Category: Kompas.com Nasional

  • Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan Nasional 9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum dan HAM periode 2004-2007, Hamid Awaluddin, menilai pemberian pengampunan alias amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang diadili karena kasus korupsi, sah secara konstitusional.
    Menurutnya, seorang presiden memiliki privilege untuk memberikan amnesti kepada siapa pun dengan persetujuan DPR RI sesuai peraturan perundang-undangan, tanpa membedakan jenis perbuatan.
    Hal ini dikatakannya menanggapi kritik sejumlah pihak yang menyatakan pemberian amnesti kepada Hasto dapat melemahkan konsistensi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia.
    “Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pemberian amnesti dan abolisi (untuk kasus korupsi),” kata Hamid dalam siniar Gaspol Kompas.com, dikutip Sabtu (9/8/2025).
    “Ingat ya, ketika kita bicara tentang privilege presiden di sini, kan dia tidak membedakan jenis perbuatan, kan. Dalam konstitusi, tidak ada pembedaan itu. Bahwa si A diberi amnesti kalau dia hanya tindak pidana tertentu. Tidak ada,” imbuh dia.
    Hamid mengatakan, praktik ini seolah terlihat berbeda lantaran tidak lazim dipraktekkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.
    Dia bilang, presiden sebelum Prabowo biasanya hanya memberikan amnesti kepada kasus makar hingga kasus pencemaran nama baik.
    Presiden ke-1, Soekarno, misalnya, memberikan pengampunan kepada DI/TII; Presiden ke-2, Soeharto, memberikan amnesti umum dan abolisi kepada anggota Fretilin Timor Timur; begitu pula Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, yang memberikan amnesti dan abolisi kepada seluruh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
    “Praktik selama ini yang diberi amnesti itu berkaitan dengan kelompok dia saja. Meskipun ada kasus-kasus tertentu individu, ya. Kedua, berkaitan dengan politik. Selama ini praktiknya begitu,” ucap Hamid.
    Lebih lanjut, Hamid beranggapan Prabowo sudah memiliki pertimbangan matang sebelum memberi kebijakan tersebut, termasuk parameter-parameter yang digunakan.
    Namun, ia berpandangan pemerintah tetap harus menjelaskan kepada publik alasan pemberian amnesti.
    Terlebih, seturut pernyataan pemerintah, pemberian ini ditujukan untuk kepentingan umum.
    “Yang pasti dia (Prabowo) punya (pertimbangan). Nah, inilah yang saya bayangkan, pemerintah menjelaskan kepada publik. Ya, (karena alasannya untuk) kepentingan umum,” tandas Hamid.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto.
    DPR RI kemudian menyetujui usulan Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti kepada Hasto bersama 1.116 terpidana lainnya pada 31 Juli 2025.
    Amnesti berarti hukuman yang dijatuhkan kepada Hasto, yakni 3,5 tahun penjara atas kasus suap dan perintangan penyidikan, dihapuskan sepenuhnya secara hukum.
    Statusnya sebagai terpidana secara resmi dinyatakan tidak pernah ada.
    Secara bersamaan, DPR dan Presiden Prabowo juga menyetujui abolisi bagi Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
    Abolisi berarti seluruh proses hukum terhadapnya dihentikan, bukan hanya pelaksanaan hukuman, tetapi juga putusan maupun penuntutan.
    Status hukum terhadapnya dihapuskan sepenuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Drama Penangkapan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis: Sempat Dibantah, Kini Jadi Tersangka
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Drama Penangkapan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis: Sempat Dibantah, Kini Jadi Tersangka Nasional 9 Agustus 2025

