Category: Gelora.co Nasional

  • Penunjukkan Prasetyo Hadi sebagai Jubir Teringat Sosok Moerdiono

    Penunjukkan Prasetyo Hadi sebagai Jubir Teringat Sosok Moerdiono

    GELORA.CO – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dikabarkan telah ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk turut menjadi juru bicara pemerintah.

    Padahal selama ini tugas itu diemban Hasan Nasbi selaku Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO). Hasan pun menegaskan bahwa dirinya tetap masih berkantor.

    Ia dinilai banyak orang sering membuat kegaduhan. Terakhir terkait teror kepala babi yang menyasar kantor media Tempo.

    Sementara Prasetyo menyebut bahwa tugas komunikasi pemerintahan bersifat kolektif dan bukan untuk menggantikan pihak mana pun.

    Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai bahwa penunjukan Prasetyo Hadi dalam membantu tugas jubir oleh Prabowo sangat tepat.

    “Langkah cerdas posisi Mensesneg Praseno Hadi juga sebagai jubir. Saya kira ini langkah smart Prabowo untuk memperkuat jubir presiden,” kata Jerry kepada RMOL, Kamis malam, 17 April 2025.

    Penunjukkan Mensesneg sebagai jubir mengingatkannya pada peran Moerdiono di era Presiden Soeharto.  

    “Kalau Mensesneg pegang jubir malah lebih afdol. Di era Presiden ke-2 Soeharto saja memakai Moerdiono sebagai jubirnya yang juga kala itu menjabat sebagai Mensesneg,” jelasnya.

    Jerry menganggap penunjukan tugas jubur ke Prasetyo Hadi dimaksudkan untuk mengurangi gaduh yang dilakukan selama ini.

    “Ini memberi sinyal Prabowo tegas dan tak main-main,” tandasnya.

    Presiden Prabowo sempat menanggapi polemik yang muncul dari pernyataan Kepala PCO. Ia menilai bahwa pernyataan itu adalah bentuk kelalaian komunikasi.

    Mantan Menteri Pertahanan RI itu tidak menampik bahwa hal tersebut terjadi karena beberapa anggota timnya merupakan wajah baru di pemerintahan dan belum terbiasa menghadapi sorotan publik.

    “Saya belum ketemu sebetulnya. Saya juga kaget masalah kepala babi, itu juga saya kira gaya-gaya apa, taktik, teknik, gitu-gitu. Tapi, benar itu ucapan yang menurut saya teledor, ya, keliru itu. Saya kira beliau menyesal,” kata Prabowo.

  • Jokowi “Lebih Suka” Ditanya Ijazah

    Jokowi “Lebih Suka” Ditanya Ijazah

    GELORA.CO – BEBERAPA waktu terakhir, publik ramai memperbincangkan dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Perdebatan sengit terjadi di media sosial, pengadilan hingga ruang-ruang diskusi ilmiah. Namun bagi banyak rakyat yang hidup di bawah tekanan ekonomi, isu paling mendasar bukanlah apakah ijazah itu asli atau palsu, melainkan sejauh mana lulusan atau pemilik ijazah tersebut membawa perubahan nyata bagi bangsa ini.

    Pertanyaannya yang esensial, apa arti selembar ijazah jika setelah 10 tahun memimpin, rakyat justru semakin susah? Apa gunanya legalitas akademik jika realitas kehidupan rakyat jauh dari kesejahteraan?

    Inilah inti yang harus kita renungkan bersama, bukan semata mempertanyaan ijazah Jokowi. Barangkali Jokowi lebih senang ditanya soal keaslian ijazahnya ketimbang ditanya terkait utang negara dan kegagalan ekonomi dll. Selama satu dekade Jokowi memimpin Indonesia (2014-2024), apakah kita sebagai bangsa semakin dewasa, sejahtera, dan merdeka secara ekonomi dan berpikir? Atau justru semakin tergantung pada utang, semakin dalam jurang ketimpangan sosial, dan kian jauh dari cita-cita para pendiri bangsa?

