Category: Kompas.com Nasional

  • Gibran Turun ke Posko Pengungsi Banjir Bali, Minta Anak hingga Lansia Diprioritaskan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Gibran Turun ke Posko Pengungsi Banjir Bali, Minta Anak hingga Lansia Diprioritaskan Nasional 12 September 2025

    Gibran Turun ke Posko Pengungsi Banjir Bali, Minta Anak hingga Lansia Diprioritaskan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming menyambangi korban terdampak banjir di Kota Denpasar, Bali, Jumat (12/09/2025).
    Dalam kunjungannya ke Posko Pengungsi di Banjar Tohpati dan Banjar Sedana Mertha, Gibran menekankan pentingnya perlindungan khusus bagi kelompok rentan.
    Gibran menekankan, bayi, anak-anak, lansia, ibu hamil, hingga ibu menyusui harus mendapatkan perhatian lebih dalam pemenuhan kebutuhan dasar maupun layanan kesehatan.
    “Saya berpesan agar bayi, anak-anak, lansia, ibu hamil, ibu menyusui, nanti tolong diprioritaskan,” tegas Gibran saat berdialog dengan perangkat daerah.
    Gibran menegaskan, Presiden RI Prabowo Subianto memberikan arahan agar pemerintah benar-benar hadir memberikan perlindungan nyata bagi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
    Selain kebutuhan darurat, ia juga menyoroti keberlanjutan layanan pendidikan dan fasilitas publik.
    Dia meminta agar sekolah-sekolah segera diperbaiki sehingga anak-anak tetap bisa bersekolah meski berada di situasi pascabencana.
    “Pastikan nanti hari Senin kegiatan belajar mengajar bisa berjalan. Jadi adik-adik nanti tetap sekolah, ya. Dan untuk fasilitas umum serta bangunan pemerintah yang rusak, mohon segera diperbaiki kembali agar pelayanan publik tidak terhenti,” pesan Gibran.
    Saat mengunjungi posko, Gibran turut menyapa para pengungsi sambil duduk berdialog bersama para korban banjir.
    Saat berdialog dengan warga, Gibran juga menyampaikan empati atas kondisi yang mereka alami.
    Menurutnya, kehadiran negara bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan mendesak, tetapi juga menjamin perlindungan berkelanjutan, terutama bagi kelompok rentan.
    Di kunjungannya ini, Wapres RI hadir didampingi Kepala BNPB Suharyanto, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto, dan Kapolda Bali Irjen Pol. Daniel Adityajaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Karyoto dan Suyudi Resmi Sandang Pangkat Komjen, Total 27 Pati Polri Naik Pangkat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Karyoto dan Suyudi Resmi Sandang Pangkat Komjen, Total 27 Pati Polri Naik Pangkat Nasional 12 September 2025

    Karyoto dan Suyudi Resmi Sandang Pangkat Komjen, Total 27 Pati Polri Naik Pangkat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri, Karyoto, dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Suyudi Ario Seto, resmi menyandang pangkat Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol).
    Keduanya menjadi bagian dari 27 perwira tinggi (Pati) Polri yang mendapat kenaikan pangkat dalam upacara di Rupattama Mabes Polri, Jumat (12/9/2025).
    Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, kenaikan pangkat ini bukan sekadar penghargaan, melainkan juga bentuk kepercayaan sekaligus tanggung jawab yang lebih besar bagi para perwira tinggi.
    “Kenaikan pangkat bagi 27 Pati Polri hari ini merupakan wujud apresiasi dan penghormatan atas dedikasi, pengabdian, serta kinerja yang telah ditunjukkan,” kata Trunoyudo.
    “Dengan pangkat baru, tanggung jawab semakin besar, dan kami berharap seluruh Pati Polri dapat terus memberikan kontribusi terbaik bagi institusi, bangsa, dan negara,” tambah dia.
    Selain dua jenderal bintang tiga tersebut, terdapat 7 Pati Polri yang naik ke pangkat Inspektur Jenderal (Irjen) Pol, antara lain Kapolda Kaltara, Kapolda Banten, Kapolda Aceh, serta pejabat utama di Divhubinter dan Lemdiklat Polri.
    Sementara itu, 18 perwira lainnya naik ke pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) Pol, yang terdiri atas wakapolda, pejabat utama Mabes Polri, kapusjarah, dosen kepolisian, hingga pejabat di BNPT dan BIN.
    Upacara dimulai pukul 10.00 WIB dan berlangsung khidmat dengan dihadiri pejabat utama Mabes Polri serta keluarga perwira yang naik pangkat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim, Sita Beberapa Dokumen
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim, Sita Beberapa Dokumen Nasional 12 September 2025

    Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim, Sita Beberapa Dokumen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejaksaan Agung (Kejagung), telah melakukan penggeledahan di apartemen milik mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim beberapa waktu lalu.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa penyidik hanya mengamankan sejumlah dokumen dalam penggeledahan tersebut.
    “Yang jelas terkait dokumen-dokumen saja dulu (yang disita), sementara,” kata Anang di Kejagung, Jakarta, Jumat (12/9/2025).
    Meski demikian, Anang belum merinci detail waktu dan lokasi pasti penggeledahan oleh penyidik Jampidsus.
    “Mungkin sekitar dua atau tiga minggu yang lalu, nanti saya cek pastinya. Di salah satu tempat,” kata dia.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
    Pengumuman itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jungkung Madyo, pada Kamis (4/9/2025).
    Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK yang diadakan pemerintah.
    Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
    Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
    Atas dugaan itu, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia kini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Eksekusi Silfester Matutina, Kejagung Lempar Bola ke Kejari Jaksel
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Soal Eksekusi Silfester Matutina, Kejagung Lempar Bola ke Kejari Jaksel Nasional 12 September 2025

    Soal Eksekusi Silfester Matutina, Kejagung Lempar Bola ke Kejari Jaksel
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna menegaskan, eksekusi terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina menjadi wewenang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
    Hal itu disampaikan Anang saat ditanya wartawan mengenai perkembangan eksekusi putusan pengadilan terhadap Silfester, yang dikenal sebagai relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada masa pemilu lalu.
    “Itu kan sudah ranahnya eksekutornya Kejari Jakarta Selatan,” kata Anang saat ditemui di Kejagung, Jumat (12/9/2025).
    Anang menyebut, Kejari Jakarta Selatan sempat memanggil kembali Silfester. Namun, ia mengaku Kejagung tidak mengetahui kelanjutan proses tersebut.
    “Seingat saya (Kejari) sudah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Coba dicek lagi nanti ke Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutornya. Langkah-langkah hukum apa yang diambil oleh yang bersangkutan?” ucapnya.
    Diketahui, Silfester Matutina divonis 1,5 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2019 karena menyebarkan fitnah terhadap Jusuf Kalla.
    Putusan tersebut dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
    Meski sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), eksekusi terhadap Silfester hingga kini belum dilaksanakan oleh Kejari Jakarta Selatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kardinal Suharyo Harap Pemerintah Beri Update Tuntutan 17+8: Penghiburan Besar bagi Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Kardinal Suharyo Harap Pemerintah Beri Update Tuntutan 17+8: Penghiburan Besar bagi Rakyat Nasional 12 September 2025

