Category: Kompas.com Nasional

  • Hari Ini Hasto Berencana Hadiri Kongres PDI-P di Bali: Ini Baru Cari Tiket
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Hari Ini Hasto Berencana Hadiri Kongres PDI-P di Bali: Ini Baru Cari Tiket Nasional 2 Agustus 2025

    Hari Ini Hasto Berencana Hadiri Kongres PDI-P di Bali: Ini Baru Cari Tiket
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    )
    Hasto
    Kristiyanto mengatakan bahwa dia berencana untuk menghadiri Kongres ke-6 PDI-P yang digelar di Nusa Dua, Bali pada Sabtu (2/8/2025).
    Hanya saja, ditemui pada Sabtu pagi, Hasto menyebut bahwa dirinya masih mencari tiket pesawat untuk terbang ke Bali
    “Ini baru cari tiket,” kata Hasto yang terlihat mengenakan batik berwarna merah saat hendak meninggalnya rumahnya di Taman Villa Kartini, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Sabtu, dikutip dari
    Kompas TV
    .
    Namun, dia mengungkapkan, bakal bertemu dahulu dengan para senior di keluarga untuk mengucapkan syukur.
    “Dalam tradisi kami untuk bertemu dengan senior dalam keluarga kami dulu untuk mengucapkan syukur dan kemudian tentu saja saya mencermati seluruh dinamika kongres dan juga merencanakan untuk ke Bali,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Hasto mengatakan bahwa dirinya bakal berkomunikasi dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam perjalanan nantinya.
    “Ini sambil jalan untuk berkomunikasinya dengan beliau (Megawati),” katanya.
    Sebagaimana diberitakan, Hasto resmi dibebaskan dari Rutan KPK di Gedung Merah Putih pada Jumat, 1 Agustus 2025, sekitar pukul 19.20 WIB.
    Didampingi kuasa hukumnya, Febridiansyah, Hasto terlihat mengenakan kaos berwarna merah dibalut jas hitam.
    Hasto dibebaskan usai Presiden Prabowo memberikan amnesti atau pengampuan kepada politikus PDI-P tersebut.
    Sebelumnya, Hasto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus suap Harun Masiku.
    Diberitakan sebelumnya, Hasto mengaku bersyukur Megawati kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum dalam Kongres ke-6 PDI-P yang digelar secara tertutup di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali.
    “Kami sangat bersyukur, yang paling penting adalah Ibu Megawati Soekarnoputri terpilih secara aklamasi dikukuhkan kembali sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan,” ucap Hasto saat ditemui usai bebas dan tiba di rumahnya pada Sabtu dini hari.
    Terkait posisi Sekjen PDI-P pada kepengurusan periode berikutnya, Hasto menyerahkan sepenuhnya ke Megawati.
    “Sedangkan tentang susunan komposisi dari Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan diserahkan sepenuhnya oleh Kongres kepada Ibu Megawati Soekarnoputri,” katanya.
    Sementara itu, Kongres ke-6 PDI-P masih akan berlangsung secara tertutup di Bali pada 2 Agustus 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK Nasional 2 Agustus 2025

