Category: Kompas.com Nasional

  • Rekening Dormant Dibuka Lagi, Anggota Komisi III: PPATK Jangan Umbar Polemik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Rekening Dormant Dibuka Lagi, Anggota Komisi III: PPATK Jangan Umbar Polemik Nasional 31 Juli 2025

    Rekening Dormant Dibuka Lagi, Anggota Komisi III: PPATK Jangan Umbar Polemik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem,
    Rudianto Lallo
    , meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
    PPATK
    ) lebih hati-hati dalam menyampaikan kebijakan kepada publik, seperti polemik pemblokiran rekening tidak aktif atau
    dormant
    yang akhirnya dibuka lagi.
    “Jangan mengumbar sesuatu yang ujungnya hanya polemik, akhirnya polemik. Begitu berpolemik, masyarakat jadi was-was dan sebagainya,” kata Rudianto saat dihubungi
    Kompas.com
    , Kamis (31/7/2025).
    Polemik ini akan menjadi bahan evaluasi dalam rapat Komisi III DPR dengan PPATK.
    Ia berharap ke depan tidak ada lagi kebijakan yang menimbulkan keresahan publik akibat kurangnya komunikasi yang jelas.
    Rudi menilai kebijakan tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak, khususnya warga berpenghasilan rendah seperti petani dan nelayan.
    “Harus hati-hati mengeluarkan sebuah kebijakan, yang kebijakan tersebut menyangkut orang banyak ya, karena pembukaan rekening itu kan sebenarnya tujuannya adalah tabungan, kan, tabungan itu tabungan untuk masa depan,” ujar Rudi.
    Dia menyayangkan apabila kebijakan seperti pemblokiran dilakukan tanpa pemberitahuan jelas kepada nasabah, karena bisa memunculkan kegaduhan publik.
    Menurut dia, langkah yang tidak tepat justru akan menuai protes dan polemik yang menyita energi.
    “Kalau seperti itu kan bagus, kalau perlu PPATK menginformasikan ke seluruh bank, nanti bank yang menyampaikan ke seluruh nasabahnya. Nanti pihak bank yang verifikasi validasi, termasuk keaktifan rekening itu,” tuturnya.
    Ia mencontohkan saat PPATK sempat merilis temuan jutaan rekening penerima bantuan sosial (bansos) yang disebut terindikasi terlibat dalam aktivitas judi online.
    Pernyataan tersebut, menurutnya, justru membuat gaduh dan meresahkan masyarakat.
    “Saya kira PPATK fokus saja pada tugasnya, itu kan pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan. Fokus saja pada transaksi-transaksi mencurigakan, yang terindikasi adalah tindak pidana pencucian uang atau pendanaan teroris, fokus di situ saja,” katanya.
    “Kalau ada pelanggaran, ada transaksi mencurigakan terhadap rekening-rekening tertentu, itu langsung dilaporkan ke para aparat penegak hukum kita, jangan langsung menginformasikan ke publik tapi bikin gaduh,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya, PPATK mengumumkan telah membuka kembali lebih dari 28 juta rekening dormant yang sebelumnya dibekukan sementara.
    Rekening dormant adalah rekening bank yang tidak aktif dalam jangka waktu lama, biasanya sekitar 3 hingga 12 bulan.
    Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pembukaan kembali dilakukan sejak bulan lalu, segera setelah proses pemeriksaan terhadap rekening-rekening tersebut rampung.
    “Ada prosedur pengkinian data yang harus dilakukan nasabah. Pastinya tidak akan menyulitkan, 28 juta rekening lebih kami buka kembali sejak bulan lalu,” ujar Ivan kepada
    Kompas.com
    , Kamis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil Nasional 31 Juli 2025

