Karen Agustiawan Ungkap Alasan Perjanjian Sewa Terminal BBM Merak Hanya Dilakukan Direktur Pemasaran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menegaskan, pengalihan wewenang untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal bahan bakar merak (BBM) Merak dilakukan atas permintaan dari Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya Yuktyanta.
Hal ini Karen sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dkk.
“Mengingat rencana pemanfaatan ini hanya dalam Direktorat Pemasaran dan Niaga, maka kami usulkan untuk dikuasakan saja ke Direktur Pemasaran Niaga sebagai wakil PT Pertamina Persero. Jadi, Pak Hanung yang meminta untuk dikuasakan ke beliau,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Permintaan Hanung ini tercatat dalam surat yang diterbitkan tanggal 27 Januari 2014.
Karen menyebutkan, pada saat itu ada rencana PT Pertamina untuk menyewa tangki BBM Merak yang dimiliki oleh PT Oiltanking Merak.
Jaksa pun mempertanyakan alasan Karen mengalihkan kewenangan kepada Hanung yang merupakan bawahannya.
“Itu secara aturan dimungkinkan di internal Pertamina?” tanya Jaksa Triyana Setia Putra kepada Karen.
Karen menjelaskan, berhubung kerja sama saat itu masih bersifat Memorandum of Understanding (MoU), penandatangan berkas bisa dilakukan oleh level manajer, tidak harus Direktur Utama.
“Karena ini MoU yang mulia, jadi kalau di Pertamina, MoU itu manajer pun bisa ber-MoU,” lanjut Karen.
Setelah mengalihkan kewenangannya, Karen mengaku tidak pernah mendapatkan laporan perkembangan terhadap penjajakan kerja sama antara PT Oiltanking Merak dan PT Pertamina.
“Apakah saudara saksi pernah mendapat laporan dari Pak Hanung selaku Direktur Niaga dan Pemasaran ya? Terkait rencana kerjasama dengan PT Tangki Merak?” tanya jaksa lagi.
Karen mengaku, ia tidak pernah mendapatkan laporan dari Hanung, baik dalam rapat direksi maupun komunikasi informal.
“Secara resmi di dalam rapat direksi tidak pernah, secara pribadi pun tidak pernah (dapat laporan),” imbuh Karen.
Adapun, Karen mengaku hanya mendapatkan satu surat terkait dengan penjajakan proyek penyewaan terminal BBM (TBBM) Merak ini.
“Yang saya terima yang mulia adalah hanya satu surat. Saya tidak menerima kajian, saya tidak menerima hasil perbandingan antara 1 TBBM dengan TBBM lain,” lanjutnya.
Berhubung tidak mendapatkan informasi dan dokumen pembanding yang cukup, Karen mengaku tidak dapat memberikan kesimpulan terhadap proyek yang ditangani Hanung itu.
Lebih lanjut, Karen mengaku tidak bisa mengambil tindakan lanjutan terkait penyewaan terminal BBM ini karena ia sudah keluar dari Pertamina pada 5 Juni 2014.
Sekitar tiga bulan sebelum pensiun dari Pertamina, Karen mengaku sudah tidak bisa lagi mengambil keputusan penting yang mempengaruhi perusahaan BUMN ini.
Dalam sidang, JPU tidak menyinggung soal istilah ‘buang badan’ yang sempat muncul dalam sidang lalu.
Pada sidang Senin (20/10/2025) lalu, Hanung duduk sebagai saksi.
Saat itu, JPU membacakan keterangan Hanung yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Berdasarkan BAP, jaksa menilai istilah ‘buang badan’ digunakan Hanung usai menerima kewenangan untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal BBM.
Padahal, kewenangan untuk menandatangani kontrak kerja sama merupakan kewenangan dari Dirut Pertamina.
“Itu (istilah ‘buang badan’) pikiran saya, tetapi karena saya tidak mengetahui secara pasti maka saya mengambil bahasa simpel, jadi kasarnya, buang badan lah,” jawab Hanung dalam sidang Senin lalu.
Jaksa kembali mencecar Hanung soal pilihan katanya yang berkonotasi negatif.
