Category: Kompas.com Nasional

  • Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan

    Kini, Pemuda Bersumpah Tanpa Keteladanan
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    SEMBILAN
    puluh tujuh tahun setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bangsa ini masih sibuk merayakannya dengan upacara dan pidato yang sama.
    Sementara makna persatuan yang dulu diperjuangkan generasi muda kini terasa asing di tengah kepemimpinan yang kehilangan teladan.
    Generasi muda kini hidup dalam dunia yang jauh berbeda. Mereka tumbuh di tengah ketimpangan ekonomi, ketidakpastian kerja, dan sistem sosial yang menua sebelum memberi mereka kesempatan.
    Di saat pemerintah menuntut idealisme, kejujuran, dan nasionalisme dari generasi muda, mereka justru jarang diberi figur yang dapat diteladani.
    Sumpah untuk bersatu menjadi simbol yang kehilangan penuntun moral karena ruang kepemimpinan publik semakin miskin contoh.
    Generasi muda bukan tidak peduli pada bangsa, tetapi mereka hidup dalam kondisi yang membuat kepedulian terasa tidak cukup.
    Data Badan Pusat Statistik (BPS, Statistics of Indonesian Youth 2024) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pemuda usia 15–24 tahun mencapai 16,3 persen, tertinggi di Asia Tenggara.
    Sekitar 63 persen pekerja muda berada di sektor informal dengan pendapatan di bawah upah minimum.
    Harga rumah meningkat hampir 12 kali lebih cepat ketimbang pertumbuhan upah rata-rata selama dekade terakhir.
    Biaya kuliah naik 8 persen per tahun, sementara lapangan kerja berkualitas semakin sedikit.
    Di tengah tekanan ini, anak muda dituduh tidak tahan banting, padahal struktur ekonomi yang membuat daya juang mereka menjadi tak terlihat.
    Generasi boomer yang kini mendominasi panggung politik dan birokrasi sering lupa bahwa mereka tumbuh dalam masa ketika negara menyediakan subsidi pendidikan, pekerjaan stabil, dan harga kebutuhan dasar masih rasional. Kini semua itu telah hilang.
    Ironisnya, generasi yang pernah diuntungkan sistem itu pula yang justru paling keras menilai generasi penerusnya secara negatif.
    Mereka menuntut keteladanan dari bawah, tetapi lupa bahwa keteladanan harus dimulai dari atas.
    Bagi banyak anak muda, negara kini tidak lagi tampak sebagai pelindung atau pengarah moral, melainkan sebagai institusi yang sibuk menegur dan mencari kambing hitam.
    Presiden Prabowo Subianto, yang seharusnya menjadi figur pemersatu bangsa, terlalu sering tampil sebagai konfrontator moral.
    Dalam berbagai pidato, ia menegur rakyat dengan nada tinggi, menyalahkan masyarakat karena tidak bersyukur, dan menepis kritik sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap kebijakan negara.
    Gaya komunikasi seperti ini memperlihatkan relasi kuasa yang timpang: pemimpin memosisikan diri sebagai sumber tunggal kebenaran, sementara rakyat hanya merupakan pendengar yang harus menerima.
    Ketika seorang presiden merasa selalu benar dan masyarakat selalu salah, di situlah keteladanan berhenti.
    Bahaya dari model seperti ini terletak pada efek reproduksinya. Ketika presiden bersikap tidak mau dikritik, pejabat di bawahnya akan meniru.
    Menteri meniru gaya marah di depan publik; kepala daerah meniru gaya menyalahkan rakyat; rektor meniru gaya menggurui mahasiswa.
    Dalam waktu singkat, sistem kekuasaan berubah menjadi rantai peniruan tanpa refleksi.
    Ketegasan hanya bahasa ikut-ikutan belaka. Dari pusat hingga daerah, masyarakat menyaksikan pejabat yang memamerkan kemarahan, bukan ketenangan; pembenaran, bukan tanggung jawab.
    Dalam kondisi seperti ini, kepercayaan publik tidak mungkin tumbuh karena contoh yang baik sudah berhenti di puncak.
    Zygmunt Bauman dalam
    Liquid Modernity
    (2000) menyebut masyarakat modern sebagai dunia yang kehilangan stabilitas moral.
    Ketika figur publik tidak konsisten antara kata dan tindakan, rakyat akan menggantinya dengan budaya performa.
    Kebenaran bergeser menjadi tontonan, dan keaslian diganti oleh kepiawaian memainkan citra. Pemimpin tampil bukan untuk memimpin, tetapi untuk dipertontonkan.
    Media sosial memperkuat ilusi ini. Anak muda tumbuh di tengah masyarakat yang menilai keaslian bukan dari integritas, tetapi dari aneka gaya.
    Christopher Lasch dalam
    The Culture of Narcissism
    (1979) menjelaskan bahwa ketika masyarakat kehilangan figur panutan, individu akan mencari pengakuan melalui citra diri.
    Fenomena ini tampak dalam cara banyak anak muda mengekspresikan diri di dunia digital.
    Mereka sering dicemooh sebagai generasi narsistik, tetapi sebenarnya mereka sedang mengisi kekosongan simbolik yang ditinggalkan oleh negara.
    Mereka belajar dari contoh yang mereka lihat. Jika pejabat marah di depan kamera dan tetap mendapat tepuk tangan, maka mindset yang terbentuk adalah performa memang lebih dihargai daripada integritas.
    Jika pejabat mengaku paling benar dan kebal kritik, maka kejujuran tampak seperti kelemahan.
    Pemerintah sering berbicara tentang gotong royong dan nasionalisme, tetapi dalam praktiknya lebih suka menimpakan kesalahan kepada masyarakat.
    Ketika terjadi kemacetan, rakyat disalahkan karena tidak tertib. Ketika harga pangan naik, rakyat disalahkan karena tidak efisien. Ketika ada kegelisahan politik, media sosial disalahkan karena dianggap provokatif.
    Dalam setiap masalah, yang bersalah selalu masyarakat; yang benar selalu negara.
    Padahal, inti dari pemerintahan yang bermoral adalah kesediaan untuk bertanggung jawab terlebih dahulu sebelum menuntut tanggung jawab orang lain.
    Pierre Bourdieu dalam
    Outline of a Theory of Practice
    (1977) menyebut bahwa manusia bertindak dalam kerangka habitus, yakni kebiasaan sosial yang dibentuk oleh struktur kekuasaan.
     