    Drama Penangkapan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis: Sempat Dibantah, Kini Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penangkapan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diwarnai kontroversi. 
    Sejak awal, beredar kabar bahwa Azis ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sulawesi Tenggara itu. Namun kabar tersebut langsung dibantah. 
    Partai Nasdem tempat Azis bernaung bahkan sempat menggelar konferensi pers untuk membantah kabar itu. 
    Namun satu hari kemudian, Azis benar-benar ditangkap KPK. Bagaimana ceritanya? 
    Azis membantah kabar yang menyebut dirinya terjaring OTT KPK pada Kamis (7/8/2025). Ketika itu, Abdul Azis mengaku dirinya dalam kondisi baik dan tidak mengetahui perihal OTT tersebut hingga beberapa jam sebelumnya.
    “Terkait adanya berita ini sejauh ini saya baru dengar tiga jam lalu, saya baru dapat kabar terkait masalah OTT. Saya hadir di sini dalam kondisi baik,” ujar Azis.
    Purnawirawan Polri ini menegaskan bahwa pemberitaan soal keterlibatannya dalam OTT sangat mengganggu dirinya dan keluarga. Bahkan, ia menyebut narasi yang berkembang sudah seperti drama.
    “Tapi terkait dengan drama atau framing ini, dari kami secara keluarga tidak menerima. Secara psikologi terganggu kita,” ucap Azis.
    Meski membantah, faktanya ruang kerja Abdul Azis serta sejumlah ruang di kantor Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur sudah disegel KPK pada saat itu.
    Kabar penangkapan Abdul Azis tersebar ketika Partai Nasdem sedang menggelar rakernas di Makassar. Bendahara Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Sahroni, pun turut memberikan klarifikasi dalam kesempatan yang sama.
    “Dengan ini kami menyampaikan bahwa Abdul Azis ada di sebelah saya. Kiranya teman-teman pahami bahwa OTT itu adalah kejadian di mana pada satu tempat terjadi tindak pidana,” kata Sahroni.
    Sahroni juga menyayangkan pernyataan pimpinan KPK yang menyebut salah satu kader Partai NasDem ditangkap, tanpa informasi yang akurat.
    “Abdul Azis ada di sebelah saya dan sedang mengikuti Rakernas Partai NasDem di Makassar,” tegasnya. 
    Namun hanya beberapa jam setelah konferensi pers itu, Abdul Azis benar-benar ditangkap KPK. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, Abdul Azis ditangkap setelah mengikuti Rakernas Partai Nasdem di Makassar pada Kamis malam.  
    “Setelah selesai Rakernas (Abdul Azis ditangkap),” kata Fitroh pada Jumat (8/8/2025).
     
    Abdul Azis langsung dibawa ke Gedung Merah Putih di Jakarta pada hari yang sama.
    Pantauan Kompas.com, Abdul Azis tiba di Gedung KPK pukul 16.30 WIB. Dia terlihat mengenakan jaket cokelat, topi putih, dan masker.
    Abdul Azis berjalan ke dalam gedung KPK sambil membawa koper hitam tanpa menggunakan rompi tahanan dan tangan yang tidak diborgol.
    Kepada wartawan, Abdul Azis sempat membantah dirinya terkena OTT. 
    “Enggak,” kata dia. 
    Pada Sabtu (9/8/2025) dini hari, Abdul Azis ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur.
    Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya usai serangkaian OTT di Sulawesi Tenggara (Sultra), Jakarta, dan Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Kamis (7/8/2025).
    Di antaranya, Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD; Ageng Dermanto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur; Deddy Karnady selaku pihak swasta PT PCP; dan Arif Rahman selaku pihak swasta PT PCP.
    “Menetapkan lima orang tersangka sebagai berikut: ABZ (Bupati Kolaka Timur Abdul Azis), ALH (Andi Lukman Hakim), AGD (Ageng Dermanto), DK (Deddy Karnady), AR (Arif Rahman),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Sabtu.
     
    Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto selaku tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sementara itu, para tersangka pemberi suap, yakni Deddy Karnady dan Arif Rahman, dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Abdul Azis diduga meminta komitmen fee sebesar 8 persen dari proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur.
    “Saudara ABZ dengan saudara AGD mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp9 miliar lah,” kata Asep.
    ABZ yang disebut Asep adaalah Abdul Azis selaku Bupati Kolaka Timur. Adapun AGD adalah Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur.
    Ada pula nama inisial DK yakni Deddy Karnady selaku pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra.
     
