Category: Gelora.co Nasional

  • Yang jahat tetap jahat, sudah mulai keliatan

    Yang jahat tetap jahat, sudah mulai keliatan

    GELORA.CO –  Roy Suryo sebelumnya mengaku mendapat teror mistis saat menghadapi polemik pembuktian ijazah Jokowi palsu. 

    Roy bahkan mengaku sudah mengetahui siapa pengirimnya.

    Ia juga menyebutkan ciri-ciri sosok pengirim yang ia sebut sebagai gelembuk Solo.

    Roy Suryo Cs tetap tidak percaya bahwa ijazah Jokowi asli.

    Meski sudah dinyatakan asli oleh UGM dan Bareskrim Polri, Roy Suryo tetap kukuh pada keyakinannya.

    Apalagi jika nanti ijazah Jokowi terbukti asli di persidangan, ia akan mempertanyakan skripsinya.

    Menurut Roy Suryo, tak mungkin bisa keluar ijazah jika skripsi Jokowi abal-abal.

    Ia juga meragukan Jokowi yang KKN di tahun ketiga kuliah.

    Sebab menurut Roy Suryo, Jokowi itu merupakan mahasiswa pecinta alam.

    Roy meyakini bahwa mahasiswa pecinta alam akan lama lulusnya.

    Terus mencari kesalahan di ijazah Jokowi, Roy Suryo pun mengaku sempat mengalami hal-hal aneh.

    Jika Rismon Sianipar diteror dengan pecah ban, Roy Suryo lain lagi.

    “Kebetulan saya hidup dari lingkungan dulu di kecil itu di seputaran keraton ya gitu, keraton Prabu Mangkualam,” kata Roy dikutip dari Youtube SINDOnews, Jumat (30/5/2025).

    Ia pun mengaku mengalami hal-hal di luar nalar yang terjadi pada dirinya.

    “Ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan, terjadi iya terjadi. Karena orang juga tahu semua gitulah yang namanya gelembuk Solo itu terjadi,” ungkap Roy Suryo.

    Namun ia mengaku santai dengan adanya hal tersebut.

    “Ya tapi saya senyumin aja deh gitu, kayak-kayak gitu enggak apa-apa. Yang jahat tetap jahat yang batil tetap batil,” ucapnya.

    Kemudian jurnalis Sindo, Lukman Hanafi, pun menanyakan soal adanya santet itu.

    “Jadi berapa kali digelembuk santet itu?,” tanya Lukman.

    Mendengar itu, Roy Suryo pun tak membantah bahwa yang datang padanya adalah santet.

    “Saya enggak bilang santet loh ya. Saya senyum aja ya. Jadi biarin aja,” katanya sambil tersenyum.

    “Loh santet itu kan pakai tele apa istilahnya itu ya? Telepati,” kata Lukman lagi.

    Mendengar itu, Roy Suryo pun tertawa dan mengaku sudah tahu siapa pelakunya.

    “Insyaallah balik dan orangnya, dan sudah mulai kelihatan sekarang, orang bisa menilai kok,” ungkap Roy. 

    “Siapa itu?,” tanya Lukman.

    “Bukan. Sudah mulai kelihatan,” jawab Roy lagi.

    Rupanya Roy mengaku sudah mulai bisa melihat siapa yang mengirim santet pada dirinya itu.

    “Ya udahlah kelihatanlah,” katanya.

    Lukman pun meminta inisial orang yang diyakini Roy Suryo mengirim santet padanya itu.

    Roy Suryo pun memberikan ciri-cirinya, menurut dia pengirim santet itu disebut netizen mulai tremor.

    “Kalau menurut orang-orang yang sudah makin kelihatan tremor,” katanya sambil tertawa.

    Sementara itu, dr Tifa melalui akun Twitternya menyoroti perubahan fisik pada Jokowi.

    Ia mengatakan kalau Jokowi seperti terkena autoimun.

    Dirinya menyarankan agar Jokowi segera diberi obat anti depresan.

    “Pak Jokowi kok seperti kena Autoimun? Wajah dan leher tiba-tiba penuh melasma atau bercak-bercak hitam, Dan tiba-tiba juga alopecia berat, rambut rontok mendadak di dahi, ubun-ubun, belakang kepala Autoimun atau Hiperkortisolisme? 

    Dokter pribadi perlu meresepkan Anti-depresan, deh Kasihan, beban berbohong 10 tahun, ngga kebayang rasanya,” tulis dia.

    Sosok Istri Roy Suryo 

    Sosok Ismarindayani Priyanti, istri Roy Suryo kini tak luput dari perbincangan.

    Ismarindayani Priyanti ternyata punya profesi mentereng dan satu geng arisan dengan Mayangsari.

    Melansir dari Tribunnewsmaker.com, Roy Suryo dan Ririen Suryo menikah pada 10 Desember 1994.

    Keduanya bertemu ketika masih sama-sama mengenyam pendidikan di UGM, Yogyakarta.

    Ririen yang kelahiran Februari 1969 ini menempuh pendidikan di Fakultas Hukum, sedangkan Roy Suryo di Jurusan Komunikasi.

    Setelah lulus, keduanya mengambir jalur karir yang berbeda.

    Jika Roy Suryo aktif di dunia politik, Ririen lebih memilih karir di dunia perbankan.

    Meski begitu pada tahun 2009, Ririen juga pernah menjajal dunia politik.

    Kala itu ia maju menjadi caleg dan berkompetisi di pemilihan DPD RI dari Yogyakarta.

    Akan tetapi, suara Ririen dikalahkan oleh GKR Hemas, Hafidh Asrom, Cholid, Mahmud, dan M Afnan Hadikusumo.

    Kemudian pada tahun 2018, Ririen menjabat sebagai Regional Wealth Bank di Bank Mandiri wilayah Jakarta Thamrin.

    Terakhir, Ririen diketahui aktif sebagai Notaris/PPTAK di Yogyakarta.

    Melansir dari Nakita, Ririn juga tetap menjalani kodratnya sebagai perempuan yang memiliki grup arisan dan hangout bersama kelompok sosialitanya.

    Melihat dari unggahan instagramnya, ternyata Ririn tergabung dalam grup arisan sosialita Krisdayanti diikuti oleh sejumlah istri pengusaha dan pejabat seperti Liliana Tanoesoedibjo, Farah Quinn hingga Mayangsari dengan nama grup arisan, Geng Lovely.