“Saudara terpikir kalau ini upaya buang badan dari Dirut, apa yang terpikir oleh saudara, apa yang dihindari oleh Dirut? Apakah karena prosesnya tidak sesuai aturan makanya dilimpahkan ke saudara atau seperti apa?” tanya jaksa lagi.
Hanung membantah, delegasi atau pelimpahan wewenang itu dilakukan karena ada proses yang tidak sesuai.
Patut diketahui, PT Oiltanking Merak yang disebut dalam persidangan diduga berafiliasi dengan Muhammad Kerry Adrianto dan Mohamad Riza Chalid.
Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (di kemudian hari berganti nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/10/27/68ff28db38a21.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Karen Agustiawan Ungkap Alasan Perjanjian Sewa Terminal BBM Merak Hanya Dilakukan Direktur Pemasaran
-
/data/photo/2025/10/27/68ff3308c3372.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri PPPA: Pernikahan Usia Anak Cikal Bakal Kekerasan pada Anak dan Perempuan
Menteri PPPA: Pernikahan Usia Anak Cikal Bakal Kekerasan pada Anak dan Perempuan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengungkapkan, pernikahan pada usia anak menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak dan perempuan.
“Pernikahan usia anak menjadi salah satu penyebab tingginya angka kekerasan pada anak dan perempuan karena pernikahan ini menjadi cikal bakal adanya kekerasan,” ujar Arifah di Kantor KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
Menurut Arifah, usia ibu yang belum matang dapat memicu anak stunting karena kondisi tubuh masih dalam masa pertumbuhan dan belum memiliki pengalaman.
“Karena usianya belum matang, sudah melahirkan, anak kurang baik, kurang gizi, stunting, karena masih usia anak, dia harus mengasuh anak, jadi anak ngasih anak, belum memiliki ilmu pengasuhan anak,” ucap dia.
Bukan cuma itu, pernikahan usia anak juga mengurangi kesempatan untuk melanjutkan sekolah maupun peluang pekerjaan.
“Kesempatan pendidikan sempit sehingga kesempatan mendapat pekerjaan untuk meningkatkan ekonomi keluarga juga terhambat,” tutur dia.
Kendati demikian, Arifah menuturkan, di beberapa daerah masih ada tradisi yang mengizinkan pernikahan usia anak (dini) sebagai bagian dari adat dan budaya.
Untuk diketahui, selama satu tahun ini, Kementerian PPPA mencatat peningkatan pelaporan dan pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hingga 20 Oktober 2025, tercatat 25.627 kasus kekerasan dengan korban sebanyak 27.325 orang.
Untuk menghadapi itu, Kementerian PPPA telah membentuk 39 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Dengan perkembangan tersebut, hingga Oktober 2025, 34 provinsi dan 389 kabupaten/kota atau 73 persen dari 552 daerah di Indonesia telah memiliki UPTD PPA.
Kementerian PPPA memastikan akan mengedepankan proses hukum agar para pelaku kekerasan seksual pada anak dan perempuan mendapat hukuman setimpal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/10/686ef2b112294.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MK Rampung Sidangkan Perkara Uji Materi Pasal Obstruction of Justice yang Digugat Hasto
MK Rampung Sidangkan Perkara Uji Materi Pasal Obstruction of Justice yang Digugat Hasto
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mahkamah Konstitusi (MK) telah merampungkan sidang uji materi pasal perintangan penyidikan atau
obstruction of justice
(OOJ) dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang dimohonkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
“Hari ini adalah sidang terakhir untuk perkara ini. Oleh karena itu, kepada pemohon, DPR, dan kuasa Presiden juga akan mengajukan kesimpulan diberi waktu tujuh hari sejak sidang terakhir hari ini,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo di Jakarta, Senin (27/10/2025), melansir
Antara
.
MK lantas meminta pemohon dan para termohon menyerahkan kesimpulan tertulis berisi pandangan akhir mengenai perkara itu.
Setelah itu, para hakim konstitusi akan menggelar rapat permusyawaratan hakim guna memutus permohonan Hasto sebelum nantinya putusan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Adapun pada Senin ini, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang dengan agenda mendengar keterangan ahli yang dihadirkan pemerintah, yakni Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji dan pengajar Ilmu Hukum Universitas Borobudur Ahmad Redi.