    Kardinal Suharyo Harap Pemerintah Beri Update Tuntutan 17+8: Penghiburan Besar bagi Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, menyarankan Sekretaris Negara maupun juru bicara pemerintah untuk meng-
    update
    tuntutan rakyat yang berisi 17+8 poin pascademo yang pecah pada Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
    Menurutnya,
    update
    perkembangan tuntutan sudah menjadi penghiburan yang besar bagi masyarakat.
    “Yang saya bayangkan, alangkah hebatnya, kalau yang dirumuskan misalnya, isinya 17+8 itu, seandainya ada Sekretaris Negara atau juru bicara pemerintah (menyampaikan), ‘Ini lho, pemerintah sekarang sedang menanggapi isu ini. Kami memikirkan begini, jalannya begini’,” kata Kardinal Ignatius Suharyo dalam program Gaspol, dikutip Jumat (12/9/2025).
    “Oh, itu sudah penghiburan yang sangat besar bagi masyarakat,” imbuhnya.
    Kardinal Ignatius beranggapan, perkembangan tetap perlu diinformasikan, sekalipun pemerintah belum dapat melaksanakan sejumlah poin tuntutan karena kendala tertentu.
    Sekaligus, menyampaikan kepada masyarakat apa alasannya sehingga rakyat mengerti.
    “Harusnya begitu, kalau memang (pemerintah menyatakan) menerima (tuntutan itu), ya. Bisa juga, kalau menurut pertimbangan-pertimbangan yang rakyat itu tidak tahu, tetapi pemerintah tahu, diceritakan bahwa ini tidak bisa dijalankan karena ini, ini, ini,” ucap Kardinal Ignatius.
    Ia menuturkan, penjelasan akan membuat segala prosesnya transparan, yang berujung menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat.
    “Transparan, akuntabel, lalu bisa dipercayakan, rumusannya gitu ya, konsepnya. Transparan, dapat ditanggunggugatkan, bukan hanya tanggung jawab, tanggung gugat. Akuntabel. Baru dipercaya. Kalau tidak, ya apa yang dipercaya?” beber Kardinal Ignatius.
    Sebelumnya diberitakan, sejumlah aksi unjuk rasa pecah di berbagai daerah, termasuk di Gedung DPR, sejak Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
    Demo itu terjadi karena kemarahan publik usai pernyataan para anggota dewan yang membalas kritik masyarakat terkait tunjangan rumah DPR RI mencapai Rp 50 juta tanpa empati.
    Kondisi ini semakin bergejolak setelah insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, di Jakarta pada Kamis malam, dua pekan lalu.
    Aksi unjuk rasa ini pun meluas tidak sekadar memprotes tunjangan para anggota dewan, melainkan juga menuntut keadilan atas kekerasan yang dilakukan oleh aparat.
    Publik kemudian menuntut tuntutan yang berisi 17+8 poin, salah satunya membentuk tim investigasi independen.
    Presiden Prabowo Subianto menyampaikan, usulan untuk membentuk tim investigasi independen pasca demo yang berujung ricuh sejak Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025, masuk akal.
    Hal ini dikatakannya untuk menanggapi 17+8 tuntutan rakyat saat berbincang dengan pemimpin redaksi (Pemred) media di kediamannya di Hambalang, akhir pekan lalu.
    Menurutnya, banyak hal yang masuk akal dan bisa dibicarakan bersama.
    “Ya, saya kira kalau tim investigasi independen, saya kira ini masuk akal. Saya kira itu masuk akal, saya kira bisa dibicarakan dan nanti kita lihat bentuknya kayak bagaimana,” kata Prabowo dikutip dari siaran pers Tim Media Presiden Prabowo, Selasa (9/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Bakal Pidato di Sidang Umum PBB, Bawa Isu Palestina hingga Reformasi Sistem
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Prabowo Bakal Pidato di Sidang Umum PBB, Bawa Isu Palestina hingga Reformasi Sistem Nasional 12 September 2025

    Prabowo Bakal Pidato di Sidang Umum PBB, Bawa Isu Palestina hingga Reformasi Sistem
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto bakal berpidato dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (23/9/2025).
    Sejumlah isu akan disampaikannya dalam pidato tersebut, seperti persoalan Palestina serta dinamika keamanan global usai Israel melakukan serangan udara ke Qatar.
    “Pasti juga isu Palestina, akan dibawa dan tentunya kesempatan Sidang Majelis Umum PBB menjadi kesempatan yang sangat baik untuk terus mendorong pelaksanaan program-program dan visi cita-cita Bapak Presiden,” ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat dalam konferensi persnya, Kamis (11/9/2025).
    Selain itu, Prabowo disebutnya akan menyampaikan reformasi sistem multilateral dalam pidato berdurasi 15 menit di Sidang Mejelis Umum PBB.
    Termasuk dorongan terkait peran negara-negara selatan juga bakal disuarakan sebagai cerminan semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat.
    “Ini tentunya akan terus dibawa oleh delegasi Indonesia,” ujar Tri.
    Di samping itu, pertemuan tematik antara Indonesia dengan delegasi negara lain juga akan dilakukan dalam forum tersebut.
    Sejumlah isu akan dibahas, mulai dari kemanusiaan, kesehatan mental, isu penghapusan senjata nuklir, hingga pemberdayaan perempuan.
    Prabowo akan menjadi presiden ke-4 Indonesia yang berpidato dalam Sidang Majelis Umum PBB. Sebelumnya ada nama Soekarno, yang menghadiri Sidang Umum ke-15 PBB 30 September 1960.
    Saat itu, Soekarno diberi kesempatan menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB yang berjudul “Membangun Dunia Kembali (
    To Build The World A New
    )”.
    Selanjutnya ada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat lebih dari enam kali menghadiri forum tersebut.
    Terakhir adalah Joko Widodo (Jokowi) yang hadir dua kali secara virtual dalam Sidang Umum ke-75 dan 76 PBB pada 2020 serta 2021.
    Dalam Sidang Umum ke-76 PBB, Jokowi menyampaikan pandangannya soal penanganan pandemi, pemulihan perekonomian global, ketahanan iklim, hingga perdamaian dalam keberagaman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Targetkan 500 Sekolah Rakyat di Wilayah Paling Tertinggal
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Prabowo Targetkan 500 Sekolah Rakyat di Wilayah Paling Tertinggal Nasional 12 September 2025