    Meskipun istri Roy Suryo sering terlihat tampil dengan balutan kebaya, pakaiannya sehari-hari tetap tak kalah glamor dari sosialita lainnya.

    Profil Ismarindayani Priyanti, Istri Roy Suryo berlanjut, wanita yang akrab disapa Ririn itu ternyata satu geng arisan dengan Mayangsari.

    Ia sangat memperhatikan dan menata penampilannya dari ujung kepala hingga kaki agar terlihat sempurna.

    Dalam sebuah acara lainnya, Ririn juga mengenal dekat sosok Syahrini dan istri Chairul Tanjung.

    Gaya hidupnya sehari-hari pun terlihat mewah, dari tas branded yang ditentengnya, perhiasan dan berlian yang melekat pada tubuhnya hingga mobil mewah yang terpajang di instagram.

    Selain itu, istri Roy Suryo juga seorang pecinta kucing yang potret peliharaannya pernah diunggah ke instagram.

    Roy Suryo Bantah Dapat Uang

    Padahal dalam kasus ijazah Jokowi ini Roy Suryo mengaku bekerja sukarela alias tidak dibayar.

    “Kami datang dengan uang kami sendiri, tidak ada biaya sedikitpun,” katanya di Youtube Sindonews.

    Ia menekankan tidak ada suntikan dana dari luar negeri untuk menggarap kasus ijazah Jokowi.

    “Mana ada dari luar negeri. Itu bener-bener nyebelin deh,” katanya.

    Roy bahkan menantang pihak yang menuduh untuk membuktikan aliran dana tersebut.

    “Saya tantang potong kepala atau gantung di Monas kalau bisa nunjukin itu,” katanya.

    “Lah iya bohong. Yang bilang itu dari luar negeri. Buktikan,” katanya.

    Ia mengaku siap digantung di Monas jika memang terbukti ada aliran dana yang membiayai kasus ijazah Jokowi.

    “Buktikan dulu,” katanya.

    Setelah Bareskrim Polri menghentikan aduan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), kini Roy Cs menghadapi laporan Jokowi di Polda Metro Jaya.

    Mereka dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik dan UU ITE dengan Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 35, 32, 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Bahkan dengan adanya UU ITE, Roy Suryo Cs terancam dipenjara karena ancamanya hukumannya 8 sampai 12 tahun.

    Meski dihadapkan dengan nasib miris, namun Roy mengaku tetap santai dalam menjalani hari-harinya.

    “Saya percaya penuh pada Tuhan, Allah makanya saya masih santai, nyupir sendiri. normal (kehidupan),” katanya.

    Bukan menciut menghadapi laporan Jokowi, Roy justru semakin kekeuh.

    “Ada pepatah sing waras ngalah. Saya bilang gak, yang waras gak boleh ngalah nanti yang edan yang berkuasa, ini gak boleh orang edan berkuasa,” katanya.

    Padahal beberapa temannya sudah mendapatkan teror.

    “Pernah terjadi pada Rismon, mobilnya dipecah bannya disilet. Sangat terkait (kasus ijazah Jokowi). Itu bar-bar betul, itu jahat betul, makanya itu yang dilaporkan ke Komnas HAM,” katanya.

  • Terdaftar sebagai Sarjana Muda, Jokowi akan Dilaporkan Lagi terkait Dugaan Skripsi Palsu!

    Terdaftar sebagai Sarjana Muda, Jokowi akan Dilaporkan Lagi terkait Dugaan Skripsi Palsu!

    GELORA.CO – Isu baru kembali mencuat terkait latar belakang pendidikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Kali ini, muncul rencana pelaporan terhadap Jokowi ke Bareskrim Polri dan Pengadilan Perdata terkait dugaan skripsi palsu.

    Pihak pelapor menduga bahwa Jokowi tidak pernah menulis skripsi sebagai syarat kelulusan sarjana strata satu (S1). Dugaan ini didasarkan pada data form her-registrasi yang menunjukkan bahwa Jokowi terdaftar sebagai Sarjana Muda, dengan total jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) hanya 122 SKS—yang terdiri dari SKS wajib dan pilihan.

    “Peperangan baru! Jokowi akan dilaporkan atas skripsi palsu ke Bareskrim dan Pengadilan Perdata! Mengingat form Her-Registrasi, Jokowi terdaftar Sarjana Muda dan total SKS (wajib dan pilihan) hanya 122 SKS!. Sarjana Muda tidak menulis skripsi,” kata Pakar Digital Forensik Rismon Sianipar dalam unggahan sosial media X/Twitter, dikutip Sabtu (31/5/2025).

    Menurutnya, gelar Sarjana Muda tidak mengharuskan mahasiswa menulis skripsi, yang biasanya menjadi syarat kelulusan program sarjana penuh (S1). Oleh karena itu, mereka mempertanyakan keabsahan skripsi Jokowi dan berniat membawa persoalan ini ke ranah hukum, baik pidana maupun perdata.

    Sebelumnya, Rismon Sianipar juga mempertanyakan asal-usul gelar Insinyur (Ir) yang didapat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, gelar tersebut tersemat di nama depan Jokowi meskipun Jokowi diketahui pihaknya mengambil program sarjana muda di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

    Hal ini diungkapkan Rismon dalam unggahan sosial media X/Twitter, dikutip Jumat (30/5/2025).

    Dalam unggahan tersebut, Rismon turut menyematkan foto yang menunjukkan formulir pendaftaran ulang semester II tahun akademik 1981/982 yang dimiliki Jokowi. Formulir tersebut juga menunjukkan Jokowi melingkari sarjana muda di antaranya pilihan program lainnya.

    Lantas, Rismon pun mempertanyakan bagaimana gelar insinyur bisa diterima Jokowi melalui program sarjana muda.

    “Jokowi mengikuti program sarjana muda di Fakultas Kehutanan UGM. Lalu dari mana ia mendapat gelar Ir? Apakah program sarjana muda di UGM bergelar Ir Kehutanan?” tanya Rismon dalam unggahannya.