    Suka tidak suka, sadar atau tidak, kita sedang hidup di zaman yang getir. Zaman yang membuat banyak keluarga Indonesia, terutama di lapisan bawah, hanya bisa menjalani hari demi hari tanpa sempat merancang masa depan. Hidup terlalu mahal, terlalu keras, dan terlalu sempit untuk sekadar bermimpi.

    Dulu, orang tua kita, entah seorang pegawai negeri di kecamatan, seorang guru, atau bahkan petani di desa masih bisa memikirkan satu hal penting dalam hidup yakni pendidikan anak-anaknya. Di meja makan sederhana yang penuh canda dan kehangatan, mereka masih bisa bertanya pada anaknya yang baru lulus SMA, “Mau kuliah di mana, Nak? Atau kamu lebih tertarik masuk Akmil (Akademi Militer) atau Akpol (Akademi Kepolisian)”. Pertanyaan sederhana yang penuh harapan.

    Kini, meja makan mungkin tak lagi penuh. Bukan karena nggak ada anak-anak, tapi karena tak ada yang bisa dimakan bersama. Banyak dari kita yang hidup di era ini bahkan tak mampu merencanakan satu minggu ke depan, apalagi membayangkan menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Bisa makan hari ini dan esok saja sudah cukup membuat kita bersyukur.

    Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2024 mencapai 25,22 juta orang (BPS). Angka ini stagnan sejak 2019, bahkan cenderung meningkat jika menghitung mereka yang hidup nyaris miskin (near poor).

    Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2024 berada di 5,32 persen atau sekitar 7,2 juta orang. Kebanyakan adalah lulusan SMA/SMK, usia muda, usia produktif.

    Biaya kuliah makin mahal: Di universitas negeri, UKT semester awal bisa mencapai Rp7-15 juta. Gaji minimum (UMR) di banyak daerah masih hanya sekitar Rp2,5 juta.

    Rasio Gini Indonesia pada 2023 sebesar 0,388, menandakan ketimpangan yang tinggi. Di Jakarta bahkan mencapai 0,419 (BPS), artinya sebagian kecil orang menguasai sebagian besar kekayaan kota.

    Sekitar era tahun 70 hingga awal 2000-an, seorang petani atau buruh masih bisa membiayai anaknya kuliah. Tak banyak, tapi cukup untuk bermimpi. Sekarang?

    Pendapatan petani Indonesia rata-rata hanya Rp1,8 juta per bulan (Susenas, 2023). Harga pupuk naik, hasil panen tak stabil, pasar dikuasai tengkulak. Anak-anak mereka bahkan sulit menyelesaikan SMA, apalagi kuliah.

    Pemerintah memang masih memberikan Bansos,  KIP Kuliah atau beasiswa, tapi akses dan kuotanya terbatas. Tidak semua yang miskin bisa kuliah. Bahkan yang cerdas pun harus berjuang sendiri.

    Alih-alih membereskan pendidikan, pertanian, dan kesehatan, pemerintahan Jokowi justru memilih megaproyek infrastruktur raksasa: jalan tol, kereta cepat, bandara, dan tentu saja pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan.

    Laporan Bank Dunia (2023) menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia belum cukup inklusif dan tidak serta-merta mengurangi kemiskinan. Proyek besar menguntungkan investor dan elite, tetapi tidak menyentuh kebutuhan dasar rakyat kecil.

    Belajar dari Vietnam dan Bangladesh

    Vietnam berhasil menurunkan kemiskinan dari 58 persen (1993) menjadi di bawah 2 persen (2020), bukan dengan jalan tol atau kereta cepat, tapi dengan subsidi pertanian, pendidikan gratis, dan koperasi petani.

    Bangladesh yang dulunya salah satu negara termiskin di dunia kini menjadi pusat industri tekstil Asia. Mereka fokus pada pemberdayaan perempuan, pendidikan dasar gratis, dan pemberian modal mikro bagi rakyat kecil.

    Penutup

    Kita bisa perdebatkan ijazah Jokowi, tapi yang lebih penting adalah menilai hasil nyata dari 10 tahun pemerintahannya, Apakah rakyat lebih pintar? Apakah kita lebih berdaulat secara pangan dan energi? Apakah anak-anak Indonesia bisa bermimpi kuliah dengan tenang?