    Prabowo Targetkan 500 Sekolah Rakyat di Wilayah Paling Tertinggal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto menargetkan pembangunan 500 Sekolah Rakyat di berbagai daerah, terutama di wilayah-wilayah tertinggal.
    Menurut Prabowo, pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.
    “Tahun depan akan kita tambah 100 lagi ya, setiap tahun 100. Sasaran kita 500 sekolah rakyat di titik-titik kantong-kantong rakyat kita yang paling tertinggal,” ujar Prabowo saat mengunjungi Sekolah Rakyat Margaguna, Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2025).
    Adapun pada Oktober 2025, Prabowo akan menambah 65 Sekolah Rakyat. Sehingga pada tahun ini, sudah terdapat total 165 Sekolah Rakyat di Indonesia.
    “Saya dapat laporan akhir September, 2 minggu, 3 minggu lagi akan jadi 165 sekolah rakyat. Dan insya Allah Oktober saya diminta meresmikan,” ujar Prabowo.
    Kepala Negara menuturkan, ke depan Sekolah Rakyat tak hanya untuk masyarakat desil 1, tetapi juga bisa diakses warga dengan tingkat kesejahteraan ekonomi desil 2 hingga 5.
    “Kita tidak boleh ketinggalan dengan bangsa lain. Itu cita-cita kita, Insya Allah kita akan sampai ke situ. Alhamdulillah sekolah rakyat, jadi anak-anak yang putus sekolah, sekolah anak-anak yang tadinya mungkin merasa rendah diri karena orang tuanya sangat susah hidupnya, kita tarik keluar, kita beri lingkungan yang sebaik-baiknya supaya dia percaya diri dan dia dapat pendidikan yang terbaik yang bisa kita berikan,” ujar Prabowo.
    Di samping itu, Prabowo juga meminta adanya pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Sekolah Rakyat.
    Kepala Negara itu pun ingin fasilitas pendidikan di Sekolah Rakyat terus diperbaiki, agar anak-anak di sama semakin mendapatkan akses pendidikan yang layak.
    “Ya, we try our best, kita akan berusaha segala cara untuk anak-anak kita disiapkan dididik yang terbaik. Kita tidak boleh kalah karena dunia akan datang penuh dengan persaingan yang ketat,” ujar Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU Perampasan Aset: Penting, tetapi Jangan Asal Jadi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    RUU Perampasan Aset: Penting, tetapi Jangan Asal Jadi Nasional 12 September 2025