    Rekan Rismon, pegiat media sosial yang juga alumni UGM dokter Tifa menyebut dirinya masih mendalami dulu terkait kelanjutan masalah ijazah Jokowi dengan data-data yang ada. “Ini agar opini saya akurat,” tutur dokter Tifa saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Jumat (30/5/2025).

    Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menyebutkan akan berkoordinasi dengan Ditreskrimum Polda Metro Jaya terkait laporan yang diajukan Jokowi soal tuduhan ijazah palsu.

    Hal itu dilakukan seusai Dittipidum menghentikan penyelidikan terkait aduan soal dugaan ijazah Jokowi cacat hukum yang diajukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) serta menyatakan tidak ditemukan unsur pidana di dalamnya.

    “Terkait adanya laporan di Polda Metro Jaya, tentu saja kami sebagai satuan pembina fungsi teknis tentu akan berkoordinasi,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025).

    Dia mengatakan laporan Jokowi di Polda Metro saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Dirinya menyebut pihaknya tidak akan mengintervensi proses penanganan laporan tersebut.

  • Sosok Edi Suranta Gurusinga, Mantan Polisi yang Jadi Bandit Kini Dikaitkan Kasus Pembacokan Jaksa

    Sosok Edi Suranta Gurusinga, Mantan Polisi yang Jadi Bandit Kini Dikaitkan Kasus Pembacokan Jaksa

    GELORA.CO –  Sosok Edi Suranta Gurusinga alias Godol tengah menjadi pembicaraan di kalangan penegak hukum.

    Sebab, lelaki yang berstatus sebagai mantan polisi ini disebut-sebut terlibat dalam kasus pembacokan jaksa Jhon Wesli Sinaga beserta pegawai tata usaha Acensio S Hutabarat.

    Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengaku masih mendalami dugaan keterlibatan Godol dalam pembacokan tersebut.

    Hanya saja, Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W Ginting menegaskan, bahwa Edy Suranta Gurusinga alias Godol ditangkap atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada 25 September 2024 lalu.

    Putusan itu membatalkan vonis bebas hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam dalam perkara kepemilikan senjata api ilegal berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

    Untuk mengangkap Edy Suranta Gurusinga alias Godol, Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung terpaksa harus dibantu TNI dan Brimob.

    Sebab diketahui, bahwa Godol ini adalah tokoh di organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP).

    Ia memiliki massa, hingga dikhawatirkan melawan saat ditangkap.

    Ketika diamankan pada 28 Mei 2025 di lokasi pemandian alam Kenan, Sibolangit, Deliserdang, Godol melawan.

    Ia meronta minta polisi melepaskan dirinya.

    Godol bahkan bertanya apa salah dirinya sehingga harus ditangkap.

    Meski melawan, petugas memaksa Godol masuk ke dalam mobil.

    Sempat terjadi tarik-tarikan antara petugas dan Godol.

    Sosok Edi Suranta Gurusinga

    Edi Suranta Gurusinga alias Godol adalah mantan polisi yang terlibat dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal.

    Pada 13 Maret 2024, ia ditangkap oleh tim gabungan Polrestabes Medan terkait kepemilikan senjata api merek Daewoo.

    Setelah ditangkap, Godol kemudian diseret ke pengadilan.

    Jaksa lantas menuntut Godol agar dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.

    Namun, pada 13 Agustus 2024 silam, hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam memvonis bebas Edi Suranta Gurusinga alias Godol karena dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana kepemilikan senjata api. 

    Hakim memerintahkan pembebasan dan pemusnahan barang bukti senjata api tersebut.

    Atas vonis bebas itu, jaksa Kejari Deliserdang yang menangani perkaranya kemudian melakukan banding.

    Mahkamah Agung (MA) lantas menerbitkan putusan pada 25 September 2024, yang isinya membatalkan vonis bebas terhadap Edi Suranta Gurusinga alias Godol.

    MA menegaskan bahwa Godol terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

    MA menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun.

    Baca juga: Profil Dian Siswarini, Dirut PT Telkom yang Belum Lama Mundur dari Jabatan CEO XL Axiata

    Setelah putusan MA, Edi menjadi buronan (DPO) Kejaksaan Negeri Deliserdang sejak Mei 2025. 

    Ia sempat melawan saat akan ditangkap, namun akhirnya berhasil dibawa Tim Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung bersama TNI di kawasan pemandian alam Kenan, Sibolangit, Deliserdang pada 28 Mei 2025.

    Adapun penangkapan ini terkait kasus senjata api ilegal.

    Namun, setelah penangkapan Godol, muncul informasi bahwa yang bersangkutan patut diduga kuat terlibat kasus pembacokan terhadap jaksa Jhon Wesli Sinaga.

    Bahkan, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto kepada wartawan mengatakan bahwa ada indikasi atau dugaan bahwa Edi Suranta Gurusinga alias Godol terlibat pembacokan Jhon Wesli Sinaga beserta pegawai tata usaha Acensio S Hutabarat.

    Sebab, korban sempat menangani perkara Godol.

    Polda Sumut telah menangkap tiga orang tersangka terkait pembacokan jaksa Kejari Deli Serdang bernama Jhon Wesli Sinaga dan Acensio Silvanov Hutabarat.

    Yakni Alpa Patria Lubis alias Kepot terduga otak pelaku, Surya Darma alias Gallo sebagai eksekutor dan Mardiansyah alias Bendil orang yang membonceng tersangka Surya.

    Kuasa hukum Alpa Patria Lubis, Dedi Pranoto mengatakan dugaan motif kliennya membacok jaksa dan staf tata usaha Kejaksaan Negeri Deli Serdang lantaran kesal dimintai burung peliharaan.

    Permintaan Jhon Wesli Sinaga diduga berlangsung sepekan sebelum kejadian. Itupun diduga bukan secara langsung, melainkan melalui orang suruhannya yang menghubungi Alpa Patria Lubis.

    Ketika dimintai burung peliharaan, tersangka Alpa Patria tidak mengiyakan ataupun menolak. Namun permintaan ini diduga yang membuatnya gelap mata menyuruh eksekutor membacok korban.

    Meski demikian, tidak dijelaskan jenis burung apa yang diminta. Namun Jhon meminta burung yang bagus.

    Akan tetapi pada Sabtu 24 Mei, antara Alpa Patria dengan Jhon Wesli janjian mau memancing bersama.

