Category: Gelora.co Nasional

  • Forum Purnawirawan TNI Temui Try Sutrisno, Bawa Bukti untuk Makzulkan Gibran

    Forum Purnawirawan TNI Temui Try Sutrisno, Bawa Bukti untuk Makzulkan Gibran

    GELORA.CO – Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI menyambangi kediaman mantan Wakil Presiden Try Sutrisno di Jalan Purwakarta Nomor 6, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 30 Mei 2025. Pantauan Tempo di lokasi nampak hadir mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal (Purn) Sunarko, dan beberapa pengurus Forum Purnawirawan TNI.

    Mereka membawa map biru yang akan diserahkan kepada Try Sutrisno. “Isinya bukti dan kajian dari delapan poin tuntutan kami,” kata salah satu penggagas FPP TNI, Dwi Tjahyo, Soewarsono kepada Tempo di kediaman Try Sutrisno, siang ini.

    Pada pertemuan kali ini, dia menjelaskan, FPP akan meminta persetujuan Try Sutrisno sebagai salah satu purnawirawan yang turut menandatangani tuntutan Forum Purnawirawan TNI.

    Namun, dia belum berkenan untuk menjelaskan rinci ihwal bukti seperti apa yang dibawa ke hadapan Try dalam rangka mengusulkan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden. “Setelah beliau (Try Sutrisno) membaca dan menandatangani, maka surat akan segera diberikan ke DPR,” ujar dia.

    Forum Purnawirawan TNI, kata dia, telah merangkum kaidah dan alasan-alasan yuridis dalam surat permohonan usulan kepada legislator. Mereka menilai diperlukan pemeriksaan kembali proses pencalonan Gibran menjadi wakil presiden.

    Menurut Dwi, pemeriksaan kembali penting dilakukan guna mengetahui dan memastikan apakah proses pencalonan putra sulung mantan presiden, Joko Widodo, itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.

    “Disertakan beberapa bukti perlakuan akun media sosial @fufufafa yang terindikasi milik Gibran,” ujar Dwi.

    Staf khusus Wakil Presiden Gibran, Tina Talisa, belum menjawab pesan Tempo yang meminta tanggapan ihwal rencana Forum Purnawirawan TNI yang akan mengusulkan rencana pemakzulan Gibran ke DPR dan MPR.

    Hingga laporan ini dipublikasikan, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp itu hanya menunjukkan notifikasi dua cetang abu, alias hanya terkirim saja.

    Sebelumnya, selain menuntut pemakzulan Gibran, Forum PurnawirawanTNI juga menuntut hal lainnya seperti mengembalikan tata hukum dan pemerintahan sesuai dengan amanat UUD 1945; mendukung program kerja kabinet merah putih terkecuali mega proyek IKN.

    Kemudian, menghentikan proyek strategis nasional PIK 2, Rempang Eco City, proyek yang merugikan Masyarakat dan lingkungan, serta menghentikan dan mengembalikan tenaga kerja asing ke negara asalnya.

    Lalu, pemerintahan Prabowo juga wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai aturan dan Undang-Undang Dasar; melakukan reshuffle kabinet terhadap Menteri yang terlibat tindak kejahatan hingga memiliki loyalitas ganda.

    Serta, mengembalikan fungsi kepolisian sebagai keamanan dan ketertiban Masyarakat di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri.

    Delapan butir tuntutan itu telah ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, 91 kolonel, serta diketahui langsung mantan wakil presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno.

    Mayor Jenderal (Purn) Sunarko yang membacakan pernyataan sikap itu mengatakan, seluruh tuntutan yang dinyatakan FPP TNI adalah suara dan keresahan yang dihimpun dari prajurit dan masyarakat sipil.

    Menurut dia, dalam proses pencalonannya menjadi wakil Prabowo, Gibran telah melalukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum beracara di Mahkamah Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman. “Tuntutan kami murni suara hati,” kata Sunarko saat dihubungi Tempo, Jumat, 2 Mei 2025.

  • KPK Usut Dugaan Pejabat Kementerian PU ‘Nodong’ Dana ke Bawahan untuk Biaya Nikahan Anak

    KPK Usut Dugaan Pejabat Kementerian PU ‘Nodong’ Dana ke Bawahan untuk Biaya Nikahan Anak

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan praktik gratifikasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang menyeret salah satu pejabat internalnya.

