Tuntutan Rakyat 17+8, AHY Ngaku Sudah Baca Satu Per Satu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku sudah membaca soal 17+8 atau 17 tuntutan rakyat.
“Kita ikuti semua, saya sudah baca satu per satu 17+8 yang menjadi aspirasi dari berbagai kalangan, terutama mereka yang turun ke jalan kemarin,” kata AHY, di Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Selaku Ketua Umum Partai Demokrat, AHY mengaku sangat terbuka untuk berdialog.
Menurut AHY, lewat dialog maka akan ada solusi bersama.
“Ada sejumlah isu yang dianggap
urgent
, tentunya saya menyikapinya dengan terbuka. Tentu dalam kapasitas saya juga sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, saya mengatakan kalau ada yang memang segera perlu kita duduk bersama, mendengarkan,” ucap dia.
AHY juga mengapresiasi langkah DPR RI yang sudah membuka dialog dengan mahasiswa.
“Juga tentunya pemerintah, kami sendiri ingin lebih mendengar apa yang diharapkan oleh masyarakat, ataukan mahasiswa, buruh, dan berbagai kalangan lainnya terhadap berbagai isu, apakah itu ekonomi, apakah itu masalah hukum, keadilan, dan lain sebagainya,” ucap dia.
Diketahui, 17+8 tuntutan rakyat ini merupakan rangkuman atas berbagai tuntutan dan desakan yang beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Adapun “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati” itu diberi tenggat waktu hingga 5 September 2025.
Sementara, 8 agenda reformasi ditargetkan rampung pada 2026.
Tujuh belas poin tuntutan yang didesak hingga 5 September 2025 dibagi ke beberapa segmen dengan tujuan masing-masing lembaga dan institusi negara, yakni Presiden RI, DPR, Ketua Umum Partai Politik, Polri, TNI, dan Kementerian Sektor Ekonomi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/09/04/68b970b310ddb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tuntutan Rakyat 17+8, AHY Ngaku Sudah Baca Satu Per Satu Nasional 4 September 2025
-
/data/photo/2025/09/04/68b96975dace9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perjalanan Kasus Korupsi Laptop Chromebook: Nadiem hingga Dirjen Jadi Tersangka Nasional 4 September 2025
Perjalanan Kasus Korupsi Laptop Chromebook: Nadiem hingga Dirjen Jadi Tersangka
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.COM
– Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, kini menjadi tersangka terbaru di kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Ini perjalanan kasus korupsi laptop Chromebook.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan ada kajian dari Kemendikbud tahun 2019 yang menunjukkan bahwa laptop Chromebook tidak efektif digunakan di Indonesia yang akses internetnya belum merata di semua daerah.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Dirdik Jampidsus Kejagung), Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan pada Februari 2020, Nadiem melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia.
“Dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google yaitu dalam program Google for Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan oleh Kementerian, terutama kepada peserta didik,” kata Nurcahyo dalam konferensi pers di Kejagung RI, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
Pertemuan digelar beberapa kali antara pihak Nadiem dan pihak Google. Kesepakatan dicapai yakni pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi atau TIK.
6 Mei 2020, Nadiem mengadakan rapat tertutup via Zoom Meeting dengan Direktur Jenderael Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen) saat itu yang berinisial H, Kepala Badan Litbang Kemendikbud berinisial T, Staf Khusus Nadiem yakni Jurist Tan (JT) dan Fiona Handayani (FH).
Peserta rapat diperintahkan Nadiem menggunakan alat bantu earphone dengan microphone alias handset.
“Membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM (Nadiem). Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai,” kata Nurcahyo.
Awal 2020, Nadiem menjawab surat Google untuk ikut berpartisipasi dalam pengadaan alat TIK Kemendikbud. Padahal, surat itu tidak dijawab oleh menteri pendahulu Nadiem yakni Muhadjir Effendy lantaran uji coba tahun 2019 telah gagal dan tidak bisa dipakai oleh daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T).
Selanjutnya, Direktur Sekolah Dasar (SD) yakni Sri Wahyuni dan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) yakni Mulyatsyah membuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang mengunci Chrome OS untuk masuk dalam pengadaan kementerian. Tim teknis membuat kajian teknis dengan menyebut Chrome OS.
Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 yang mengunci spesifikasi Chrome OS.
Nadiem melanggar ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Ketentuan yang dilanggar:
1. Perpres Nomor 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik Tahun 2021
2. Perpres Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana diubah dalam Perepres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
3. Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 sebagaimana diubah Peraturan LKPP Nomor 11 tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kerugian Keuangan negara diperkirakan senilai kurang lebih satu triliun sembilan ratus delapan puluh miliar (Rp1,980 triliun) yang saat ini masih dalam penghitungan keuangan negara oleh BPKP,” kata Nurcahyo.