    RUU Perampasan Aset: Penting, tetapi Jangan Asal Jadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah pihak mengingatkan DPR RI agar tidak asal-asalan dalam menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
    Peringatan ini disampaikan menyusul keputusan DPR RI yang menetapkan RUU Perampasan Aset sebagai RUU inisiatif DPR dan memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
    Adapun RUU Perampasan Aset telah dinantikan banyak pihak untuk disahkan sebagai salah satu instrumen penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
    Melalui RUU itu, aparat penegak hukum bisa menyita aset dan harta penyelenggara negara yang tidak wajar namun asal usulnya tidak dapat dibuktikan (
    illicit enrichment
    ).
    Kehadiran RUU ini diharapkan bisa mengembalikan kerugian negara dengan cepat dan memiskinkan koruptor.
    Kendati dinantikan banyak pihak, DPR diingatkan untuk tidak membahas RUU Perampasan Aset secara asal-asalan hanya agar mewujudkan adanya UU Perampasan Aset.
    Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan RUU Perampasan Aset menambah daftar beban legislasi akhir tahun.
    Padahal, sepanjang 2025, DPR RI baru mengesahkan dua dari 42 Prolegnas, yakni RUU TNI dan Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
    Keputusan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset sebagai inisiatif DPR membuat lembaga legislatif harus menyiapkan naskah akademik.
    Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai naskah akademik maupun draf RUU.
    “Tentu kita tidak ingin RUU Perampasan Aset ini asal jadi saja,” kata Lucius saat dihubungi
    Kompas.com
    , Kamis (11/9/2025).
    Lucius menyebut, keberadaan naskah akademik dan draf itu penting untuk memastikan muatan RUU tersebut bermanfaat.
    Sebab, RUU Perampasan Aset digadang-gadang bakal mendukung pemberantasan korupsi.
    “Kejelasan sejak awal naskah akademik dan drafnya penting untuk memastikan manfaat RUU ini,” ujar dia.
    Terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil menyebut RUU Perampasan Aset harus mengatur batas jumlah harta terkait pidana yang bisa dirampas.
    Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, mengatakan, berdasarkan Pasal 6 draf RUU Perampasan Aset per April 2023, aset yang bisa dirampas minimal Rp 100 juta dengan ancaman 4 tahun penjara atau lebih.
    “Batas ini penting untuk dibahas kembali untuk menyesuaikan dengan, misalnya, kondisi inflasi, nilai ekonomis, dan lain sebagainya,” kata Wana dalam keterangannya, Kamis.
    Pernyataan itu disampaikan ICW bersama Auriga Nusantara, Institute for Criminal Justice Reform, IM57+Institute, Kaoem Telapak, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.
    Mereka mengingatkan pentingnya aturan mengenai harta yang tidak bisa dijelaskan sumbernya.
    Hal ini merupakan konsep dasar illicit enrichment atau penambahan kekayaan secara ilegal.
    Ketika seorang pejabat memiliki harta lebih banyak atau tidak sesuai dengan pendapatan sahnya, maka patut dicurigai bahwa harta itu bersumber dari suap atau gratifikasi.

    Unexplained wealth
    penting untuk diatur dalam RUU Perampasan Aset, sebab akan mempermudah pembuktian dugaan korupsi,” ujar Wana.
    RUU Perampasan Aset telah disepakati pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, untuk masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
    Keputusan itu diambil dalam rapat evaluasi Prolegnas 2025 yang digelar Baleg DPR RI dengan Menteri Hukum pada Selasa (9/9/2025).
    Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, mengatakan pihaknya menargetkan RUU itu bisa rampung dibahas tahun ini.
    Meski demikian, ia tetap menekankan pentingnya pembahasan yang melibatkan masyarakat secara berarti.
     
    “Targetnya tahun ini semuanya harus dibereskan,” kata Bob saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
    Menurut Bob, publik harus mengetahui isi RUU Perampasan Aset, bukan hanya judulnya.
    DPR akan menjelaskan substansi RUU itu, termasuk yang menyangkut pidana pokok.
    “Harus tahu seluruh publik apa isinya perampasan aset itu. Itu kalau secara makna,” ujar Bob.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru Nasional 12 September 2025