    Kasus ini mengemuka setelah beredarnya surat hasil audit investigasi dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian PU yang mengindikasikan adanya pengumpulan uang oleh oknum pejabat untuk kepentingan pribadi.

    Dalam temuan tersebut, seorang Kepala Biro diduga meminta “dukungan dana” dari sejumlah Kepala Balai Besar, dengan alasan untuk kebutuhan acara pernikahan anak salah satu pejabat di kementerian tersebut.

    Dari hasil pengumpulan itu, terkumpul uang tunai sebesar Rp 10 juta dan USD 5.900, atau jika dirupiahkan totalnya mencapai sekitar Rp 96 juta. Uang tersebut kini sudah diamankan oleh pihak Itjen sebagai barang bukti.

    “KPK memperoleh informasi awal terkait dugaan penerimaan gratifikasi dengan modus permintaan uang dari atasan kepada bawahan untuk urusan pribadi, dalam hal ini untuk acara keluarga,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Jumat (30/5).

    Ia menegaskan bahwa KPK akan menganalisis hasil audit internal tersebut sebagai langkah awal penelusuran lebih lanjut. Menurutnya, pihaknya mengapresiasi sikap proaktif Inspektorat Jenderal yang tidak menutup-nutupi kasus ini dan langsung bergerak cepat menyelidikinya secara internal.

    KPK juga kembali mengingatkan kepada seluruh pejabat publik dan aparatur negara agar tidak menyalahgunakan jabatan untuk meminta sesuatu yang berpotensi menjadi gratifikasi.

    “Kegiatan pengawasan dan evaluasi terhadap kementerian dan lembaga akan terus kami jalankan sebagai langkah preventif,” kata Budi.

    Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo membenarkan bahwa dirinya telah menerima laporan dugaan gratifikasi tersebut dari Inspektorat Jenderal. Ia pun langsung memberi perintah agar jajaran Itjen melakukan pendalaman dan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.

    “Saya sudah perintahkan Pak Irjen agar segera menindaklanjuti temuan ini. Jangan ditunda, apalagi dibiarkan,” ujar Dody saat ditemui pada Rabu (28/5).

    Ia juga menambahkan, jika dalam proses investigasi internal ditemukan unsur pidana, maka pihak kementerian tidak akan segan-segan melimpahkan kasus ini ke aparat penegak hukum.

    “Kalau nanti terbukti ada unsur pidana, ya pasti kami serahkan ke KPK, kejaksaan, atau kepolisian. Biar proses hukum yang berjalan,” tegasnya.

  • Polisi Benarkan Penganiayaan Santri di Ponpes Gus Miftah, Sudah Ada 13 Tersangka tapi Belum Ditahan

    Polisi Benarkan Penganiayaan Santri di Ponpes Gus Miftah, Sudah Ada 13 Tersangka tapi Belum Ditahan

    GELORA.CO –  Polresta Sleman membenarkan akan adanya penganiayaan yang dilakukan pada salah satu santri di Pondok Pesantren Ora Aji. Penganiayaan ini dilakukan oleh 13 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya saja, sampai saat ini seluruh tersangka belum ditahan.

    Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo menyebut, kejadian terjadi pada Sabtu (15/2). Selanjutnya dilaporkan pada Selasa (18/2) ke Polsek Kalasan. Lalu kini ditangani oleh Polresta Sleman.

    Dari hasil pemeriksaan, korban penganiayaan diduga melakukan beberapa kali pencurian di Pondok Pesantren Ora Aji. Ketika pencurian terakhir, akhirnya ditangkap oleh sesama santri lalu dilakukan introgasi.

    “Kemudian emosional para pelaku muncul lalu terjadilah penganiayaan,” katanya saat ditemui di Kantor Polresta Sleman Jumat (30/5).

    Penganiayaan dilakukan dengan pemukulan. Baik menggunakan alat maupun tangan. Sementara terkait penyetruman, Edy menerangkan memang ada aki yang diamankan. Tetapi sudah tidak ada dayanya.

    Edy menjelaskan, sempat dilakukan mediasi. Terlebih, ada lima orang pelaku yang masih di bawah umur. Namun, karena tidak menemui titik terang, akhirnya laporan diproses. “Jadi berkas mungkin hari Senin ini sudah kami kirim ke kejaksaan,” tambahnya.

    Untuk tersangka, lanjutnya, memang belum dilakukan penahanan. Hingga saat ini semuanya masih kooperatif dengan memenuhi panggilan maupun proses lapor diri setiap Senin dan Kamis.