    Ketika struktur itu mengajarkan bahwa menyalahkan lebih aman daripada mengakui salah, maka seluruh kebiasaan sosial akan mengikuti pola itu.
    Inilah yang terjadi di Indonesia hari ini. Dari politik hingga pendidikan, kita menyaksikan budaya menyalahkan mengakar sebagai norma.
    Pemimpin yang memaki rakyat dianggap tegas, sedangkan pemimpin yang mau mendengar justru dianggap lemah.
    Dalam jangka panjang, bangsa akan kehilangan kemampuan untuk belajar dari kesalahan karena tidak ada yang mau mengakuinya.
    Generasi muda akhirnya tumbuh di tengah kekacauan simbolik ini. Mereka tidak kehilangan moralitas, tetapi kehilangan konteks untuk menghidupkannya. Mereka tidak kehilangan cita-cita, tetapi kehilangan ruang untuk memperjuangkannya.
    Banyak di antara mereka yang memilih diam bukan karena apatis, tetapi karena lelah menghadapi sistem yang tidak mendengar dan tidak menghargai.
    Ada pula yang memilih jalur sendiri, membangun komunitas sosial, gerakan lingkungan, koperasi digital, atau platform pendidikan daring, sebagai cara baru untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan tanpa harus menunggu izin dari negara.
    Data Indikator Politik Indonesia (2024) menunjukkan bahwa meskipun hanya 28 persen anak muda tertarik pada partai politik, lebih dari 70 persen terlibat dalam kegiatan sosial berbasis komunitas.
    Mereka mungkin tidak mempercayai elite politik, tetapi mereka masih mempercayai solidaritas. Artinya, semangat kebangsaan belum mati; ia hanya mencari bentuk baru yang lebih jujur.
    Namun, jika pemerintah terus memperlakukan mereka sebagai ancaman atau objek penghakiman, maka koneksi moral antara negara dan rakyat muda akan semakin retak.
    Krisis keteladanan yang terjadi sekarang memperlihatkan kegagalan moral institusional.
    Negara lebih sibuk menjaga citra ketimbang menegakkan teladan. Dalam situasi ini, tuntutan moral dari pemimpin kepada rakyat menjadi kehilangan bobot.
    Setiap seruan untuk bersatu terdengar hampa ketika yang menyerukan tidak memberi contoh kesediaan untuk berubah.
    Seorang Presiden yang marah di depan kamera tidak sedang mengajar disiplin, melainkan menunjukkan kehilangan kendali atas kepercayaan. Ia bukan sedang memimpin bangsa, tetapi sedang menegaskan jarak antara dirinya dan rakyatnya.
    Bahaya paling serius dari hilangnya keteladanan ialah efek psikologisnya terhadap generasi muda.
    Dalam teori Bauman, modernitas cair melahirkan masyarakat yang kehilangan jangkar moral. Anak muda tumbuh dengan banyak tuntutan, tetapi sedikit panduan.
    Mereka diminta disiplin, tapi melihat pejabat korup; diminta jujur, tapi menyaksikan kebohongan di televisi; diminta mencintai bangsa, tapi melihat kemewahan yang tidak bisa mereka capai.
    Dalam kondisi seperti itu, moralitas tidak lagi terasa sebagai panggilan bersama, tetapi sebagai beban yang sepihak.
    Krisis hanya bisa dipulihkan dengan contoh atau teladan. Jika teladan adalah figur pemimpin tertinggi, maka Presiden harus menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan panggung, melainkan tanggung jawab. Begitu pun pejabat lainnya.
    Anak muda sebenarnya butuh dilibatkan dengan kepercayaan. Jika pejabat terus tampil sebagai figur yang menolak kritik dan melempar beban moral kepada rakyat, maka gaya kepemimpinannya akan menjadi cermin yang buruk bagi bangsa.
    Kepala daerah akan belajar bahwa menegur rakyat lebih mudah daripada memperbaiki kebijakan. Pejabat publik akan belajar bahwa marah di depan kamera lebih efektif ketimbang bekerja dalam diam.
    Dalam waktu singkat, seluruh birokrasi akan meniru cara yang sama, dan generasi muda akan menyaksikan bagaimana kekuasaan semakin kehilangan kebijaksanaan. Mereka akan belajar bahwa kemarahan adalah bahasa resmi negara.
    Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Di tengah semua kekecewaan itu, masih banyak anak muda yang memilih jalan reflektif.
    Mereka tidak menunggu teladan dari atas, melainkan membangunnya dari bawah. Komunitas pendidikan gratis, gerakan sosial digital, inisiatif lingkungan, hingga proyek ekonomi solidaritas terus bermunculan di berbagai kota.
    Di situ lahir bentuk keteladanan baru, yakni kesediaan untuk menolong tanpa pamrih, bekerja lintas identitas, dan menjaga integritas dalam ruang kecil dan tidak terekspos sekalipun.
    Sumpah Pemuda dulu adalah pernyataan untuk bersatu sebagai bangsa. Kini sumpah itu perlu diperbarui menjadi janji untuk saling percaya.
    Generasi muda perlu percaya bahwa suara mereka sesungguhnya berarti, dan generasi tua perlu percaya bahwa yang muda bukanlah ancaman.
    Begitu kepercayaan publik runtuh, moral negara ikut retak. Pemimpin yang tak mau memberi contoh bukan hanya gagal memimpin, tetapi sedang membiarkan masyarakat tumbuh tanpa pedoman. Dari situ, hilangnya keteladanan berubah menjadi awal disorientasi bangsa.
    Sebuah bangsa tidak bisa hidup hanya dari kebanggaan masa lalu. Ia harus memberi alasan moral bagi generasi muda untuk tetap percaya pada masa depan.
    Presiden, menteri, kepala daerah, wakil rakyat hingga rektor dan semua yang berada di puncak kekuasaan harus mengerti bahwa keteladanan adalah satu-satunya bentuk kepemimpinan yang tidak bisa dipalsukan.
    Ia tidak lahir dari kemarahan dan arogansi, tetapi dari kesediaan untuk belajar bersama rakyat.
    Bila negara ingin generasinya bersumpah kembali untuk Indonesia, maka negara harus terlebih dahulu menepati sumpahnya sendiri, dengan menjadi teladan yang adil, rendah hati, dan manusiawi. Semoga!
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • AMPHURI Diminta Tak Khawatir soal Umrah Mandiri, karena Ada Pengawasan dan Verifikasi

