    Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Vice President (VP) Manajemen Risiko PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry,
    Dewi Andriani
    , menceritakan bagaimana dirinya disebut bodoh oleh atasannya.
    Cerita itu Dewi ungkapkan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP yang merugikan keuangan negara Rp 1,25 triliun.
    Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi apakah Dewi pernah membuat daftar risiko (
    risk register
    ) guna menindaklanjuti KSU dengan PT JN.
    “Di bulan Juli (2019) itu ternyata ada penandatanganan nota kesepahaman yang saya ketahui itu di bulan Juli,” kata Dewi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
    Dewi lalu menyampaikan kepada pejabat terkait seperti VP Komersial, VP Teknik Kapal, VP Perencanaan Korporasi, hingga VP Pemasaran.
    Ia mengatakan, karena ada kerja sama itu, VP terkait menyusun register risiko.
    Namun, daftar risiko itu tidak kunjung dibuat.
    “Nota dinas saya yang juga saya tembuskan kepada direksi itu tidak dibalas,” kata dia.
    Unit Dewi akhirnya berinisiatif menyusun register risiko sendiri dengan tujuan agar VP terkait memberi masukan.
    Dalam daftar yang disusun, Dewi menetapkan rating tinggi, terutama pada persoalan pembuatan kajian, sumber pendanaan, dan biaya operasional.
    “Saya beri rating itu tinggi, dalam hal ini merah,” ujar dia.
    Register risiko merah merujuk pada catatan atau daftar risiko dengan keparahan tinggi pada suatu proyek atau organisasi dan membutuhkan perhatian.
    Setelah itu, Dewi dipanggil Direktur Keuangan PT ASDP, DS, ke ruangannya.
    Di sana, sudah ada manajer dari VP-VP lain.
    “Di situ saya disampaikan, maaf saya agak, saya dibilang, VP Manajemen Risiko bodoh, saya disebut seperti itu,” ujar Dewi terdengar emosional.
    Mendengar ini, jaksa KPK memastikan lagi siapa pihak yang menyebutnya bodoh.
    “Siapa yang nyebut seperti itu?” tanya jaksa KPK.
    “Pak DS, saya tidak bisa membuat
    high risk register
    , ‘kenapa ini semua dibuat merah?’ Itu di bulan Agustus, saya dibilang seperti itu,” jelas Dewi.
    Setelah itu, Dewi menjelaskan mengenai register risiko yang pihaknya pahami dan mempersilakan VP lain yang tak kunjung menyerahkan tugas mereka, yakni daftar risiko, memberikan tanggapan.
    “Dan di situ pun saya sampaikan itu pemahaman saya mengenai
    risk register
    yang saya pahami,” ujar Dewi.
    Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
    Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
    “Berdasarkan laporan uji tuntas
    engineering (due diligence
    ) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
    Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
    Kompas.com telah menghubungi pihak Corporate Scretary PT ASDP. Namun, hingga berita ini ditulis ia belum merespons.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes

    KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes

    KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) sedang menyelidiki dugaan
    korupsi
    pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (
    PMT
    ) untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (
    Kemenkes
    ).
    “Tindak pidana korupsi terkait itu masih lidik,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
    Namun, Asep belum merinci soal penyelidikan tersebut karena pelaksanaannya biasanya dilakukan secara tertutup sampai ke tahap penyidikan.
    Akan tetapi, berdasarkan informasi yang dihimpun, penyelidikan dilaksanakan sejak awal tahun 2024, sementara itu dugaan korupsi PMT itu diduga terjadi pada 2016-2020.
    “Clue-nya adalah (terkait pengadaan) makanan bayi dan ibu hamil,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal

    Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal

    Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Salah satu alasan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry mengakuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) adalah karena anak pemilik perusahaan penyeberangan komersial itu, Adjie, meninggal dunia.
    Keterangan ini dibenarkan oleh Komisaris Utama
    PT ASDP
    2015-2020, Lalu Sudarmadi, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN.
    Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan keterangan Lalu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang mengungkap alasan Direktur Utama PT ASDP 2017-2024, Ira Puspadewi, mengusulkan KSU dengan PT JN.
    “Ini Direktur Utama, Ira Puspadewi, berpendapat bahwa ini terkait dengan KSO (kerjasama usaha dilaporkan sebagai kerja sama operasi), latar belakang kerja sama operasional,” kata jaksa KPK membacakan BAP Lalu dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
    Dalam keterangan itu, Adjie disebut memiliki kapal penyeberangan dan galangan yang sudah dibicarakan dengan PT PAL Surabaya.
    Namun, alasan kedua Ira menyebut bahwa Adjie ingin menjual PT JN karena anaknya meninggal dunia.
    “Keturunan yang diharapkan sebagai penerus usahanya meninggal, berharap dapat dikelola oleh ASDP yang punya sejarah dan reputasi,” kata jaksa KPK membacakan BAP Lalu.
    “Disampaikan pak dalam rapat tersebut?” lanjut jaksa KPK.
    “Ya, itu alasan Mba Ira pertama menyampaikan niatnya itu. Terus saya langsung menolak karena 2016 itu sudah ditolak,” jawab Lalu.
    Pada persidangan itu disebutkan, dalam rapat dewan komisaris dan direksi di Labuan Bajo September 2019, Lalu mengingatkan agar KSU PT ASDP dengan PT JN harus berdasar alasan yang objektif.
    “Latar belakang KSO tidak boleh subjektif, harus profesional, terus ini ada penyampaian juga, 4 tahun lalu Dekom (Dewan Komisaris) pernah tidak menyetujui usulan pembelian atau akuisisi kapal,” kata jaksa KPK membacakan risalah rapat tersebut.
    Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direksi PT ASDP Ferry melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
    Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
    “Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
    Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dipanggil Jadi Saksi, Telkom Belum Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Kasus Chromebook

    Dipanggil Jadi Saksi, Telkom Belum Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Kasus Chromebook

    Dipanggil Jadi Saksi, Telkom Belum Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Kasus Chromebook
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Kejaksaan Agung
    telah memanggil pihak
    Telkom
    untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 pada Kamis (17/7/2025).
    Namun, saksi dari Telkom ini diketahui tidak memenuhi panggilan dari penyidik.
    “Yang jelas, hari ini sudah dijadwalkan dua orang (saksi dipanggil) oleh penyidik. Tetapi, yang hadir hanya satu,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat ditemui di depan Gedung Penkum Kejagung, Jakarta, Kamis.
    Saat ini, penyidik tengah memeriksa satu orang saksi dari Google, berinisial PRA.
    “Inisial kalau dari Google PRA. Telkom, WMK ya,” lanjut Anang.
    Saat ini, penyidik belum menjelaskan lebih detail terkait substansi pemeriksaan.
    Anang menyebutkan, pemeriksaan yang dilakukan penyidik masih mendalami hal-hal terkait dengan konstruksi kasus di lingkungan Kemendikbudristek.
    Nama PRA sempat disinggung oleh pihak Kejaksaan Agung beberapa waktu yang lalu.
    PRA diketahui pernah bertemu dengan
    Nadiem Makarim
    pada Februari dan April 2020 lalu.
    Saat itu, Nadiem tengah menjabat sebagai Mendikbudristek.
    Dalam pertemuan ini, Nadiem, PRA, dan beberapa pihak lainnya disebut tengah membahas soal pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek.
    Pertemuan ini ditindaklanjuti oleh staf khusus Nadiem saat itu, Jurist Tan, dan menghasilkan co-investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek.
    Saat ini, ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
    Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan;
    eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief;
    Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah;
    dan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
    “Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
    Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
    Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
    Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop.
    Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
    Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar.
    Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
    Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
    Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.