Nadiem disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Nadiem ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri, Jakarta Selatan, dalam 20 hari ke depan.
Sebelumnya, Kejagung mengatakan total nilai anggaran pengadaan laptop Chromebook tahun 2019-2023 adalah Rp9,9 triliun, terdiri dari dana di satuan pendidikan senilai Rp3,582 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,399 triliun.
Kejagung mulai menyidik pengadaan laptop Chromebook ini bulan kelima, lewat diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 Tanggal 20 Mei 2025.
Saat itu, penyidik Kejagung menduga ada persekongkolan atau pemufakatan jahat di antara pelaku untuk membuat kajian dan memfasilitasi pengadan Chromebook untuk anak-anak sekolah.
Aparat Kejagung kemudian menggeledah sejumlah tempat, yakni apartemen pejabat Kemendikbudristek, dan mengamankan sejumlah barang bukti.
Unit apartemen mantan Stafsus Nadiem yakni Jurist Tan dan Fiona Handayani digeledah pada 21 Mei 2025.
Rumah mantan konsultan individu Kemendikbudristek, Ibrahim Arief, di Cilandak Jakarta Selatan digeledah pada 23 Mei.
Saksi-saksi juga diperiksa demi mendalami pengadaan seribu laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 ini.
Kejagung menetapkan para pejabat dan stafsus Nadiem menjadi tersangka. Ada yang dulu menjabat sebagai Dirjen era Nadiem. Berikut daftarnya:
– Stafsus Nadiem, Jurist Tan
– Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek, Ibrahim Arief
– Dirjen PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah
– Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih
Mulyatsyah selaku Dirjen PAUD Dikdasmen saat itu disebut Kejagung mengeklik pengadaan TIK tahun 2020 untuk satu penyedia yakni PT Bhinneka Mentari Dimensi. Mulyatsyah juga membuat petunjuk tenis yang mengarahkan pada penggunaan Chrome OS untuk Tahun Anggaran 2021-2022, sebagai tindak lanjut perintah Nadiem.
Keberadaan Stafsus Nadiem, Jurist Tan, masih belum diketahui. Dia menjadi buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Padahal, Jurist Tan sudah berkali-kali dipanggil Kejagung pada 18,21, dan 25 Juli 2025 namun mangkir terus.
Pihak Kejagung mengajukan red notice atas Jurist Tan ke Kepolisian Internasional atau Interpol.
Kata Kejagung, Jurist Tan dulu mewakili Nadiem menemui pihak-pihak untuk membahas pengadaan Chromebook. Tahun 2020, Jurist Tan dan Ibrahim bertemu perwakilan Google untuk menindaklanjuti hasil pembahasan Chromebook bersama Nadiem.
Hasil pembicaraan itu menghasilkan co-investmen sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek.
Kejagung menetapkan Nadiem sebagai tersangka pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019-2022. Nadiem ditahan.
“Untuk kepentingan penyitikan, tersangka NAM akan dilakukan penahanan di Rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini tanggal 4 September 2025 bertempat di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Dirdik Jampidsus, Nurcahyo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/14/68748386e8614.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Nadiem Makarim Tersangka, Korupsi Laptop Chromebook Diduga Rugikan Negara Rp 1,98 T Nasional 4 September 2025
Nadiem Makarim Tersangka, Korupsi Laptop Chromebook Diduga Rugikan Negara Rp 1,98 T
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome alias Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Hal ini disampaikan Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, saat menjelaskan kasus yang menjerat eks Mendikbudristek, Nadiem Anwan Makarim (NAM), menjadi tersangka baru dalam perkara tersebut.
“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK diperkirakan senilai kurang lebih Rp 1,98 triliun yang saat ini masih dalam perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” kata Nurcahyo dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Kamis (4/9/2025).
Kejagung menetapkan Nadiem sebagai tersangka setelah memeriksa 120 orang saksi dan 4 orang ahli.
“Dari hasil pendalaman, keterangan saksi-saksi, dan juga alat bukti yang ada, pada sore dan hasil dari ekspose telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, Kamis.
Nadiem disangka melanggar Pasal 2 (Ayat) 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah lebih dulu menetapkan empat orang tersangka.
Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan; eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Kemudian, Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Mulyatsyahda; dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Para tersangka diduga telah bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/29/68b1117add933.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Fraksi di DPR Sepakat Hapus Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta per Bulan Nasional 4 September 2025
8 Fraksi di DPR Sepakat Hapus Tunjangan Perumahan Rp 50 Juta per Bulan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Delapan fraksi yang ada di DPR sepakat untuk menghapus tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan.