    Jika jawabannya tidak, maka rakyat berhak marah, bukan karena ijazah, tapi karena harapan yang dirampas, cita-cita yang ditunda, dan mimpi yang mati perlahan.

    Mungkin kita tidak bisa kembali ke masa 1990-an, tapi kita bisa belajar dari semangat orang tua kita dulu percaya bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari kemiskinan. Maka perjuangan hari ini adalah memastikan anak-anak kita bisa kembali bermimpi.

    Bangkit bukan pilihan, tapi keharusan. Kita harus sadar, bersatu, dan memperjuangkan masa depan yang adil dan setara. Bukan dengan harapan palsu atau pencitraan politik, tapi dengan kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat.

  • Forum Purnawirawan TNI Tuntut Kembali ke UUD 1945 Asli Hingga Copot Gibran

    Forum Purnawirawan TNI Tuntut Kembali ke UUD 1945 Asli Hingga Copot Gibran

    GELORA.CO –  Forum Purnawirawan TNI mengeluarkan sejumlah tuntutan sebagai seruan dalam menjawab berbagai persoalan bangsa.

    Tuntutan itu tertera dalam sebuah lembaran bertanda tangan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

    Kemudian dalam kolom mengetahui terdapat tanda tangan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno. Lembaran yang tertulis pada Februari 2025 itu dibacakan pakar hukum tata negara Refly Harun.

    “(Tuntutan ke) Satu, kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan. Asli, ini ada persoalan, tapi kita hargai dulu,” ujar Refly dikutip dalam kanal YouTube pribadinya, Jumat, 18 April 2025.

    Tuntutan selanjutnya mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara). Kemudian ada juga terkait penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dianggap bermasalah.

    “Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya. Ingat ya, China bukan Tionghoa ya,” seloroh Refly. 

    Tuntutan berikutnya yang dibacakan Refly, pemerintah wajib melakukan penertiban, pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. 

    Selanjutnya tuntutan mengarah kepada para menteri yang diduga telah melakukan kejahatan korupsi untuk segera di-reshuffle. 

    “Dan perlu mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan presiden RI ke-7 (Joko Widodo),” ungkapnya.

    “Ketujuh, mengembalikan Polri pada fungsi kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri. Kedelapan, mengusulkan pergantian wakil presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan undang-undang kekuasaan kehakiman,” beber Refly membacakan tuntutan tersebut.

    Tuntutan ini telah ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel.

    Dalam akun YouTube-nya tersebut, Refly juga mencoba konfirmasi kepada Jenderal Fachrul Razi dan Soenarko mengenai kebenaran edaran tersebut. Namun, keduanya belum bisa dihubungi lewat sambungan telepon.

    “Kalau mau jujur, semua tuntutan ini saya sepakati, hanya yang paling problematik tentang kembali ke UUD 1945 asli, ini perlu perdebatan ilmiah akademik, apakah itu memang jalan bagi masa depan Indonesia atau tidak? Tapi yang lainnya so far tidak ada masalah,” pungkasnya.

  • Hakim Singgung Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Djoko Tjandra

    Hakim Singgung Sumber Uang Suap Harun Masiku dari Djoko Tjandra

    GELORA.CO – Majelis Hakim yang mengadili perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekjen DPP PDIP menyinggung soal sumber uang suap yang berasal dari pengusaha Djoko Soegiarto Tjandra.

    Awalnya, Hakim Anggota 2, Sigit Herman Binaji mendalami keterangan saksi Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU yang mendengar percakapan antara dua kader PDIP, yakni Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri.

    “Tadi saya mendengar saudara menerangkan pernah mendengar percakapan antara Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri dari PDIP, bahwa uang-uang yang saudara terima itu bersumber dari terdakwa Hasto Kristiyanto, itu di mana dan kapan?” tanya Hakim Anggota 2, Sigit Herman Binaji kepada saksi Wahyu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.

    Wahyu kembali menjelaskan bahwa dirinya mendengar percakapan Donny dan Saeful ketika di ruang merokok di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan ketika ditangkap pada Januari 2020 lalu.

    “Bukan uang-uang pak, jadi pada waktu itu dialognya uang operasional yang tahap pertama,” kata Wahyu.