    AMPHURI Diminta Tak Khawatir soal Umrah Mandiri, karena Ada Pengawasan dan Verifikasi

    AMPHURI Diminta Tak Khawatir soal Umrah Mandiri, karena Ada Pengawasan dan Verifikasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania meminta Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) tidak khawatir atas penyelenggaraan umrah mandiri yang resmi diperbolehkan pemerintah.
    Ia memastikan akan tetap ada mekanisme pengawasan, verifikasi, dan mitigasi risiko, baik bagi jemaah yang berangkat secara mandiri maupun melalui penyelenggara.
    Hal tersebut akan diatur oleh Kementerian Agama (Kemenag).
    “Perlu digarisbawahi, kemudahan akses digital tidak boleh menghilangkan aspek tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi jemaah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, tetap harus memastikan adanya mekanisme pengawasan, verifikasi, dan mitigasi risiko, baik bagi jemaah yang berangkat secara mandiri maupun melalui penyelenggara,” kata Dini, kepada Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
    Dini berpandangan, setiap kebijakan yang menyangkut urusan ibadah harus menempatkan keamanan, keselamatan, dan perlindungan jemaah sebagai prioritas utama.
    DPR RI, kata Dini, sudah mencermati potensi dampak ekonomi yang dikhawatirkan oleh para pelaku usaha dalam negeri.
    Dia pun mengakui jika skema umrah mandiri dibiarkan tanpa regulasi turunan yang jelas, manfaat ekonominya bisa lari ke luar negeri, sementara industri perjalanan umrah nasional kehilangan daya saing.
    Oleh karenanya, ia akan meminta Kemenag untuk menyusun aturan turunannya.
    “Karena itu, saya di Komisi VIII akan meminta Kementerian Agama menyusun regulasi turunan yang menjamin adanya keseimbangan antara inovasi digital dan keberlanjutan ekosistem penyelenggara umrah nasional,” ucap Dini.
    Di sisi lain, Dini menghormati langkah hukum yang ditempuh oleh asosiasi, salah satunya melakukan
    judicial review
    UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang baru saja disahkan, yang mengubah regulasi dengan peresmian umrah mandiri.
    Menurut dia, itu bagian dari hak konstitusional warga negara.
    Meski dari sisi DPR, ia menilai UU tersebut masih bisa dioptimalkan melalui peraturan pelaksana yang lebih perinci, bukan harus langsung direvisi.
    “Intinya, Komisi VIII akan terus mengawal agar transformasi digital dalam penyelenggaraan umrah tidak menimbulkan korban baru di lapangan, baik jemaah maupun pelaku usaha, melainkan menjadi sarana peningkatan efisiensi, transparansi, dan pelayanan umat,” tandas Dini.
    Sebelumnya diberitakan, AMPHURI menilai, umrah mandiri tidak cocok dilaksanakan di Indonesia.
    Sekretaris AMPHURI Zaki Zakariya khawatir begitu umrah mandiri dilegalkan, maka sistem yang selama ini berjalan akan digantikan oleh platform global yang berorientasi profit.
    “Sangat tidak cocok dan tidak ada negara Muslim pengirim jemaah umrah dan haji yang membuka diri, terus platform Nusuk dibuka di Indonesia, diintegrasi, tidak ada,” ujar Zaki, dalam dialog bersama Kompas TV, Senin (27/10/2025).
    “Yang tadi disampaikan bahwa Saudi sudah menerima umrah mandiri dari keluarga negara itu tidak tepat,” tambah dia.
    Lambat laun, kata Zaki, hal itu akan berdampak pada ekonomi masyarakat dan pergeseran nilai spiritual umrah menjadi transaksi komersial semata.
    “Ini berbahaya sekali buat bangsa kita. Buat ekonomi berbasis keumatan ini sangat berbahaya sekali,” ucap dia.
    Menurut Zaki, pengelolaan umrah mandiri dari pengajuan visa, pemesanan tiket, akomodasi, hingga layanan di Tanah Suci yang dapat diatur langsung oleh jemaah justru akan merugikan pajak negara.
    “Ya kan memang kita tahulah bahwa kalau kita langsung membeli, masyarakat Indonesia membeli ke platform luar negeri secara langsung, bagaimana pajaknya? Kita akan tergerus, kita tidak akan mengembangkan TKDN yang selalu digaung-gaungkan pemerintah,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif

    KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif

    KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) akan bersikap kooperatif terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
    “Prinsipnya KCIC kooperatif dan sangat menghormati semua proses KPK,” kata Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (27/10/2025) malam.
    Eva juga menyatakan bahwa KCIC akan bekerja sama membantu KPK selama penyelidikan.
    “KCIC akan bekerja sama dengan KPK untuk proses penyelidikannya,” ujarnya.
    Sebelumnya, KPK melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau
    mark-up
    proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.
    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dihubungi wartawan, Senin (27/10/2025).
    Asep belum menjelaskan lebih lanjut kapan penyelidikan dilakukan karena KPK melakukan penyelidikan secara tertutup.
     
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) era Presiden Jokowi, Mahfud MD, mengungkapkan adanya dugaan penggelembungan anggaran atau
    mark-up
    di proyek ini melalui kanal YouTube pribadinya.
    Mahfud menyebut biaya per kilometer kereta Whoosh di Indonesia mencapai 52 juta dollar AS, atau jauh lebih tinggi dari perhitungan di China yang hanya sekitar 17-18 juta dollar AS.
    “Naik tiga kali lipat, ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?” kata Mahfud dalam kanal YouTubenya pada 14 Oktober lalu. “Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Badan Gizi Perintahkan Koordinator Daerah MBG Lawan Hoaks dan Berita Miring

    Badan Gizi Perintahkan Koordinator Daerah MBG Lawan Hoaks dan Berita Miring

    Badan Gizi Perintahkan Koordinator Daerah MBG Lawan Hoaks dan Berita Miring
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang, memerintahkan koordinator daerah Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menangkal kabar tidak benar atau hoaks terkait dengan MBG.
    “Kita tidak boleh kalah cepat dari hoaks. Koordinator Regional (Kareg) dan Koordinator Wilayah (Korwil) harus jadi sumber informasi resmi dan cepat mengklarifikasi isu di lapangan,” kata Nanik dalam keterangan resmi, Selasa (28/10/2025).
    Nanik mengatakan, pihaknya juga akan bekerja cepat, akurat, dan terkoordinasi dalam menjaga kepercayaan masyarakat, termasuk menangkal hoaks dan berita negatif tentang MBG.
    “Banyaknya berita miring dan disinformasi tentang MBG di media sosial muncul karena lemahnya respons cepat dari pelaksana daerah,” ujarnya.
    Nanik mendorong setiap daerah untuk membangun akun media sosial resmi dan akun pendukung yang difokuskan untuk menyebarkan informasi positif seputar program.
    Konten seperti aktivitas dapur, menu makanan, hingga kisah perubahan ekonomi petugas MBG maupun ekonomi masyarakat akibat program MBG dinilai efektif untuk membangun kepercayaan publik serta menampilkan wajah BGN yang transparan, inspiratif, dan responsif.
    Nanik juga akan memberikan sejumlah uang kepada daerah yang bisa membuat konten viral dengan tone positif terkait MBG.
    “Ada insentif pribadi sebesar Rp 5 juta bagi konten daerah yang berhasil viral secara positif di media sosial,” lanjutnya.
    “Kita ingin setiap Kareg dan Korwil bukan hanya menjalankan tugas administratif, tapi juga mampu mengemas pesan gizi menjadi narasi yang menggerakkan dan membangun optimisme publik,” tegas mantan wartawan itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Karen Agustiawan Jelaskan Perusahaan Tak Butuh Terminal BBM Riza Chalid