Kesepakatan tersebut diambil usai Ketua DPR Puan Maharani memimpin rapat bersama delapan pimpinan fraksi di parlemen.
“Semua Ketua Fraksi sepakat menghentikan tunjangan perumahan bagi anggota, dan melakukan moratorium kunjungan kerja bagi anggota dan komisi-komisi DPR,” ujar Puan dalam siaran persnya, Kamis (4/9/2025).
Rapat tersebut turut dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR Saan Mustofa, dan Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal.
Selain menghapus tunjangan perumahan DPR, Puan mengatakan bahwa rapat tersebut juga membahas tuntutan masyarakat terhadap lembaga yang dipimpinnya.
Puan memastikan bahwa DPR bakal berupaya melakukan reformasi kelembagaan agar bisa sesuai harapan masyarakat luas.
“Saya sendiri yang akan memimpin reformasi DPR,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
“Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun,” sambungnya.
Diketahui, tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan menjadi salah satu pemantik demonstrasi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Hal tersebut semakin diperparah dengan pernyataan sejumlah anggota DPR yang menilai angka tersebut wajar diterima para legislator.
Demo di berbagai daerah pun meningkat, berbagai kelompok masyarakat menuntut DPR untuk menghapus tunjangan jumbo tersebut.
Hingga pada akhirnya, Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan delapan ketua umum partai politik di di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Minggu (31/8/2025).
“Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” ujar Prabowo, Minggu (31/8/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/04/68b92e3303a9c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Pasangan Muda Tak Gengsi Ikut Nikah Massal, Bisa Dinikahkan Menteri di Masjid Istiqlal Nasional 4 September 2025
Cerita Pasangan Muda Tak Gengsi Ikut Nikah Massal, Bisa Dinikahkan Menteri di Masjid Istiqlal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kebahagiaan dirasakan pasangan muda, Tina (23) dan Aswanri (25) yang mengikuti nikah massal di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).
Tak gengsi ikut nikah massal yang disediakan oleh Kementerian Agama, Aswanri justru senang bisa mengikat janji suci dengan pujaan hatinya dan disaksikan oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.
“Enggak apa-apa nikah massal, orang langsung dinikahkan menteri ini,” kata Aswanri di Masjid Istiqlal, Kamis.
Ia berharap, program seperti ini akan ada seterusnya karena banyak masyarakat yang ingin menikah, tetapi terkendala biaya.
“Harapan kami ya kegiatan ini harus diteruskan, karena di luar sana masih banyak yang tidak mampu untuk biaya, kan ada yang mau menikah kendalanya biaya,” ucapnya.
Istri Aswanti, Tina mengaku tidak malu mengikuti nikah massal. Dia justru terbantu karena bisa menghemat pengeluaran.
“Dengan nikah massal merasa terbantu banget soalnya kalau pengeluaran pernikahan mahal. Jangan gengsi untuk nikah massal, ini juga kebaikan buat kita dibandingkan harus pacaran lama-lama,” ucap Tina di Masjid Istiqlal, Kamis.
Tina mengakui, awalnya ia hanya ingin menikah sederhana dengan pasangannya.
Namun, ia ditawari untuk ikut program ini.
“Waktu itu aku daftar mau nikah rencananya enggak ikut nikah massal, pas mau daftar ditawarin sama penghulunya suruh ikut nikah massal, karena rekomendasi dari pemerintah juga ya sudah coba ikut dan ternyata alhamdulillah rezekinya,” kata dia.
Tidak mempersiapkan apa pun, Tina berencana akan menggelar syukuran di rumah setelah resmi menikah dengan Aswanri.
“Merasa terbantu banget dengan nikah massal,” katanya dengan raut wajah bahagia.
Bantuan dari pemerintah ini juga dirasakan oleh Rabbanai (53) dari Muara Baru, Jakarta Utara, yang melangsungkan pernikahan dengan Teti (39).
Rabbanai dan Teti sebenarnya sudah menikah enam tahun lalu secara agama.
Bukan tanpa alasan Rabbanai dan Teti mengikuti program ini.
Keduanya mengikuti nikah massal untuk mendapatkan pengakuan dari negara sebagai sepasang suami istri.
Selama enam tahun, mereka belum memiliki Kartu Keluarga (KK) sehingga menyulitkan anaknya untuk membuat akta kelahiran.