    “Memuncaknya kemarin permintaan burung tidak diiyakan dan tidak ditolak,”kata Kuasa hukum Alpa Patria Lubis, Dedi Pranoto, di Polda Sumut, Senin (26/5/2025).

    “Burung tidak ditentukan, yang bagus. Seminggu lalu,”sambungnya.

    Dedi menjelaskan, kliennya saling kenal dengan jaksa Kejari Deli Serdang bernama Jhon Wesli Sinaga.

    Ada beberapa perkara yang Alpa disebut-sebut ditangani Jhon mulai dari penganiayaan dan pengerusakan.

    Dalam perjalanan kasusnya, Jhon disebut meminta uang kepada kliennya dan diberikan beberapa kali mulai dari Rp 60 juta, 40 juta dan Rp 30 juta secara tunai.

    Namun yang terakhir kali, sepekan sebelum jaksa dibacok pada 24 Mei kemarin, Alpa dimintai burung peliharaan.

    Sehingga Alpa kesal hingga akhirnya menyuruh tersangka Surya Darma dan Mardiansyah untuk membacok 2 korban.

    “Pernyataan klien saya, ada 60 juta, 40 juta dan 30 juta. Terakhir, permintaan burung, dan dia merasa kesal.”

    Terpisah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto membantah tuduhan bila Jaksa Jhon Wesli Sinaga melakukan pemerasan sehingga melatarbelakangi kasus pembacokan yang dilakukan Alfa Patria Lubis.

    Hal itu disampaikan Idianto saat mengunjungi korban yang kini dirawat di RS  Columbia Asia Medan. 

    Kata Idianto, Jaksa Jhon tidak pernah menangani masalah pidana Alfa. Hal itu dikuatkan dengan keterangan korban yang membantah meminta uang kepada pelaku. 

    “Kalau motif masih simpang siur. Tapi dari informasi yang disampaikan oleh korban, bahwa si korban tidak pernah menangani perkara yang namanya Kepot, pelaku yang menyuruh melakukan (pembacokan). Katanya itu alibi saja yang dibuat sama mereka,” ujar Idianto, Selasa (27/5/2025). 

    Idianto menyebut bila Jaksa Jhon membantah telah meminta uang atau pun barang kepada Alfa. 

    Meski begitu, Idianto menyampaikan perlu pendalaman untuk mengetahui motif pelaku. 

    “Dia sendiri tak pernah menangani perkara Kepot yang beberapa kali keluar (penjara) dan lain lain. Itu pengakuan korban. Jadi yang katanya dimintai uang itu, berdasarkan penjelasan korban, terbantahkan,” kata Idianto. 

    “Kalau motifnya yang lain belum masih butuh pendalaman. Yang kita lihat tidak ada nama korban sebagai jaksa. Kita nanti tinjau lagi. Tapi korban sendiri mengatakan dia tidak ada menangani perkara yang si pelaku,” lanjut dia. 

  • Jaja Mihardja Dilarikan ke Rumah Sakit Setelah Pingsan dan Menggigil

    Jaja Mihardja Dilarikan ke Rumah Sakit Setelah Pingsan dan Menggigil

    GELORA.CO – Kabar kurang menyenangkan datang dari aktor senior sekaligus penyanyi dangdut Jaja Miharja. 

    Pria berusia 80 tahun itu kini sedang menjalani perawatan intensif di RS St. Carolus, Jakarta Pusat.

    Ia sempat pingsan mendadak dan mengalami menggigil hebat beberapa waktu lalu.

    Meski sebelumnya mampu mengisi sebuah acara.

    Saat ditemui di ruang perawatan, Jaja menceritakan kronologi awal kejadian tersebut.

    Ia mengaku awalnya masih sehat dan aktif mengikuti kegiatan.

    “Ayah kan kemaren ada acara Lomba Dangdut Indosiar, saya masih ada di situ,” ujar Jaja Miharja di RS St Carolus, Salemba Jakarta Pusat, Sabtu (31/5/2025).

    “Itu belum berasa, dari acara itu masih makan, nah setelahnya berasa tuh,” lanjutnya.

    Jaja Miharja mengatakan bahwa tak lama setelah ibadah shalat ashar, kondisi badannya mulai tidak enak.

    Tak lama setelah itu Jaja Miharja jatuh pingsan hingga membuat anggota keluarganya panik.

    “Pas sembayang Ashar kalau gak salah, badan mengigil, lupa gak inget,” kata Jaja.

    “Saya gak inget sama sekali, sampai kesini aja saya gak tau, tau-tau udah di kamar,” ungkapnya.

    Sekedar informasi, putri Jaja Miharja, Vita yang dihubungi melalui sambungan telepon, menyampaikan kondisi sang ayah sempat membuat keluarga panik. 

    Ia menyebutkan bahwa Jaja mengalami gejala menggigil parah usai salat Ashar, padahal biasanya ia langsung berzikir usai salat.

    “Diagnosa terakhir ada infeksi di ususnya. Jadinya waktu hari Rabu itu habis salat Ashar, ayah menggigil banget. Biasanya dia kan habis salat Ashar suka wirit, nah ini habis salat Ashar pakai selimut double sampai dua juga enggak mempan,” ujar Vita.

    Kondisinya terus menurun hingga akhirnya Jaja tak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke IGD RS St. Carolus, rumah sakit langganannya.

    “Terus langsung nggak sadar, dibawa ke RS. Sempat yang ‘hmmm hmmm’ gitu doang dia, kayak nolak gitu. Nah sampai rumah sakit langsung ditangani,” bebernya.

    Kabar Jaja Miharja jalani perawatan di RS St Carolus pertama kali dibagikan oleh Ruben Onsu di media sosial instagram miliknya.

  • Sempat Diresmikan Jokowi, Kejari Tangkap 2 Tersangka Korupsi Proyek Masjid Agung Madaniyah

    Sempat Diresmikan Jokowi, Kejari Tangkap 2 Tersangka Korupsi Proyek Masjid Agung Madaniyah

    GELORA.CO –  Kejaksaan Negeri Karanganyar menangkap dan menetapkan N selaku Direktur Operasional PT MAMA dan TAC selaku investor dan Subkon PT MAM sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Masjid Agung Madaniyah, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

    “Sudah 2 orang yang jadi tersangka dan sudah ditahan,” kata Kasi Intel Kejari Karanganyar, Bonard David Yulianto, saat dikonfirmasi pada Jumat, 31 Mei 2025.