    Jaksa KPK Bongkar Chat Akuntan, Cerita ke Suami soal Keuntungan KSU ASDP Kecil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membongkar percakapan eks Vice President bidang Akuntansi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Evi Dwi Yanti, dalam sidang kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara, Kamis (31/7/2025).
    Dalam percakapan tersebut, Evi menjelaskan kepada suaminya yang berdinas di Kementerian Perhubungan bahwa kantornya akan menjalin kerja sama dengan perusahaan pelayaran swasta meski keuntungannya kecil.
    “Keuntungannya kecil, tapi ada kepentingan beberapa direktur supaya pencatatan sesuai kemauan mereka. Pusing,” kata jaksa KPK membacakan percakapan itu di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
    “Ibu bilang seperti ini?” tanya jaksa KPK.
    Evi membenarkan adanya percakapan terkait KSU, tetapi  persoalan pencatatan keuangan sesuai keinginan direksi tidak terkait PT JN.
    Evi menurutkan, persoalan itu terkait permintaan atasannya yang meminta mengkondisikan laporan hasil kerja sama penjualan bahan bakar minyak (BBM) di wilayah Ketapang.
    Jaksa KPK lantas mendalami apa maksud Evi yang menyebut keuntungan KSU itu kecil.
    Evi menjelaskan, KSU itu kecil karena menggunakan skema
    revenue sharing
    .
    “Itu kan hanya 4,2 persen. Masih kecil lah melihat dari pendapatan ASDP yang sebenarnya sudah cukup besar,” tuturnya.
    Meski demikian, dalam persidangan, ketika dicecar kuasa hukum terdakwa, saksi yang dihadirkan menyebut pendapatan PT ASDP meningkat setelah akuisisi.
    Terpisah, kuasa hukum tiga terdakwa, yakni eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, Soesilo Aribowo mengatakan, persoalan yang paling penting dalam persidangan adalah apakah KSU dan akuisisi itu merugikan negara.
    Adapun KSU, kata dia, hanya bagian kecil dalam konstruksi kasus yang didakwakan jaksa KPK.
    “Yang paling penting apakah dengan KSU ini merugikan ASDP, itu kan yang penting,” tutur Soesilo.
    Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
    Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
    “Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
    Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Mobil Alphard Terkait Kasus LPEI, Ditemukan di Tangan Anggota DPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    KPK Sita Mobil Alphard Terkait Kasus LPEI, Ditemukan di Tangan Anggota DPR Nasional 31 Juli 2025

    KPK Sita Mobil Alphard Terkait Kasus LPEI, Ditemukan di Tangan Anggota DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) menyita mobil merek Alphard milik perusahaan salah satu tersangka terkait dugaan
    korupsi
    pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ), pada Kamis (31/7/2025).
    Berdasarkan informasi yang dihimpun, perusahaan tersebut adalah PT SMJL.
    Namun, KPK belum mengumumkan tersangka pemilik perusahaan tersebut.
    “Pada hari ini telah dilakukan penyitaan, satu unit mobil berjenis Alphard tahun 2023 terkait perkara pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Mobil ini terdaftar atas nama perusahaan milik tersangka,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis.
    Budi mengatakan, penyidik menyita mobil tersebut dari penguasaan salah satu Anggota DPR RI.
    Namun, penyidik belum mengungkapkan identitas Anggota DPR tersebut.
    Dia mengatakan, penyidik tengah mendalami alasan mobil tersebut berada dalam penguasaan Anggota DPR.
    “Pada saat disita, mobil tersebut dalam penguasaan salah seorang anggota DPR RI. KPK tentunya akan mendalami mengapa mobil tersebut berada dalam penguasaan yang bersangkutan,” ujar dia.
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), pada Senin (3/3/2025).
    Lima tersangka tersebut yaitu Dwi Wahyudi (DW) selaku Direktur Pelaksana LPEI, Arif Setiawan (AS) selaku Direktur Pelaksana LPEI, Jimmy Masrin (JM) selaku pemilik PT Petro Energy, Newin Nugroho (NN) selaku Direktur Utama PT Petro Energy dan Susy Mira Dewi (SMD) selaku Direktur Keuangan PT Petro Energy.
    Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar 60 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 900 miliar.
    KPK mengatakan, masih ada debitur lainnya yang masih dalam proses penyidikan dan penyelidikan lanjut oleh KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PKS: MPR Tak Perlu Turun Gunung Sikapi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    PKS: MPR Tak Perlu Turun Gunung Sikapi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Nasional 31 Juli 2025