    Dia menambahkan, korban penganiayaan juga dilaporkan. Hal ini dilakukan oleh empat orang yang mengaku barangnya dicuri oleh korban. Persoalan ini juga sedang diproses.

    Sementara itu, Kuasa Hukum Korban Kharisma Dhimas Radea, Heru Lestarianto menjelaskan, timnya baru melakukan pendampingan dua minggu lalu. Sementara sebelumnya, kasus berjalan tanpa pendampingan. “Korban trauma berat dan saat ini sudah kembali ke Kalimantan Selatan,” katanya saat ditemui di Ponpes Ora Aji Jumat (30/5).

    Dia berharap, agar kasus bisa diproses sesuai hukum yang berlaku agar korban bisa mendapatkan keadilan. Terlebih, dia menilai dari pelaku tidak ada tindak lanjut pada korban. Baik untuk menjenguk maupun memberi pengobatan.

    “Tersangka itu tidak ditahan karena adanya permohonan penangguhan. Kami ingin pengusutan tuntas tanpa intervensi,” katanya.

  • Ramai Rumor Listyo Sigit Bakal Diganti, Konon Calon Kapolri Baru Inisial R

    Ramai Rumor Listyo Sigit Bakal Diganti, Konon Calon Kapolri Baru Inisial R

    GELORA.CO –  “Ssssstttt….!

    Konon….

    Calon Kapolri Baru, Inisial R”

    Demikian twet dari akun X Beby Sweet, dikutip pada Jumat (30/5).

    Netizen di akun media sosial pun ramai berspekulasi bahwa Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho, ramai disebut pengganti Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.

    “Apakah Komjen R calon Kapolri?”, twet akun X Acak Kadut.

    Akun X Pakar INTELek pun juga mentwet, terdengar isu bahwa Kapolri akan diganti dengan seseorang berinisial R.

    “Sepertinya Pak Prabowo mulai mempermainkan pola catur yang baru.”

    Di era Kapolri Listyo Sigit Prabowo, sudah banyak kasus yang melibatkan oknum aparat.

    Salah satunya, disebut akun X Santoso Wibisono, bahwa DPR sudah menyarankan Kapolri di non aktifkan sementara.

    Hal ini terkait dengan kasus ijazah palsu Jokowi.

    Hal sama juga ditwet akun X Maria A. Alkaff bahwa Kapolri dicurigai pasang badan lindungi Jokowi terkait dugaan ijazah palsu.

    Rumor pemecatan Listyo Sigit juga dikabarkan akun X #Mr_, kabar langit calon Kapolri 2025, Komjen Rudy Heriyanto AN.

    Menggantikan Jenderal Listyo Sigit yang kemungkinan masuk kabinet atau duta besar.

  • Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    Sutiyoso Cerita soal Masa Lalu Hercules di Timor Timur, ‘Saat kita berdarah-darah…’

    GELORA.CO –  Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso akhirnya blak-blakan soal masa Hercules di Timor Timur. 

    Belakangan, Sutiyoso dan Hercules sempat bersitegang setelah pernyataan kontroversial sang Ketua Umum GRIB Jaya yang menyebutnya dengan sebutan bau tanah.

    Pernyataan itu muncul sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap pandangan Sutiyoso terkait ormas. 

    Ucapan itu pun memicu respons keras dari sejumlah purnawirawan TNI yang merasa pernyataan tersebut tidak pantas disampaikan kepada sosok yang telah berjasa bagi negara.

    Hercules akhirnya menyadari kesalahannya. Baru-baru ini, ia mendatangi langsung kediaman Sutiyoso untuk menyampaikan permintaan maaf.

    “Saya minta maaf Bapak, kami ini anak Bapak. Kami ini ada di Indonesia ini karena kami ikut bapak-bapak yang kami ada di sini. Kami setia, kami setia sama Bapak,” kata Hercules sambil mencium tangan Sutiyoso dilansir dari kanal YouTube GRIB TV.

    “Kami sangat senang, sangat luar biasa, kami ini bagian dari anak bapak. Makasih Bapak,” lanjutnya.

    Sutiyoso nampak menyambut hangat permintaan maaf Hercules. 

    Ia berharap, sang mantan preman Tanah Abang itu bisa mengambil pelajaran dari kejadian tersebut agar lebih bijak dalam menyampaikan pendapat, terutama di ruang publik.