    “Saudara DK juga menyampaikan permintaan dari Saudara AGD kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen,” kata Asep.
    Kasus ini berkaitan dengan pemenangan satu perusahaan swasta dalam lelang pengerjaan pembangunan RSUD Kolaka Timur.
    Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa pada Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Kolaka Timur (Koltim) dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur.
    Ageng Darmanto selaku PPK proyek RSUD Kolaka Timur memberi sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes di proyek ini.
    Bupati Koltim ke Jakarta diduga untuk mengkondisikan agar PT Pilar Cerdas Putra atau PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim itu.
    Pemenang lelang itu sudah diumumkan di situs web LPSE Koltim. Nilai proyek RSUD Koltim ini adalah Rp126,3 miliar.
    Ageng Darmanto selaku PPK memberi uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor pada April 2025.
    Pada Mei hingga Juni 2025, Deddy Karnady dari PT PCP menarik uang Rp2,09 miliar. Sebanyak Rp500 juta dari 2,09 miliar itu diserahkan ke Ageng Dermanto di lokasi proyek RSUD Koltim.
    “Selain itu, Saudara DK (Deddy Karnady) juga menyampaikan permintaan dari Saudara AGD (Ageng Dermanto) kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8%,” kata Asep Guntur Rahayu.
    “Saudara ABZ dengan saudara AGD mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp9 miliar lah,” kata Asep.
    Deddy Karnady dari PT PCP kemudian melakukan penarikan cek Rp 1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan ke Ageng Dermanto.
    Ageng Dermanto kemudian menyerahkan uang itu kepada Yasin selaku staf Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
    “Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Saudara ABZ (Abdul Azis) yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Saudara ABZ,” kata Asep.
    Deddy Karnady juga menarik Rp200 juta, diserahkan kepada Ageng Dermanto. PT PCP juga menarik cek sebesar Rp3,3 miliar.
    “Tim KPK kemudian menangkap Saudara AGD (Ageng Dermanto) dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” papar Asep.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Pamerkan Rp200 Juta dari OTT Korupsi RSUD Kolaka Timur yang Jerat Bupati
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    KPK Pamerkan Rp200 Juta dari OTT Korupsi RSUD Kolaka Timur yang Jerat Bupati Nasional 9 Agustus 2025

    KPK Pamerkan Rp200 Juta dari OTT Korupsi RSUD Kolaka Timur yang Jerat Bupati
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – KPK memamerkan barang bukti berupa uang Rp200 juta dari operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, yang menjerat Bupati Abdul Azis.
    “Kita akan menampilkan barang bukti dalam kegiatan tangkap tangan ini,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    Terlihat dua petugas KPK berompi bermasker dan bertopi masuk ke ruangan jumpa pers. Mereka membawa satu kotak kardus
    Kardus warna cokelat itu dibuka, di dalamnya terhadap kantong plastik hitam besar. Isinya adalah uang.
    Uang itu terdiri dari tiga gepok besar. Dua gepok berwarna biru, satu gepok berwarna merah.
    Ada pula satu unit ponsel yang ditunjukkan petugas KPK yang mengenakan kaus tangan putih dan rompi seragam ini.
    “Tim KPK kemudian menangkap Saudara AGD (Ageng Dermanto) dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya.
    Korupsi terkait pembangunan RSUD Kolaka Timur ini merupakan dugaan suap untuk memenangkan satu perusahaan swasta dalam lelang penggarapan proyek ini.
    Perusahaan swasta itu adalah PT Pilar Cerdas Putra (PCP).
    Nilai proyek RSUD Koltim ini adalah Rp126,3 miliar.
    Bupati Kolaka Timur Abdul Aziz diduga meminta komitmen fee sebesar 8 persen dari proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur.
    “Saudara ABZ (Abdul Azis) dengan saudara AGD (Ageng Dermanto) mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp9 miliar lah,” kata Asep Guntur Rahayu.
    Ada lima tersangka dari kasus ini, berikut adalah daftarnya:
    1. Abdul Azis (ABZ) selaku Bupati Kolaka Timur atau Kotim

    2. Andi Lukman Hakim (ALH), selaku Person In Charge (PIC) atau penanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk Pembangunan RSUD

    3. Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim

    4. Deddy Karnady (DK) selaku pihak swasta PT Pilar Cerdas Putra (PCP)

    5. Arif Rahman (AR) selaku pihak swasta Kerja Sama Operasi (KSO) PT PCP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Korupsi Proyek RSUD, Bupati Kolaka Timur Diduga Minta Fee Rp9 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Kasus Korupsi Proyek RSUD, Bupati Kolaka Timur Diduga Minta Fee Rp9 Miliar Nasional 9 Agustus 2025