    PKS: MPR Tak Perlu Turun Gunung Sikapi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PKS Mulyanto menilai MPR tidak perlu ikut turun tangan menyikapi polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
    pemisahan pemilu
    serentak nasional dan pemilu serentak lokal.
    Menurut Mulyanto, keterlibatan MPR dalam menafsirkan
    putusan MK
    justru dapat menimbulkan persoalan baru, yakni potensi terjadinya dualisme tafsir antarlembaga tinggi negara, yang pada akhirnya bisa menciptakan ketidakpastian hukum.
    “MPR RI tidak perlu turun gunung terkait perkara ini. Biarkan DPR dan Pemerintah membahas soal ini dalam kapasitas sebagai pembentuk UU,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Kamis (31/7/2025).
    “Kita khawatir kalau MPR ikut membahas masalah ini maka dapat menimbulkan masalah baru, yakni dualitas tafsir antarlembaga tinggi negara, yakni antara MK dengan MPR RI, yang dapat berkembang dan memicu ketidakpastian hukum,” tambahnya.
    Mulyanto menegaskan bahwa secara konstitusional, kewenangan untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar 1945 secara otoritatif berada di tangan MK, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945.
    Karena itu, putusan MK bersifat final dan mengikat.
    “Hal tersebut dapat juga dipandang sebagai intervensi politik (MPR RI) terhadap kekuasaan kehakiman (MK), dan ini berpotensi melanggar prinsip pemisahan kekuasaan, yang sangat kita jaga,” tegas anggota DPR periode 2019-2024 itu.
    Putusan MK
    Nomor 135/PUU-XXII/2024 sebelumnya menuai polemik karena mengubah format pemilu serentak menjadi dua bagian: pemilu nasional (presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu lokal (kepala daerah dan DPRD).
    Sebagian pihak menilai MK telah bertindak sebagai
    positive legislator
    karena dinilai membentuk norma baru, bukan sekadar menguji konstitusionalitas undang-undang.
    Mulyanto menyarankan agar pembahasan teknis terhadap dampak putusan tersebut dilakukan oleh pembentuk undang-undang, yakni DPR bersama pemerintah.

    Apalagi, saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dan RUU Pilkada telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    “Pimpinan lembaga tinggi perlu menghayati betul soal ini dan membahas serta mencari solusinya secara teknis di tingkat pembentuk UU, yakni DPR RI dan Pemerintah,” ungkapnya.
    Ia juga mengingatkan bahwa persoalan pemilu bukan hanya soal teknis pelaksanaan, tetapi juga menyangkut kualitas demokrasi secara keseluruhan.
    Karena itu, menurutnya, dibutuhkan sikap kenegarawanan dalam menyusun aturan main politik ke depan.
    “Jangan sampai demokrasi kita jalan di tempat, karena pemilu yang ruwet dengan politik uang dan menghasilkan pemimpin yang cenderung populis serta menomorduakan kompetensi,” ujar dia.
    “Hampir tiga puluh tahun Reformasi, namun masih dirasakan di sana-sini ketidakpuasan terhadap kualitas demokrasi kita. Kita membutuhkan banyak negarawan dalam pembentukan UU ini,” sambungnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita Mobil Alphard Terkait Kasus LPEI, Ditemukan di Tangan Anggota DPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    KPK Panggil 3 Pejabat Perusahaan Sekuritas Terkait Kasus Korupsi PT Taspen Nasional 31 Juli 2025

    KPK Panggil 3 Pejabat Perusahaan Sekuritas Terkait Kasus Korupsi PT Taspen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) memanggil tiga pejabat
    perusahaan sekuritas
    sebagai saksi terkait kasus
    investasi fiktif