    Selanjutnya, Hakim Sigit menyinggung soal adanya pemberitaan terkait pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik KPK kepada Djoko Tjandra.

    “Ini sedikit menyimpang, tapi ada kaitannya ya. Saya baca di media, mungkin sudah nggak asing lagi bahwa Djoko S Tjandra pengusaha itu diperiksa. Bahwa di katanya di media ini, bahwa dia juga salah satu ditanya apakah uang Harun Masiku itu dari Djoko S Tjandra, saudara tahu nggak berita itu?” tanya Hakim Sigit.

    Wahyu menjawab bahwa dirinya juga membaca terkait pemberitaan tersebut. Hakim selanjutnya meminta pendapat Wahyu mengenai hal dimaksud.

    “Saudara sebagai seorang politik, yang saudara pahami seperti itu apa dimungkinkan, seorang pengusaha kemudian membayari gitu lah, mungkin nggak?” tanyanya lagi.

    “Saya tidak bisa memberikan penjelasan tentang itu Yang Mulia, karena KPU justru syaratnya adalah bukan anggota partai politik Yang Mulia. Jadi kami bertujuh bukan politisi,” jawab Wahyu menutup.

  • Wahyu Setiawan Ternyata Pernah Minta Rp50 Juta Ganti Biaya Ngopi

    Wahyu Setiawan Ternyata Pernah Minta Rp50 Juta Ganti Biaya Ngopi

    GELORA.CO – Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengaku pernah meminta uang Rp50 juta ke kader PDIP untuk mengganti uang nongkrong dan ngopi bersama dua kader PDIP lainnya saat membahas soal pergantian caleg terpilih PDIP Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto dengan saksi Wahyu Setiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 17 April 2025.

    Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dwi Novantoro mendalami saksi Wahyu terkait adanya komunikasi dengan Agustiani Tio Fridelina yang merupakan kader PDIP yang juga mantan anggota Bawaslu.

    “Saudara saksi pernah menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk meminta transfer uang, pernah meminta uang?” tanya Jaksa Dwi.

    Wahyu pun mengakui bahwa dirinya pernah meminta ditransfer uang kepada Tio.

    “Pada waktu itu minta 50 pak, iya (Rp50 juta)” kata Wahyu.

    Jaksa Dwi selanjutnya mendalami alasan tujuan Wahyu meminta uang Rp50 juta kepada Tio.

    “Pada waktu itu ada kebutuhan, saya mengeluarkan uang pribadi sekitar Rp50 juta. Ya beberapa kali ngopi, nongkrong. Saya pernah ngopi dengan Pak Donny, Saeful,” jawab Wahyu.

    Sebelumnya, Wahyu Setiawan juga menyebut bahwa dirinya didekati oleh anak buah terdakwa Hasto, yakni Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah untuk membantu pengurusan pergantian caleg terpilih dari PDIP Dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hal itu terungkap ketika Jaksa Moch Takdir Suhan membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Wahyu nomor 13 poin c. Di sana, Wahyu menyatakan bahwa anak buah dari Hasto di antaranya Donny, Agustiani Tio, Saeful Bahri mendekatinya untuk membantu PDIP agar membuat Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia.

    “Ketiganya menyampaikan bahwa terdapat dana operasional yang tidak terbatas. Ini saya bacakan dari BAP. Demikian saudara saksi sampaikan pada saat penyidikan. Kami butuh penegasan lagi makna dana operasional tidak terbatas ini maksudnya apa yang saksi pahami?” tanya Jaksa Takdir.

    Wahyu pun mengaku bahwa dirinya memahami bahwa terdapat anggaran operasional yang besar dalam pengurusan pergantian caleg terpilih dimaksud.

    “Saya memahaminya ada anggaran operasional yang besar. Itu tafsir saya saja. Tapi yang menyampaikan ada dana operasional tak terbatas kan bukan saya, sehingga saya tidak mengetahui konteks persisnya apa. Tapi kalau Penuntut Umum menanyakan tafsir saya ya saya menafsirkan berarti ada uang besar,” pungkas Wahyu.