Kedua ahli tersebut sama-sama sepakat bahwa Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang mengatur perihal OOJ tidaklah bertentangan dengan konstitusi, sebagaimana yang didalilkan Hasto dalam permohonannya.
“Ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah sebuah norma yang tidak bertentangan dengan nilai konstitusi, khususnya kepastian hukum,” kata Suparji.
Dia menjelaskan ketentuan pasal tersebut telah memiliki batasan dan perintah yang jelas. Dalam perspektif hukum pidana, kata dia, pasal dimaksud telah memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Suparji juga mengatakan pasal itu tidak perlu penafsiran baru dengan menambahkan unsur “melawan hukum”, seperti yang dimintakan Hasto.
“Karena sudah jelas perbuatan-perbuatan apa sebetulnya yang dilarang, sudah jelas bagaimana struktur normanya,” katanya.
Sementara itu, Redi menyebut pasal yang diuji Hasto telah memenuhi unsur proprosionalitas.
Menurut dia, ancaman pidana yang diatur dalam pasal tersebut tidak perlu diubah, sebagaimana yang diminta Hasto dalam perkara ini.
“Ancaman penjara 3–12 tahun dan denda Rp 150–600 juta adalah proporsional dengan keseriusan perbuatan. Tindakan yang menggagalkan proses hukum dalam perkara korupsi dapat mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana,” ucapnya.
Sebelumnya, Hasto mempersoalkan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor yang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara 3–12 tahun dan/atau denda Rp 150 juta–Rp600 juta.
Menurut Hasto, dalam praktiknya, pasal tersebut ditafsirkan secara tidak proporsional dan menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum yang adil, sebagaimana diamanatkan konstitusi.
Ia ingin norma pasal diperjelas. Dalam petitum, dia meminta MK menambahkan frasa “secara melawan hukum” dan “melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak semestinya”ke dalam pasal dimaksud.
Selain itu, dia juga mendalilkan bahwa ancaman pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Tipikor tidak proporsional. Untuk itu, ia meminta ancaman pidana perintangan penyidikan dikurangi menjadi paling lama 3 tahun.
Turut dimintakan Hasto, kata “dan” dalam frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” dimaknai memiliki arti kumulatif. Dalam kata lain, dia meminta, seseorang hanya bisa dihukum jika melakukan tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan dalam semua tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
Hasto sempat menjadi terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan dan gratifikasi terkait penggantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan, tetapi terbukti terlibat dalam pemberian suap sehingga divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kendati demikian, Hasto tidak menjalani masa pemidanaan lantaran telah mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/27/68ff3855812a1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menteri PPPA: Hambatan Terbesar UMKM Perempuan karena Status KTP Ibu Rumah Tangga
Menteri PPPA: Hambatan Terbesar UMKM Perempuan karena Status KTP Ibu Rumah Tangga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi menyoroti kendala yang sering dihadapi para pelaku usaha mikro perempuan, terutama ibu rumah tangga, dalam mengakses permodalan dari lembaga keuangan.
Menurut Arifah, hambatan terbesar bagi pelaku UMKM perempuan adalah status pekerjaan yang tercantum di Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai ibu rumah tangga, sehingga dianggap tidak memiliki penghasilan tetap.
“Hambatan terbesar untuk UMKM perempuan adalah karena di kartu identitas KTP perempuan itu sebagai ibu rumah tangga,” ujar Arifah di kantor Kemenko PM, Jakarta, Senin (27/10/2025).
“Jadi ketika dia mengajukan untuk peminjaman modal itu terkendala karena dia dianggap tidak punya penghasilan,” lanjutnya.
Arifah mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta beberapa kementerian lain untuk mencari solusi agar status identitas di KTP tidak menjadi penghalang akses permodalan bagi perempuan.
“Ini sedang kita coba koordinasikan dengan Kemendagri dan beberapa kementerian bagaimana supaya identitas itu bukan sebagai ibu rumah tangga, sehingga akses untuk peminjaman modal ke bank dan sebagainya bisa diberi kesempatan,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satunya melalui program Permodalan Nasional Madani (PNM).
Menurutnya, fokus utama pemberdayaan perempuan saat ini adalah pada aspek ekonomi, terutama melalui penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Pemberdayaan ekonomi perempuan ini menyangkut aspek pemberdayaan UMKM, di mana UMKM memiliki peran sangat strategis karena berkontribusi sekitar 60 persen terhadap PDB,” jelasnya.