    Otoritarianisme Finansial dan Logika Serampangan Pemblokiran Rekening oleh PPATK
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PEMBLOKIRAN
    rekening masyarakat sipil yang tidak aktif (dormant) mulai dilonggarkan. Namun, jangan buru-buru spontan memuji.
    Pelonggaran ini bukanlah tanda bahwa kebijakan membaik, melainkan merupakan pengakuan diam-diam atas logika serampangan yang pernah, dan mungkin masih, dijalankan negara atas nama intelijen keuangan (
    financial intelligence
    ).
    Kita pernah, dan tampaknya masih, hidup dalam rezim pengawasan keuangan yang menyamakan rekening pasif dengan potensi kriminal, menukar prinsip kehati-hatian dengan paranoia institusional.
    Tak pernah terbesitkah di benak
    PPATK
    bahwa sebagian rekening yang mereka blokir itu mungkin milik seseorang yang sedang sakit dan tengah menyimpan dana untuk membayar tagihan medis?
    Sebab, sekalipun menggunakan BPJS, tetap ada biaya tambahan (
    out of pocket
    ) yang harus ditanggung sendiri.
    Bagaimana jika rekening itu adalah tempat orang menabung untuk kuliah anaknya lima tahun ke depan? Atau dana darurat yang memang sesuai namanya tidak akan digunakan dalam waktu dekat?
    Negara, melalui PPATK, tampak menjalankan kebijakan seolah semua orang wajib menjadi makhluk transaksional harian agar tidak dianggap menyimpan uang jahat.
    Logika sekelas lembaga negara ini bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga tidak mengenal atau pura-pura tidak paham kompleksitas perilaku ekonomi warga.
    Pemerintah menolak realitas bahwa dalam realitasnya, orang tidak hidup untuk bertransaksi setiap minggu. Ada kehati-hatian, ada perencanaan, ada jeda. Dan jeda semacam itu bukanlah sebuah kejahatan.
    PPATK berdalih bahwa pemblokiran ini merupakan respons atas lonjakan transaksi judi online. Namun, hingga kini, tidak ada data resmi yang dirilis ke publik.
    Sementara di lapangan, rekening milik pelajar, ibu rumah tangga, petani, dan pensiunan turut dibekukan.
    Apakah mereka semua penjudi, atau justru korban dari logika administratif yang malas membedakan mana kehati-hatian dan mana pelanggaran hukum?
    Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin memerangi judi online, maka yang dibutuhkan adalah penelusuran berbasis bukti, audit menyeluruh terhadap sistem pembayaran ilegal, pemantauan digital yang cermat, serta koordinasi lintas aparat penegak hukum.
    Bukannya justru menyebar jaring besar ke seluruh nasabah pasif dan berharap pelaku kejahatan tertangkap di antara jutaan warga yang bersih.
    Hingga Mei 2025, PPATK melaporkan telah memblokir 31 juta rekening nasabah yang berstatus dormant dengan nilai total Rp 6 triliun, sebagai tindak lanjut atas data yang dilaporkan oleh 107 bank.
    Dari jumlah itu, sebanyak 10 juta rekening penerima bantuan sosial tidak pernah digunakan, dengan dana mengendap sebesar Rp 2,1 triliun.
    Sementara lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran juga dinyatakan dormant, dengan total dana hampir Rp 500 miliar (
    Kompas.id
    , 30/7/2025).
    Namun angka-angka ini seolah tak punya bobot, karena dalam logika PPATK, yang dinilai bukan siapa yang menyalahgunakan, tetapi siapa yang tidak bergerak.
    Rekening-rekening ini dibekukan hanya karena terlalu “diam”, terlalu lama tidak menyentuh ATM, terlalu jarang bertransaksi, terlalu sunyi bagi algoritma yang mencurigai apa pun yang tak bergerak.
    Kini, PPATK menyatakan rekening pasif bisa diaktifkan kembali jika tidak terindikasi tindak pidana, seolah melupakan bahwa negara pernah merasa berhak membekukan dana yang secara hukum bukan miliknya, hanya atas dasar kecurigaan massal.
    Inilah kekacauan logika yang kini kita hadapi, kehati-hatian finansial dianggap sebagai penyamaran kriminal; tabungan disamakan dengan pencucian uang; dan warga dipaksa membuktikan bahwa keheningan rekening bukanlah konspirasi jahat.
    Negara tidak lagi bekerja berdasarkan asas praduga tak bersalah (
    presumption of innocence
    ), melainkan dengan logika curiga dahulu, mengumpulkan bukti kemudian (
    presumption of suspicion
    ).
    Dan seperti biasa, yang paling mudah dicurigai adalah yang paling lemah, rakyat biasa yang hanya menabung, bukan terikat pencucian uang.
    Dari semua yang terjadi, satu pertanyaan paling mengganggu dan tak bisa dihindari, mengapa PPATK begitu cepat dan berani memblokir rekening milik rakyat biasa, tapi begitu lamban dan hati-hati, bahkan tidak bernyali saat berhadapan dengan rekening milik pejabat, politisi, atau tokoh berpengaruh?
    Bukankah pada tahun 2024 PPATK telah melaporkan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp 80,1 triliun yang melibatkan partai politik, calon anggota legislatif, petahana, dan pejabat aktif? (
    Kompas.id
    , 27 Juni 2024).
    Laporan itu bahkan telah diserahkan ke aparat penegak hukum, tapi tidak ada pemblokiran. Tidak ada pembekuan rekening. Tidak ada tindakan langsung. Hanya menjadi laporan yang dibiarkan menguap di antara kepentingan.
    Sementara itu, jutaan rekening milik masyarakat sipil dibekukan secara cepat dalam hitungan minggu, tanpa perlindungan hukum, tanpa pembuktian, dan tanpa ruang klarifikasi.
    Dalam wajah kebijakan yang seperti ini, kita tak sedang melihat lembaga intelijen keuangan yang profesional, melainkan lembaga yang menjalankan logika ketakutan vertikal dan keberanian horizontal.
    Takut ke atas, berani ke bawah, tajam ke bawah tumpul ke atas.
    Terhadap pejabat yang memutar uang dalam gelap, PPATK cukup mengirim dokumen. Terhadap rakyat kecil yang diam menabung, PPATK langsung bertindak.
    Jika standar keberanian ditentukan oleh posisi sosial, maka yang sedang dijalankan bukan lagi analisis risiko, melainkan politik kepatuhan yang pincang.
    PPATK, yang seharusnya menjadi benteng akuntabilitas dalam lalu lintas keuangan nasional, justru berpotensi menjadi alat seleksi siapa yang layak ditekan dan siapa yang aman dibiarkan.
    Lebih parah dari sekadar salah logika, tindakan PPATK juga menabrak batas kewenangan yang secara eksplisit telah diatur oleh hukum.
    Dalam konstruksi hukum positif Indonesia, PPATK bukanlah aparat penegak hukum. Ia bukan polisi, bukan jaksa, bukan hakim.
    Ia adalah lembaga intelijen keuangan yang tugas utamanya adalah menganalisis, melaporkan, dan memberikan rekomendasi. Bukan mengambil tindakan pemblokiran sepihak atas rekening warga negara tanpa prosedur hukum yang sah.
    Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK hanya dapat meminta pemblokiran kepada lembaga keuangan apabila terdapat dugaan kuat keterkaitan dengan tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme.
    Itu pun bersifat sementara, dibatasi waktu maksimal 30 hari, dan harus ditindaklanjuti oleh penyidik melalui mekanisme hukum yang benar.
    Artinya, PPATK sebenarnya tidak memiliki kewenangan langsung untuk mengeksekusi pemblokiran rekening secara mandiri, apalagi terhadap jutaan rekening milik warga sipil yang bahkan tidak sedang diperiksa dalam perkara pidana.
    Jika pemblokiran dilakukan tanpa keterlibatan aparat penegak hukum dan tanpa perintah pengadilan, maka itu bukan sekadar pelanggaran administratif, itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang.
    Apa yang dilakukan PPATK tidak hanya keliru secara hukum nasional, tetapi juga menyimpang dari prinsip-prinsip internasional yang mengatur kerja lembaga intelijen keuangan.
    Dalam bukunya,
    Anti-Money Laundering: A Comparative and Critical Analysis
    , Alhosani (2016) mengingatkan bahwa Financial Intelligence Unit (FIU), termasuk seperti PPATK, bukanlah lembaga penegak hukum, melainkan unit analitik yang tugas utamanya adalah mengolah data, menyusun laporan intelijen keuangan, dan menyerahkannya kepada penegak hukum yang berwenang.
    Memberi kewenangan langsung kepada FIU untuk membekukan rekening tanpa perintah pengadilan atau proses yuridis adalah penyimpangan struktural yang membuka ruang bagi otoritarianisme finansial.
    Lebih lanjut, Alhosani menyebutkan bahwa banyak negara yang kini justru terjebak dalam kecenderungan menyerahkan kewenangan eksekutif kepada FIU dengan dalih efisiensi, padahal yang sebenarnya terjadi adalah perampasan prosedur hukum atas nama pencegahan kejahatan.
    Inilah yang disebutnya sebagai “function creep”, saat sebuah lembaga yang semestinya berperan sebagai penganalisis, justru perlahan-lahan berubah menjadi eksekutor, mengaburkan garis batas antara intelijen dan penegakan hukum.
    Dalam konteks Indonesia, tindakan PPATK memblokir 31 juta rekening, tanpa prosedur hukum, tanpa pembuktian, tanpa mekanisme klarifikasi adalah bentuk paling ‘konyol’ dari penyalahgunaan wewenang administratif yang melampaui batas fungsi kelembagaan.
    Ini bukan lagi kerja intelijen keuangan, ini adalah penghakiman sepihak yang diselubungi jargon keamanan.
    Negara seolah sedang membangun logika, “Kami curiga, maka Anda bersalah, dan kami tak perlu pengadilan untuk membenarkannya”.
    Padahal, dalam logika negara hukum, bahkan terhadap seorang tersangka korupsi pun negara tetap wajib memberikan proses yang sah, ruang pembelaan, dan kesempatan untuk menjelaskan.
    Mengapa prinsip yang sama tidak berlaku bagi, perintis usaha kecil, pengemudi ojek online, ibu rumah tangga, pensiunan, atau pelajar yang hanya sebatas menabung? Mengapa asas praduga tak bersalah hanya berlaku bagi pejabat, tapi justru tidak bagi rakyat biasa?
    Inilah yang menjadikan kebijakan pemblokiran massal terhadap
    rekening dormant
    bukan hanya ngawur secara ekonomi, tapi juga cacat secara hukum.
    Negara tidak boleh bertindak atas dasar asumsi sambil mengabaikan prosedur hukum yang menjadi fondasi perlindungan hak sipil.
    Jika PPATK bisa membekukan dana seseorang hanya karena tidak aktif bertransaksi, tanpa indikasi tindak pidana dan tanpa proses hukum, maka kita sedang berhadapan dengan lembaga yang menjelma menjadi hakim, jaksa, dan algojo sekaligus, tanpa pengawasan yudisial.
    Negara hukum tidak memberi tempat bagi logika bahwa dugaan bisa menggantikan bukti, dan kekuasaan administratif bisa menggantikan proses peradilan.
    Bahkan dalam konteks kejahatan keuangan yang kompleks sekalipun,
    legal authority
    tidak pernah lahir dari otoritas fungsional semata.
    Tidak cukup bahwa PPATK tahu, atau menduga, atau mengamati, mereka harus tunduk pada proses, harus tunduk pada pembuktian, harus tunduk pada hukum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite Nasional 2 Agustus 2025