    PT Taspen
    (Persero) untuk tersangka korporasi PT Insight Investments Management (
    PT IIM
    ), pada Kamis (31/7/2025).
    Ketiganya adalah Ferita selaku Presiden Komisaris PT Sinarmas Sekuritas, Abdul Rahman Lubis selaku Karyawan Swasta/Head Settlement PT KB Valbury Sekuritas, dan Edy Soetrisno selaku Direktur Utama PT Pacific Sekuritas Indonesia.
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis.
    Selain tiga pejabat itu, KPK juga memanggil saksi lain yaitu Nelwin Aldriansyah selaku karyawan BUMN/Direktur Keuangan Pertamina Power Indonesia.
    Meski demikian, Budi belum menyampaikan materi yang akan digali dari saksi tersebut.
    Sebelumnya, KPK menggeledah kantor PT IIM yang berlokasi di Jakarta Selatan, pada Jumat (20/6/2025).
    Penggeledahan tersebut dilakukan terkait dengan kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero).
    Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi.
    “Hari ini, Jumat (20/6/2025), KPK melakukan giat penggeledahan terkait perkara investasi PT Taspen dengan tersangka korporasi PT IIM (Insight Investments Management), yang berlokasi di wilayah Jakarta Selatan,” kata Budi, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat.
    Budi mengatakan, dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa dokumen terkait catatan keuangan, transaksi efek, daftar aset, dan barang bukti elektronik, serta dua unit kendaraan roda empat.
    “Penyidik mengamankan dokumen terkait catatan keuangan, transaksi efek, daftar aset, dan BBE, serta dua unit kendaraan roda empat,” ujar dia.
    Budi menuturkan, perkara tersebut merupakan pengembangan dari penyidikan dugaan korupsi terkait kegiatan investasi menyimpang di PT Taspen yang dikelola oleh PT IIM sebagai Manajer Investasi.
    Dalam perkara itu, KPK telah menetapkan eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto sebagai tersangka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud Nasional 31 Juli 2025

    KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Usai memintai keterangan mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
    Mendikbudristek
    ), Fiona Handayani, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membuka peluang untuk memanggil mantan
    Nadiem Makarim
    .
    Diketahui, Fiona adalah mantan staf khusus (stafsus) Nadiem saat menjabat sebagai Mendikbudristek.
    “Semua terbuka kemungkinan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat ditanya soal kemungkinan Nadiem diperiksa, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (30/7/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Menurut Budi, KPK membuka peluang untuk melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui konstruksi perkara, terutama dalam penyelidikan dugaan korupsi dalam pengadaan
    Google Cloud
    di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
    Kemendikbudristek
    ).
    Sebagaimana diberitakan, KPK memintai keterangan Fiona terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud pada Rabu, 30 Juli 2025.
    Namun, Fiona yang terlihat mengenakan kemeja batik dan celana kain hitam serta membawa tas ransel berwarna coklat itu bungkam saat ditanya soal pemeriksaannya.
    Dengan dibantu dua orang petugas KPK, Fiona yang nampak melempar senyuman memilih terus berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih menuju taksi.
    Diketahui, KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Google Cloud dan di Kemendikbudristek yang terjadi saat pandemi Covid-19.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pengadaan Google Cloud dilakukan untuk menyimpan data dari seluruh sekolah di Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara daring.
    “Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta pada 24 Juli 2025.
    Asep mengatakan, penyimpanan data tersebut sangat besar sehingga harus dilakukan pembayaran terhadap Google Cloud.
    Menurut Asep, proses pembayaran tersebut yang tengah diselidiki oleh KPK.
    “Di Google Cloud itu kita kan bayar, nah ini yang sedang kita dalami,” ujar Asep.
    Asep juga mengatakan, kasus pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek tersebut berbeda dengan kasus pengadaan Laptop Chromebook yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
    “Berbeda. Kenapa? Kalau Chromebook adalah pengadaan perangkat kerasnya, hardware-nya. Kalau Google Cloud itu adalah salah satu
    software
    -nya,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ma'ruf Amin Kenang Suryadharma Ali: Beliau Seorang Pejuang dari Muda 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Ma'ruf Amin Kenang Suryadharma Ali: Beliau Seorang Pejuang dari Muda Nasional 31 Juli 2025