    Dalam sidang ini, tim JPU KPK juga menghadirkan 1 orang saksi lainnya, yakni mantan Ketua KPU Arief Budiman. Sedangkan 1 orang saksi lainnya tidak hadir, yakni Agustiani Tio Fridelina.

  • Tangis Vivi, Eks Pemain Sirkus Taman Safari, Mengaku Disetrum dan Dikurung di Kandang Macan

    Tangis Vivi, Eks Pemain Sirkus Taman Safari, Mengaku Disetrum dan Dikurung di Kandang Macan

    GELORA.CO – Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari Vivi, perempuan yang pernah menjadi bagian dari pertunjukan sirkus di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Bogor.

    Dalam sebuah video wawancara yang viral di media sosial sejak awal pekan ini, Vivi dengan air mata mengisahkan pengalaman kelamnya selama bertahun-tahun sebagai pemain sirkus. Ia mengaku menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, dan penyiksaan seksual di balik panggung hiburan yang selama ini dianggap ramah keluarga.

    “Vagina saya disetrum. Saya pernah dipasung. Saya juga pernah dirantai dan dikurung seperti binatang,” ungkap Vivi dalam video berdurasi lebih dari 10 menit yang pertama kali diunggah oleh seorang aktivis kemanusiaan dan satwa. Dalam rekaman tersebut, Vivi tampak masih trauma, suaranya bergetar saat mencoba mengingat ulang kejadian yang dialaminya sejak belia.

    Menurut penuturannya, Vivi direkrut ke dalam dunia sirkus sejak usia sangat muda. Ia kemudian tinggal dan bekerja di kawasan Taman Safari, di mana ia tidak hanya tampil dalam pertunjukan, tetapi juga harus menjalani hidup dalam keterbatasan dan ketakutan.

    Vivi mengklaim bahwa ia tidak diberi kebebasan untuk meninggalkan lokasi, dan sempat dikurung di kandang harimau untuk waktu yang tidak dijelaskan secara rinci.

    “Saya tidak bisa keluar. Saya tidak boleh ke mana-mana. Seperti tahanan. Saya juga tidak tahu harus lapor ke mana waktu itu,” kata Vivi.

    Ia menambahkan bahwa selama bertahun-tahun dirinya mengalami siksaan berupa setrum di area sensitif tubuh, pemukulan, serta dipaksa tidur di lantai tanpa alas di dalam kandang bekas binatang.

    Menanggapi pengakuan tersebut, pihak Taman Safari Indonesia memberikan klarifikasi resmi. Melalui Kepala Humas TSI, Yulius H. Suprihardo, pihaknya menyatakan bahwa mereka menyesalkan beredarnya video tersebut, dan saat ini sedang melakukan penelusuran internal. “Kami sedang mengecek kebenaran informasi yang disampaikan. Jika memang benar ada pelanggaran, tentu harus ada proses hukum,” ujar Yulius kepada Tirto, Rabu (17/4/2025).

    Yulius juga menambahkan bahwa sejak beberapa tahun terakhir, TSI telah melakukan reformasi besar-besaran dalam sistem atraksi dan pertunjukan. “Kami sudah tidak lagi menampilkan pertunjukan sirkus manusia atau sirkus dengan kekerasan terhadap satwa. Kami lebih fokus pada aspek edukasi dan konservasi,” jelasnya.

    Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Taman Safari mengenai apakah Vivi benar pernah bekerja atau tinggal di lokasi tersebut secara legal atau sebagai bagian dari sistem kerja yang tercatat. Pihak manajemen juga belum memastikan apakah akan membuka jalur pelaporan dan pemulihan bagi Vivi maupun dugaan korban lainnya.

    Kisah Vivi menuai simpati dan kemarahan luas dari publik. Tagar #KeadilanUntukVivi dan #StopEksploitasiManusia menduduki posisi trending topic di media sosial Indonesia sejak Rabu pagi. Banyak pengguna internet meminta pihak berwenang, termasuk Komnas HAM dan Komnas Perempuan, untuk turun tangan menyelidiki kasus tersebut.

    Komnas Perempuan, dalam pernyataan singkat yang diunggah di akun media sosialnya, menyatakan akan mengkaji video pengakuan tersebut dan membuka ruang konsultasi dengan Vivi jika ia bersedia.