    Kasus Korupsi Proyek RSUD, Bupati Kolaka Timur Diduga Minta Fee Rp9 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bupati Kolaka Timur Abdul Azis diduga meminta komitmen fee sebesar 8 persen dari proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur.
    “Saudara ABZ dengan saudara AGD mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp9 miliar lah,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    ABZ yang disebut Asep adaalah Abdul Azis selaku Bupati Kolaka Timur.
    Adapun AGD adalah Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur.
    Ada pula nama inisial DK yakni Deddy Karnady selaku pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra.
    “Saudara DK juga menyampaikan permintaan dari Saudara AGD kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep. 
    Di kasus korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur, KPK menetapkan lima orang tersangka, Abdul Aziz, Deddy Karnady, dan Ageng Dermanto adalah adalah tiga di antaranya.
    Dua tersangka lainnya adalah Andi Lukman Hakim selaku PIC atau Person In Charge alais penanggung jawab proyek Kemenkes untuk pembangunan RSUD, dan Arif Rahman selaku pihak swasta yakni Kerja Sama Operasi (KSO) PT Pilar Cerdas Putra.
    Kasus ini berkaitan dengan pemenangan satu perusahaan swasta dalam lelang pengerjaan pembangunan RSUD Kolaka Timur.
    Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa pada Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Kolaka Timur (Koltim) dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur.
    Ageng Darmanto selaku PPK proyek RSUD Kolaka Timur memberi sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes di proyek ini.
    Bupati Koltim ke Jakarta diduga untuk mengkondisikan agar PT Pilar Cerdas Putra atau PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim itu. Pemenang lelang itu sudah diumumkan di situs web LPSE Koltim.
    Nilai proyek RSUD Koltim ini adalah Rp126,3 miliar.
    Ageng Darmanto selaku PPK memberi uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakimm di Bogor pada April 2025.
    Pada Mei hingga Juni 2025, Deddy Karnady dari PT PCP menarik uang Rp2,09 miliar. Sebanyak Rp500 juta dari 2,09 miliar itu diserahkan ke Ageng Dermanto di lokasi proyek RSUD Koltim.
    “Selain itu, Saudara DK (Deddy Karnady) juga menyampaikan permintaan dari Saudara AGD (Ageng Dermanto) kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8%,” kata Asep Guntur Rahayu.
    “Saudara ABZ dengan saudara AGD mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp9 miliar lah,” kata Asep.
    Deddy Karnady dari PT PCP kemudian melakukan penarikan cek Rp 1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan ke Ageng Dermanto.
    Ageng Dermanto kemudian menyerahkan uang itu kepada Yasin selaku staf Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
    “Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui oleh Saudara ABZ (Abdul Azis) yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Saudara ABZ,” kata Asep.
    Deddy Karnady juga menarik Rp200 juta, diserahkan kepada Ageng Dermanto. PT PCP juga menarik cek sebesar Rp3,3 miliar.
    “Tim KPK kemudian menangkap Saudara AGD (Ageng Dermanto) dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” papar Asep.
    Bupati Abdul Azis, bersama-sama dengan Ageng Dermanto dan Andi Lukman Hakim disebut KPK menerima suap.
    “Ini dari Bupati Koltim, dari Kemenkes, dan PPK itu sebagai pihak penerima sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Asep.
    Pihak pemberi suap adalah Deddy Karnady dan Arif Rahman selaku pihak swasta dari PT PCP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan Nasional 9 Agustus 2025

    KPK Nyatakan Kasus Kuota Haji Naik ke Tahap Penyidikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – KPK menyatakan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    KPK menaikkan level pengusutan kasus ini dari penyelidikan ke penyidkan karena KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai rasuah.
    “KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama Tahun 2023 2024, sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” kata Asep.
    Maka, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji tersebut.
    Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 plus 1 KUHP.
    Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
    Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah diperiksa KPK, Kamis (7/8/2025) kemarin.
    “Alhamdulillah, saya berterima kasih, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut usai diperiksa KPK saat itu.

    Asep Guntur Rahayu kemudian menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Yaqut menandai penyelesaian babak penyelidikan.
    Sementara itu, KPK pada tanggal 10 September 2024 silam mengungkapkan siap untuk mengusut dugaan gratifikasi terkait pengisian kuota haji khusus pada pelaksanaan Haji 2024.
    KPK menyatakan langkah tersebut penting agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dapat menghadirkan keadilan dalam pelaksanaan layanan ibadah haji tanpa korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3 Orang Jadi Tersangka Beras Oplosan, Wamentan: Starting Point yang Bagus
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    3 Orang Jadi Tersangka Beras Oplosan, Wamentan: Starting Point yang Bagus Nasional 9 Agustus 2025