“Saya ada enam tahun menikah, belum sah saja. Sudah punya anak, enggak punya surat nikah gitu enggak bisa bikin akta kelahiran susah, KK, KTP, makanya kami bikin surat nikah,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/02/68b6908d6ee77.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
TNI Tegaskan Penempatan Prajurit di Sejumlah Wilayah Tak Terkait Pam Swakarsa Nasional 4 September 2025
TNI Tegaskan Penempatan Prajurit di Sejumlah Wilayah Tak Terkait Pam Swakarsa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menegaskan, penempatan prajurit di sejumlah wilayah tidak berkaitan dengan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa).
TNI menempatkan prajurit-prajurit di sejumlah wilayah sebagai bagian untuk menjaga stabilitas nasional setelah aksi demonstrasi berujung ricuh pekan lalu.
“Perlu ditegaskan, langkah ini tidak berkaitan dengan Pam Swakarsa,” kata Freddy, kepada wartawan, Kamis (4/9/2025).
Ia mengatakan, keterlibatan TNI saat ini merupakan bagian dari operasi resmi pengamanan negara yang terstruktur.
Selain itu, lanjut Freddy, keterlibatan TNI dalam pengamanan juga memiliki payung hukum yang jelas.
“(Keterlibatan TNI) difokuskan pada pencegahan potensi ancaman dan gangguan terhadap stabilitas nasional,” ungkap dia.
Kapuspen menyampaikan bahwa TNI selalu melaksanakan tugas sesuai arahan Panglima TNI dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Polri.
“Kehadiran personel TNI di lapangan adalah bentuk kesiapsiagaan sekaligus langkah preventif untuk memastikan situasi tetap aman dan kondusif, sehingga masyarakat dapat beraktivitas dengan tenang,” tutur Freddy.
Diberitakan sebelumnya, istilah Pam Swakarsa kembali mencuat setelah beredarnya surat dari Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (GM FKPPI).
Surat itu berisi instruksi agar kader GM FKPPI di seluruh wilayah Indonesia segera melaksanakan Pam Swakarsa, menindaklanjuti arahan Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI.
Freddy membenarkan adanya surat instruksi GM FKPPI tersebut.
Namun, ia menegaskan tidak ada perintah resmi dari TNI untuk mengaktifkan Pam Swakarsa secara nasional.
Menurut Freddy, yang dilakukan TNI melalui Aster Panglima TNI hanyalah sebatas ajakan agar masyarakat ikut berperan menjaga keamanan lingkungan.
“Saya sampaikan bahwa imbauan/ajakan TNI untuk ikut serta dalam pengamanan lingkungan sekitar, itu benar. TNI melalui Aster Panglima TNI mengajak organisasi kemasyarakatan, termasuk GM FKPPI, untuk ambil bagian dalam Pam Swakarsa dan berperan aktif membantu pengamanan wilayah,” kata Freddy, Selasa (2/9/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/03/68b7b7920ecd5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kemensos Minta Tambah Anggaran Rp 12 Triliun untuk Bansos Adaptif hingga Makan Lansia Telantar Nasional 4 September 2025
Kemensos Minta Tambah Anggaran Rp 12 Triliun untuk Bansos Adaptif hingga Makan Lansia Telantar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kementerian Sosial (Kemensos) meminta tambahan anggaran Rp 12 triliun untuk tahun 2026 dari pagu indikatif sekitar Rp 84,44 triliun.
Jika penambahan anggaran disetujui, total pagu indikatif Kemensos untuk tahun depan mencapai hampir Rp 100 triliun.
“Kita mengusulkan tambahan Rp 12 triliun. (Total) Ya sekitar Rp 92 triliun lebih lah, kalau kita harapkan,” kata Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025).
Gus Ipul menyampaikan, tambahan anggaran diperlukan untuk sejumlah program yang dananya belum terakomodasi dalam pagu indikatif.
Program tersebut, yakni bansos adaptif dan program permakanan untuk lansia telantar berusia di atas 75 tahun.
Seturut data yang dimiliki Kemensos, jumlah lansia telantar mencapai 100.000 orang.
“Yang tiap hari kita beli makan itu makan pagi dan makan siang. Itu kan sudah berlangsung di tahun 2025. Ini juga belum dianggarkan,” tutur Gus Ipul.
Bantuan lain yang belum dianggarkan adalah bantuan untuk anak yatim piatu.
“Ini juga belum terakomodasi. Dan bantuan-bantuan lain yang Insha Allah menjadi bagian dari tugas pokok dari Kementerian Sosial. Seperti atensi, bantuan untuk penyandang disabilitas dan lain sebagainya. Itu yang kita ajukan untuk mendapatkan dukungan dari Komisi VIII,” jelas Gus Ipul.