    Sementara itu, LSM pemerhati hak anak dan perempuan menyebut pengakuan Vivi mengindikasikan adanya kemungkinan perdagangan manusia dan eksploitasi anak dalam sistem kerja hiburan yang tertutup. “Ini bisa jadi fenomena gunung es. Kita tidak tahu berapa banyak anak-anak yang mengalami hal serupa di masa lalu,” ujar Koordinator SAFEnet, Damar Juniarto.

    Pengamat sosial dan aktivis hak pekerja, Luviana, menyebut bahwa kasus seperti ini membutuhkan investigasi lintas lembaga, mengingat potensi pelanggaran multidimensi yang terjadi. “Kalau benar ia tinggal di sana sejak kecil, ini masuk ranah eksploitasi anak. Kalau dia mengalami kekerasan seksual, harus ada proses pidana. Negara tak boleh diam,” tegasnya.

    Luviana juga menyoroti potensi minimnya pengawasan terhadap sistem kerja informal di sektor hiburan dan pariwisata. “Kita terlalu lama menganggap industri seperti sirkus atau atraksi sebagai hiburan netral, padahal sering jadi tempat rawan pelanggaran hak asasi manusia,” tambahnya.

    Di akhir video, Vivi berharap pengakuannya dapat membuka mata banyak pihak bahwa pertunjukan bukan selalu sekadar hiburan. “Saya cuma ingin orang tahu. Di balik sirkus, bisa saja ada orang seperti saya yang tersiksa,” ujarnya sambil menitikkan air mata.

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan resmi dari aparat kepolisian mengenai tindak lanjut terhadap pengakuan Vivi. Namun desakan publik agar kasus ini diselidiki secara tuntas terus bergema, menandai dimulainya upaya pencarian keadilan yang lama tertunda.***

  • Kronologi Anak Adopsi Tabrak Ayah di Pariaman: Gegara Uang Rp10.000

    Kronologi Anak Adopsi Tabrak Ayah di Pariaman: Gegara Uang Rp10.000

    GELORA.CO – Seorang pria berinisial RRP (32) diamankan oleh aparat Polres Pariaman setelah diduga melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap ayah sambungnya.

    Peristiwa tragis ini terjadi di Kampung Baru Padusunan, Kecamatan Pariaman Timur, pada Rabu (16/4/2025) sekitar pukul 17.00 WIB.

    Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rio Ramadhani, kejadian bermula saat pelaku dan korban tengah berada di dalam mobil Toyota Kijang Innova berwarna cokelat.

    Di depan Rumah Sakit Sadikin, pelaku meminta uang jajan sebesar Rp 10.000, namun ditolak oleh korban yang mengaku tidak memiliki uang.

    “Penolakan itu memicu emosi pelaku yang kemudian mengemudikan mobil secara ugal-ugalan,” ungkap Iptu Rio, Kamis (17/4/2025) malam.

    Merasa tidak nyaman, korban meminta diturunkan di depan rumah sakit. Namun setelah turun, pelaku diduga sengaja menabrak korban sebanyak dua kali, yang mengakibatkan korban meninggal dunia di lokasi kejadian.

    Pelaku berhasil diamankan warga dan anggota kepolisian yang kebetulan melintas sekitar pukul 17.30 WIB. Korban sempat dibawa ke rumah sakit, namun dinyatakan meninggal dunia.

    Bukan Anak Kandung

    Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa pelaku bukan anak kandung korban. Korban telah mengangkat pelaku sebagai anak sejak lahir karena tidak memiliki keturunan.

    “Yang bersangkutan bukan anak kandung. Sudah diadopsi sejak lahir,” ujar Iptu Rio.

    Lebih lanjut, pihak kepolisian juga menduga pelaku mengalami gangguan kejiwaan. Saat ini, RRP sedang menjalani observasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. Hb. Saanin Padang untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    Sebelumnya, kejadian ini sempat viral di media sosial setelah rekaman video yang memperlihatkan detik-detik penabrakan beredar luas.

    Dalam video tersebut tampak jelas mobil yang dikendarai pelaku melaju kencang dan menabrak korban di pinggir jalan.