    Ketika Jalanan Jadi Parlemen Baru
    Dosen tetap di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Koordintor Pusat Riset Kebijakan Strategis Asia Tenggara, LPPM UNSOED
    DARI
    Jakarta hingga Paris, dari Kathmandu hingga Manila, dunia sedang bergolak. Gedung-gedung parlemen dibakar, perdana menteri dipaksa mundur, dan jutaan orang turun ke jalan dengan kemarahan membara.
    Sekilas, pemandangan ini mengingatkan kita pada momen-momen bersejarah demokratisasi dunia: Revolusi Anyelir di Portugal 1974, kejatuhan Tembok Berlin 1989, atau reformasi Indonesia 1998. Namun, ada yang berbeda kali ini.
    Fundamentally
    berbeda.
    Samuel Huntington, ilmuwan politik legendaris dari Harvard, pernah mendokumentasikan apa yang disebutnya “Gelombang Ketiga Demokratisasi”, periode luar biasa antara 1974-1990-an ketika lebih dari 60 negara bertransisi dari kediktatoran menuju demokrasi.
    Optimisme meluap-luap. Francis Fukuyama bahkan memproklamirkan “akhir sejarah”, seolah demokrasi liberal telah memenangkan pertarungan ideologi untuk selamanya.
    Namun, gelombang protes yang menyapu dunia hari ini, menceritakan kisah yang sama sekali berbeda.
    Para demonstran di Jakarta tidak menuntut hak memilih, mereka sudah memilikinya sejak 1998.
    Generasi Z di Kathmandu tidak berjuang melawan monarki absolut. Nepal sudah menjadi republik sejak 2008.
    Massa yang membakar gedung parlemen bukanlah pejuang demokrasi dalam pengertian klasik. Mereka adalah warga negara yang marah terhadap demokrasi mereka sendiri yang gagal memenuhi janji.
    Inilah paradoks zaman kita: protes massa terbesar justru terjadi di negara-negara yang sudah demokratis, setidaknya secara prosedural.
    Pertanyaannya kemudian: apakah kita sedang menyaksikan “Gelombang Keempat” demokratisasi, atau sesuatu yang sama sekali berbeda?
    Mari kita bedah apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Di Indonesia, percikan awalnya tampak sepele: tunjangan perumahan Rp 50 juta untuk anggota DPR di tengah pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan.
    Namun, kemarahan yang meledak mengungkap luka yang lebih dalam, yaitu persepsi tentang elite yang korup dan terputus dari realitas rakyat.
    Ketika Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas terlindas kendaraan taktis polisi, protes semakin masif dan meluas.
    Lebih dari 1.240 orang ditahan, gedung-gedung pemerintah dibakar. Tunjangan kontroversial tersebut akhirnya dihentikan.
    Protes berdarah yang menewaskan 19 demonstran berakhir dengan pengunduran diri Perdana Menteri K.P. Sharma Oli.
     
    Namun, ini bukan kemenangan demokrasi, tapi upaya putus asa untuk menekan tombol reset pada sistem yang telah gagal total.
    Filipina menyajikan inovasi menarik: “lifestyle policing” melalui media sosial. Aktivis menggunakan TikTok dan Instagram untuk menyandingkan foto liburan mewah keluarga politisi dengan gambar korban banjir akibat proyek infrastruktur korup.
    Taktik ini mentransformasi konsep abstrak “korupsi” menjadi ketidakadilan yang kasat mata, viral, dan memicu kemarahan.
    Thailand menghadirkan kompleksitas berbeda. Negara ini memiliki pemilu, parlemen, dan konstitusi (20 konstitusi sejak 1932, tepatnya).
    Namun, ketika partai pemenang pemilu 2023 diblokir membentuk pemerintahan oleh Senat yang ditunjuk militer, rakyat memahami kebenaran pahit: suara mereka tidak berarti.
    Protes yang menuntut reformasi monarki—tabu tertinggi dalam politik Thailand—adalah jeritan frustasi terhadap “veto-krasi” yang membuat demokrasi menjadi sandiwara kosong.
    Bahkan Perancis, benteng demokrasi Barat, tidak kebal. Gerakan “Block Everything” melawan kebijakan penghematan Macron menunjukkan bahwa krisis kepercayaan ini bersifat global, melampaui batas antara demokrasi “muda” dan “matang.”
    Huntington berbicara tentang “efek bola salju”, bagaimana kesuksesan demokratisasi di satu negara menginspirasi tetangganya.
    Spanyol menginspirasi Portugal, Polandia menginspirasi Hongaria. Namun, efek bola salju hari ini berbeda. Ia tidak lagi dibatasi geografis atau membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyebar.
    Istilah “nepo babies” yang muncul di Filipina dalam hitungan hari diadopsi aktivis Nepal. Taktik “lifestyle policing” menyebar seperti virus lintas benua.
    Solidaritas tidak lagi membutuhkan kedekatan fisik, “Milk Tea Alliance” menyatukan aktivis Thailand, Hong Kong, dan Taiwan melalui meme dan tagar.
    Bola salju modern adalah algoritma yang memviralkan ketidakadilan, mentransformasi kemarahan lokal menjadi pemberontakan global dalam hitungan jam, bukan tahun.
    Jika protes-protes ini bukan gelombang demokratisasi baru, lalu apa? Jawabannya memerlukan paradigma baru.
    Kita sedang menyaksikan apa yang dapat disebut “respons imun demokrasi global”, satu bentuk reaksi organik dari masyarakat sipil terhadap patogen yang menggerogoti demokrasi dari dalam: korupsi sistemik, elite yang terputus, institusi yang membusuk, dan apa yang ilmuwan politik sebut “democratic backsliding” (kemunduran demokrasi).
    Seperti sistem kekebalan tubuh yang menyerang virus, protes-protes ini adalah mekanisme pertahanan terakhir ketika institusi formal gagal.
     