    Abolisi dan Amnesti: Sengkarut Demokrasi Dalam Konsolidasi Elite
    Alumnus Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota Dewan Pembina Wahana Aksi Kritis Nusantara (WASKITA), Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Saat ini aktif melakukan kajian dan praktik pendidikan orang dewasa dengan perspektif ekonomi-politik yang berkaitan dengan aspek sustainable livelihood untuk isu-isu pertanian dan perikanan berkelanjutan, mitigasi stunting, dan perubahan iklim di berbagai daerah.
    KEPUTUSAN
    Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto menandai peristiwa politik yang jauh melampaui urusan hukum semata.
    Meski dibingkai sebagai upaya meredam kegaduhan politik yang ramai diperbincangkan publik, kenyataannya langkah ini lebih merefleksikan dinamika konsolidasi elite kekuasaan.
    Tidak lama setelah keputusan itu diumumkan, PDI Perjuangan secara terbuka menyatakan akan tetap berada di luar kabinet, tapi sepenuhnya mendukung pemerintahan Prabowo.
    Pernyataan ini mencerminkan kesadaran PDIP sebagai partai yang pernah berkuasa selama dua periode bahwa stabilitas politik merupakan variabel determinan dalam pembangunan politik dan pemeliharaan ketertiban sosial.
    Pandangan ini tak lepas dari pengaruh mazhab pemikiran Samuel Huntington dalam
    Political Order in Changing Societies
    (1968), yang menekankan pentingnya stabilitas politik sebagai syarat utama pembangunan, bahkan jika itu harus mengorbankan dinamika demokratis.
    Mazhab ini pula yang menjadi fondasi justifikasi Orde Baru selama tiga dekade, di mana stabilitas dijadikan nilai utama yang mengalahkan keberagaman suara dan partisipasi rakyat.
    Konsolidasi kekuasaan melalui pengelolaan konflik elite telah menjadi tradisi politik yang hidup kembali dalam lanskap demokrasi Indonesia kontemporer.
    Era pemerintahan Joko Widodo menjadi pelajaran paling nyata bagaimana kekuasaan bisa dibangun bukan dari perlawanan terhadap oposisi, melainkan dari penjinakan dan penyerapan kekuatan-kekuatan yang semula berada di luar lingkaran kekuasaan.
    Burhanuddin Muhtadi (2020) dalam risetnya menunjukkan bahwa Jokowi berhasil meminimalkan fragmentasi elite politik dengan menjinakkan oposisi lewat pembagian jabatan dan pendekatan personal.
    Sementara itu, kelompok-kelompok masyarakat sipil yang kritis diberi tempat di dalam struktur prestisius Istana, strategi kooptasi yang efektif untuk meredam potensi tekanan dari luar (Hadiz, 2017).
    Kini, Presiden Prabowo tampaknya melanjutkan pendekatan tersebut dengan lebih terbuka dan berani.
    Abolisi dan amnesti menjadi bagian dari strategi untuk menyusun ulang konfigurasi kekuasaan nasional.
    Dengan manuver ini, Prabowo berhasil memperlihatkan bahwa ia bukan sekadar penerus kekuasaan, melainkan seorang pemimpin yang mampu mengatur ulang ritme politik nasional dan menciptakan keseimbangan baru dalam relasi antar-elite.
    Di tengah-tengah tren aroma determinasi parlemen, alih-alih menandai kemunduran presidensialisme, keputusan Presiden Prabowo justru memperkuat posisi eksekutif sebagai pusat kekuasaan politik nasional.
    Ia berhasil menunjukkan kapasitasnya sebagai pengendali arah politik, bukan hanya dalam ranah pemerintahan, tetapi juga dalam penataan ulang lanskap elite partai.
    Dalam sistem presidensial yang ideal, presiden memang seharusnya memiliki kemandirian dan otoritas yang kuat dalam menjalankan pemerintahannya.
    Namun dalam praktik politik Indonesia, kekuatan tersebut sering kali ditentukan oleh sejauh mana presiden mampu mengendalikan parlemen—dan di sinilah keberhasilan Prabowo patut dicatat.
    Dengan memberikan abolisi dan amnesti kepada dua figur penting dari kubu politik yang sempat bersitegang dengan kekuasaan, Prabowo membuka jalan bagi rekonsiliasi yang membawa dampak struktural.
    PDIP, partai dengan sejarah panjang dalam kekuasaan, kini memilih untuk tetap berada di luar kabinet, tapi mendukung penuh pemerintahan.
    Ini tentu saja menyusutkan ruang oposisi dan memperkecil kemungkinan adanya kontrol yang efektif terhadap jalannya pemerintahan.
    Dalam jangka pendek, ini menciptakan stabilitas. Namun dalam jangka panjang, stabilitas yang dibangun tanpa keseimbangan kekuasaan justru bisa melemahkan demokrasi itu sendiri (Aspinall & Mietzner, 2019).
    Situasi ini juga memperlihatkan bahwa presiden kini tidak lagi sekadar menjalankan fungsi eksekutif, melainkan juga sebagai tokoh utama yang mengatur arah perdebatan, mengelola konflik, dan mendistribusikan ruang kekuasaan.
    Presidensialisme Indonesia dalam era ini menjelma menjadi sistem yang sangat terpusat, di mana otoritas parlemen menjadi subordinat dari kalkulasi politik eksekutif.
    Hal ini memperkuat temuan Edward Aspinall (2014) yang menyebut bahwa demokrasi elektoral Indonesia semakin bersandar pada konsensus elite, bukan kompetisi gagasan.
    Di tengah konsolidasi elite yang kian menguat, prospek demokratisasi kelembagaan di Indonesia tampak kian suram.
    Demokrasi yang sehat meniscayakan adanya pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta ruang yang memadai bagi oposisi untuk menjalankan fungsi kontrol.
    Namun, ketika semua saluran kekuasaan dikonsolidasikan ke dalam satu poros—yakni eksekutif—maka demokrasi mengalami tekanan dari dalam.
    Kekuasaan hukum pun tak luput dari kecenderungan ini. Ketika keputusan abolisi dan amnesti digunakan untuk menyusun ulang kesepakatan politik, maka independensi hukum tergerus oleh kepentingan strategis.
    Hadiz dan Robison (2005) menyebut kecenderungan ini sebagai bentuk “oligarkisasi demokrasi”, yakni di mana aktor-aktor kuat menggunakan institusi demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan privat dan kelompoknya.
    Di sisi lain, ketiadaan oposisi yang kuat di parlemen melemahkan fungsi pengawasan. Tanpa kekuatan penyeimbang, kebijakan-kebijakan strategis pemerintah akan cenderung disetujui tanpa perdebatan mendalam.
    Demokrasi pun bergerak menjadi prosedural semata, tanpa substansi deliberatif yang semestinya menjadi jantung dari sistem pemerintahan rakyat.
    Masyarakat sipil pun tidak luput dari strategi pengendalian. Kekuatan-kekuatan yang sebelumnya kritis kini banyak yang dilibatkan dalam struktur kekuasaan atau diakomodasi dalam jabatan-jabatan tertentu.
    Ini bukan hanya memperlemah daya kritis mereka, tetapi juga mengaburkan batas antara kekuasaan dan kontrol terhadap kekuasaan.
    Pertanyaan besar yang tersisa adalah: apakah stabilitas politik yang dihasilkan dari konsolidasi elite ini akan digunakan sepenuhnya untuk memajukan kesejahteraan rakyat, atau justru menjadi alat untuk memperpanjang dominasi politik aktor-aktor lama?
    Pengalaman sejarah Indonesia menunjukkan bahwa stabilitas sering kali dimaknai sebagai ketiadaan gejolak elite, bukan sebagai hasil dari terpenuhinya aspirasi rakyat.
    Dalam model seperti ini, stabilitas menjadi alat justifikasi untuk mempertahankan status quo, bukan sebagai jalan untuk transformasi sosial (Sherlock, 2010).
    Tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini bukan sekadar pada siapa yang memegang kekuasaan, melainkan pada bagaimana kekuasaan itu digunakan.
    Jika konsolidasi elite hanya melanggengkan praktik-praktik lama seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka kesejahteraan rakyat akan tetap menjadi janji kosong yang terus ditunda.
    Kekuasaan yang terlalu terpusat rentan digunakan untuk kepentingan jangka pendek. Kebutuhan akan loyalitas politik dan stabilitas internal bisa mendorong pengabaian terhadap isu-isu struktural seperti ketimpangan ekonomi, kerusakan lingkungan, akses pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan terhadap kelompok rentan.
    Dalam situasi seperti ini, rakyat kembali menjadi penonton dalam panggung besar konsolidasi kekuasaan.
    Negara ini dibentuk untuk menjamin kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa, dan mencerdaskan kehidupan rakyatnya.
    Namun, ketika demokrasi dijalankan dengan cara-cara elitis, ketika hukum dibengkokkan demi rekonsiliasi elite, dan ketika suara oposisi dibungkam demi stabilitas, maka proyek besar bernama demokrasi Indonesia sesungguhnya sedang mengalami erosi dari dalam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas Nasional 2 Agustus 2025