Cak Imin menekankan, dari total pelaku UMKM di Indonesia, sekitar 60 persen merupakan perempuan, sehingga peningkatan kapasitas ekonomi perempuan akan berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Beberapa hal yang kita lakukan antara lain mensupport jenis usaha, produk-produk yang tumbuh di masyarakat, termasuk melalui PNM (Permodalan Nasional Madani) yang memiliki berbagai program dasar untuk pemberdayaan perempuan,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/27/68ff284c0b6f3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggota DPR Sebut Umrah Mandiri Beri Kebebasan bagi Calon Jemaah, Ingatkan Tetap Ikut Aturan
Anggota DPR Sebut Umrah Mandiri Beri Kebebasan bagi Calon Jemaah, Ingatkan Tetap Ikut Aturan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi VIII DPR RI Aprozi Alam mengatakan, aturan umrah mandiri dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 justru memberikan kebebasan bagi masyarakat Indonesia yang ingin melaksanakan umrah mandiri.
Namun, dia menegaskan, setiap jemaah tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku dalam undang-undang.
“Jadi kita memberikan kebebasan kepada masyarakat Indonesia untuk melaksanakan haji mandiri maupun umrah mandiri, tentunya mengikuti koridor-koridor yang sudah diatur dalam undang-undang,” ucap Aprozi di Kompleks Parlemen, Senin (27/10/2025).
Dia mencontohkan, jemaah umrah mandiri tetap wajib memenuhi sejumlah persyaratan dasar seperti beragama Islam, memiliki paspor, serta melakukan pendaftaran melalui aplikasi Nusuk.
Aprozi menekankan bahwa langkah tersebut diperlukan agar jemaah terdata di Kementerian Haji dan Umrah Indonesia maupun Arab Saudi, sehingga bisa terawasi.
“Yang pertama tentu agama Islam, yang kedua memiliki paspor untuk bolak-baliknya, dan yang ketiga harus mendaftar melalui online Nusuk sehingga mereka bisa terdaftar di Kementerian Haji Indonesia dan Kementerian Haji Arab Saudi,” jelasnya.
“Pemerintah Indonesia tahu bahwa contohnya saya berangkat pada bulan ini dan tanggal ini, tentu harus itu. Nah, seandainya itu tidak dilakukan tentu tidak bisa,” pungkas Aprozi.
Aprozi pun mengatakan, aturan ini sudah jelas dan sesuai dengan praktik yang telah lama berlaku di Arab Saudi.
Oleh karena itu, Aprozi berpandangan tidak perlu ada pembahasan lanjutan terkait aturan umrah mandiri tersebut dalam UU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah terbaru.
“Sebenernya enggak perlu ada pembahasan lagi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 sudah clear, bahwasannya kita dari Komisi VIII bersama pemerintah sudah mengesahkan untuk haji mandiri dan umrah mandiri,” kata Aprozi.
“Apalagi kita tahu bahwasannya di Arab Saudi hal ini bukan baru, mereka sudah membuka seluas-luasnya. Di Indonesia baru mengikuti regulasi yang ada di Arab Saudi,” sambungnya.
Aprozi pun menganggap wajar jika ada pihak-pihak, khususnya biro perjalanan umrah, yang merasa keberatan dengan aturan baru tersebut.
Sebab, keputusan membuka ruang bagi masyarakat untuk beribadah umrah secara mandiri dapat berdampak pada bisnis mereka.
“Ada pihak-pihak yang merasa kurang bisa menerima, saya pikir hal yang biasa. Ini kan travel adalah sebuah bisnis, dan kepentingan masyarakat adalah kepentingan yang umum yang harus didahulukan oleh pemerintah,” kata Aprozi.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah mengesahkan UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah diperbolehkannya ibadah umrah dilakukan secara mandiri tanpa melalui biro perjalanan atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Dalam Pasal 86 UU PIHU yang baru, perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu lewat PPIU, secara mandiri, atau melalui menteri dalam kondisi luar biasa.