Gus Ipul mengungkapkan, tambahan anggaran itu belum disetujui.
Pihaknya bakal melakukan rapat terlebih dahulu dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kita masih harus sama-sama berjuang, kan. Jadi kita kan nanti akan sama-sama berjuang. Tentu ke Banggar, ke Kementerian Keuangan juga. Jadi masih ada proses yang harus kita lalui bersama-sama,” tandas Gus Ipul.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/03/68b7f56a67309.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa Nasional 4 September 2025
DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pimpinan DPR RI akhirnya membuka pintu dialog dengan perwakilan mahasiswa pada Rabu (3/9/2025) siang.
Pertemuan berlangsung di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, atau yang dikenal sebagai “Gedung Kura-Kura”.
Forum ini akhirnya digelar setelah hampir sepekan terakhir gelombang demonstrasi berlangsung di depan Kompleks Parlemen, tanpa ada satupun wakil rakyat yang menemui massa.
Ada tiga Wakil Ketua DPR yang hadir langsung menemui mahasiswa, yakni Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB), dan Saan Mustopa (Nasdem).
Mereka duduk berhadap-hadapan dengan puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang mengenakan almamater masing-masing.
Satu mikrofon disediakan di tengah ruangan, dipakai bergantian oleh perwakilan mahasiswa untuk menyampaikan tuntutan.
Pertemuan ini menjadi tindak lanjut dari aksi besar yang digelar sejak 25 hingga 31 Agustus 2025. Ribuan massa kala itu mengecam “tunjangan jumbo” anggota DPR, kontroversi sejumlah wakil rakyat, hingga menuntut pembubaran DPR.
Aksi yang awalnya damai berakhir ricuh setelah aparat membubarkan massa menggunakan gas air mata dan menyemprotkan air dengan mobil water canon.
Sejumlah massa aksi, baik dari kalangan mahasiswa maupun dari elemen masyarakat lainnya ditangkap aparat dengan berbagai alasan
.
Dalam pertemuan itu, Perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Agus Setiawan menuntut DPR membentuk tim investigasi independen untuk mengusut dugaan kekerasan aparat selama aksi.
Dia juga meminta investigasi menyeluruh atas isu makar di dalam aksi demonstrasi 25-31 Agustus yang sempat dilontarkan Presiden Prabowo Subianto, saat mengunjungi korban yang dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta, Senin (1/9/2025) lalu.
“Kami ingin ada pembentukan Tim Investigasi yang independen untuk mengusut tuntas berbagai kekerasan yang terjadi sepanjang bulan Agustus ini,” ujar Agus.
Menurut Agus, tudingan makar itu merugikan gerakan mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya yang hanya ingin menyampaikan aspirasinya.
“Pun juga dengan dugaan makar yang keluar dari mulut Bapak Presiden Prabowo Subianto. Kami ingin tim investigasi ini mengusut tuntas semuanya sehingga apa yang disampaikan Bapak Presiden dapat dibuktikan. Karena kami dari gerakan merasa dirugikan dengan statement tersebut,” lanjutnya.
Agus juga menyinggung soal kenaikan tunjangan DPR yang disebutnya ironis, mengingat kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit.
Bahkan, terdapat sejumlah anggota DPR yang justru berjoget-joget ketika publik sedang mengkritik besarnya tunjangan tersebut.
“Di tengah masyarakat rentan menderita, di-PHK, ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun, kok bisa ada wakil rakyat yang justru kabarnya tunjangannya dinaikkan. Dan ketika ada kabar tersebut terjadi simbolisasi joget-joget dan kemudian membuat hati kami sedih, Bapak-bapak sekalian,” kata Agus.
Dia menambahkan, persoalan yang terjadi hari ini menunjukkan bahwa DPR hanya mengingat rakyat saat pemilu.
Ketika terpilih, DPR seolah lupa dengan janji-janji kepada rakyat.
“Kami seakan-akan dimanfaatkan di setiap momen pemilunya saja dengan berbagai janjinya. Tetapi ketika sudah duduk di kursi yang enak ini, seakan-akan melupakan kami,” ucapnya.
Agus juga menyampaikan kerisauan para mahasiswa atas masa depan bangsa.
Menurutnya, narasi besar menuju Indonesia Emas 2045 bisa gagal tercapai apabila DPR dan pemerintah tidak benar-benar memegang amanah rakyat.
“Saya khawatir bahwa narasi-narasi Indonesia Emas 2045 justru tidak akan tercapai. Harapannya, agar ingat kembali amanah rakyat, mandat rakyat yang dibebankan di pundak-pundak kita sekalian, agar betul-betul bisa diperjuangkan,” pungkasnya.
Perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti Jili Colin menegaskan bahwa mahasiswa dan masyarakat tidak mungkin menyuarakan aspirasi dengan anarkis.
Dia pun menyoroti propaganda yang menuding aksi demonstrasi kali ini ditunggangi provokator.
“Saya berani bersaksi bahwasanya kami di sini kaum terpelajar, mahasiswa-mahasiswi. Tidak mungkin, Pak, kami menyuarakan pendapat kami, aspirasi kami, keluhan rakyat, jeritan rakyat dengan tindakan-tindakan anarkis,” kata Jili.
Dia juga mendesak DPR untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat serta menghentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa.
“Hentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa. Jauhkan budaya represifitas terhadap hak-hak kita, selaku mahasiswa dan masyarakat untuk bersuara,” ujarnya.
Dari HMI DIPO, Abdul Hakim menyuarakan tuntutan agar mahasiswa yang ditangkap selama demonstrasi segera dibebaskan.
Dia bahkan mendesak Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad langsung menelepon Kapolri.
“Izin Pak Prof Dasco, Kang Saan, Kang Cucun segera telepon Kapolri sampaikan permintaan kami. Kami semua di sini sepakat, semua sepakat ya kawan-kawan. Sampaikan bahwasanya bebaskan kawan-kawan kami, seluruh Indonesia, lepaskan,” tegas Hakim.
Mahasiswa lain pun langsung menyatakan “sepakat” secara serentak.
Setelah itu, Hakim menegaskan bahwa para mahasiswa dan aktivis yang ditahan bukanlah pemberontak.
Dia juga memastikan bahwa massa aksi menyampaikan aspirasi tanpa tindakan anarkis.
“Kita ini bukan tebusan, kita ini bukan pemberontak, kita ini menyampaikan aspirasi masyarakat dengan benar. Kita tidak ada melakukan perusakan, pembakaran tidak ada, silakan dicek di seluruh Indonesia tidak ada,” ucap Hakim.
Sementara itu, Ketua Umum GMNI Muhammad Risyad Fahlefi menyoroti lambannya DPR mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai penting bagi rakyat.
Misalnya, RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Masyarakat Adat, dan revisi KUHAP.
“Selama lima tahun ke belakang, DPR RI tidak banyak mengakomodir pengesahan RUU yang menjadi tuntutan rakyat. Hal inilah yang membuat rakyat terus menuntut lewat serentetan aksi demonstrasi,” kata Risyad.
Menurut Risyad, akumulasi dari tuntutan yang tak kunjung terpenuhi kerap memantik gelombang aksi.
Kondisi ini akhirnya membuka ruang bagi provokasi dan penunggangan kepentingan tertentu dalam demonstrasi.
“Yang kami khawatirkan, ketika ada aksi penunggangan, ada aksi provokasi, dan seterusnya, kawan-kawan mahasiswa juga terpantik. Kenapa? Karena ada akumulasi dari tuntutan-tuntutan kami yang kemarin belum terwadahi,” kata Risyad.
Koordinator Pusat BEM SI Muzammil Ihsan menagih janji Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal penciptaan 19 juta lapangan kerja.
“Hari ini para pemudanya tamat kuliah tidak tahu ingin bekerja di mana untuk menafkahi hidupnya juga tidak tahu di mana. Sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan kriminal untuk keuntungan dirinya,” ujar Muzammil.
Dia juga mendesak adanya evaluasi kabinet, setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer tersandung kasus korupsi.
“Ini bukan lagi tentang bagi-bagi kue kekuasaan, tapi ini tentang profesionalitas dalam bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
Merespons berbagai tuntutan itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permintaan maaf atas kinerja lembaga yang selama ini belum maksimal menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
“Selaku Pimpinan DPR kami menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan serta kekurangan kami sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsi mewakili aspirasi rakyat yang selama ini menjadi tanggung jawab kami,” ujar Dasco.
Dia menegaskan, permintaan maaf ini tidak cukup bila tidak diikuti langkah nyata.
Oleh karenanya, dia memastikan akan memperbaiki kinerja dalam waktu sesingkat-singkatnya.
“Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh akan dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” kata Dasco.
Dasco menyebut, DPR sudah mengambil langkah awal dengan menghentikan tunjangan perumahan sejak 31 Agustus 2025, serta memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
“Reformasi DPR akan dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani untuk menjadikan DPR lebih baik dan transparan,” tambahnya.
Soal tuntutan pembebasan massa aksi yang ditahan, Dasco menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian.
Namun, upaya ini akan dilakukan dengan melihat kasus per kasus yang membuat pedemo ditahan aparat.