    Ketika parlemen tidak lagi mewakili rakyat, jalanan menjadi parlemen alternatif. Ketika sistem peradilan gagal menghukum koruptor, media sosial menjadi pengadilan rakyat.
    Ketika pemilu tidak menghasilkan perubahan bermakna, protes menjadi satu-satunya “suara” yang didengar.
    Ini menjelaskan mengapa pola yang sama muncul di konteks berbeda. Demonstran di Jakarta dan Paris, meski hidup dalam sistem politik yang sangat berbeda, berbagi frustrasi yang sama: pemerintah tidak responsif, kebijakan menguntungkan elite, dan institusi kehilangan legitimasi. Krisis kepercayaan adalah pandemi politik abad ke-21.
    Implikasi dari diagnosis ini sangat mendalam. Jika tantangan utama bukan lagi membangun institusi demokratis, tetapi mempertahankan kualitas dan legitimasinya, maka resep kebijakan harus berubah total.
    Tidak cukup mengadakan pemilu berkala. Tidak cukup memiliki parlemen dan konstitusi. Demokrasi abad ke-21 harus menemukan cara untuk memulihkan kepercayaan, memerangi korupsi sistemik, dan membuat institusi benar-benar responsif terhadap aspirasi rakyat.
    Protes-protes ini, meski sering berdarah dan kacau, sebenarnya adalah tanda harapan. Masyarakat sipil masih memiliki vitalitas untuk melawan pembusukan.
    Bahwa generasi muda tidak akan diam melihat masa depan mereka dicuri. Bahkan dalam era sinisme politik, masih ada yang peduli untuk berjuang.
    Namun, respons imun saja tidak cukup. Seperti demam yang terlalu tinggi dapat membunuh pasien, protes yang terus-menerus tanpa reformasi institusional dapat menghancurkan tatanan sosial.
    Pertanyaan kritisnya adalah: akankah elite politik di Jakarta, Kathmandu, Manila, Bangkok, dan Paris mendengar peringatan ini dan melakukan reformasi sejati?
    Atau akankah mereka terus bermain sandiwara demokrasi hingga jalanan benar-benar menjadi satu-satunya parlemen yang tersisa?
    Sejarah belum selesai ditulis. Namun satu hal sudah jelas: kita tidak sedang menyaksikan gelombang baru demokratisasi.
    Kita sedang menyaksikan perjuangan untuk jiwa demokrasi itu sendiri, satu bentuk perjuangan antara harapan akan pemerintahan yang akuntabel dan realitas elite yang tercerabut dari akarnya.
    Hasil dari perjuangan ini akan menentukan apakah demokrasi abad ke-21 dapat memperbarui dirinya, atau akan tenggelam dalam krisis kepercayaan yang semakin dalam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menko Polkam Ad Interim Dipersoalkan, Prabowo Diminta Segera Tunjuk Pejabat Definitif
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 September 2025

    Menko Polkam Ad Interim Dipersoalkan, Prabowo Diminta Segera Tunjuk Pejabat Definitif Nasional 12 September 2025