    “Sudah lupakan kejadian kemarin. Anggap tidak terjadi apa-apa. Kita kembali menjalin hubungan seperti anak dan bapak,” kata Sutiyoso.  

    Menurut Sutiyoso, setiap orang bisa melakukan kesalahan, namun yang terpenting adalah kesadaran untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah diucapkan.

    “Biasa manusia ada kesalahannya. Saya juga banyak kekurangannya. Jadi setelah pertemuan ini jangan kamu pikirkan lagi. Jadikan pelajaran bahwa kita kalau bicara harus dikontrol,” ujar Sutiyoso. 

    Secara blak-blakan, Sutiyoso justru mengaku bangga dengan sikap yang ditunjukkan oleh Hercules.

    Meski sebelumnya sudah melakukan permintaan maaf secara terbuka melalui media, namun pentolan GRIB Jaya itu tetap mendatanginya untuk meminta maaf secara langsung.

    “Saya sangat menghormati sikap Hercules yang gentleman. Tidak hanya lewat media (minta maaf) tapi mendatangi rumah saya pribadi. Kamu jadi kebanggaan kita semua. Saatnya introspeksi. Lupakan kejadian kemarin,” kata Sutiyoso.  

    Sutiyoso Akui Punya Hubungan Emosional dengan Hercules

    Dalam momen tersebut, Sutiyoso secara terang-terangan mengaku memiliki ikatan emosional dengan Hercules.

    Menurut Sutiyoso, kedekatan emosional itu terbentuk saat keduanya sama-sama menjalankan tugas di Timor Timur, wilayah yang kini dikenal sebagai Timor Leste.

    Purnawirawan jenderal TNI itu juga menilai Hercules sebagai sosok yang loyal dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Sebagaimana diketahui, Hercules pernah bergabung dalam operasi militer Indonesia untuk memperjuangkan wilayah Timor Timur.

    Ia bertugas sebagai Tenaga Bantuan Operasi (TBO) sebagai juru angkut logistik.

    Kisah ini terjadi jauh sebelum Hercules dikenal sebagai sosok preman yang paling ditakuti di kawasan Tanah Abang, Jakarta hingga kini dikenal sebagai Ketua Umum Ormas GRIB Jaya.

    “Kami punya hubungan emosional yang sangat tinggi saat kita berdarah-darah bersama-sama di Timor Timur dan mereka orang yang setia ikut NKRI buka ke Timor Timur ikut merdeka. Mereka lebih memilih ke kita,” ujar Sutiyoso.

  • Viral Emak-emak Turis asal Indonesia Joget TikTok di Kuil Suci Thailand, Dikecam Netizen

    Viral Emak-emak Turis asal Indonesia Joget TikTok di Kuil Suci Thailand, Dikecam Netizen

    GELORA.CO – Rombongan turis asal Indonesia menuai kecaman setelah videonya berjoget di kawasan Wat Paknam Phasi Charoen, sebuah kuil Buddha yang dikenal suci di Bangkok, Thailand, viral di media sosial.

    Aksi tak pantas tersebut pertama kali diunggah oleh akun X @RedSkullxxx, yang menunjukkan sekelompok ibu-ibu berjoget di depan patung Buddha raksasa sambil direkam oleh rombongannya.

    Meski Wat Paknam juga menjadi destinasi wisata populer, kawasan ini tetap merupakan tempat ibadah aktif yang dijaga kesakralannya oleh masyarakat lokal.

    Patung Buddha setinggi 69 meter serta stupa kristal di dalam kuil menjadikan Wat Paknam salah satu simbol keagamaan penting di Thailand. Oleh karena itu, banyak warga lokal yang merasa tersinggung dengan aksi turis tersebut.

    Warganet Thailand memberikan reaksi beragam, mulai dari kecaman keras hingga seruan agar tidak terprovokasi dan tetap menjunjung nilai kedamaian yang diajarkan Buddha.

    Tak hanya dari Thailand, kritik pedas juga datang dari warganet Indonesia. Di akun Instagram @fakta.indo, mayoritas komentar mengungkapkan rasa malu dan kekecewaan atas sikap para turis tersebut.

    “Pentingnya tahu tempat dan tahu malu,” tulis akun @igxxx.

    “Murni kebodohan yang dibawa ke level internasional,” kata akun @rexxx.