“Ya yang pertama-tama kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Kami akan melihat kasus per kasus. Apabila memang dapat dikomunikasikan kita akan komunikasikan. Ini di luar yang melakukan tindakan-tindakan anarkis yang memang terbukti,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Saan Mustopa memastikan tuntutan pembentukan tim investigasi independen akan diteruskan ke pemerintah.
“Terkait tim investigasi atas dugaan indikasi dari kejadian-kejadian yang selama ini ada indikasi, bahkan Presiden sudah menyampaikan adanya indikasi makar, tentu DPR akan menyampaikan kepada pemerintah agar ini dilakukan secepatnya,” ujar Saan.
Politikus Nasdem itu menilai penting adanya tim investigasi independen agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Walaupun DPR tetap berkepentingan mendorong itu, kewenangannya tetap ada di pemerintah,” ucapnya.
Dasco menambahkan DPR akan segera menindaklanjuti tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang digaungkan lewat gerakan 17+8, melalui rapat evaluasi dengan seluruh pimpinan fraksi di parlemen.
“Sebagian yang disampaikan oleh adik-adik perwakilan BEM ada di 17+8. Kita akan lakukan besok rapat evaluasi dengan pimpinan-pimpinan fraksi untuk menyatukan pendapat dan kesepakatan di DPR,” kata Dasco.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2023/07/06/64a6479ae1e61.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kolom Agama KTP Kembali Digugat ke MK, Usai Dianggap Mengancam Nyawa Nasional 4 September 2025
Kolom Agama KTP Kembali Digugat ke MK, Usai Dianggap Mengancam Nyawa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polemik identitas keagamaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kali ini, pemohon datang dari dua orang penyintas konflik SARA yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pada 2000 silam, yakni Taufik Umar dan Timbul G. Simarmata.
Mereka berdua mendalilkan peristiwa yang pernah mereka alami untuk meminta MK menghapus kolom agama dalam KTP.
Kuasa hukum para pemohon, Teguh Sugiharto mengatakan, dalil utama gugatan uji materi Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini adalah peristiwa
sweeping
KTP yang pernah terjadi saat kerusuhan di Poso.
Konflik agama di Poso yang saat itu terjadi antara pemeluk agama Islam dan Kristen menyebabkan ancaman nyawa serius, terutama saat aksi sweeping berlangsung.
“Oleh karena itu, saudara pemohon untuk mengajukan peninjauan, yaitu agar pasal yang dimaksud (Pasal 61 dan 64 UU Administrasi Kependudukan) dinyatakan sebagai pertentangan secara bersyarat, yaitu sepanjang kolom agama dianggap tidak ada,” kata Teguh dalam sidang perkara 155/PUU-XXIII/2025 yang digelar Rabu (3/9/2025).
Dalam dalilnya, pemohon menyebut pernah beberapa kali menemukan aksi sweeping yang terjadi saat melakukan perjalanan dari Poso ke Kota Palu.
Sweeping yang dilakukan spesifik meminta bukti KTP orang-orang yang melintas.
Beruntung saat itu pemohon Taufik hanya mendapat sweeping dari kelompok agama yang sama dengan yang ia peluk, sehingga lolos dari ancaman kekerasan.
Selain dari pengalaman pribadi, para pemohon juga mendalilkan posita mereka dengan buku yang ditulis mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian.
Berdasarkan penelusuran
Kompas.com
dalam dokumen permohonan, yang dimaksud buku tulisan Tito Karnavian tersebut berjudul
Indonesia Top Secret: Membongkar Konflik Poso Operasi Investigasi dan Penindakan Pelaku Kekerasan di Sulawesi Tengah
yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada 2008.
Dalam halaman 59, disebutkan ada aksi sweeping kepada dua orang beragama Kristen yang terkena sweeping KTP, kemudian mereka dibunuh karena adanya keterangan kolom agama di identitas mereka.
Pada halaman 61 juga disebutkan secara detail, pada 19 Mei 2000, massa Kristen yang ada di Taripa melakukan sweeping terhadap mobil yang melintas di kawasan itu.
Peristiwanya sama yakni pembunuhan dan kekerasan, meskipun tidak ada jumlah korban tewas yang disebutkan dalam buku tersebut.
Pada halaman 140 tertulis “Menjelang Maghrib, sebuah mobil dihentikan dan setelah diperiksa KTP dan diinterview penumpangnya ternyata Pendeta Tentena bernama Oranye Tadjoja dan keponakannya Yohanes Tadjoja. Keduanya bermaksud ke desa Tangkura untuk melakukan Misa. Kedua korban langsung diseret keluar mobil dan dikeroyok hingga meninggal dunia.”