    Dugaan korupsi ini bermula ketika adanya aduan dari sejumlah vendor yang saat itu mengerjakan proyek pembangunan masjid.

    Vendor itu mengaku belum menerima pembayaran pengerjaan masjid.

    “Padahal pekerjaan tersebut telah dibayar lunas oleh Pemkab Karanganyar,” kata Bonard.

    Dari sini, Kejari Karanganyar melakukan penyelidikan.

    Benar saja, pembangunan masjid itu hasilnya tidak sesuai dengan perencanaan di awal.

    “Kami lakukan pemeriksaan dan menemukan banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan spek dan pelaksanaanya tidak sesuai dengan aturan yang merugikan keuangan negara,” jelas Bonard.

    Kini, para tersangka tersebut dikenakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor.

    Seperti diketahui, Masjid Agung Madaniyah diketahui diresmikan oleh Presiden ke-7, Joko Widodo pada 8 Maret 2024 lalu dengan anggaran hingga Rp 101 miliar.

  • Kita Amankan Aki sama Kabel, Mungkin untuk Menakut-nakuti saja

    Kita Amankan Aki sama Kabel, Mungkin untuk Menakut-nakuti saja

    GELORA.CO –  Kapolresta Sleman Kombes Pol. Edy Setyanto Erning Wibowo membenarkan penerimaan laporan terkait dugaan penganiayaan terhadap seorang santri inisial KDR (23) asal Kalimantan Selatan di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Kabupaten Sleman, DIY.

    Sebelum diterima Polresta Sleman, mulanya laporan tersebut dari Polsek Kalasan.

    “Benar. Jadi itu kejadian memang tanggal 15 Februari 2025, dilaporkan tanggal 16 Februari 2025. Itu laporan ke Polsek Kalasan soal kejadian mencakup dugaan penganiayaan terhadap korban inisial KDR (23) itu,” katanya saat ditemui di kantornya, Jumat (30/5/2025).

    Menurut Edy, hasil pemeriksaan menunjukkan, pemicu korban dianiaya karena diduga sebelumnya beberapa kali korban melakukan tindak pencurian.

    “Beberapa kali pernah ketangkep dan yang terakhir itu pas apesnya ketangkep lagi. Kemudian yang terakhir itu korban dilakukan seperti interogasi begitu, kemudian muncul emosional dari para pelaku, lalu terjadilah penganiayaan. Kemudian kasus penganiayaan ini dilaporkan kepada kita, kita langsung melakukan pemeriksaan,” ungkapnya.

    Sebelum akan diproses ke polisi, pihak perwakilan pelaku dan korban sempat bermediasi, namun tidak menemukan titik temu.

    “Beberapa kali sudah ada upaya, mungkin mediasi ya. Tapi waktu itu mereka tidak ada titik temu. Sehingga mereka menyampaikan untuk diproses,” ujar Edy.

    Adapun terhadap berkas pemeriksaan dan penyelidikan dari Polresta Sleman, kata Edy, akan selesai dan dikirim pada Senin (2/6/2025) nanti.

    “Jadi berkas mungkin hari Senin ini sudah kami kirim,” imbuhnya.

     

    Terkait penahanan para pelaku yang berjumlah 13 orang itu, dan kini sudah dinyatakan menjadi tersangka, Edy belum bisa memastikan.

    “Ya, kalau ditahan atau tidaknya, itu nanti penyidik. Yang jelas, sampai saat ini semuanya masih kooperatif,” jelasnya.

    Edy juga menanggapi soal dugaan salah satu bentuk penganiayaan para pelaku kepada korban yakni, disetrum menggunakan aki. Barang bukti tersebut pun sudah diamankan.

    “Memang di situ ada kita amankan aki sama kabel, tapi aki itu sudah tidak ada isinya. Mungkin dipakai untuk menakut-nakutin. Tapi itu masih kita dalami ya,” ungkapnya.

    Edy juga menyebutkan di antara 13 tersangka, ada beberapa orang yang justru balik melaporkan korban atas dugaan pencurian.

    “Jadi yang 13 orang itu, ada yang 4 orang (kira-kira) yang barangnya pernah diambil oleh korban itu, lalu dilaporkan pada kita,” pungkasnya.

    Dengan demikian, penyidikan terus berjalan dan Polresta Sleman memastikan penanganan akan dilakukan secara profesional dan tidak ada intervensi dari pihak manapun.

  • Ada Lagi! BPK Temukan Pemborosan Rp2,9 T Subsidi Pupuk, KPK Diminta Turun Tangan!

    Ada Lagi! BPK Temukan Pemborosan Rp2,9 T Subsidi Pupuk, KPK Diminta Turun Tangan!

    GELORA.CO –  Isu pemborosan dana subsidi pupuk sebesar Rp2,92 triliun yang terjadi sepanjang tahun 2020 hingga 2022 kembali menjadi sorotan publik.

    Angka yang fantastis ini diungkap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2024, dan sebagian besar, yakni sekitar Rp2,83 triliun, disebut melibatkan PT Pupuk Indonesia (Persero).

    Temuan ini memantik desakan dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan melakukan penyelidikan secara mendalam.

    Pasalnya, dana subsidi pupuk merupakan komponen vital yang sangat ditunggu-tunggu para petani demi menjaga ketahanan pangan nasional.

    Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menganggap temuan BPK tersebut bukan sekadar persoalan administratif, melainkan bisa menjadi indikasi awal dari potensi tindak pidana korupsi yang merugikan negara.

    Menurutnya, peran dewan komisaris dan aparat penegak hukum sangat penting dalam merespons sinyal ‘lampu kuning’ dari auditor negara.

    “Menurut saya, rekomendasi BPK adalah lampu kuning. Seyogyanya, komisaris dapat bekerja sama dengan KPK sebagai upaya preventif sebelum terjadi tindak pidana atau untuk meminimalisir kerugian apabila telah terjadi, agar kerugian tidak tambah besar,” ujar Hudi dalam pernyataannya, Jumat (30/5/2025).