    Beberapa komentar bahkan menyebut aksi turis Indonesia yang berjoget di depan kuil Buddha, Thailand, tersebut sebagai bentuk intoleransi budaya dan agama, karena dianggap tidak menghormati nilai-nilai lokal di negara lain.

  • Kontak Fisik untuk Pelajaran Moral

    Kontak Fisik untuk Pelajaran Moral

    GELORA.CO –  Tim kuasa hukum Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, Yogyakarta yang diasuh pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman angkat bicara soal kasus dugaan penganiayaan santri.

    Kasus yang telah ditangani Polresta Sleman itu, sebanyak 13 pengurus dan santri Ponpes Ora Aji dilaporkan karena diduga menganiaya seorang santri, KDR, 23 tahun. Penganiayaan itu diduga dilatari kecurigaan bahwa korban telag mencuri uang sebesar Rp 700 ribu, yang merupakan hasil usaha penjualan air mineral galon yang dikelola yayasan pondok.

    “Tidak ada yang namanya menganiaya, membuat cedera, itu semua tidak ada,” kata Adi Susanto, kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Jumat 30 Mei 2025.

    Meski demikian, Adi tak menampik soal adanya kontak fisik antara 13 orang pengurus dan santri itu dengan KDR.

    Namun, kata dia, kontak fisik itu diberikan untuk sekedar memberikan pelajaran moral secara spontan dalam gaya pertemanan sesama santri. Bagi dia, tudingan korban diikat, dicambuk dengan selang hingga disetrum terlalu didramatisir. 

    Menurut Adi, 13 orang yang dilaporkan pihak korban itu memberikan kontak fisik atas dasar rasa kesal. Upaya itu untuk mendesak agar KDR mengakui perbuatannya soal vandalisme, kehilangan harta benda santri lain hingga uang hasil penjualan air galon yang dikelola ponpes.

    “Para santri yang merasa dirinya pernah kehilangan barang juga saat itu merasa kesal kepada yang bersangkutan, ‘Ini santri kok kelakuan kayak gini?’, lalu tersulut emosinya,”

    “Tersulut dalam arti untuk memberikan semacam pelajaran pendidikan moral sebenarnya di kalangan sesama santri dan itu di luar sepengetahuan pengurus,” kata Adi.

    Hingga kemudian KDR mengakui perbuatannya, korban dan 13 orang tersebut tetap bergaul secara rukun. Namun beberapa waktu kemudian KDR meninggalkan ponpes dan belasan orang tadi dipolisikan sampai resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan Polresta Sleman.

    Meski berstatus tersangka dengan ancaman hukuman pidana penjara di atas lima tahun, Adi membenarkan bahwa 13 orang tadi masih bebas atas permohonan untuk tidak ditahan yang diajukan pihak penasehat hukum yayasan ponpes.

    Alasannya, 13 orang tadi berstatus santri aktif yang masih membutuhkan pendidikan, selain empat orang di antaranya yang berstatus bawah umur. Di satu sisi, ujar Adi, pihak yayasan sebelumnya juga sudah mencoba menempuh jalur mediasi.

    Yayasan mencoba beritikad baik menawarkan sejumlah nominal uang sebagai kompensasi. Namun tawaran nominal angkanya oleh pihak KDR dinilai tak sebanding sehingga mediasi pun gagal.

    “Jadi poin utamanya ini bukan perbuatan anarkisme, bukan penganiayaan yang dimaksudkan untuk mencelakai, lebih kepada sikap spontan dari para santri yang turut jadi korban pencurian selama ini di ponpes, itu yang disayangkan,”

    “Para santri kesal, kenapa ada santri maling, kira-kira begitu, mereka tidak terima begitu,” kata dia.

    Ayah korban KDR melalui kuasa hukumnya, Heru Lestarianto, mengungkapkan kejadian itu puncaknya terjadi pada 15 Februari 2025 silam, setelah korban mendapat giliran tugas menjaga unit usaha yang dikelola yayasan. Korban dituding mencuri uang senilai Rp 700 ribu yang saat itu hilang.

    Heru mengatakan, penganiayaan tak dilakukan sekali.

    “Korban dianiaya dalam dua waktu berbeda, setiap kali hendak dianiaya, KDR dibawa ke dalam salah satu ruangan di ponpes,” kata Heru.

    Dari keterangan korban, penganiayaan dilakukan dengan cara diikat hingga dipukuli.

    “Di ponpes itu kan ada kamar, korban dimasukin ke kamar itu lalu 13 orang ini menghajar bergantian, juga disetrum dan dipukuli dengan selang air,” kata dia.