    3 Orang Jadi Tersangka Beras Oplosan, Wamentan: Starting Point yang Bagus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) RI, Sudaryono, menanggapi penetapan direktur utama perusahaan besar yang dijadikan tersangka atas kasus beras oplosan.
    Sudaryono mengatakan, penetapan dua di antara tiga tersangka yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Food Station (FS) dan Direktur Operasional PT FS, merupakan titik awal untuk memperbaiki perusahaan.
    “Ya tentu saya ini semoga bisa menjadi
    starting point
    (permulaan) yang bagus di-
    research
    lagi, dimulai lagi dari yang baik,” ucap Sudaryono saat ditemui di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (8/8/2025) malam.
    Sudaryono mengakui bahwa kasus beras oplosan ini sangat merugikan rakyat.
    Terlebih lagi, konsumsi beras di Indonesia juga sangat tinggi.
    Karena itu, ia meminta setiap badan usaha untuk menyudahi praktik-praktik kecurangan yang membuat masyarakat merugi.
    “Harus kita sudahi lah praktik-praktik di mana volumenya kurang, mutunya keliru, harganya mahal, tentu saja yang dirugikan masyarakat, kita ini kan konsumsi berasnya besar,” tuturnya.
    Sudaryono yakin, di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tata kelola pangan akan dibenahi agar tak lagi merugikan rakyat.
    “Tentu ini di era sekarang ditata semua dengan baik, insyaallah semua akan jadi baik,” ucapnya.
     
    Sebelumnya, Satgas Pangan Polri menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan, Jumat (1/8/2025).
    Mereka yang dijadikan tersangka ini adalah KG selaku Direktur Utama PT Food Station;
    RL selaku Direktur Operasional PT FS, dan RP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS.
    Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik menemukan sejumlah barang bukti yang menyebutkan ketiganya dengan sengaja menurunkan kualitas mutu beras meski kemasan masih menyebutkan kualitas premium.
    Bareskrim Polri memastikan akan terus melakukan uji sampel terhadap beras-beras yang diproduksi dan didistribusikan ke masyarakat.
    “Untuk pengawasan dari Satgas Pangan, kita melihat hasil yang diproduksi, terdistribusi ke lapangan, kita akan uji sampel,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, usai menggelar rekonstruksi di pabrik beras PT Padi Indonesia Maju (PIM), Serang, Banten, Rabu (6/8/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Surya Paloh Yakin Prabowo Ingin Terjadi Perubahan Lebih Hebat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Surya Paloh Yakin Prabowo Ingin Terjadi Perubahan Lebih Hebat Nasional 9 Agustus 2025

    Surya Paloh Yakin Prabowo Ingin Terjadi Perubahan Lebih Hebat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.COM
    – Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh meyakini Prabowo Subianto menginginkan perubahan yang lebih hebat demi perbaikan negara ini.
    “Presiden Prabowo saya yakini sungguh-sungguh dengan seluruh tekad dan semangat yang ada pada dirinya menginginkan agar bisa terjadi perubahan yang lebih hebat untuk kemajuan kita berbangsa dan bernegara,” kata Surya Paloh di pidato Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Partai NasDem di Makassar, Sulawesi Selatan, disiarkan kanal YouTube NasDem, Jumat (8/8/2025).
    Surya Paloh bicara soal kemajuan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan optimisme bernegara.
    NasDem, kata Paloh, bakal mendukung pemerintahan Prabowo dengan sikap kemandirian yang dimiliki partai.
    “Nah di sinilah posisi kita, posisi institusi partai politik yang tetap berpendirian dalam kemandirian dan semangat persahabatan dalam suka maupun duka. Itulah NasDem,” ujar Paloh.
    Sikap kemandirian atau independensi partai terwujud dari kejujuran dalam menyampaikan pandangan sesuai fakta. Apabila pemerintah berjalan dengan baik, NasDem akan tidak segan-segan menyebut pemerintah baik.
    “Kalau yang tidak pas, jangan juga segan-segan menyatakan, menurut NasDem kurang pas itu. Perlu kita perbaiki bersama,” ujarnya.
    Maka dari itu, kata Paloh, Rakernas NasDem ini mengambil tema “Kemandirian Berpikir Demi Kemajuan Bangsa”.
     
