PKS: MPR Tak Perlu Turun Gunung Sikapi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto menilai MPR tidak perlu ikut turun tangan menyikapi polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
pemisahan pemilu
serentak nasional dan pemilu serentak lokal.
Menurut Mulyanto, keterlibatan MPR dalam menafsirkan
putusan MK
justru dapat menimbulkan persoalan baru, yakni potensi terjadinya dualisme tafsir antarlembaga tinggi negara, yang pada akhirnya bisa menciptakan ketidakpastian hukum.
“MPR RI tidak perlu turun gunung terkait perkara ini. Biarkan DPR dan Pemerintah membahas soal ini dalam kapasitas sebagai pembentuk UU,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis (31/7/2025).
“Kita khawatir kalau MPR ikut membahas masalah ini maka dapat menimbulkan masalah baru, yakni dualitas tafsir antarlembaga tinggi negara, yakni antara MK dengan MPR RI, yang dapat berkembang dan memicu ketidakpastian hukum,” tambahnya.
Mulyanto menegaskan bahwa secara konstitusional, kewenangan untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar 1945 secara otoritatif berada di tangan MK, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945.
Karena itu, putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Hal tersebut dapat juga dipandang sebagai intervensi politik (MPR RI) terhadap kekuasaan kehakiman (MK), dan ini berpotensi melanggar prinsip pemisahan kekuasaan, yang sangat kita jaga,” tegas anggota DPR periode 2019-2024 itu.
Putusan MK
Nomor 135/PUU-XXII/2024 sebelumnya menuai polemik karena mengubah format pemilu serentak menjadi dua bagian: pemilu nasional (presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu lokal (kepala daerah dan DPRD).
Sebagian pihak menilai MK telah bertindak sebagai
positive legislator
karena dinilai membentuk norma baru, bukan sekadar menguji konstitusionalitas undang-undang.
Mulyanto menyarankan agar pembahasan teknis terhadap dampak putusan tersebut dilakukan oleh pembentuk undang-undang, yakni DPR bersama pemerintah.
Apalagi, saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dan RUU Pilkada telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
“Pimpinan lembaga tinggi perlu menghayati betul soal ini dan membahas serta mencari solusinya secara teknis di tingkat pembentuk UU, yakni DPR RI dan Pemerintah,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa persoalan pemilu bukan hanya soal teknis pelaksanaan, tetapi juga menyangkut kualitas demokrasi secara keseluruhan.
Karena itu, menurutnya, dibutuhkan sikap kenegarawanan dalam menyusun aturan main politik ke depan.
“Jangan sampai demokrasi kita jalan di tempat, karena pemilu yang ruwet dengan politik uang dan menghasilkan pemimpin yang cenderung populis serta menomorduakan kompetensi,” ujar dia.
“Hampir tiga puluh tahun Reformasi, namun masih dirasakan di sana-sini ketidakpuasan terhadap kualitas demokrasi kita. Kita membutuhkan banyak negarawan dalam pembentukan UU ini,” sambungnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2022/01/14/61e1553f22631.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PKS: MPR Tak Perlu Turun Gunung Sikapi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Nasional 31 Juli 2025
-
/data/photo/2025/02/05/67a32266eefbe.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Panggil 3 Pejabat Perusahaan Sekuritas Terkait Kasus Korupsi PT Taspen Nasional 31 Juli 2025
KPK Panggil 3 Pejabat Perusahaan Sekuritas Terkait Kasus Korupsi PT Taspen
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) memanggil tiga pejabat
perusahaan sekuritas
sebagai saksi terkait kasus
investasi fiktifPT Taspen
(Persero) untuk tersangka korporasi PT Insight Investments Management (
PT IIM
), pada Kamis (31/7/2025).
Ketiganya adalah Ferita selaku Presiden Komisaris PT Sinarmas Sekuritas, Abdul Rahman Lubis selaku Karyawan Swasta/Head Settlement PT KB Valbury Sekuritas, dan Edy Soetrisno selaku Direktur Utama PT Pacific Sekuritas Indonesia.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis.
Selain tiga pejabat itu, KPK juga memanggil saksi lain yaitu Nelwin Aldriansyah selaku karyawan BUMN/Direktur Keuangan Pertamina Power Indonesia.
Meski demikian, Budi belum menyampaikan materi yang akan digali dari saksi tersebut.
Sebelumnya, KPK menggeledah kantor PT IIM yang berlokasi di Jakarta Selatan, pada Jumat (20/6/2025).
Penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero).
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi.
“Hari ini, Jumat (20/6/2025), KPK melakukan giat penggeledahan terkait perkara investasi PT Taspen dengan tersangka korporasi PT IIM (Insight Investments Management), yang berlokasi di wilayah Jakarta Selatan,” kata Budi, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat.
Budi mengatakan, dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa dokumen terkait catatan keuangan, transaksi efek, daftar aset, dan barang bukti elektronik, serta dua unit kendaraan roda empat.
“Penyidik mengamankan dokumen terkait catatan keuangan, transaksi efek, daftar aset, dan BBE, serta dua unit kendaraan roda empat,” ujar dia.
Budi menuturkan, perkara tersebut merupakan pengembangan dari penyidikan dugaan korupsi terkait kegiatan investasi menyimpang di PT Taspen yang dikelola oleh PT IIM sebagai Manajer Investasi.
Dalam perkara itu, KPK telah menetapkan eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto sebagai tersangka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/01/6863b6c584b9f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud Nasional 31 Juli 2025
KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Usai memintai keterangan mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
Mendikbudristek
), Fiona Handayani, Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) membuka peluang untuk memanggil mantan
Nadiem Makarim
.
Diketahui, Fiona adalah mantan staf khusus (stafsus) Nadiem saat menjabat sebagai Mendikbudristek.
“Semua terbuka kemungkinan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat ditanya soal kemungkinan Nadiem diperiksa, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (30/7/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Menurut Budi, KPK membuka peluang untuk melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui konstruksi perkara, terutama dalam penyelidikan dugaan korupsi dalam pengadaan
Google Cloud
di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
Kemendikbudristek
).
Sebagaimana diberitakan, KPK memintai keterangan Fiona terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud pada Rabu, 30 Juli 2025.
Namun, Fiona yang terlihat mengenakan kemeja batik dan celana kain hitam serta membawa tas ransel berwarna coklat itu bungkam saat ditanya soal pemeriksaannya.
Dengan dibantu dua orang petugas KPK, Fiona yang nampak melempar senyuman memilih terus berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih menuju taksi.
Diketahui, KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Google Cloud dan di Kemendikbudristek yang terjadi saat pandemi Covid-19.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pengadaan Google Cloud dilakukan untuk menyimpan data dari seluruh sekolah di Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara daring.
“Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta pada 24 Juli 2025.
Asep mengatakan, penyimpanan data tersebut sangat besar sehingga harus dilakukan pembayaran terhadap Google Cloud.
Menurut Asep, proses pembayaran tersebut yang tengah diselidiki oleh KPK.
“Di Google Cloud itu kita kan bayar, nah ini yang sedang kita dalami,” ujar Asep.
Asep juga mengatakan, kasus pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek tersebut berbeda dengan kasus pengadaan Laptop Chromebook yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Berbeda. Kenapa? Kalau Chromebook adalah pengadaan perangkat kerasnya, hardware-nya. Kalau Google Cloud itu adalah salah satu
software
-nya,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2015/04/10/1520383012-fot0158780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/31/688b093397931.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2015/04/10/1520383012-fot0158780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/28/68871e014aa26.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/30/6889e4cf737bd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2015/04/10/1958569012-fot0160780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)