    Karen Agustiawan Jelaskan Perusahaan Tak Butuh Terminal BBM Riza Chalid

    Karen Agustiawan Jelaskan Perusahaan Tak Butuh Terminal BBM Riza Chalid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, mengatakan bahwa saat ia masih menjabat, Pertamina tidak butuh menyewa terminal bahan bakar merak (BBM) Merak milik Riza Chalid.
    “Untuk operasional Pertamina, stok operasional Pertamina, itu cukup dari depo yang jumlahnya 140, dengan kilang jumlahnya 6, dari pipa, dan dari kapal,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/102025).
    Penjelasan ini Karen sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dkk.
    Karen mengatakan, operasional Pertamina saat itu berjalan dengan baik dengan fasilitas yang sudah ada, tidak perlu menyewa terminal BBM (TBBM) Merak milik PT Oiltanking Merak yang terafiliasi dengan Mohamad Riza Chalid dan putranya, Kerry Adrianto.
    Karen menegaskan, jika bicara soal BBM, dikenal istilah stok operasional dan stok nasional.
    Sebagai perusahaan, Pertamina mengedepankan dan lebih memperhitungkan stok operasional.
    Sementara, penyewaan Terminal BBM Merak merupakan bagian dari pemenuhan stok nasional.
    Meski tidak dibutuhkan untuk operasional Pertamina, TBBM Merak yang kini dioperasikan oleh PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) dinilai penting untuk menjaga stabilitas stok BBM nasional.
    “OTM sebagai stok nasional itu memang dibutuhkan. Karena kami dari Pertamina itu hanya mampu 18 hari. Kalau misalnya stok nasional harus 30 hari, memang kami tidak mampu,” jelas Karen.
    Ketika berbicara mengenai stok BBM, Karen menegaskan, ini bukan hanya menyinggung soal tempat penyimpanan, tapi jumlah BBM yang perlu disiapkan.
    Karen mengatakan, sejak ia menjabat Dirut Pertamina pada 2009-2014, pemerintah terus meminta agar Pertamina menaikkan stok BBM hingga 30 hari. Namun, saat itu, Pertamina hanya bisa memasok hingga 18 hari.
    “Dari semua pertemuan, (pemerintah) selalu meminta untuk menambahkan stok BBM menjadi 30 hari. Namun, Pertamina selalu menolak, karena itu terkait dengan pembiayaan. Karena, bukan cuma tangkinya, tapi juga harus diisi,” imbuhnya.
    Karen mengungkap, pada periodenya menjabat, biaya untuk memasok BBM itu mencapai 125 juta dolar Amerika Serikat per hari.
    Jika dikalikan untuk 30 hari, biaya yang perlu dikeluarkan Pertamina terlampau besar dan tidak bisa dipenuhi berdasarkan kondisi keuangan perusahaan saat itu.
    “Satu hari itu adalah sekitar 125 juta USD, kalau 30 hari stok nasional, itu 30 kali 125 juta USD. Oleh dan sebab itu, kami selalu mengesampingkan permohonan 30 hari dengan komit untuk andal dalam distribusi dan suplai kepada konsumen, karena itu yang sanggup mengingat
    cashflow
    Pertamina,” jelas Karen.
    Adapun, Karen beranggapan, untuk menjamin stok nasional bukan tanggung jawab Pertamina selaku korporasi atau badan usaha.
    Ia pun mencontohkan negara lain yang modal stok BBM berasal dari anggaran negara, bukan dari korporasi.
    “Minyaknya, BBM-nya, itu kalau di negara lain, itu menggunakan
    state budget
    , bukan
    corporate budget
    ,” kata Karen.
    Lebih lanjut, Karen menyinggung Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 Pasal 2 yang menyebutkan, cadangan penyangga energi (CPE) merupakan kewajiban pemerintah pusat.
    Karen mengatakan, penyewaan kilang milik PT OTM ini masuk dalam kewajiban pemerintah, bukan Pertamina.
    “Di sana disampaikan bahwa cadangan penyangga energi merupakan tanggung jawab penuh pemerintah pusat, termasuk persediaannya. Jadi, OTM ini bisa masuk untuk menjadi penyangga, cadangan penyangga energi nasional,” kata Karen lagi.
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (kemudian berubah nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
    Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Dalami Tekanan yang Diterima Karen Agustiawan oleh 2 Tokoh Nasional

    Hakim Dalami Tekanan yang Diterima Karen Agustiawan oleh 2 Tokoh Nasional

    Hakim Dalami Tekanan yang Diterima Karen Agustiawan oleh 2 Tokoh Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Sigit Herman Binaji mendalami soal dua tokoh nasional yang menekan eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan untuk memenuhi permintaan pengusaha minyak, Mohamad Riza Chalid terkait penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak.
    Hal ini terjadi saat Karen dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dkk.
    “Tadi kaitan sama pertanyaan JPU, ada tokoh nasional tersebut, (dalam BAP Karen mengatakan) ‘Saya tertekan, karena saya mengetahui dua pejabat tersebut membawa pesan dari saudara Mohamad Riza Chalid’, tertekannya seperti apa?” tanya Sigit dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/102025).
    Dalam sidang, nama dua pejabat ini tidak disebutkan sama sekali. Karen yang duduk sebagai saksi juga tidak menjawab detail terkait tekanan yang dialaminya.
    “Kalau misalkan semua yang ingin berbisnis dengan Pertamina harus diperhatikan, agak sulit, yang mulia,” jawab Karen.
    Ia mengaku, selama menjabat sebagai Dirut Pertamina pada 2009-2014, ia memegang prinsip, semua yang berbisnis dengan Pertamina harus mengikuti aturan yang ada.
    “Kalau ingin berbisnis dengan Pertamina, silakan berbisnis, tidak perlu memerlukan perhatian yang khusus, asal mengikuti peraturan Pertamina yang ada,” lanjut Karen.
    Soal dua tokoh nasional yang menekan Karen ini lebih dahulu disinggung jaksa pada persidangan yang sama.
    Tekanan ini disebutkan terjadi sekitar awal tahun 2014. Saat itu, Karen disebutkan sedang berada di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
    Dalam sidang, jaksa membacakan sejumlah berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan Karen banyak mendapat tekanan pada tahun 2014. Saat itu, ia masih menjabat sebagai Dirut PT Pertamina.
    “Bahwa dalam suatu pernikahan pejabat yang saya hadiri yang tidak saya sebut namanya, pada sekitar awal 2014 bertempat di Hotel Dharmawangsa Jalan Brawijaya Kebayoran Baru Jakarta Selatan, terdapat dua tokoh nasional yang menghampiri saya dan menyampaikan agar tangki Merak diperhatikan,” ujar jaksa Triyana Setia Putra membacakan BAP Karen dalam sidang.
    Saat dicecar jaksa soal tekanan ini, Karen juga tidak menjelaskan secara detail.
    Ia hanya mengatakan, selama menjadi Dirut Pertamina, banyak orang berusaha berkenalan dan menyampaikan keinginan mereka. Namun, ia mengaku tidak melulu menuruti permintaan tersebut.
    Karen mengatakan, tekanan dari pihak-pihak ini ia artikan sebagai arahan untuk memastikan kinerja Pertamina sesuai dengan tata kerja organisasi (TKO).
    “Jadi, kalau misalnya dibilang agar diperhatikan. Itu menjadi cambuk bagi saya untuk menekan supaya harus benar-benar taat pada TKO,” jelas Karen.
    Proyek tangki Merak yang disinggung jaksa dan hakim ini merujuk pada pengadaan penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) yang berkaitan erat dengan Mohamad Riza Chalid.
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (kemudian berubah nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
    Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono;
    Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH

    Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH

    Perkuat Keamanan dan Layanan Halal, BSSN Kukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber BPJPH
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengukuhkan Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal ini dilakukan dalam Pengukuhan Bersama Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS) atau Computer Security Insident Response Team (CSIRT) di Kantor BSSN, Depok, Jawa Barat, Senin (27/10/2025)
    Kepala BPJPH RI Ahmad Haikal Hasan menyampaikan bahwa pembentukan dan pengukuhan TTIS BPJPH merupakan langkah strategis dalam memperkuat fondasi keamanan data dan layanan halal nasional.
    “BPJPH berkomitmen mengembangkan sistem layanan halal yang andal, aman, dan terlindungi, sejalan dengan prinsip integritas, keamanan, serta keandalan data publik,” ujar Ahmad Haikal Hasan dalam rilis persnya, Senin.
    Lebih lanjut, Haikal Hasan mengatakan bahwa pengukuhan TTIS BPJPH ini merupakan bagian dari upaya memperkuat keamanan dan ketahanan siber khususnya dalam layanan sertifikasi halal.
    Tidak hanya itu, pengukuhan tersebut juga untuk meningkatkan kesiapsiagaan digital di lingkungan BPJPH khususnya dalam mendukung transformasi layanan publik sertifikasi halal berbasis teknologi informasi.
    Pada kesempatan itu, Kepala BSSN Nugroho Sulistyo Budi menegaskan bahwa di antara isu penting keamanan data adalah perlunya upaya mencegah jangan sampai data dimanipulasi, dicuri, dirusak, dan diambil alih pihak yang tidak bertanggung jawab.
    Ia menegaskan bahwa penguatan keamanan siber di seluruh instansi pemerintah harus berlandaskan pada tiga pilar utama, yaitu Confidentiality (Kerahasiaan), Integrity (Keutuhan), dan Availability (Ketersediaan).
    Ketiga prinsip yang dikenal sebagai CIA Triad ini menjadi fondasi bagi setiap sistem digital agar data tetap terlindungi, akurat, dan selalu tersedia bagi pengguna yang berhak.
    Ia menjelaskan, penerapan prinsip tersebut penting untuk memastikan keamanan layanan publik berbasis teknologi, termasuk dalam sistem layanan sertifikasi halal.
    Dengan menjaga kerahasiaan data, keutuhan informasi, dan ketersediaan layanan, lembaga pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik sekaligus memperkuat ketahanan siber nasional secara berkelanjutan.
    Ia menambahkan bahwa perlindungan terhadap infrastruktur kritis informasi pemerintah merupakan prioritas bersama yang membutuhkan sinergi menyeluruh antara pemerintah, industri, dan masyarakat.
    Dengan terbentuknya TTIS BPJPH, diharapkan sistem layanan publik yang dikelola BPJPH khususnya layanan Sertifikasi Halal Terintegrasi semakin tangguh terhadap potensi ancaman dan serangan siber.
    TTIS BPJPH pun akan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi, mencegah, serta merespons insiden keamanan siber di lingkungan internal BPJPH.
    Langkah ini menjadi bagian dari strategi BPJPH dalam memperkuat tata kelola teknologi informasi, memperluas kolaborasi dengan lembaga keamanan nasional, serta memastikan keberlanjutan layanan halal yang cepat, terpercaya, dan adaptif terhadap tantangan keamanan siber.
    Pengukuhan TTIS BPJPH menandai babak baru bagi BPJPH dalam memperkuat sistem digitalisasi layanan halal nasional, sekaligus mendukung misi pemerintah menuju ekosistem layanan publik yang aman, tangguh, dan berkelanjutan. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa

    Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa

    Eks Dirut BUMN Buka Momen Berkenalan dengan Riza Chalid: 2008 di Hotel Dharmawangsa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menceritakan momen pertamanya berkenalan dengan Mohamad Riza Chalid yang terjadi pada 2008.
    Momen tersebut diceritakan Karen saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang yang menyeret Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza dan terdakwa lainnya di kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.
    Pada 2008, Karen dikenalkan dengan Riza Chalid oleh Direktur Utama PT Pertamina periode tahun 2006-2009, Ari Soemarno di lobi Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
    Dalam perkenalannya dengan Riza Chalid itu, Karen tengah menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina pada 2008.
    “Saya baru pulang dari rapat (di) Natuna, di lobi dengan Pak Ari (Soemarno) dan bertemu dengan Mohamad Riza Chalid, dan saya diperkenalkan,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
    Setelah itu, ia berkenalan dengan Irawan Prakoso dalam kesempatan yang berbeda. Saat itu, Irawan pun menyinggung nama Riza Chalid.
    “Pada saat itu, hanya disampaikan (Irawan Prakoso) sebagai anak buahnya Pak Mohamad Riza,” lanjut Karen.
    Meski sudah lama mengenal Riza Chalid, Karen mengaku tidak tahu bahwa ada peran ayah Kerry Adrianto di balik pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak, termasuk soal keterlibatan PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi Riza Chalid.
    Sementara itu dalam sidang pada Senin (20/10/2025), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023, Hanung Budya Yuktyanta mengaku merasa ditekan oleh pihak Riza Chalid jika tidak menandatangani perjanjian terminal bahan bakar minyak (BBM).
    Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hanung yang dihadirkan sebagai saksi dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero untuk terdakwa Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza.
    “Apabila saya tidak menandatangani persetujuan OE atau HTS, penunjukkan pemenang langsung yaitu PT Oiltanking Merak dan penandatanganan perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan BBM dengan PT Oiltanking Merak, saya akan dicopot karena tekanan dari Mohamad Riza Chalid,” ujar jaksa Triyana Setia Putra membacakan BAP Hanung.
    Dalam BAP yang sama, Hanung mengaku tekanan dari Riza Chalid ini ia rasakan dari kedatangan Irawan Prakoso. Hanung mengatakan, Irawan merupakan orang kepercayaan Riza.
    “Tekanan tersebut saya rasakan saat itu dan salah satunya, sinyalnya adalah kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Mohamad Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaan Mohamad Riza Chalid terkait proses rencana sewa storage Oiltanking Merak yang diajukan oleh saudara Gading Ramadhan Joedo selaku Dirut PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi dan salah satu kepercayaan dari Mohamad Riza Chalid,” lanjut jaksa Triyana melanjutkan BAP.
    Saat dikonfirmasi jaksa, Hanung mengaku kalau tekanan ini hanya perasaan dan dugaannya. Ia mengatakan tidak memiliki bukti terkait tekanan ini.
    “Yang pasti secara verbal itu tidak terucap, tetapi mohon maaf saya sebagai manusia punya perasaan, saya berpikir kurang lebih seperti itu, tapi saya tidak ada bukti bahwa itu memang terjadi atau (tekanan ini) semacam perasaan saya saja,” jawab Hanung.
    Shela Octavia Anak Pengusaha Minyak, Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dalam sidang dakwaan kasus korupsi PT Pertamina di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025)
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT OTM menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun. Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun. Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, yakni:
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas sembilan tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Refleksi Setahun Kinerja, Kemenko PM Mantapkan Transformasi Pemberdayaan Masyarakat

    Refleksi Setahun Kinerja, Kemenko PM Mantapkan Transformasi Pemberdayaan Masyarakat

    Refleksi Setahun Kinerja, Kemenko PM Mantapkan Transformasi Pemberdayaan Masyarakat
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) menegaskan komitmennya untuk memperkuat arah baru transformasi pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
    Hal itu menjadi fokus utama dalam gelaran “Satu Tahun Pemberdayaan Masyarakat: Langkah Awal Transformasi Bangsa” yang digelar pada Selasa (28/10/2025) di Menara Danareksa, Jakarta.
    Acara refleksi ini menjadi momentum penting untuk meninjau capaian lintas kementerian sekaligus memperkuat koordinasi kebijakan pemberdayaan masyarakat secara nasional.
    Lebih dari 400 peserta hadir, terdiri atas perwakilan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha mikro, pekerja migran, media, serta organisasi masyarakat.
    Selama satu tahun terakhir, agenda pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar utama pembangunan nasional.
    Di bawah koordinasi Kemenko PM, enam kementerian teknis, yakni Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Kementerian Koperasi (Kemenkop), Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf), dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), telah menjalankan berbagai program kolaboratif untuk memperkuat ekonomi rakyat, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat pengentasan kemiskinan.
    Forum ini juga menjadi wadah pemaparan capaian lintas kementerian serta praktik baik pemberdayaan masyarakat di berbagai daerah.
    Kemenko PM menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya dengan bantuan sosial, tetapi harus dilakukan melalui pemberdayaan yang berkelanjutan.
    Kemenko PM juga menekankan pentingnya kerja sama multisektor agar target penghapusan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2026 dapat tercapai.
    Sebagai koordinator pelaksana Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025, Kemenko PM bertanggung jawab mengawal sinergi kebijakan lintas kementerian agar program tepat sasaran.
    Arah strategi pemberdayaan masyarakat ke depan difokuskan pada tiga hal utama: pengurangan beban masyarakat, peningkatan pendapatan, dan penghapusan kantong-kantong kemiskinan di tingkat lokal.
    Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar dijadwalkan menyampaikan paparan utama mengenai strategi lintas sektor dalam memperkuat pemberdayaan masyarakat.
    Paparan tersebut mencakup capaian dan sinergi lintas kementerian selama satu tahun terakhir.
    Selain paparan kebijakan, forum ini juga menghadirkan kisah inspiratif dari pelaku usaha mikro, kepala desa, pekerja migran, dan penerima manfaat yang telah bertransformasi melalui berbagai program pemberdayaan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Dalami Tekanan yang Diterima Karen Agustiawan oleh 2 Tokoh Nasional