    Amnesti-Abolisi Prabowo yang Buat Hasto dan Tom Lembong Tersenyum Lega Usai Bebas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto
    Kristiyanto tersenyum lebar setelah mendapat pengampunan atau amnesti dari Presiden
    Prabowo
    Subianto.
    Dia bebas dari jerat vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus penyuapan korupsi Harun Masiku.
    Hasto dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Jumat (1/8/2025) malam, sekitar pukul 21.20 WIB.
    Dia keluar dari Rutan KPK menggunakan kaus merah, jas berwarna hitam, dan kacamata berbingkai hitam.
    Senyum yang merekah di wajah Hasto itu juga dibarengi dengan pengucapan terima kasih kepada Prabowo atas kebijakan amnesti yang dia terima.
    “Pada prinsipnya saya menghormati keputusan amnesti Presiden Prabowo dan mengucapkan terima kasih atas keputusan amnesti yang telah mendengarkan perjuangan keadilan,” kata Hasto, Jumat.
    Atas keputusan Presiden, Hasto menyampaikan bahwa pihaknya memutuskan tidak akan menempuh upaya hukum banding terhadap vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 25 Juli 2025 lalu.
    Senyum yang sama terlihat di wajah Thomas Trikasih Lembong atau
    Tom Lembong
    yang bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta pada pukul 22.06 WIB.
    Tom Lembong bebas
    dari Rutan Cipinang karena mendapat abolisi atau penghapusan kasus terkait importasi gula dari Presiden Prabowo.
    Mengenakan kaus berkerah warna biru tua, Tom Lembong mengangkat tangan memberi salam ke orang-orang yang hadir untuk mengiringi kebebasannya.
    Tangan kanannya sempat ditarik oleh pendukungnya dari kaum ibu-ibu, namun Tom tetap terlihat tenang dan tetap menampakkan wajahnya ke orang-orang.
    “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto atas pemberian abolisi serta kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atas pertimbangan dan persetujuannya,” kata Tom Lembong.
    Peristiwa terkait pembebasan para terdakwa kasus korupsi ini sangat jarang terjadi, termasuk terkait abolisi dan amnesti di tengah proses banding yang masih berjalan.
    Bagaimana kronologi pemberian amnesti-abolisi untuk Hasto dan Tom Lembong?
    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan, alasan utama Presiden Prabowo mengusulkan amnesti dan abolisi terhadap sejumlah tokoh, antara lain Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.
    Menurut Supratman, usulan tersebut didasarkan atas pertimbangan demi persatuan nasional dan stabilitas politik, sekaligus dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan RI.
    “Pertimbangannya sekali lagi dalam pemberian abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara berpikirnya tentang NKRI. Jadi, itu yang paling utama,” kata Supratman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 31 Juli 2025.
    Kedua, pertimbangannya adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa.
    Pasalnya, tidak hanya Tom Lembong dan Hasto yang menikmati kebijakan tersebut. Supratman menjelaskan, ada 44.000 nama yang diusulkan untuk diberikan amnesti.
    Namun, baru ada 1.178 orang yang memenuhi syarat untuk menerima kebijakan tersebut, enam di antaranya tahanan yang merupakan orang Papua yang dianggap melakukan makar tanpa senjata.
    Usai menghirup udara bebas, Hasto mengatakan, kebebasannya akan digunakan untuk memperjuangkan rakyat kecil dan berorientasi pada tugasnya di PDI-P.
    “Lebih berjuang bagi kepentingan
    wong cilik
    yang harus menjadi orientasi dari seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jumat malam.
    Dia mengatakan, momentum ini akan digunakan untuk lebih mencintai Indonesia.
    “Amnesti dari Bapak Presiden Prabowo telah ikut menjawab keadilan itu, saya akan gunakan momentum ini untuk lebih mencintai Republik ini,” tuturnya.
    Sedangkan Tom Lembong akan bergerak menyuarakan perbaikan hukum di Indonesia setelah mendapat abolisi dari Prabowo.
    Tom mengaku tidak ingin hari kebebasannya menjadi akhir cerita. Sebagai penyintas, dia ingin menguarakan perbaikan hukum.
    “Saya tidak ingin kemerdekaan saya hari ini menjadi akhir dari cerita, saya ingin ini menjadi awal dan tanggung jawab bersama saya ingin menyuarakan, mengingatkan,” kata Tom di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat malam.
    “Bila mungkin membantu agar sistem hukum kita menjadi lebih adil, lebih jernih dan lebih memihak kepada kebenaran alih-alih pada kepentingan sempit tertentu,” ujarnya lagi.
    Tom lantas mengaku merasa beruntung karena kasusnya diperhatikan publik. Dia juga mendapatkan dukungan dari banyak pihak, termasuk tokoh-tokoh besar dan masyarakat.
    Namun, Tom merasa tak bisa melupakan orang-orang yang senasib dengan dirinya. Mereka, menurut dia, dihadapkan pada ketidakadilan hukum namun tidak bisa bersuara dan tak berdaya.
    “Mereka yang mungkin mengalami nasib serupa tetapi tidak punya suara, tidak punya sorotan, tidak punya perlindungan,” ujar Tom Lembong.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ramai soal Bendera "One Piece" Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Ramai soal Bendera "One Piece" Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan Nasional 2 Agustus 2025