Pemohon menyebut, fakta yang sangat penting diungkap dalam buku yang ditulis tersebut menyatakan secara eksplisit kolom agama di KTP menjadi pemicu langsung pembunuhan saat konflik di Poso.
“Oleh karena negara tidak bisa dipastikan menjamin keselamatan dalam situasi serupa yang mungkin terjadi lagi, oleh karena itu kami memohon agar tidak mengurangi risiko hilangnya hidup, tercabutnya hak hidup, dan juga penghinaan hanya karena dengan mudah mengidentifikasi agama kita,” kata kuasa hukum pemohon.
Perkara serupa, yakni terkait kolom agama di identitas kependudukan pernah diputus MK dua kali.
Pada 2017 lalu, MK pernah memutuskan penghayat kepercayaan boleh dicantumkan dalam kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga.
Dalam putusan 97/PUU-XIV/2016, MK berpendapat perbedaan pengaturan antarwarga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk tidak didasarkan pada alasan konstitusional.
Tetapi lebih pada tertib administrasi dan mengakomodasi jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia yang sangat banyak dan beragam.
“Pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai ‘penghayat kepercayaan’ tanpa merinci kepercayaan yang dianut di KK ataupun KTP-el, begitu juga dengan penganut agama lain,” kata Hakim MK Saldi Isra, Selasa (7/11/2017).
Dalam gugatan lainnya, MK secara tegas menolak penghapusan kolom agama dalam pencatatan kependudukan dalam putusan 146/PUU-XXII/2024.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut pembatasan kebebasan bagi warga negara Indonesia, di mana setiap warga negara harus menyatakan memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan keniscayaan sebagaimana diharapkan oleh Pancasila dan diamanatkan oleh Konstitusi.
“Pembatasan yang demikian merupakan pembatasan yang proporsional dan tidak diterapkan secara opresif dan sewenang-wenang,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Jumat (3/1/2025).
Arief mengatakan, setiap warga negara hanya diwajibkan menyebut agama dan kepercayaannya untuk kemudian dicatat dan dibubuhkan dalam data kependudukan tanpa adanya kewajiban hukum lain yang dibebankan oleh negara dalam kaitannya dengan agama atau kepercayaan yang dipilih, selain kewajiban untuk menghormati pembatasan sebagaimana dinyatakan dalam UUD NRI Tahun 1945.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/07/31/66aa3a25bbedd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Kabareskrim Kritik Polri yang Gagal Menjamin Keamanan Demonstrasi Nasional 4 September 2025
Eks Kabareskrim Kritik Polri yang Gagal Menjamin Keamanan Demonstrasi
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji menegaskan, tugas kepolisian untuk melindungi massa yang melakukan demonstrasi.
Jika demo tidak berjalan baik dan disusupi oleh perusuh, hal tersebut dinilainya sebagai kegagalan polisi dalam mengamankan demonstrasi.
“Terjadinya chaos atau kekerasan itu, kita harus evaluasi. Jangan kita melihat keluar, apa betul ada unsur luar yang masuk. Kalau ada unsur luar yang masuk, berarti pengamanan kita terhadap unjuk rasa kurang bagus,” ujar Susno dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (3/9/2025) malam.
Ia menjelaskan, makna “mengamankan” demo yang menjadi tugas kepolisian adalah melindungi dan menjamin massa melakukan aksi penyampaian pendapat tanpa adanya gangguan.
Indonesia sebagai negara demokrasi, kata Susno, sudah seharusnya menjadikan aksi unjuk rasa sebagai bagian dari harus dijamin pelaksanaannya.
“Unjuk rasa harus jalan. Kalau unjuk rasa ini terganggu, berarti ini yang mengamankan unjuk rasa yang enggak bener,” ujar Susno.
Susno pun melihat bahwa kepercayaan publik terhadap intitusi kepolisian semakin menurun. Terutama setelah melihat penanganan demonstrasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam beberapa waktu terakhir.
Ia kemudian mengutip data milik Amnesty International Indonesia, yang menyebut kepolisian telah menangkap 3.095 orang terkait demo yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, tidaklah tepat jika kepolisian menangkap demonstran memiliki hak menyampaikan pendapat yang sudah dijamin oleh konstitusi.
“Orang-orang itu kan ditangkap karena dituduh melanggar hukum kan, bukan dituduh karena unjuk rasa. Kalau unjuk rasa itu tidak melanggar hukum, justru itu hak konstitusi dalam sebuah negara demokrasi,” ujar Susno.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.