    Karen Agustiawan Ungkap Alasan Perjanjian Sewa Terminal BBM Merak Hanya Dilakukan Direktur Pemasaran

    Karen Agustiawan Ungkap Alasan Perjanjian Sewa Terminal BBM Merak Hanya Dilakukan Direktur Pemasaran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan menegaskan, pengalihan wewenang untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal bahan bakar merak (BBM) Merak dilakukan atas permintaan dari Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya Yuktyanta.
    Hal ini Karen sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina yang melibatkan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza, dkk.
    “Mengingat rencana pemanfaatan ini hanya dalam Direktorat Pemasaran dan Niaga, maka kami usulkan untuk dikuasakan saja ke Direktur Pemasaran Niaga sebagai wakil PT Pertamina Persero. Jadi, Pak Hanung yang meminta untuk dikuasakan ke beliau,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
    Permintaan Hanung ini tercatat dalam surat yang diterbitkan tanggal 27 Januari 2014.
    Karen menyebutkan, pada saat itu ada rencana PT Pertamina untuk menyewa tangki BBM Merak yang dimiliki oleh PT Oiltanking Merak.
    Jaksa pun mempertanyakan alasan Karen mengalihkan kewenangan kepada Hanung yang merupakan bawahannya.
    “Itu secara aturan dimungkinkan di internal Pertamina?” tanya Jaksa Triyana Setia Putra kepada Karen.
    Karen menjelaskan, berhubung kerja sama saat itu masih bersifat Memorandum of Understanding (MoU), penandatangan berkas bisa dilakukan oleh level manajer, tidak harus Direktur Utama.
    “Karena ini MoU yang mulia, jadi kalau di Pertamina, MoU itu manajer pun bisa ber-MoU,” lanjut Karen.
    Setelah mengalihkan kewenangannya, Karen mengaku tidak pernah mendapatkan laporan perkembangan terhadap penjajakan kerja sama antara PT Oiltanking Merak dan PT Pertamina.
    “Apakah saudara saksi pernah mendapat laporan dari Pak Hanung selaku Direktur Niaga dan Pemasaran ya? Terkait rencana kerjasama dengan PT Tangki Merak?” tanya jaksa lagi.
    Karen mengaku, ia tidak pernah mendapatkan laporan dari Hanung, baik dalam rapat direksi maupun komunikasi informal.
    “Secara resmi di dalam rapat direksi tidak pernah, secara pribadi pun tidak pernah (dapat laporan),” imbuh Karen.
    Adapun, Karen mengaku hanya mendapatkan satu surat terkait dengan penjajakan proyek penyewaan terminal BBM (TBBM) Merak ini.
    “Yang saya terima yang mulia adalah hanya satu surat. Saya tidak menerima kajian, saya tidak menerima hasil perbandingan antara 1 TBBM dengan TBBM lain,” lanjutnya.
    Berhubung tidak mendapatkan informasi dan dokumen pembanding yang cukup, Karen mengaku tidak dapat memberikan kesimpulan terhadap proyek yang ditangani Hanung itu.
    Lebih lanjut, Karen mengaku tidak bisa mengambil tindakan lanjutan terkait penyewaan terminal BBM ini karena ia sudah keluar dari Pertamina pada 5 Juni 2014.
    Sekitar tiga bulan sebelum pensiun dari Pertamina, Karen mengaku sudah tidak bisa lagi mengambil keputusan penting yang mempengaruhi perusahaan BUMN ini.
    Dalam sidang, JPU tidak menyinggung soal istilah ‘buang badan’ yang sempat muncul dalam sidang lalu.
    Pada sidang Senin (20/10/2025) lalu, Hanung duduk sebagai saksi.
    Saat itu, JPU membacakan keterangan Hanung yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
    Berdasarkan BAP, jaksa menilai istilah ‘buang badan’ digunakan Hanung usai menerima kewenangan untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal BBM.
    Padahal, kewenangan untuk menandatangani kontrak kerja sama merupakan kewenangan dari Dirut Pertamina.
    “Itu (istilah ‘buang badan’) pikiran saya, tetapi karena saya tidak mengetahui secara pasti maka saya mengambil bahasa simpel, jadi kasarnya, buang badan lah,” jawab Hanung dalam sidang Senin lalu.
    Jaksa kembali mencecar Hanung soal pilihan katanya yang berkonotasi negatif.
    “Saudara terpikir kalau ini upaya buang badan dari Dirut, apa yang terpikir oleh saudara, apa yang dihindari oleh Dirut? Apakah karena prosesnya tidak sesuai aturan makanya dilimpahkan ke saudara atau seperti apa?” tanya jaksa lagi.
    Hanung membantah, delegasi atau pelimpahan wewenang itu dilakukan karena ada proses yang tidak sesuai.
    Patut diketahui, PT Oiltanking Merak yang disebut dalam persidangan diduga berafiliasi dengan Muhammad Kerry Adrianto dan Mohamad Riza Chalid.
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT Oiltanking Merak (di kemudian hari berganti nama menjadi PT Orbit Terminal Merak) menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
    Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
    Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
    Lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.