    Ramai soal Bendera “One Piece” Jelang HUT RI, Dasco: Merah Putih Satu-satunya yang Dikibarkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    DPR
    RI sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi
    Dasco
    Ahmad menekankan bahwa
    bendera Merah Putih
    merupakan satu-satunya simbol nasional yang akan dikibarkan pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI pada 17 Agustus mendatang.
    Dasco pun mengajak semua pihak untuk merayakan kemerdekaan dengan penuh semangat persatuan.
    Hal tersebut disampaikan Dasco merespons fenomena ajakan pengibaran bendera dari manga 
    One Piece
    menjelang
    HUT RI
    .
    “Pada 17 Agustus, bendera Merah Putih tetap satu-satunya simbol nasional yang dikibarkan. Hal ini sudah jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Mari kita rayakan kemerdekaan dengan penuh semangat persatuan dan kebangsaan,” ujar Dasco dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
    Selain itu, Dasco meminta agar tidak ada yang membenturkan para pencinta
    One Piece
    dengan nilai-nilai kebangsaan dan kecintaan terhadap Merah Putih.
    “Tidak perlu ada narasi yang mendiskreditkan penggemar
    One Piece
    sebagai makar atau upaya menjatuhkan pemerintah,” katanya.
    Dasco mengimbau agar seluruh anak bangsa bersatu dan senantiasa waspada terhadap segala upaya yang dapat memecah belah bangsa.
    Dia juga mengingatkan bahwa generasi muda melihat
    One Piece
    sebagai bagian budaya populer, bukan simbol separatis.