Ketentuan “secara mandiri” ini merupakan hal baru yang tidak ada dalam UU PIHU versi lama tahun 2019, di mana umrah hanya bisa dilakukan melalui PPIU atau pemerintah.
Berikut adalah perbandingan pasal versi lama dan versi baru yang memuat perubahan ketentuan mengenai umrah mandiri:
UU Nomor 8 Tahun 2019
Pasal 86
(1) Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau berkelompok melalui PPIU.
(2) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh PPIU.
(3) Selain oleh PPIU, penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan oleh Pemerintah.
(4) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.
(5) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Presiden.
UU Nomor 14 Tahun 2025
Pasal 86
(1) Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan:
a. melalui PPIU;
b. secara mandiri; atau
c. melalui Menteri.
(2) Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat.
(3) Keadaan luar biasa atau kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Presiden.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/24/68fae084aa565.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Di KTT ASEAN, Indonesia Ajak India Tukar Pengalaman Terkait Program MBG
Di KTT ASEAN, Indonesia Ajak India Tukar Pengalaman Terkait Program MBG
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Indonesia menawarkan pertukaran pengalaman terkait program makan bergizi gratis (MBG) dengan India dalam KTT ASEAN-India ke-22 di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/10/2025).
Awalnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menyinggung soal capaian Indonesia meluncurkan Program MBG yang penerima manfaatnya sudah mencapai 37 juta.
“Di Indonesia, Presiden Prabowo telah meluncurkan program makanan bergizi gratis dengan lebih dari 37 juta penerima manfaat,” kata Sugiono, dalam pernyataannya yang dikutip dari laman Kemlu RI, Senin (27/10/2025).
Sugiono melihat adanya potensi kedua negara saling bertukar pengalaman guna membangun generasi yang lebih sehat dan kuat.
Terlebih, India juga memiliki program serupa MBG yang dinamai Pradan Mantri Poshan India.
“Kami melihat potensi yang kuat untuk berbagi pengalaman dengan program pradan mantri poshan India guna membangun generasi yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih produktif di seluruh kawasan kita,” ucap dia.
Dia pun menekankan pentingnya kerja sama dengan India dalam ketahanan pangan karena menyangkut fondasi kemakmuran, yaitu kesejahteraan masyarakat.
Di sektor maritim, Sugiono mengatakan bahwa wilayah laut sejak dahulu selalu menjadi jembatan antara negara ASEAN dan India.
Jika wilayah laut dahulu menjadi sarana bagi kapal-kapal yang membawa rempah-rempah, kini laut harus membawa kolaborasi, inovasi, dan kemakmuran bersama.
Sugiono mengajak India menjadikan laut sebagai koridor perdamaian dan kemajuan.
“Menjelang tahun kerja sama maritim ASEAN–India pada tahun 2026, marilah kita kembali menempatkan laut di jantung kemitraan kita,” ucap Sugiono.
“Memperkuat konektivitas maritim akan meningkatkan perdagangan dan investasi, mendorong pertukaran budaya, dan menjunjung tinggi perdamaian serta stabilitas di perairan bersama kita,” sambung dia.
Selain itu, Sugiono menyoroti soal sektor pariwisata yang dinilai sebagai aspek kuat untuk mendorong kemitraan kita ke depan.
Oleh karena itu, Indonesia menyambut baik adanya pernyataan bersama pemimpin ASEAN-India tentang pariwisata berkelanjutan.
Menurut dia, pariwisata dapat mendorong pembangunan, menciptakan lapangan kerja, dan memberdayakan masyarakat di seluruh kawasan.
“Namun, nilai utamanya terletak pada kemampuannya untuk melestarikan aset terbesar kita, yaitu alam, budaya, dan warisan bersama,” ujar Sugiono.
Sugiono menegaskan, kemitraan ASEAN dan India dibangun di atas sejarah, konektivitas, dan upaya mencapai kesejahteraan.
“Indonesia yakin bahwa dengan memajukan pariwisata berkelanjutan, kerja sama maritim, dan ketahanan pangan, kita dapat menjadikan Kemitraan Strategis Komprehensif ASEAN-India semakin relevan dan berdampak bagi rakyat kita,” tutur dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/10/27/68ff52061e7f1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/27/68ff1d005997c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/09/15/68c77eaa5fc01.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2021/12/20/61c04b28a03b8.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)