    Maruf Amin Kenang Suryadharma Ali: Beliau Seorang Pejuang dari Muda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Presiden ke-13 Republik Indonesia,
    Ma’ruf Amin
    , mengenang eks Menteri Agama (Menag) RI periode 2009-2014
    Suryadharma Ali
    sebagai seorang pejuang sejak muda.
    “Pak Surya ini kan seorang pejuang dari muda ya. Saya tahu,” ujar Ma’ruf Amin saat ditemui usai melayat di rumah duka, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2025).
    Ma’ruf Amin mengaku mengetahui masa kecil Suryadharma yang kala itu tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
    Ia pun terus memantau kiprah Suryadharma di dunia politik, mulai saat masih duduk di bangku kuliah hingga akhirnya menjabat sebagai menteri.
    “Jadi saya tahu kecilnya, terus dia di PB PMII, NU, jadi menteri koperasi, jadi menteri agama. Banyak kontribusinya terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan negara,” kata Ma’ruf.
    Menurut Ma’ruf Amin, Suryadharma merupakan sosok yang pantas untuk dihormati dan diteladani, meski punya kekurangan.
    “Dia orang yang pantas untuk dihormati dan bisa diteladani, tentu saja manusia bisa ada kurangnya, siapapun ada,” ucap Ma’ruf.
    “Karena itu, saya mendoakan beliau supaya diterima (amal ibadahnya),” kata dia.
    Diberitakan, mantan Menteri Agama sekaligus mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis (31/7/2025) pagi.
    Suryadharma Ali menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, pada pukul 04.25 WIB.
    Semasa hidupnya, Suryadharma Ali punya rekam jejak panjang di dunia politik.
    Saat berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah, ia aktif Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) hingga menjabat sebagai ketua umum PMII pada 1985.
    Setelah lulus, Suryadharma aktif di PPP dan menjadi anggota DPR dari partai tersebut hingga dua periode yaitu pada 1999-2004 dan 2004-2029.
    Namun pada periode kedua, Suryadharma Ali tak menuntaskan jabatannya sebagai anggota DPR, lantaran ditunjuk Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Menteri Negara Koperasi dan UKM RI periode 2004-2009.
    Di tengah kariernya sebagai menteri, karier Suryadharma di partai turut melejit sehingga terpilih sebagai Ketua Umum PPP menggantikan Hamzah Haz pada 2007.
    Suryadharma terpilih untuk dua periode, yaitu 2007-2011 dan terpilih kembali untuk periode 2011-2015.
    Pada periode kedua kepemimpinan SBY, Suryadharma ditunjuk menjadi Menteri Agama meski tidak menuntaskan jabatannya tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi Nasional 31 Juli 2025

    Bukan di TMP Kalibata, Jenazah Suryadharma Ali Dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bekasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Agama (Menag) RI
    Nasaruddin Umar
    menyampaikan bahwa jenazah mantan Menteri Agama RI periode 2009–2014,
    Suryadharma Ali
    , dimakamkan di
    Pondok Pesantren Miftahul Ulum
    , Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
    “Dimakamkan di Bekasi, di pesantren beliau. Beliau kan punya pondok pesantren,” ujar Nasaruddin saat ditemui usai melayat di rumah duka, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2025).
    Awalnya, Istana Negara menginstruksikan jenazah Suryadharma dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
    “Tadinya mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, karena dia menerima Bintang Mahaputera dulu,” ujarnya.
    Namun, pihak keluarga ingin Suryadharma tetap dimakamkan di pondok pesantrennya.
    “Karena keluarganya ingin dimakamkan di pesantrennya, supaya nanti di pondok pesantren itu banyak mendoakan,” papar Menag.
    Nasaruddin menuturkan, lokasi pemakaman tersebut juga merupakan keinginan Suryadharma agar bisa didoakan oleh para santri.
    “Dia ingin agar anak-anak santrinya itu selalu mendoakan. Ya mungkin pada setiap habis shalat lima waktu, ada yang mendoakan,” tuturnya.
    Diberitakan sebelumnya, eks Menteri Agama (Menag) RI periode 2009-2014 yang juga politikus senior PPP Suryadharma Ali meninggal dunia pada Kamis (31/7/2025) pagi.
    Usman menyampaikan bahwa Suryadharma Ali menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan pada pukul 04.25 WIB.
    “Iya benar mas. Telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak DRS H Suryadharma Ali, M.SI pada hari ini, Kamis 31 Juli pukul 04.25 WIB. Di RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan,” ujar Usman, Kamis.
    Usman menjelaskan, sebelum wafat, Suryadharma Ali diketahui dalam kondisi sakit.
    Namun, Usman belum dapat menjelaskan lebih lanjut sakit yang dialami Suryadharma Ali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjalanan Politik Suryadharma Ali: Dari Aktivis PMII Jadi DPR, Menteri hingga Ketum Partai
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Perjalanan Politik Suryadharma Ali: Dari Aktivis PMII Jadi DPR, Menteri hingga Ketum Partai Nasional 31 Juli 2025