    Korban lantas memutuskan keluar dari pondok pesantren itu setelah delapan bulan menimba ilmu di sana dan pulang ke kampung halamannya di Kalimantan usai melaporkan kasus penganiayaan itu ke polisi pada 16 Februari 2025.

  • Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    Lembaga Survei Berupaya Giring Opini Bahwa Ijazah Jokowi Asli? Refly Harun: Sumber Dananya Itu…

    GELORA.CO –  Pengamat hukum tata negara Refly Harun mengendus adanya upaya menggiring opini publik dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Ia menyebut, manuver ini bukan semata soal kebenaran akademik, melainkan pertarungan narasi antara “yang ingin menutup buku” dan “yang ingin membuka fakta”.

    “Ini sudah bukan sekadar perkara dokumen, tapi pertarungan opini. Baik dari pihak yang ingin menutup kasus ini dengan dalih ‘case closed’, maupun pihak yang ingin menguji validitasnya lewat proses hukum,” tegas Refly, dalam program Kompas Petang di YouTube KompasTV Jateng, Rabu (28/5/2025).

    Refly merespons temuan dari Indikator Politik Indonesia yang merilis hasil survei bahwa 66,9% responden tidak percaya Jokowi memalsukan ijazahnya, sementara 19,1% menyatakan percaya.

    Namun bagi Refly, angka bukan segalanya. “Survei bisa dijadikan alat pembenaran, bukan cermin objektifitas. Kalau dipakai untuk mengakhiri polemik hukum, ini jadi manipulasi persepsi,” katanya.

    Survei tersebut dilakukan terhadap 1.286 responden lewat sambungan telepon, dengan margin of error 2,8% dan tingkat kepercayaan 93%.

    Tapi, pertanyaannya: seberapa banyak responden memahami konteks detail soal forensik dokumen, teknologi cetak, atau sejarah tipografi tahun 1980-an?

    Pengadilan Bukan Forum Opini

    Refly menekankan bahwa hanya satu forum yang layak menentukan keaslian ijazah Jokowi: pengadilan.

    “Jika keadilan tunduk pada survei, maka kita bukan negara hukum, tapi negara persepsi,” katanya tajam.

    Ia juga mengkritik cara sebagian pihak menggunakan survei untuk menggiring narasi publik bahwa isu ini selesai.

    Padahal, menurutnya, selama ada argumen valid—baik soal font digital, pola cetak, atau mesin ketik—maka fakta hukum harus diuji, bukan dibungkam.

    “Bayangkan, ada dugaan penggunaan font Times New Roman yang bahkan belum dirilis publik pada 1985. Ini bukan klaim sembarangan. Kalau datanya kuat, mengapa tidak diuji di pengadilan?” tanya Refly.

    Menurut Refly, masyarakat sedang diseret dalam arena pertarungan persepsi yang dikemas rapi lewat angka-angka.

    “Ini bukan hal baru dalam politik Indonesia. Tapi berbahaya jika lembaga hukum ikut terpengaruh,” katanya.

    Ia pun menutup dengan satu peringatan keras: “Kita sedang menguji bukan hanya keaslian ijazah, tapi juga integritas negara hukum. Jangan biarkan angka-angka dari survei menghapus ruang pencarian kebenaran.”

    Sumber Dana

    Terkait hasil survei Indikator Politik Indonesia soal ijazah Jokowi ini, Refly Harun mengaku tetap menghormatinya.

    Namun, ia tetap melontarkan kritikan, dengan melihat beberapa aspek, misalnya sumber dana dan motif di balik survei tersebut.

    Menurut Refly, jika sumber dana survei tersebut berkaitan atau berasal dari yang bersangkutan, dalam hal ini Jokowi, maka ia tidak percaya hasilnya.

    “Ya, pertama ya kita hormati saja, tetapi memang kalau saya disuruh mengkritik ya, pertama saya ingin tahu sumber dananya dulu,” papar Refly.

    “Kalau sumber dananya itu terkait dengan yang bersangkutan atau ada hubungan-hubungan kaitan yang bersangkutan, saya terus terang nggak percaya,” katanya.

    Lalu, Refly mempertanyakan motif dari survei tersebut, sebab belakangan banyak pihak yang dibayar untuk mengampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli.

    “Yang kedua, apakah motivasinya, misalnya campaign?” tanya Refly.