    Ia menekankan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti temuan BPK tanpa harus menunggu adanya laporan dari masyarakat.

    Dengan kata lain, laporan BPK bisa menjadi pintu masuk yang sah bagi KPK dalam melakukan penyelidikan lebih lanjut atas dugaan kerugian negara dari pemborosan subsidi pupuk.

    Hudi juga menjelaskan bahwa jika nantinya ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang, perbuatan melawan hukum, atau penerimaan gratifikasi oleh direksi Pupuk Indonesia, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

    Dalam prosesnya, tanggung jawab pidana dapat dijatuhkan kepada pejabat yang terbukti melakukan tindakan tersebut.

    Namun, Hudi juga menambahkan bahwa jika dari hasil penyelidikan tidak ditemukan unsur pidana, maka kasus ini dapat digolongkan sebagai kelalaian dalam manajemen bisnis.

    Meski begitu, dewan komisaris tetap wajib memberikan peringatan keras kepada jajaran direksi sebagai bentuk tanggung jawab tata kelola perusahaan.

    “Apabila direksi, akibat kebijakannya, mengalami kerugian, itu adalah risiko bisnis akibat kelalaian atau kemampuan yang bersangkutan dalam mengelola bisnis, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai korupsi. Yang bersangkutan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada saat RUPS,” jelas Hudi.

    BPK dalam laporannya menemukan adanya ketidaksesuaian dalam alokasi pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia yang tidak mempertimbangkan kapasitas produksi masing-masing anak usaha produsen pupuk.

    Lebih janggal lagi, perusahaan dengan biaya produksi lebih tinggi justru diberikan jatah produksi pupuk bersubsidi, sementara yang lebih efisien malah diarahkan memproduksi pupuk nonsubsidi.

    Auditor negara juga mencatat bahwa distribusi subsidi ini tidak mengikuti prinsip efisiensi dan justru berisiko menambah beban keuangan negara.

    Sebagai langkah tindak lanjut, BPK merekomendasikan Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran yang dinilai lalai dalam penetapan kebijakan alokasi subsidi.

    Untuk diketahui, posisi Direktur Utama Pupuk Indonesia pada periode 2020–2022 dijabat oleh Achmad Bakir Pasaman sebelum digantikan oleh Rahmat Pribadi pada Juli 2023.

    Sedangkan posisi Direktur Pemasaran saat itu dipegang oleh Gusrizal, yang kini menjabat sebagai Wakil Direktur Utama.

    Merespons temuan tersebut, PT Pupuk Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti semua rekomendasi yang disampaikan BPK.

    “Sebagai BUMN yang patuh pada aturan keuangan negara, kami akan melaksanakan rekomendasi BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024,” ujar Vice President Komunikasi Korporat, Cindy Sistyarani, dalam keterangannya, Rabu (28/5/2025).

    Cindy juga menyampaikan bahwa Pupuk Indonesia selama ini telah melakukan berbagai upaya transformasi seperti digitalisasi, modernisasi fasilitas produksi, dan revitalisasi pabrik demi meningkatkan efisiensi serta memperkuat tata kelola perusahaan.

    “Ke depan, Pupuk Indonesia akan semakin mengakselerasi transformasi dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan perusahaan menjunjung tinggi prinsip efisiensi dan efektivitas,” tutupnya.

    Kini, perhatian publik tertuju pada langkah KPK berikutnya.

    Apakah lembaga antirasuah tersebut akan menindaklanjuti temuan BPK dengan penyelidikan lebih dalam, atau justru menyerahkannya kembali pada mekanisme internal korporasi?***

  • Dugaan Korupsi Chromebook Rp10 Triliun Era Nadiem, MAKI Minta Google Diperiksa

    Dugaan Korupsi Chromebook Rp10 Triliun Era Nadiem, MAKI Minta Google Diperiksa

    GELORA.CO – Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi besar-besaran dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

    Proyek ini berlangsung dalam rentang waktu 2019 hingga 2022 dan menyedot anggaran hampir Rp10 triliun dari APBN.

    Namun, penggunaan anggaran tersebut diduga tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan karena spesifikasi laptop yang dipilih disebut-sebut tidak mendukung kondisi infrastruktur digital di banyak wilayah Indonesia.

    Pengadaan Chromebook ini sempat menuai tanda tanya besar karena rekomendasi awal dari tim teknis sebenarnya mengusulkan sistem operasi Windows.

    Namun, entah mengapa, keputusan tersebut berubah haluan ke ChromeOS milik Google yang akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya intervensi atau kepentingan lain di balik perubahan kebijakan tersebut.

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti kemungkinan adanya keterlibatan pihak luar negeri dalam proyek pengadaan ini, terutama Google sebagai pengembang sistem operasi ChromeOS yang digunakan dalam laptop tersebut.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mendorong Kejagung untuk tidak hanya fokus pada aktor lokal, melainkan juga menelusuri apakah ada aliran dana dari proyek ini ke perusahaan asing tersebut.

    Menurut Boyamin, penyidikan akan menjadi tidak tuntas bila tidak membuka peluang pemeriksaan ke seluruh pihak yang secara teknis maupun finansial terlibat dalam proyek.

    “Kalau nanti ditemukan ada unsur pidana lintas negara, Kejagung bisa melakukan kerja sama hukum internasional. Itu sah secara hukum dan bisa dilakukan,” ungkapnya.

    Langkah Kejagung sendiri sudah cukup progresif.

    Sejauh ini, tim penyidik telah memeriksa sebanyak 28 saksi, termasuk dua mantan staf khusus Menteri Pendidikan saat itu, Nadiem Makarim, yakni FH dan JT.

    Keduanya bahkan telah digeledah rumahnya guna mencari bukti tambahan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan akan memanggil siapa pun yang relevan, termasuk mantan Menteri Nadiem Makarim, jika diperlukan untuk memperdalam penyidikan.

    “Siapa pun yang dianggap memiliki keterkaitan akan dipanggil. Tidak terkecuali pejabat di masa lalu,” ujarnya.

    Yang menjadi perhatian besar publik adalah temuan bahwa penggunaan Chromebook ternyata tidak ideal bagi kondisi sekolah-sekolah di daerah.