    Menko Polkam Ad Interim Dipersoalkan, Prabowo Diminta Segera Tunjuk Pejabat Definitif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Keputusan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menunjuk Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) ad interim menuai sorotan.
    Prabowo pun diminta untuk tidak terlalu lama menjadikan Sjafrie sebagai Menko Polkam ad interim demi menghindari penumpukan kewenangan di tangan Sjafrie.
    “Jadi penting untuk Presiden untuk tidak terlalu lama membuat ad interim antara Menhan dan Menko Polkam karena itu dua wilayah yang berbeda fungsinya,” ucap peneliti senior Imparsial Al Araf saat dihubungi melalui telepon, Rabu (10/9/2025).
    Keberadaan Sjafrie dalam berbagai jabatan ini juga dinilai menjadi contoh nyata jabatan yang tidak sehat dalam kehidupan demokrasi dan pemerintahan yang baik.
    Al Araf menyebutkan, sistem demokrasi justru mendorong adanya diferensiasi fungsi dan tugas kerja.
    Sementara, selain Menhan dan Menko Polkam, Sjafrie juga menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dan Ketua Tim Pengarah Penertiban Kawasan Hutan.
    Oleh karena itu, Al Araf meminta Presiden Prabowo untuk segera menunjuk sosok yang menjabat sebagai Menko Polkam.
    “Sehingga Presiden harus segera mengevaluasi dan mencari Menko Polkam siapa yang ingin ditunjuk oleh Presiden. Ini harus dilakukan, kalau tidak kita akan menjadi negara yang berbahaya dalam konteks ini (wewenang yang luas di satu orang),” imbuhnya.
    Menurut Al Araf, seharusnya jabatan Menko Polkam diisi oleh sosok yang berbeda dengan Menhan yang fokusnya di bidang pertahanan.
    Apalagi, tugas Menko Polkam lebih luas, karena harus memahami situasi politik dan keamanan yang ada di Indonesia.
    “Bisa berlatar belakang militer, bisa berlatar belakang polisi, bisa berlatar belakang sipil juga. Tapi yang benar-benar memahami situasi dan kondisi politik keamanan yang ada,” ujar Al Araf.
    Hingga kini, sosok Menko Polkam definitif masih tanda tanya.
    Bahkan, Presiden Prabowo meminta publik untuk menunggu siapa yang akan ditunjuknya menjadi Menko Polkam.
    Prabowo berseloroh bahwa pengisi pos menteri tersebut akan diumumkan pada waktunya agar awak media bersemangat.
     
    “Ya nanti tunggu, tunggu waktunya biar kalian ada semangat,” kata Prabowo seusai meninjau Sekolah Rakyat di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2025).
    Prabowo tidak mau berkomentar lebih jauh soal pengisian kabinet tersebut karena ia sedang dalam rangka peninjauan Sekolah Rakyat.
    “(Sedang meninjau) Sekolah Rakyat, nanya (soal) Menko Polkam,” kata Prabowo.
    Diketahui, penunjukan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menko Polkam ad interim berdasarkan surat nomor B-10/M/D-3/AN.00.03/09/2025 tertanggal 8 September 2025.
    Sjafrie menjadi Menko Polkam ad interim menggantikan Budi Gunawan yang dicopot lewat
    reshuffle 
    kabinet pada Senin (8/9/2025) lalu.
    Sjafrie mengungkapkan, ia ditugaskan Prabowo untuk melanjutkan pekerjaan Budi Gunawan agar Kemenko Polkam dapat bekerja dengan lancar.
    “Arahan yang diberikan kepada saya adalah melanjutkan tugas pokok dari Kementerian Koordinator Polkam. Dan saya diberi kewenangan untuk mengambil langkah-langkah yang efisien, efektif, agar supaya semua pekerjaan bisa berjalan lancar,” kata Sjafrie ditemui di Gedung Kemenko Polkam, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
    Salah satu fokusnya sebagai Menko Polkam adalah revitalisasi organisasi agar koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian/lembaga lain lebih optimal.
    Oleh karena itu, peran para deputi di Kemenko Polkam menjadi sangat penting dalam menjalankan tugas kementeriannya.
     
    “Saya menggarisbawahi bahwa peran tugas dan fungsi para deputi Kementerian Koordinator Polkam akan saya tingkatkan dan para deputi yang akan menjalankan tugasnya sehari-hari baik di dalam menjalankan tugas koordinasi dan juga menjalankan tugas sinkronisasi dengan kementerian dan lembaga,” ujar Sjafrie.
    Sjafrie mengaku akan menjabat sebagai Menko Polkam selama beberapa bulan sambil memangku jabatan-jabatan lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.