    Dalam Rakernas ini, Surya Paloh menegaskan dukungan partainya untuk pemerintahan Prabowo.
    “Hadirin yang saya muliakan, sejak awal pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo yang sudah berjalan 10 bulan, kita mengatakan Partai NasDem adalah partai pendukung yang ikut dalma koalisi pemerintahan Prabowo,” kata Surya Paloh di mimbar Rakernas.
    NasDem adalah parpol yang tidak punya wakil kader di kabinet Prabowo Subianto saat ini.
    Dukungan NasDem untuk pemerintahan Prabowo sebelumnya sudah pernah disampaikan oleh Surya Paloh.
    Dukungan ini disampaikan Paloh saat dia menemui Prabowo di rumahnya di Jakarta Selatan, 25 April 2025 silam. Saat itu, Prabowo belum dilantik menjadi Presiden ke-8 RI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan Komisi X Kritisi Sri Mulyani soal Anggaran Pendidikan Tak Terserap
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Pimpinan Komisi X Kritisi Sri Mulyani soal Anggaran Pendidikan Tak Terserap Nasional 8 Agustus 2025

    Pimpinan Komisi X Kritisi Sri Mulyani soal Anggaran Pendidikan Tak Terserap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menanggapi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bicara bahwa dana pendidikan yang tidak terserap akan dialihkan ke dana abadi pendidikan, Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani meminta pemerintah memperbaiki distribusi dan efisiensi belanja pendidikan.
    “Kami menyoroti bahwa ini bukan satu-satunya solusi ideal. Masalah utamanya adalah penyerapan anggaran yang tidak optimal di tingkat sekolah dan daerah, bukan kurangnya dana. Oleh karena itu, pemerintah maupun pemerintah daerah harus memperbaiki distribusi dan efisiensi belanja pendidikan hingga ke seluruh pelosok negeri,” ujar Lalu dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
    Lalu memaparkan, meski anggaran pendidikan terus meningkat secara nominal, Komisi X DPR memandang bahwa tantangan terbesar saat ini bukan hanya sekadar jumlah, tetapi pada efektivitas dan kualitas pemanfaatannya.
    “Harus ada evaluasi agar anggaran pendidikan tidak terjebak pada belanja rutin birokratis, melainkan diarahkan untuk memperkuat pelayanan pendidikan di daerah, meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan, memperluas akses di wilayah 3T dan marginal, serta menjawab tantangan zaman melalui inovasi pendidikan dan digitalisasi pembelajaran,” tuturnya.
    Kemudian, Lalu menyebut, Komisi X DPR perlu mendesak kementerian/lembaga pengguna anggaran pendidikan untuk memperjelas laporan realisasi anggaran dan mengatasi penyebab rendahnya penyerapan.
    Misalnya, seperti pemborosan dana untuk penggantian fasilitas sekolah yang masih layak.
    Selain itu, ketimpangan distribusi terutama di daerah 3T dan daerah marginal, serta penggunaan anggaran untuk kepentingan non-pendidikan, seperti pendidikan kedinasan yang seharusnya dibiayai oleh instansi terkait.
    Kendati begitu, Lalu tetap mengapresiasi pernyataan Sri Mulyani yang menegaskan bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN tidak akan disia-siakan.
    Dia menilai, komitmen ini merupakan hal yang positif dan sejalan dengan semangat konstitusi, khususnya Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, yang mewajibkan negara untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
    “Komisi X DPR RI tetap berpegang pada prinsip bahwa anggaran pendidikan harus dihitung dari belanja negara, bukan pendapatan negara, karena pergeseran patokan ke pendapatan berpotensi mengurangi nominal alokasi anggaran pendidikan dalam APBN maupun APBD,” jelas Lalu.
    Di samping itu, Lalu menegaskan bahwa anggaran 20 persen untuk pendidikan bukan hanya sekadar angka, melainkan bentuk nyata komitmen negara dalam membangun kualitas sumber daya manusia yang unggul, kompetitif, dan berdaya saing global.
    “Pernyataan Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani tetap harus dimaknai sebagai dorongan untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan. Jangan sampai anggaran besar justru tidak berdampak pada capaian mutu yang kita harapkan,” katanya.
    “Oleh karena itu, setiap rupiah anggaran pendidikan harus digunakan untuk menciptakan generasi Indonesia yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan,” imbuh Lalu.
     