    Perjalanan Politik Suryadharma Ali: Dari Aktivis PMII Jadi DPR, Menteri hingga Ketum Partai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kabar wafatnya Eks Menteri Agama RI sekaligus juga
    Mantan Ketua Umum PPP
    ,
    Suryadharma Ali
    , pada Kamis (31/7/2025) pagi, membawa duka mendalam bagi
    keluarga besar PPP
    .
    Di mata kolega dan kader partai berlambang Ka’bah itu, Suryadharma bukan sekadar mantan menteri atau ketua umum, melainkan sosok pemimpin yang membimbing dan membuka jalan bagi generasi muda partai.
    “Beliau adalah sosok pemimpin yang sederhana, pengayom, dan banyak melahirkan kader muda yang hebat-hebat,” kenang Juru Bicara PPP, Usman M Tokan, saat dihubungi Kompas.com, Kamis pagi.
    Suryadharma mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 04.25 WIB.
    Menurut Usman, mendiang memang dalam kondisi sakit, meski tidak merinci penyakit yang dideritanya.
    Jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka di kawasan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, sebelum dimakamkan ba’da dzuhur di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum, Cikarang Barat, Bekasi.
    Bagaimana perjalanan politik Suryadharma Ali?
    Lahir dari lingkungan pesantren dan pendidikan Islam, Suryadharma Ali menapaki dunia politik dari jalur aktivisme mahasiswa.
    Dia mengenyam pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan aktif di organisasi kemahasiswaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
    Di tahun 1985, namanya mulai dikenal luas ketika terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PMII, menggantikan Mahyuddin Arubusman.
    Dari sinilah jejak kepemimpinannya mulai terbangun.
    Setelah lulus kuliah pada 1984, dia sempat bekerja di PT Hero Supermarket.
    Namun, panggilan politik lebih kuat dirasakan oleh Suryadharma, dan dia memutuskan bergabung dengan PPP.
     
    Langkah politik Suryadharma terus menanjak.
    Di internal partai, dia menduduki jabatan Ketua DPP PPP.
    Kepercayaan publik terhadapnya dibuktikan lewat pemilu 1999, saat dia terpilih sebagai anggota DPR RI.
    Tak tanggung-tanggung, posisi Suryadharma di parlemen Senayan bertahan hingga dua periode, 1999–2004 dan 2004–2009.
    Namun, pada periode kedua, dia harus meletakkan jabatan legislatifnya karena mendapat kepercayaan dari Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menjabat sebagai Menteri Negara Koperasi dan UKM.
    Keberadaannya di kabinet tidak membuat langkahnya di partai surut.
    Sebaliknya, sosok Suryadharma Ali justru semakin diperhitungkan.
    Pada 2007, Suryadharma menggantikan Hamzah Haz sebagai Ketua Umum PPP.
    Dia pun memimpin partai selama dua periode berturut-turut, dari 2007 hingga 2015.
    Dalam periode kedua kepemimpinan Presiden SBY, Suryadharma kembali masuk kabinet sebagai Menteri Agama RI untuk masa jabatan 2009–2014.
    Di posisi ini, dia menjadi wajah kebijakan keagamaan negara di tengah tantangan pluralisme dan dinamika umat.
     