    Polisi telah menyita barang bukti berupa kendaraan yang digunakan dalam aksi penabrakan dan terus melakukan proses penyidikan terhadap tersangka.

    Hingga kini, status kejiwaan pelaku masih dalam pemeriksaan, yang akan menjadi salah satu pertimbangan dalam proses hukum lebih lanjut. (*)

  • Ini Pekerjaan Revelino Tuwasey yang Ngaku Ayah Biologis Anak Lisa Mariana, Punya Cafe dan Nge-DJ

    Ini Pekerjaan Revelino Tuwasey yang Ngaku Ayah Biologis Anak Lisa Mariana, Punya Cafe dan Nge-DJ

    GELORA.CO –  Kemunculan Revelino Tuwasey mendadak makin memanaskan kisruh soal anak biologis Lisa Mariana.

    Setelah Lisa Mariana kekeh menyebut anak perempuan tersebut merupakan darah daging dari eks gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

    Adapun Revelino alias Ino muncul dengan mengirim kuasa hukumnya menguak pengakuan soal putri perempuan Lisa Mariana itu anaknya

    Sontak publik mencari tahu soal sosok Revelino?

    Tribunsumsel.com, coba mencari tahu siapa sosok Revelino adapun salah satu akun linked id diduga milik Revelino menguak sedikit informasinya.

    Terkuak pekerjaan Revelino ternyata seorang Disc Jockey di sebuah hotel ternama di Jakarta.

    Tak hanya itu Revelino juga tercatat sebagai pengusaha dalam bidang F&B dimana ia memiliki cafe di kawasan Tangerang.

    Itulah sosok singkat dari Revelino.

    Yakin 100 Persen

    Revelino melalui kuasa hukumnya, Fikri Wijaya dan Elmani, Revelino siap sedia memberikan keterangan terkait kebenaran anak Lisa, jika diperlukan.

    “Klien kami siap untuk dilakukan tes DNA. Jika klien kami dibutuhkan untuk memberikan informasi (soal anak Lisa), baik itu di tingkat penyelidikan atau penyidikan, kami siap,” kata Fikri Wijaya.

    Dalam kesempatan yang sama, Elmani mengatakan, Revelino meyakini 100 persen, anak Lisa berinisial CA merupakan buah hatinya.

    Sebab, menurut pernyataan Revelino, Lisa mengaku hamil pada Mei 2021, setelah mereka berhubungan badan dua bulan sebelumnya.

    Kepada Revelino, Lisa meminta agar didampingi selama kehamilannya.

    “Ino sangat yakin dan memastikan dirinya 100 persen sebagai ayah kandung dari balita CA, yang selama ini diklaim sebagai anak Ridwan Kamil oleh Lisa,” jelas Elmani.

    “Pada Mei 2021, Lisa memberi kabar bahwa dia sedang hamil dengan usia kandungan 1 bulan, dan bayi yang dikandungnya anak dari klien kami.”

    “Lisa meminta klien kami untuk mendampingi selama masa kehamilannya,” imbuhnya.

    Tak hanya di bulan Mei 2021, Lisa disebutkan kembali menegaskan CA adalah anak Revelino beberapa waktu setelahnya.

    Bahkan, Revelino pernah diminta Lisa datang dengan dalih sedang mengidam dan jabang bayi ingin bertemu sang ayah.

    “Saudara Lisa ini kembali menegaskan bahwa bayi berinisial CA adalah anaknya klien kami, Revelino,” ujar Elmani.

    “Klien kami sempat mendatangi Lisa yang sedang berada di rumah temannya di Pondok Cabe.”

    “Kepada klien kami, Lisa ingin ditemui karena sedang ngidam dan hal tersebut adalah keinginan sang bayi untuk bertemu ayahnya,” tutur dia

  • Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan penyidik untuk mengetahui alasan tidak dipanggilnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat proses penyidikan kasus Suap PAW KPU terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kala itu.