    One Piece
    ini manga yang sudah puluhan tahun tumbuh sama generasi muda kita. Ini salah satu staf saya anaknya sudah tiga, dia juga bilang dirinya Nakama (istilah untuk penggemar
    One Piece
    ),” ujar Dasco.
    Baru-baru ini ramai di media sosial pemberitaan mengenai pemasangan bendera bajak laut ala anime
    One Piece
    di sejumlah wilayah menjelang perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2025.
    Dalam video yang viral beredar di medsos, bendera itu banyak dipasang di belakang kendaraan besar seperti truk.
    Selain itu, tidak sedikit orang yang mengibarkan bendera Jolly Roger itu di depan rumah jelang peringatah
    HUT ke-80 RI
    .
    Meski beberapa pihak menilai pemasangan bendera
    One Piece
    sekadar bentuk ekspresi kreatif generasi muda, namun juga memicu kekhawatiran akan potensi gerakan yang bersifat kontra-pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Beda Gaya Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Saat Bebas dari Tahanan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Beda Gaya Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Saat Bebas dari Tahanan Nasional 2 Agustus 2025

    Beda Gaya Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Saat Bebas dari Tahanan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong sama-sama bebas dari tahanan pada Jumat (1/8/2025) malam, namun keduanya berbeda gaya saat menyambut kebebasan.
    Baik Hasto maupun Tom dibebaskan dari rumah tahanan karena mendapat pengambunan dari Presiden Prabowo Subianto. Hasto mendapatkan amnesti, sedangkan Tom mendapatkan abolisi.
    Keduanya ditahan di rutan yang berbeda. Hasto yang merupakan terdakwa kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR itu ditahan di Rutan
    KPK
    , Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
    Tom Lembong yang ditahan karena menjadi terdakwa kasus impor gula itu ditahan di
    Rutan Cipinang
    , Jakarta Timur.
    Pukul 21.23 WIB tadi malam, Hasto terlihat keluar dari
    Rutan KPK
    , didampingi oleh kuasa hukumnya, Febri Diansyah.
    Dia terlihat mengenakan jas hitam yang membalut kaus merah di dalamnya.
    Gaya busana corak hitam dan merah ini sering terlihat sebagai corak khas penampilan atribut PDI-Perjuangan, partai tempat Hasto menjabat sebagai Sekretaris Jenderal.
    Hasto mengenakan kacamata dengan bingkai hitam.
    Dia terlihat melambaikan tangan ke awak media sambil tersenyum. Setelah menyapa orang-orang, dia berbicara kepada wartawan, menyampaikan terima kasih ke Presiden Prabowo Subianto selaku pemberi amnesti hingga Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umumn partainya.
    Penampilan jas hitam yang membalut kaus merah ini dibawa Hasto sampai ke meja makan malam di kawasan Taman Menteng, Jakarta Pusat. Di situ, dia menyantap sate padang bersama pengacaranya.
    Pukul 22.06 WIB tadi malam, Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang setelah menerima Keppres soal abolisinya dari Prabowo.
    Tom mengenakan kaus berkerah warna biru tua. Dia mengangkat tangan memberi salam ke orang-orang.
    Tangan kanannya sempat ditarik oleh pendukungnya dari kaum ibu-ibu, namun Tom tetap terlihat tenang dan melanjutkan menampakkan wajahnya ke orang-orang.
    Dia memperlihatkan pergelangan tangan kanan dan kirinya yang tak lagi mengenakan borgol. Tanpa borgol, dia kini bisa mengangkat tangannya menyapa simpatisannya tanpa halangan.
    Soal warna baju Tom yakni biru tua, warna itu senada dengan baju yang dikenakan istrinya, Ciska Wihardja yang beberapa kali dia rangkul, dan juga sahabatnya, Anies Baswedan.
    Mantan Menteri Perdagangan bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong itu lantas memamerkan Keppres itu ke orang-orang, termasuk mata kamera wartawan yang membidiknya.
    Keppres inilah yang membuat Tom bebas dari tahanan setelah sembilan bulan di dalamnya. Dia telah terjerat kasus impor gula.
    Dia lantas berbicara di depan mikropon, berterima kasih ke Prabowo dan DPR atas abolisi yang dia dapatkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengindonesiakan Syarikah Agar Jemaah Tak Lagi Terpisah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Mengindonesiakan Syarikah Agar Jemaah Tak Lagi Terpisah Nasional 2 Agustus 2025