    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan kisah di balik pembentukan dana abadi pendidikan yang digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya.
    Sri Mulyani mengungkapkan, dana abadi pendidikan dibentuk dengan dana sebesar Rp 1 triliun pada 2010 dan terus dipupuk hingga kini mencapai Rp 154,1 triliun.
    Bahkan tahun depan, dana abadi pendidikan akan bertambah menjadi Rp 175 triliun.
    “Saya termasuk yang memulai melahirkan dana pendidikan abadi ini tahun 2009 dengan Rp 1 triliun,” ujarnya saat acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia tahun 2025, Rabu (7/8/2025).
    Sri Mulyani, yang saat itu menjadi Menteri Keuangan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bertekad untuk memastikan anggaran pendidikan yang porsinya 20 persen dari APBN dapat dimanfaatkan secara maksimal.
    Sebab, anggaran pendidikan ini, jika tidak dibelanjakan sampai habis, akan menjadi dana abadi.
    Sementara saat itu banyak sekolah-sekolah yang tidak mampu memaksimalkan anggaran pendidikan dengan baik.
    “Dia pakai beli kursi padahal kursinya masih bagus, mengecat sekolah, ganti pagar padahal karena dia tidak tahu bagaimana menghabiskan dana pendidikan,” ungkapnya.
    “Maka motif pertama dulu adalah making sure bahwa dana pendidikan tidak goes wasted, dibuatlah wadah yang disebut dana abadi,” tambahnya.
    Selain itu, pembentukan dana abadi pendidikan juga didasari oleh rasa malu Sri Mulyani karena banyak warga Indonesia yang tidak mampu bersekolah di universitas-universitas terbaik di dunia.
    “Sesama Menteri Keuangan waktu itu, saya even di lingkungan ASEAN, Malaysia, Singapura. Mereka selalu bilang, ‘oh I have my staff udah belajar di Harvard, Columbia, Stanford, London School of Economics’. Saya bilang anak buah saya tidak ada yang lulusan di situ,” ucapnya.
    Sementara untuk bisa bersaing di dunia internasional, dibutuhkan talenta-talenta yang pendidikannya setara dengan negara lain.
    Untuk itulah, dia membentuk dana abadi pendidikan agar sebagian anggaran pendidikan dalam APBN dialokasikan sebagai Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) kepada Badan Layanan Umum (BLU) atau dalam hal ini Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk dikelola.
    Kemudian hasil kelolaannya digunakan untuk membiayai pendidikan beasiswa dan riset.
    Alhasil, saat ini sudah ada 3.363 orang penerima manfaat LPDP yang menempuh pendidikan di 7 universitas terbaik dunia seperti Universitas Cambridge, Institut Teknologi Massachusetts, hingga Universitas Harvard.
    “Suddenly we realize kita harus catching up. Sehingga muncullah keinginan untuk bisa mengirim orang Indonesia. Saya yakin mereka itu mampu masuk university yang top, bagus di dunia, namun selama ini tidak mampu karena tidak ada biaya,” kata Sri Mulyani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Agar LMKN Lebih Kuat Urus Royalti, Kemenkum Tambah Unsur Pemerintah dan Pakar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Agar LMKN Lebih Kuat Urus Royalti, Kemenkum Tambah Unsur Pemerintah dan Pakar Nasional 8 Agustus 2025

    Agar LMKN Lebih Kuat Urus Royalti, Kemenkum Tambah Unsur Pemerintah dan Pakar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Hukum (Kemenkum) menambah unsur pemerintah dan pakar sebagai anggota komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025-2028 untuk memperkuat pengawasan dan pengelolaan royalti.
    “Ini untuk menunjukkan bahwa negara hadir, maka unsur pemerintah itu adalah dua orang (ditambahkan ke dalam LMKN),” kata Dirjen Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkum, Razilu, konferensi pers di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
    Razilu mengatakan bahwa selama ini LMKN hanya diisi oleh perwakilan pencipta dan pemilik hak terkait yang dipilih oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
    Kini, kata Razilu, unsur pemerintah dan pakar akan ikut menjadi komisioner LMKN, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025.
    “Yang kedua, di periode sebelumnya itu tidak ada pakar ataupun ahli di bidang hak cipta. Nah sekarang di Permen baru ini, secara tegas ada wakil dari pakar atau ahli di bidang hak cipta,” ujar Razilu.
    Razilu menambahkan bahwa penambahan unsur ini juga bertujuan memastikan LMKN bekerja secara profesional dan akuntabel, sehingga tata kelola royalti lebih transparan dan terawasi.
    “Kementerian Hukum akan terus memberikan dukungan dan melakukan pengawasan agar LMKN dapat berfungsi secara optimal,” kata Razilu.
    Selain itu, Permenkum Nomor 27 Tahun 2025 juga mengatur perubahan penting lainnya. Salah satunya adalah penambahan perwakilan LMK dari daerah.
    Permenkum itu mengatur pula pengurangan persentase dana operasional LMKN, penambahan kategori layanan publik yang dikenai royalti, serta pengaturan pemungutan royalti di ranah digital.
    “Harapannya dengan lima hal baru ini, maka apa yang kita harapkan, kesejahteraan para pencipta, pemegang hak cipta, dan hal terkait, itu bisa kita wujudkan secara baik,” pungkas Razilu.
    Berikut adalah 10 komisioner baru LMKN periode 2025-2028:
    1. Andi Muhanan Tambolututu
    2. M. Noor Korompot
    3. Dedy Kurniadi
    4. Makki Omar
    5. Aji M. Mirza Ferdinand
    1. Wiliam
    2. Ahmad Ali Fahmi
    3. Suyud Margono
    4. Jusak Irwan Setiono
    5. Marcell Siahaan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LMKN Baru Tegaskan Suara Alam dan Kicau Burung Tetap Kena Royalti
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    LMKN Baru Tegaskan Suara Alam dan Kicau Burung Tetap Kena Royalti Nasional 8 Agustus 2025