    Uji coba internal sebelumnya menunjukkan bahwa perangkat dengan sistem operasi ChromeOS memiliki keterbatasan dalam hal konektivitas dan aplikasi, yang pada akhirnya menyulitkan guru maupun siswa dalam penggunaannya.

    Namun keputusan tetap diambil untuk memilih Chromebook, dan di sinilah dugaan rekayasa teknis muncul.

    Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, memastikan bahwa proyek pengadaan laptop tersebut sudah dihentikan sejak era Nadiem Makarim berakhir.

    Ia juga menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung.

    Kasus ini pun menyoroti persoalan mendasar dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang belum sepenuhnya bebas dari kepentingan non-teknis.

    Sektor pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan justru diselimuti oleh praktik yang merugikan negara.

    Dengan anggaran sebesar hampir Rp10 triliun, seharusnya manfaat dari pengadaan bisa langsung dirasakan oleh sekolah-sekolah di berbagai pelosok.

    Namun jika anggaran tersebut diselewengkan demi kepentingan segelintir pihak, maka yang dirugikan bukan hanya negara, tapi juga masa depan generasi muda Indonesia.

    Desakan dari MAKI untuk menyelidiki keterlibatan perusahaan teknologi global seperti Google menjadi sorotan penting.

    Selain memperlihatkan keseriusan dalam menuntaskan kasus, langkah ini juga menjadi pengingat bahwa korupsi dalam proyek digitalisasi pendidikan bisa melibatkan aktor lintas negara.

    Penegakan hukum pun perlu menyesuaikan dengan kompleksitas tersebut.

    Kejaksaan Agung diharapkan mampu menggandeng otoritas hukum internasional jika diperlukan.

    Apalagi jika ada indikasi aliran dana mencurigakan ke luar negeri yang berkaitan langsung dengan pengambilan keputusan di proyek Chromebook ini.***

  • Disuruh Jalan 15 Jam hingga Minum Spiritus

    Disuruh Jalan 15 Jam hingga Minum Spiritus

    GELORA.CO –  Pendidikan dan latihan dasar (diksar) yang dilakukan Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila), berujung maut.

    Satu di antara peserta, yakni Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia setelah mendapat berbagai siksaan dari seniornya.

    Saat diksar, peserta disuruh jalan kaki 15 jam dan hanya diberi waktu istirahat 5 menit.

    Menolak justru dapat hukuman, lelah malah disangka pura-pura lemah.

    Korban yang fisiknya paling lemah, justru mendapat siksaan paling banyak dari seniornya.

    Berikut rangkuman fakta kematian Pratama Wijaya, yang berujung aksi demonstrasi mahasiswa Unila:

    Mahasiswa Demo Rektorat

    Insiden meninggalnya Pratama membuat ratusan mahasiswa FEB Unila menggelar aksi unjuk rasa di depan Rektorat Unila pada Rabu (28/5/2025).

    Dikutip dari Tribun Lampung, aksi ini menjadi wujud solidaritas atas meninggalnya Pratama.

    Koordinator aksi, Zidan, menuturkan dugaan penyiksaan tersebut terjadi saat kegiatan diksar yang digelar pada 10-14 November 2024 lalu di Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran.

    Nahas, Pratama pun dinyatakan meninggal dunia pada 28 April 2025 lalu.

    “Almarhum Pratama sejak mengikuti kegiatan sampai dengan bulan puasa tidak berdaya, hingga akhirnya 28 April 2025 beliau wafat,” kata Zidan. 

    Zidan menuturkan Pratama diduga disiksa dengan cara ditendang di bagian perut hingga dada.

    Akibatnya, korban disebut mengalami pecah gendang setelah diduga disiksa oleh seniornya itu. 

    Bahkan, Pratama disebut disiksa dengan cara disuruh meminum spiritus.

    Disuruh Jalan 15 Jam, Diberi Istirahat cuma 5 Menit

    Rekan Pratama yang turut ikut dalam diksar tersebut, Muhammad Arnando Al Faaris, juga mengaku mengalami penyiksaan serupa.

    Faaris menuturkan selain dirinya dan Pratama, ada empat rekannya yang turut disiksa oleh senior saat mengikuti diksar.

    Dia mengungkapkan awal mula siksaan diperolehnya ketika pada 11 November 2024  disuruh untuk membawa tas dengan beban berat.

    “Kami dikumpulkan di Desa Talang Mulya, HP dan dompet dikumpulkan. Mulai kegiatan harus menyelesaikan dengan datang berenam dan pulang berenam,” kata Faaris pada Kamis (29/5/2025).

    Faaris menuturkan selanjutnya peserta diksar disuruh melakukan perjalanan selama 15 jam dengan istirahat minim.

    Akibatnya, rekan Faaris sampai tidak kuat lagi berjalan dan sempat meminta kepada seniornya untuk beristirahat.

    Namun, bukannya menyanggupi permintaan rekan Faris, senior tersebut justru menyuruh agar perjalanan tetap dilanjutkan dengan memberi tongkat.

    “Tidak bisa pulang duluan atau istrahat panjang, istirahat hanya saja 5-30 menit. Jadi dalam perjalanan, teman saya kakinya sudah tidak kuat lagi karena membawa tas gunung yang berat.”

    “Bukannya beban dikurangi tapi malah kasih tongkat untuk berjalan,” kata Faaris.

    Faaris mengatakan dirinya dan rekannya akan disuruh push up sebanyak 25 kali jika tidak melanjutkan perjalanan.

    Dia menyebut fisik Pratama adalah yang paling lemah dibanding rekan lainnya.

    Hal tersebut dibuktikan dengan kaki Pratama yang terluka saat akan melepaskan sepatu.

    Lalu, punggung Pratama juga berwarna merah diduga akibat membawa tas dengan beban terlalu berat.

    “Kami juga harus bangun tenda dengan kayu ranting, kalau tidak hafal yel-yel akan dihukum push up lagi,” tambahnya. 

    Akibat fisiknya yang lemah, Pratama disebut oleh Faaris paling banyak disiksa oleh para seniornya.

    “Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan,” tutur Faaris. 

    Kini, Faaris mengaku sudah keluar dari FEB Unila dan tengah mencoba mencari tempat kuliah lain.

    Di sisi lain, dia berharap penyiksaan semacam ini tidak terjadi lagi  meski dirinya sudah tidak menempuh pendidikan di Unila.