    Mengindonesiakan Syarikah Agar Jemaah Tak Lagi Terpisah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Haji musim 2025 Masehi/1446 Hijriah kemarin menjadi penyelenggaraan haji pertama yang disiapkan oleh delapan
    syarikah
    .
    Syarikah
    memiliki pengertian sebagai perusahaan resmi yang diberikan wewenang oleh pemerintah Arab Saudi untuk melayani jemaah haji.
    Namun, dalam penerapan perdana ini, pelayanan delapan syarikah justru bikin pusing jemaah.
    Kesulitan yang lazim dialami jemaah adalah pemisahan tempat menginap atau hotel para jemaah yang berpasangan, baik suami-istri, maupun lansia dengan pendampingnya.
    Tak hanya pasangan atau keluarga jemaah, ada juga peristiwa pemisahan antara dokter petugas haji yang mendampingi jemaah terpisah dari jemaahnya.
    Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menjelaskan, masalah ini mengakar pada pengetatan syarat masuk Arab Saudi saat musim haji.
    Awalnya, jemaah yang telah terjadwal untuk berangkat pada kloter-kloter tertentu harus tertunda karena visa haji yang belum diterbitkan.
    Hal ini membuat beberapa kloter yang berangkat bergeser, karena hanya yang telah memiliki visa yang bisa masuk Arab Saudi, termasuk pasangan jemaah haji yang akhirnya berpisah kloter dan ditangani oleh syarikah yang berbeda-beda.
    “Nampaknya jemaah yang bergeser bergabung dengan kloter sebelumnya, jemaah yang berpindah kloter itu ternyata dilayani oleh perusahaan yang berbeda. Dan karena itu, memang untuk tahun ini, kejadian-kejadian seperti itu terus kita antisipasi ke depannya. Kami juga sudah mempersiapkan langkah-langkah yang bisa dilakukan,” kata Latief, Senin (19/5/2025).
    Saat itu, pemerintah Indonesia langsung berkoordinasi dengan Kerajaan Arab Saudi melalui Kementerian Haji dan Umrah.
    Seluruh data yang dimiliki, baik yang sudah tiba di Arab Saudi maupun dalam perjalanan, digabungkan, khususnya pasangan suami-istri dan keluarga jemaah.
    Kementerian Agama yang saat itu sebagai penyelenggara haji juga mendorong agar pemerintah Arab Saudi membuat pola penggabungan, dan masalah tersebut akhirnya bisa teratasi dengan segera.
    Agar pemisahan ini tak terulang lagi, Badan Penyelenggara (BP) Haji sebagai pemegang tongkat estafet penyelenggaraan ibadah haji akan “mengindonesiakan syarikah” yang melayani jemaah Indonesia.
    Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Anzar mengatakan, komunikasi syarikah dengan jemaah penting bisa terjalin agar hal serupa tidak terjadi lagi.
    Atau ketika pemisahan kembali terjadi, syarikah dan jemaah bisa berkomunikasi secara langsung.
    Caranya adalah menempatkan sebagian petugas haji Indonesia ke syarikah-syarikah yang menjadi pelayan jemaah Indonesia.
    “Ada komposisi 1 persen petugas haji dari jumlah jemaah. Nanti sebagian petugas dititipkan lagi kemungkinan di syarikah-syarikah,” ucapnya.
    Syarikah-syarikah ini diminta menerima petugas haji dari Indonesia untuk ditempatkan di tempat mereka.
    Penerapan ini juga akan dilakukan untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang ada di Arab Saudi.
    Dahnil mengatakan, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan rumah sakit yang bersedia menerima dokter dan perawat Indonesia.
    “Dan pun demikian, misalnya catering. Catering harus punya tanggung jawab untuk meng-hire yang namanya petugas kesehatan dan chef dari kita, dari Indonesia. Makanya kami nanti akan bicara lebih banyak juga dengan teman-teman yang mengurusi pekerja migran terkait dengan ini,” imbuhnya.
    Menanggapi rencana pemerintah terkait pelibatan WNI di syarikah, Ketua Asosiasi Muslim Pengusaha Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Firman M Nur, menilai perlu ada negosiasi mendalam kepada pemerintah Arab Saudi.
    Dia mengatakan, ada pekerjaan rumah besar BP Haji sebelum mengarah pada negosiasi, yaitu penguatan kelembagaan agar BP Haji bertransformasi menjadi kementerian.
    Karena menurut Firman, negosiasi yang setara antar kementerian yang bisa menjalani hal tersebut, bukan lembaga dalam bentuk badan yang dinilai tidak setara dengan kementerian.
    “Bentuk-bentuk diplomasi model begini akan lebih kuat dan gold jika G2G menjebataninya,” imbuhnya.
    Namun, dia mengapresiasi kebijakan BP Haji yang memperhitungkan serapan lokal dalam penyelenggaraan haji.
    Karena dengan serapan lokal tersebut, kata Firman, akan memudahkan jemaah haji Indonesia ketika ada keperluan tertentu dalam penyelenggaraan haji.
    “Jadi punya izin dan memang resmi diwajibkan syarikat yang menjadi partner harus mengajak tenaga dari Indonesia. Dan itu membahas biaya mereka untuk meningkatkan pelayanan, memudahkan komunikasi,” imbuhnya.
    Namun, hal ini bisa terlaksana jika pemerintah sekali lagi menguatkan kelembagaan BP Haji menjadi sebuah kementerian. “Usulan-usulan besar ini akan mudah tercapai jika diplomasinya apple to apple,” ucapnya.
    Ide mengindonesiakan syarikah mendapat restu dari Senayan.
    Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mendorong agar syarikah di Arab Saudi bisa menerima syarat terkait penempatan warga negara Indonesia sebagai bagian dari pekerja mereka.
    Hanya saja, Marwan menyadari urusan mengurus WNI menjadi petugas syarikah bukan hal yang mudah.
    Maka dari itu, Marwan berharap syarikah di Arab Saudi dapat mengurus dokumen orang-orang Indonesia untuk menjadi petugas haji di sana.
    Dengan begitu, kata dia, petugas yang menangani jemaah haji adalah sama-sama orang Indonesia.
    Marwan mengungkapkan, selama ini, petugas syarikah yang berasal dari negara asing membuat jemaah Indonesia kesulitan dalam berkomunikasi.
    Marwan lantas memberi contoh orang Indonesia yang menetap di Arab selalu kesulitan untuk keluar masuk Mekkah akibat izin tinggal tersebut.
    “Mereka kan kalau tiba-tiba orang asing berbahasa asing, mereka agak rumit juga. Tapi memang tidak mudah,” kata Marwan.
    “Kalau tahun ini, orang Makkah, jadi ada (WNI) mukimin di Makkah, begitu dia keluar dari Makkah, itu dia masuk sudah enggak bisa lagi ke Makkah, kalaupun rumahnya di situ. Karena kan sudah enggak boleh. Harus ada Nusuk, baru boleh masuk ke Mekkah. Sementara mereka tidak boleh,” sambungnya.
    Sementara itu, Marwan menyebut petugas syarikah asing juga pasti kesulitan saat membawa jemaah haji Indonesia yang baru tiba di Arab Saudi.
    Hal tersebut disebabkan oleh kesemrawutan data milik Indonesia, di mana jemaah dalam satu pesawat, belum tentu satu rombongan.
    “Ditambah kesemrawutan data tadi itu. Sehingga syarikah itu tidak mengerti dan tidak tahu di mana jemaahnya. Karena begitu turun jemaah, mereka lebih memilih ke hotel rombongannya. Padahal hotelnya bukan di situ. Itu agak rumit. Jadi ya segera dibenahi, supaya dalam satu kloter itu tidak terpisah-pisah,” imbuh Marwan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Dapat Amnesti Prabowo: Saya Gunakan untuk Lebih Mencintai Republik 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Hasto Dapat Amnesti Prabowo: Saya Gunakan untuk Lebih Mencintai Republik Nasional 2 Agustus 2025