    Di balik jabatan-jabatan penting yang pernah diembannya, Suryadharma dikenang sebagai figur yang rendah hati dan membumi.
    Dia dikenal dekat dengan kader, termasuk mereka yang baru mulai meniti jalan politik.
    Dengan kepergian Suryadharma, PPP tak hanya
    kehilangan
    mantan pemimpin, tetapi juga salah satu penutur sejarah partai yang tumbuh bersama reformasi.
    “Semua pengurus dan kader PPP merasa kehilangan. Semoga
    mantan Ketua Umum PPP
    , Bapak H Suryadharma Ali, wafat dalam husnul khatimah dan diberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya,” pungkas Usman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006 Nasional 31 Juli 2025

    Rumah Ibadah Dalam Jerat PBM 2006
    Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre
    KITA
    kembali menyaksikan drama usang yang dipentaskan di panggung kebangsaan. Pembubaran paksa aktivitas di rumah doa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (27/7) petang lalu, adalah episode terbaru dari serial panjang yang menyakitkan.
    Peristiwa ini, yang memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, bukanlah anomali atau insiden tunggal.
    Ia adalah semacam “déjà vu”, pengulangan dari pola
    intoleransi
    yang selama bertahun-tahun telah menggerogoti fondasi kerukunan kita.
    Pola ini tercatat dalam sejarah kelam persekusi, mulai dari penyegelan GKI Yasmin di Bogor, penolakan Gereja Filadelfia di Bekasi, hingga pengusiran dan ancaman senjata tajam terhadap jemaat di Sampang, Madura, dan berbagai daerah lainnya (Akurat.co, 13/10/2023).
    Setiap kali insiden baru meletus, seperti yang juga terjadi di Sukabumi belum lama ini, kita seolah terjebak dalam siklus yang sama: kekerasan terjadi, negara mengeluarkan respons seremonial, lalu semua kembali senyap menunggu ledakan berikutnya.
    Siklus ini dimulai dengan respons negara yang dapat ditebak. Menanggapi insiden di Padang, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama segera mengeluarkan pernyataan resmi.
    Isinya adalah ungkapan “keprihatinan mendalam”, disertai ajakan agar semua pihak mengedepankan dialog, menahan diri, dan menyelesaikan masalah melalui jalur hukum, bukan dengan main hakim sendiri (Kemenag.go.id, 24/7/2025).
    Tentu, imbauan ini bermaksud baik. Namun, dalam konteks kekerasan yang terus berulang, narasi ini terdengar lemah dan pasif.
    Ia menempatkan negara pada posisi sebagai mediator yang berjarak, bukan sebagai pemegang mandat Konstitusi yang wajib hadir secara tegas untuk melindungi setiap tetes darah dan rasa aman warga negaranya.
    Pendekatan ini lebih terasa sebagai prosedur standar pasca-kejadian ketimbang strategi pencegahan yang berwibawa.
    Sikap negara yang cenderung normatif ini kontras secara tajam dengan desakan dari kelompok masyarakat sipil.
    Amnesty International Indonesia, misalnya, tidak hanya mengecam keras perusakan di Padang, tetapi juga menunjuk langsung pada “kegagalan negara” dalam memberikan jaminan perlindungan.
    Mereka menuntut adanya “pengusutan tuntas” untuk memutus apa yang disebut sebagai “siklus impunitas”, di mana para pelaku persekusi kerap tidak tersentuh proses hukum yang adil, sehingga merasa leluasa untuk mengulangi perbuatannya (Amnesty.id, 25/7/2025).
    Kesenjangan cara pandang ini sangat fundamental. Di satu sisi, negara berbicara tentang “kerukunan”, sebuah konsep sosiologis.
    Di sisi lain, Amnesty berbicara tentang “hak asasi manusia”, sebuah kewajiban hukum yang mengikat.
     