    “Kan kita tahu bahwa banyak orang sekali yang, maaf kata ya, dibayar untuk mengkampanyekan bahwa ijazah Jokowi asli,” jelasnya

    “Itu beda sama masyarakat yang biasanya yang ngomong apa adanya,” lanjutnya.

  • Wajah Jokowi Disorot Netizen, Terlihat Kusam dan Penuh Flek, Tanda Stres atau Efek Obat-obatan?

    Wajah Jokowi Disorot Netizen, Terlihat Kusam dan Penuh Flek, Tanda Stres atau Efek Obat-obatan?

    GELORA.CO – Mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) tengah menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial, karena kondisi fisiknya yang dinilai mengalami perubahan signifikan.

    Dalam sebuah unggahan video di platform media sosial X, warganet menyoroti kondisi kulit wajah Jokowi yang terlihat kusam dan penuh flek hitam.

    “Ada apa dengan kulit wajah Jokowi?” tulis akun @cobeh2022 dalam unggahannya.

    Video tersebut memicu beragam komentar dari warganet yang menilai bahwa penampilan fisik Jokowi kali ini tidak seperti biasanya.

    Beberapa menyebutkan bahwa sang mantan presiden terlihat seperti orang yang tengah mengalami tekanan berat.

    “Bang, gue sempat foto mukanya di TV. Kayak orang stres parah,” komentar salah satu pengguna.

    Banyak pengguna lain menduga bahwa kondisi kulit Jokowi yang terlihat menua dan penuh flek hitam merupakan akibat dari stres berkepanjangan.

    Beberapa menyebutkan bahwa hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan isu dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Jokowi sejak dia menjabat sebagai presiden.

    “Yang jelas, stres berat sangat memengaruhi kondisi fisik Jokowi. Walaupun tampil dengan berusaha tersenyum seperti saat menjabat, kegundahan hati tetap tidak bisa disembunyikan,” bunyi salah satu komentar.

    Beberapa waragnet yang mengaku mengerti soal perawatan kulit menduga bahwa Jokowi mungkin telah menjalani sejumlah prosedur medis seperti CO2 Laser, Cautery, atau Chemical Peels.

    Dugaan ini mencuat karena tampak adanya perbedaan warna antara wajah dan leher, serta titik-titik burn atau luka kecil akibat prosedur perawatan tersebut.

    “Aku suka perawatan, dan video-video sebelumnya beliau di komen netizen bahwa beliau menua maka dugaanku beliau buru-buru perawatan. Ada titik-titik burn di bagian tertentu terutama aging spot. Ada batas perbedaan warna wajah dan leher depan dan belakang. Mungkin: perawatan CO2 laser atau cautery + chemical peels,” imbuh warganet lainnya.

    Ada juga komentar yang menyebutkan kemungkinan efek obat-obatan, seperti obat penenang, yang bisa menyebabkan perubahan pada kondisi kulit bila dikonsumsi dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi.

    Sebagian warganet lainnya menyoroti kebiasaan mantan presiden yang kerap bepergian dan terpapar sinar matahari tanpa perlindungan maksimal, yang bisa menyebabkan kerusakan kulit jangka panjang.

    Di balik spekulasi kondisi fisik Jokowi, publik kembali mengaitkannya dengan isu sensitif yang tak kunjung usai yakni dugaan ijazah palsu.

    Tuduhan ini kembali mencuat meskipun telah beberapa kali dibantah oleh berbagai pihak, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM) dan kepolisian.

    Isu ini pertama kali mencuat pada 2022 saat Bambang Tri Mulyono menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Meski sempat dicabut, gugatan kembali dilayangkan pada 2023. Kasus ini bahkan menyeret nama-nama lain seperti Gus Nur yang turut membahas isu tersebut dalam podcast.

    Pada 2024 dan 2025, sejumlah gugatan hukum dan pelaporan balik terus berlanjut.

    Pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq menggugat Jokowi dan beberapa lembaga terkait, termasuk UGM dan KPU Solo.

    Di sisi lain, Jokowi pun melaporkan sejumlah tokoh publik seperti Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Eggi Sudjana atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik.

    Penyelidikan kepolisian menunjukkan bahwa ijazah Jokowi dari UGM adalah asli.

    Dokumen bernomor 1120 atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681/KT dari Fakultas Kehutanan UGM diterbitkan pada 5 November 1985.

    Penelusuran forensik menyatakan dokumen tersebut identik dengan arsip asli dan bukan hasil pemalsuan.