    Hasto Dapat Amnesti Prabowo: Saya Gunakan untuk Lebih Mencintai Republik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal
    PDIP

    Hasto Kristiyanto
    mengatakan pemberian amnesti dari Presiden Prabowo merupakan bentuk
    keadilan
    yang akan digunakannya dengan baik.
    “Amnesti dari Bapak Presiden Prabowo telah ikut menjawab keadilan itu, saya akan gunakan momentum ini untuk lebih mencintai Republik ini,” kata Hasto saat meninggalkan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Jakarta, Jumat (1/8/2025).
    Hasto menambahkan, ia akan lebih berjuang untuk kepentingan rakyat kecil atau
    wong cilik
    dengan berorientasi pada tugasnya di PDIP.
    “Lebih berjuang bagi kepentingan wong cilik yang harus menjadi orientasi dari seluruh simpatisan, anggota, dan kader PDIP,” ujarnya.
    Terakhir, Hasto kembali mengucapkan terima kasih atas dukungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
    “Terima kasih, salam hormat sekali lagi kepada Ibu Megawati Soekarnoputri, terus berjuang,
    Satyam Eva Jayate
    (Hanya Kebenaran yang Berjaya), Merdeka! Merdeka!” teriak Hasto.
     
    Diketahui, Hasto resmi dibebaskan dari Rutan KPK di Gedung Merah Putih sekitar pukul 20.23 WIB.
    Didampingi kuasa hukumnya, Febridiansyah, Hasto terlihat mengenakan kaus berwarna merah dibalut jas hitam.
    Hasto dibebaskan usai Presiden Prabowo memberikan amnesti atau pengampuan kepada politikus PDI-P tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Dapat Amnesti, KPK: Ini Pertama Kali Terjadi 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Agustus 2025

    Hasto Dapat Amnesti, KPK: Ini Pertama Kali Terjadi Nasional 2 Agustus 2025

    Hasto Dapat Amnesti, KPK: Ini Pertama Kali Terjadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengatakan, pemberian
    amnesti
    terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP
    Hasto Kristiyanto
    , selaku terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan, baru pertama kali terjadi.
    “Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama, amnesti ini,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (1/8/2025).
    Meski demikian, Asep mengatakan, pemberian amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
    “Jadi karena itu adalah merupakan hak prerogatif, ya kita harus melaksanakan. Dari Keppres ini, Keppres ini harus kita laksanakan,” ujarnya.
    Diketahui, Hasto resmi dibebaskan dari Rutan KPK di Gedung Merah Putih sekitar pukul 20.23 WIB.
    Didampingi kuasa hukumnya, Febridiansyah, Hasto terlihat mengenakan kaus berwarna merah dibalut jas hitam.
    Hasto dibebaskan usai
    Presiden Prabowo
    memberikan amnesti atau pengampuan kepada politikus PDI-P tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 KRI TNI AL Latihan Manuver dengan Kapal Induk Inggris di Perairan Buru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    4 KRI TNI AL Latihan Manuver dengan Kapal Induk Inggris di Perairan Buru Nasional 1 Agustus 2025

    4 KRI TNI AL Latihan Manuver dengan Kapal Induk Inggris di Perairan Buru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Empat kapal perang TNI Angkatan Laut (
    TNI AL
    ) melaksanakan latihan manuver taktis (
    Passing Exercise/Passex
    ) bersama gugus tempur Angkatan Laut Kerajaan Inggris, saat armada asing tersebut melintas di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III, Kamis (31/7/2025).
    Latihan dilakukan di wilayah perairan barat daya Pulau Buru dan menjadi bagian dari bentuk pengamanan sekaligus diplomasi militer di laut yurisdiksi Indonesia.
    “Kegiatan yang berlangsung di perairan Barat Daya Pulau Buru ini melibatkan lima unsur TNI AL, yaitu KRI Raden Eddy Martadinata-331, KRI Frans Kaisiepo-368, KRI Kapak-625, KRI Hampala-880 dan pesawat udara CN-235 P-8306,” kata Panglima Koarmada (Pangkoarmada) RI, Laksdya TNI Denih Hendrata dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
    Mereka dipimpin langsung oleh Komandan Gugus Tempur Laut (Danguspurla) Komando Armada III.
    Sedangkan satu pesawat udara intai maritim CN-235 P-8306 milik TNI AL untuk mendokumentasikan manuver dari udara.
    Sedangkan dari pihak Inggris, latihan diikuti oleh UK Carrier Strike Group (CSG) yang terdiri dari kapal-kapal tempur utama.
    Antara lain HMS Prince of Wales (R-09) yang merupakan
    kapal induk
    bertenaga listrik terbesar Inggris, HMS Dauntless (D-33) kapal perusak tipe 45, HMCS Ville de Quebec (332) kapal fregat Kanada, HMNOS Roald Amundsen (F-311) kapal fregat Norwegia dan RFA Tidespring (A-136), kapal bantu logistik Inggris.
    Latihan diawali dengan pembentukan komunikasi (
    establish communication
    ), diikuti manuver bersama dan sesi dokumentasi udara (
    photo exercise
    ).
    Seluruh kegiatan ditutup dengan farewell pass serta peran parade dan salam hormat antar kapal.
    Pangkoarmada RI menegaskan, latihan ini sebagai bentuk kerja sama pertahanan maritim dan diplomasi laut Indonesia dengan mitra internasional.

    Passex
    merupakan bentuk tradisi dan diplomasi pertahanan antar Angkatan Laut yang umum dilaksanakan saat melintasi perairan yurisdiksi negara lain,” ujar Pangkoarmada RI.
    Usai latihan, dua unsur KRI yakni KRI Kapak-625 dan KRI Hampala-880 tetap mengawal gugus tempur Inggris hingga keluar dari wilayah ALKI III, sebagai bentuk tanggung jawab TNI AL dalam menjaga kedaulatan dan keamanan laut nasional.
    Sebelumnya, UK Carrier Strike Group juga melaksanakan
    Passex
    di Selat Sunda usai kunjungan muhibah ke Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.