    Selama negara belum bergeser dari sekadar mengimbau kerukunan menjadi penjamin aktif hak, maka rumah-rumah ibadah kelompok minoritas akan selalu berada dalam bayang-bayang ancaman.
    Di tengah pesimisme ini, secercah harapan sempat muncul. Merespons insiden serupa di Sukabumi, Kementerian Agama secara terbuka mengakui adanya kekosongan hukum dan mengumumkan rencana untuk menyiapkan “regulasi khusus rumah doa” (Kemenag.go.id, 1/8/2025).
    Pernyataan ini, pada tingkat permukaan, adalah kemajuan. Ia merupakan pengakuan implisit bahwa kerangka regulasi yang ada saat ini, yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, memang terbukti gagal.
    PBM 2006 telah menciptakan realitas pahit di mana banyak komunitas agama, terutama dari kelompok minoritas, tidak mampu memenuhi persyaratan administratifnya yang luar biasa berat.
    Akibatnya, mereka terpaksa menggunakan rumah tinggal sebagai “rumah doa”, sebuah status legal yang ambigu dan membuat mereka sangat rentan terhadap persekusi dengan dalih “tidak berizin”.
    Akan tetapi, janji hadirnya regulasi baru ini wajib kita kawal dengan skeptisisme yang sehat. Pertanyaan kritis harus diajukan: Apakah regulasi ini akan benar-benar menjadi jalan keluar, atau hanya akan menjadi labirin birokrasi baru?
    Apakah ia akan menghapus atau setidaknya mengurangi syarat persetujuan warga sekitar yang selama ini menjadi biang keladi utama konflik?
    Tanpa kejelasan substansi, janji ini bisa jadi hanyalah respons reaktif untuk meredam kemarahan publik sesaat.
     
    Sebab, akar masalah sesungguhnya bukanlah ketiadaan satu regulasi tambahan untuk “rumah doa”, melainkan keberadaan regulasi induk, PBM 2006, yang secara filosofis dan praktis justru menyuburkan diskriminasi.
    PBM 2006, dengan klausul yang mensyaratkan adanya dukungan dari 90 orang warga jemaat dan 60 orang warga sekitar yang disetujui oleh kepala desa, telah terbukti menjadi instrumen penolakan yang efektif bagi kelompok mayoritas.
    Syarat persetujuan warga inilah yang mengubah proses administratif menjadi kontestasi politik lokal yang rawan intimidasi.
    Berbagai penelitian, termasuk dari SETARA Institute, secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas sengketa pendirian rumah ibadah berakar dari pasal-pasal karet dalam PBM ini.
    Menciptakan “regulasi khusus” tanpa menyentuh jantung persoalan pada PBM 2006 ibarat membangun tanggul kecil di hilir sungai, sementara bendungan utama di hulu sudah retak dan siap jebol.
    Oleh karena itu, jika kita serius ingin memutus siklus intoleransi ini, arah tuntutan publik harus lebih tajam dan mendasar.
    Pertama, mendesak transparansi total dalam proses penyusunan “regulasi khusus rumah doa” dengan pelibatan aktif dari komunitas-komunitas korban dan organisasi masyarakat sipil.
    Kedua, tidak berhenti di situ, tetapi terus menyuarakan agenda utama: revisi menyeluruh atau pencabutan total PBM 2006.
    Hak untuk beribadah adalah hak konstitusional, bukan hadiah yang diberikan atas belas kasihan atau persetujuan tetangga. Mekanismenya harus diubah dari perizinan yang rumit menjadi pemberitahuan (notifikasi) yang sederhana.
    Pada akhirnya, kita harus menolak untuk terus menerus menjadi penonton drama usang ini. Cukup sudah ritual keprihatinan dan janji-janji manis pasca-insiden.
    Tolok ukur keberhasilan negara bukanlah pada seberapa cepat mereka mengeluarkan rilis pers yang menenangkan, melainkan pada nihilnya berita tentang rumah ibadah yang disegel, jemaat yang dibubarkan, dan rasa takut yang menghantui warganya saat hendak beribadah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.