    UGM sendiri telah menegaskan berkali-kali bahwa mereka memiliki dokumen otentik dan tidak ada yang mencurigakan dari ijazah milik Jokowi.

    Meski demikian, sebagian pihak masih belum puas dan terus mencoba menggulirkan kasus ini ke pengadilan.

    Dalam sebuah pernyataan, Jokowi menyatakan bahwa tuduhan tersebut sangat melukai harga dirinya dan menyebut ijazahnya bukan objek penelitian yang bisa dipermainkan.

    Ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming ini meyakini bahwa jalur hukum akan menjadi tempat terbaik untuk mengungkap kebenaran secara gamblang.

  • Israel Tembak Kerumunan Warga Gaza yang Mengantre Bantuan Makanan: 10 Tewas, Puluhan Luka

    Israel Tembak Kerumunan Warga Gaza yang Mengantre Bantuan Makanan: 10 Tewas, Puluhan Luka

    GELORA.CO – Setidaknya 10 warga Gaza tewas dan puluhan lainnya terluka dalam 48 jam terakhir saat berupaya mengakses bantuan makanan di tengah krisis kemanusiaan kota tersebut.

    Mereka ditembaki pasukan Israel di titik distribusi bantuan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF), organisasi yang didukung Amerika Serikat namun ditolak oleh banyak kelompok kemanusiaan dan PBB.

    Menurut laporan Kantor Media Pemerintah Gaza, pasukan Israel menembak langsung ke arah kerumunan warga sipil yang tengah mengantre bantuan makanan di Rafah, Gaza selatan.

    “Lokasi-lokasi ini berubah menjadi perangkap kematian di bawah tembakan pendudukan,” tulis mereka dalam pernyataan resmi, mengutip Al Jazeera, Rabu (28/5).

    Video dari lokasi menunjukkan ribuan warga mendekat ke titik distribusi dengan pengamanan ketat.

    Sebagian besar digiring ke dalam antrean sempit. Sedikitnya 62 orang terluka. Pihak berwenang belum menjelaskan secara pasti kapan dan di mana seluruh penembakan terjadi.

    Kabar pilu lain datang dari Gaza tengah. Dua warga Palestina tewas dan beberapa lainnya terluka dalam insiden terpisah saat ribuan warga menyerbu gudang bantuan pangan milik Program Pangan Dunia (WFP) di Deir el-Balah, Rabu (8/5).

    Menurut WFP, warga yang kelaparan mendatangi gudang al-Ghafari untuk mencari makanan.

    “Gaza membutuhkan peningkatan bantuan pangan segera. Ini satu-satunya cara untuk memberi kepastian bahwa mereka tidak akan kelaparan,” kata WFP.

    Insiden terjadi di tengah kritik internasional terhadap model pengiriman bantuan oleh GHF.

    Organisasi itu kini telah membuka dua dari empat pusat distribusi yang direncanakan.

    Namun, menurut badan pengungsi PBB (UNRWA), model ini justru mengalihkan perhatian dari pembatasan Israel terhadap sistem bantuan yang dikelola lembaga-lembaga berpengalaman.

    “Biarkan sistem kemanusiaan yang ada bekerja menyelamatkan nyawa. Jangan buat mekanisme baru yang menyimpang dari prinsip,” kata kepala UNRWA dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York.

    Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Sigrid Kaag, menyebut volume bantuan yang masuk ke Gaza “sebanding dengan sekoci penyelamat setelah kapal tenggelam”.

    Ia memperingatkan bahwa seluruh penduduk Gaza kini menghadapi risiko kelaparan.

    Pernyataan ini juga didukung duta besar dari Aljazair, Prancis, dan Inggris, yang meminta Israel mengizinkan bantuan masuk tanpa hambatan.

    Meski demikian, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon justru menuduh PBB menghambat bantuan dan menuntut pencabutan pernyataan yang menuding Israel melakukan genosida.

    Di sisi lain, Perwakilan Alternatif AS untuk PBB, John Kelley, membela GHF sebagai organisasi independen dan menyerukan kerja sama antara Israel, GHF, dan PBB.

    Blokade selama 11 minggu baru dibuka sebagian pekan lalu. Sejumlah kelompok bantuan menilai pasokan yang diizinkan Israel masih belum memadai.

    Situasi ini mendorong warga Gaza mengambil risiko di titik distribusi yang sering kali tidak aman.