    Selain itu, dia juga mendesak agar UKM Mahepel di Unila dibekukan pasca insiden ini.

    “Karena masalah ini pengkaderan menggantikan kekerasan fisik dan seharusnya tidak ada lagi. Tetapi alumni selalu ikut, diharapkan Mahepel dibekukan,” tuturnya.

    Dekan FEB Unila Ngaku Ada Kelalaian

    Dekan FEB Unila, Nairobi, mengakui adanya kelalaian saat diksar sehingga membuat adanya mahasiswa yang tewas.

    “Panitia dan pengurus menyadari terjadinya kelalaian pelaksanaan tersebut, dan memohon maaf kepada pihak yang dirugikan, saya terima mereka pada 12 Desember 2024,” katanya.

    Menurutnya, Dekanat pada 12 Desember 2024 melakukan sidang terhadap ketua dan pengurus Mahepel didampingi pembina Mahepel dari unsur alumni. Pihak Mahepel telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. 

    Nairobi mengatakan para pengurus Mahepel telah meminta izin kepada Dekanat pada 14-17 November 2024 bahwa Mahepel melakukan diksar terhadap rekrutmen anggota baru sebanyak 6 orang. 

    “Kami Dekanat mendapatkan laporan bahwa dalam Diksar salah seorang mahasiswa bernama MAF mengalami masalah pendengaran, juga isu pelatihan melampaui kewajaran terhadap fisik peserta,” kata Nairobi. 

    Nairobi menambahkan, panitia Diksar berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut dan maka mereka siap dibekukan organisasi, dan dibuat dalam surat pernyataan. 

    “Kami dekanat memberikan hukuman Mahepel untuk membersihkan embung rusunawa,” kata Nairobi. 

  • Pemuda di Takalar Dianiaya-Ditelanjangi Oknum Polisi, Dipaksa Akui Narkoba Lalu Diperas Rp15 Juta untuk Bebas

    Pemuda di Takalar Dianiaya-Ditelanjangi Oknum Polisi, Dipaksa Akui Narkoba Lalu Diperas Rp15 Juta untuk Bebas

    GELORA.CO –  Seorang pemuda asal Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, bernama Yusuf Saputra (20), mengaku menjadi korban penganiayaan sekaligus pemerasan oleh oknum polisi yang bertugas di Satuan Sabhara Polrestabes Makassar.

    Dalam keterangannya ke awak media, Yusuf menuturkan bahwa insiden tersebut terjadi pada Selasa malam, 27 Mei 2025, sekitar pukul 22.00 WITA di area Lapangan Galesong yang tengah ramai karena adanya pasar malam.

    “Saya lagi nongkrong di lapangan, tiba-tiba sekitar enam (6) orang datang, lalu menodongkan senjata ke kepala saya lalu langsung pukuli saya. Salah satunya saya kenali, namanya Bripda Andika,” kata Yusuf dikutip Sabtu, 31 Mei 2025.

    Yusuf mengaku dipaksa ikut dan dibawa ke tempat sepi menggunakan mobil. Setelah di lokasi yang sepi, ia kemudian diikat dan dipukuli bahkan hingga ditelanjangi.

    “Saya dipaksa ikut mereka, kemudian di bawah ke tempat sepi, di tempat sepi itulah saya diikat dianiaya terus disuruh buka semua pakaian ku, mulai dari baju, celana hingga celana dalam saya. Saya ditelanjangi sama itu polisi.”Ungkapnya.

    Tak hanya itu, menurut Yusuf, dirinya juga dipaksa mengakui narkoba jenis tembakau Gorila milik oknum polisi Bripda Andika sebagai miliknya, namun Yusuf bersikeras tidak mengakui barang haram itu apalagi memegangnya meskipun berulang kali disiksa.

    Penganiayaan Yusuf berlanjut hingga hampir tujuh jam lamanya. Menurut pengakuannya, ia baru dilepaskan setelah pihak keluarganya diperas oleh oknum tersebut.

    “Awalnya mereka minta uang Rp15 juta, tapi keluarga saya tidak punya uang sebanyak itu. Lalu mereka turunkan jadi Rp5 juta, tetapi tetap ditolak karena tidak sanggup.” Terang Yusuf.

    Yusuf kemudian dilepas setelah oknum polisi dan rekan-rekannya meminta berapa saja yang bisa disiapkan oleh keluarga Yusuf.

    “Akhirnya mereka minta berapa saja yang ada. Karena keluarga takut saya terus disekap dan dipukul, keluarga saya terpaksa beri uang Rp1 juta,” ungkap Yusuf.

    Yusuf mengatakan uang tersebut diberikan langsung ke pelaku bernama Andika melalui Ismail teman dari tantenya Yusuf yang juga seorang Polisi.

    “itu Bripda Andika tidak mau ketemu secara langsung sama tanteku, sehingga tanteku minta tolong sama Ismail temannya tanteku yang juga seorang anggota Brimob pa’baeng baeng untuk memberikan uang satu juta rupiah langsung ke tangan Andika,” ungkapnya.

    “Kalau tidak dikasih, saya terus disekap dan disiksa. Bahkan celana dalam saya pun disuruh buka waktu itu,” sambung Yusuf.

    Yusuf membeberkan, setelah polisi itu terima uang, dirinya kemudian dilepaskan. “Jam 10 saya di ambil lalu di sekap, hampir jam 5 subuh saya dibebaskan setelah mereka terima uang,” bebernya.

    “Keluarga saya kemudian membawa saya pergi ke rumah sakit untuk visum,” imbuhnya.

    Setelah kejadian, Yusuf sempat melapor ke Polsek Galesong, namun laporannya ditolak. 

    Setelah curhatannya viral di berbagai media sosial Ia kemudian diarahkan untuk melapor ke Polres Takalar dan Polda Sulsel.

    “Laporan resmi saya akhirnya diterima di Polres Takalar pada 29 Mei 2025. Itupun setelah beberapa curhatan dan berita saya tersebar di media sosial lalu saya di arahkan ke Polres Takalar melapor ulang,” ungkapnya.

    Hingga berita ini dimuat, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian. Upaya konfirmasi kepada Kapolres Takalar AKBP Supriadi Rahman belum membuahkan hasil.