    LMKN Baru Tegaskan Suara Alam dan Kicau Burung Tetap Kena Royalti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025-2028 menegaskan bahwa setiap suara alam, misalnya kicau burung yang diputar di kafe atau restoran, tetap dikenai royalti.
    “Sepanjang suara burung itu juga ada produsernya, maka karya rekaman suara berupa suara burung juga akan dikenakan royalti, karena ada pemegang hak terkait karya rekaman suara,” ujar Komisioner LMKN Dedy Kurniadi dalam konferensi pers di Kantor Kemenkum, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
    Dedy Kurniadi menjelaskan bahwa royalti akan tetap berlaku jika suara tersebut merupakan rekaman yang memiliki produser atau pemegang hak cipta.
    Meski begitu, Dedy menyadari bahwa reaksi yang muncul terlalu berlebihan ketika persoalan royalti ini disuarakan.
    Padahal, rekaman suara apa pun tetap mengandung hak terkait untuk pencipta, yang selama ini memang dilindungi undang-undang.
    “Tapi saya kira ini reaksi yang agak berlebihan, dan mungkin akan bisa kita luruskan lagi. Karena siapa masyarakat Indonesia yang tidak suka penciptanya juga sejahtera? Itu yang menjadi kunci,” kata Dedy.
    Dalam kesempatan yang sama, LMKN periode 2025-2028 juga berjanji akan melaporkan keuangan royalti secara periodik sebagai bentuk transparansi.
    “Akan kita upayakan setiap periode keuangan akan dilaporkan secara terbuka dan transparan. Karena batasan penggunaan dan operasional juga sudah diumumkan, sudah diatur secara tegas di Permenkum,” pungkasnya.
    Pada Senin (4/7/2025) lalu, Ketua LMKN sebelumnya yakni Dharma Oratmangun menjelaskan pelaku usaha perlu memahami bahwa rekaman suara alam atau burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produser rekaman yang merekam suara tersebut.
    “Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi Kompas.com via telepon, Senin (4/7/2025).
    “Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma.
    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum resmi melantik 10 komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) periode 2025–2028 pada Jumat (8/8/2025).
    Mereka terdiri dari lima perwakilan pencipta dan lima perwakilan pemilik hak terkait.
    Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu mengatakan pelantikan ini dilakukan karena masa jabatan komisioner LMKN periode 2022–2025 telah berakhir, bahkan sudah diperpanjang hingga Agustus ini.
    Dalam pidatonya, dia menegaskan bahwa pengangkatan ini bukan sekadar pergantian personel, tetapi pergantian tongkat estafet kepemimpinan yang krusial bagi ekosistem hak cipta di Indonesia.
    “Momen ini bukan sekadar pelantikan dan penggantian personel, melainkan sebuah tongkat estafet kepemimpinan yang krusial bagi ekosistem intelektual di Indonesia, khususnya di bidang hak cipta dan hak terkait,” ujar Razilu di Kantor Kemenkum, Jumat.
    Adapun komisioner LMKN periode 2025–2028 terdiri dari:
    1. Andi Muhanan Tambolututu
    2. M. Noor Korompot
    3. Dedy Kurniadi
    4. Makki Omar
    5. Aji M. Mirza Ferdinand
    1. Wiliam
    2. Ahmad Ali Fahmi
    3. Suyud Margono
    4. Jusak Irwan Setiono
    5. Marcell Siahaan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.