    Langkah ini untuk merespons fakta persidangan Hasto terkait eks caleg PDIP, Harun Masiku, yang mengintervensi Arief Budiman saat menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    “Tentunya berkoordinasi dengan penyidik apabila pertanyaannya mengapa pada saat proses penyidikan tidak dilakukan pemanggilan,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Tessa menjelaskan, ia perlu mengetahui keterangan penyidik secara utuh terkait alasan Harun menunjukkan foto Megawati sehingga keterangan itu dapat disampaikan kepada publik. “Saya perlu melihat dulu secara real untuk bisa memberikan tanggapan yang proper,” ucapnya.

    Dalam persidangan hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa eks caleg PDIP, Harun Masiku, mengintervensi Arief Budiman ketika menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    Awalnya, jaksa penuntut Wawan Yunarwanto mengonfirmasi Arief Budiman terkait pertemuannya dengan Harun di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI. Arief dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman nomor 21, saat diperiksa kembali oleh penyidik KPK pada 15 Januari 2025. Dalam BAP tersebut, disebutkan bahwa Harun Masiku masuk ke ruang kerja Arief bersama seseorang yang tidak dikenal, tanpa undangan dan tanpa jadwal pertemuan yang ditentukan oleh pihak KPU.

    Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar September 2019 itu, Harun meminta bantuan Arief agar dirinya dapat diloloskan sebagai anggota DPR melalui surat PDIP. “Selanjutnya saudara Harun Masiku dan rekannya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta tolong agar permohonan yang secara formal telah disampaikan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat dibantu untuk direalisasikan,” kata jaksa membacakan.

    Isi surat tersebut memuat permintaan agar KPU melaksanakan permohonan PDIP berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa partai memiliki hak untuk menentukan kader terbaik dalam pengisian PAW kursi legislatif. Pada saat itu, Harun dimaksudkan untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia.

    Setelah itu, menurut jaksa Wawan, Harun menunjukkan fotonya bersama Megawati dan mantan Ketua MA, Hatta Ali, sebagai bentuk intervensi agar Arief mengabulkan permintaan tersebut. “Foto-foto yang di dalamnya terdapat gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, dan gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Muhammad Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung. Itu yang disampaikan ya?” tanya jaksa kepada Arief.

    Arief membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurutnya, ruang kerjanya memang selalu terbuka bagi siapapun yang ingin menemuinya. Namun, Arief mengaku tidak mengetahui alasan Harun menunjukkan foto-foto tersebut. Ia menyatakan tidak merasa terintervensi dan tidak menyimpan foto-foto itu.

    “Enggak tahu, Pak. Saya sih, ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, ya. Baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk. Dan untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor,” jelas Arief.

    “Nah, kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto itu ya saya nggak tahu maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa saja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu,” sambungnya.

    Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

    Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga disebut meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.

    Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.

    Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Bisa Recoki Pemerintahan Prabowo, Reshuffle Harus Dilakukan demi Hilangkan Pengaruh Jokowi

    Bisa Recoki Pemerintahan Prabowo, Reshuffle Harus Dilakukan demi Hilangkan Pengaruh Jokowi

    GELORA.CO – Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu segera merombak susunan Kabinet Merah Putih. Selain untuk membenahi kinerja pemerintahan, perombakan juga perlu untuk memastikan tidak ada menteri titipan dari rezim pendahulu.  

    Pengamat Citra Institute, Efriza memandang, pengaruh Jokowi dalam pemerintahan Presiden Prabowo bukan sekadar isu belaka. Hal ini sangat terasa saat sejumlah menteri menyambangi rumah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo pada Jumat, 11 April 2025.

    Bahkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dengan gamblang menyebut Jokowi sebagai “bos”, meski kini berada di bawah pemerintahan Prabowo.

    “Terdapat menteri-menteri pilihan Jokowi yang masih menjabat di pemerintahan Presiden Prabowo. Mereka akan merecoki soliditas pemerintahan (jika tidak di-reshuffle),” ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis, 17 April 2025.

    Menurut Efriza, menteri yang masih menjadi loyalis Jokowi perlu diganti agar pemerintahan Prabowo-Gibran terbebas dari intervensi. 

    “Reshuffle menjadi keharusan untuk menunjukkan pengaruh Jokowi sudah menyusut. Sasarannya ya menteri-menteri yang menunjukkan sikap loyal kepada Jokowi dan tak ada prestasi di kinerjanya,” tutup Efriza.