Category: Gelora.co Nasional

  • Luas Rumah Subsidi Mau Dipersempit jadi Type 18, Wamen Fahri Hamzah Ngeles: Justru Mau Diperlebar

    Luas Rumah Subsidi Mau Dipersempit jadi Type 18, Wamen Fahri Hamzah Ngeles: Justru Mau Diperlebar

    GELORA.CO – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah mengatakan pengurangan ukuran rumah subsidi belum diputuskan oleh pemerintah. Hal ini disampaikan usai beredarnya draf aturan batas minimal rumah subsidi diperkecil menjadi 25 meter.

    “Sebenarnya itu belum diputuskan. Sebenarnya itu belum diputuskan. Karena yang benar adalah justru ukurannya dibesarkan. Jadi ada perdebatan itu, yang benar adalah harusnya ukurannya dibesarkan. Dari ukuran yang sekarang itu 36, 40, paling tidak 40 meter persegi,” kata Fahri di Cibubur, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

    Fahri berdalih, pemerintah justru tengah mempertimbangkan untuk memperluas ukuran dari rumah subsidi tersebut agar sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SGDs).

    “Kita mau justru arahnya ke sana. Sebab standar bagi SDGs itu kira-kira 7,2 meter persegi. Itu SDGs ya, kita harus pakai itu. Tidak boleh dikecilkan itu karena itu standarnya. Kalau rumah itu mau dinyatakan layak, maka kita harus pakai SDGs,” ujar Fahri.

    Sebelumnya, beredar draf aturan baru Kementerian PKP soal ukuran rumah subsidi, akan ada perubahan spesifikasi pembangunan rumah subsidi terkait luas tanah dan luas lantai. Makin jauh dari standar rumah layak huni.

    Dalam draf Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025 menjelaskan, luas bangunan rumah umum tapak ditetapkan paling rendah 25 meter persegi, dan paling tinggi 200 meter persegi. Sedangkan luas lantai rumah ditetapkan paling rendah 18 meter persegi, dan paling tinggi 35 meter persegi.

    Adapun ketentuan luas tanah minimal ini lebih kecil bila dibandingkan aturan sebelumnya, yakni Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023. Dalam aturan ini batasan luas tanah rumah tapak minimal 60 meter persegi.

    Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menilai standar baru tersebu malah membuat rumah subsidi jadi kurang layak. Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) diingatkan untuk tak terburu-buru, harus ada kajian khusus sebelum ambil keputusan.

    “Kalau (luas) tanah rasanya 25 meter persegi tidak manusiawi, dipastikan masyarakat berpenghasilan rendah tidak bisa memperluas bangunan, kecuali tambahan lantai dua. Namun, itu dipastikan sulit, biaya konstruksinya mahal, akan berpotensi masyarakat berpenghasilan rendah ’topengan’ yang memanfaatkan,” tutur Junaidi saat dihubungi wartawan di Jakarta, Minggu (1/6/2025).

    Standar baru tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan risiko negatif. Kekumuhan bisa tak terhindarkan sehingga tidak sehat bagi tumbuh kembang anak karena luasan tempat tinggal yang kurang. Selain itu, pemilik rumah juga tidak dapat menambah luas bangunan. Secara tidak langsung aturan ini membuat rumah subsidi hanya akan bersifat sementara, tidak ideal sebagai rumah masa depan. Harga jual juga dapat disalahgunakan pengembang jika tidak dibatasi di wilayah tertentu.

    ”Saya setuju hanya diberlakukan di kota metropolitan atau kota besar saja. Untuk di luar daerah tersebut, tetap berlaku pada ketentuan yang sudah ada. Tipe 18 cocok untuk rumah indekos atau kontrakan,” kata Junaidi.

    Asal tahu saja, standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), luas minimal rumah sederhana untuk keluarga berjumlah empat orang adalah 36 meter persegi. Itu artinya, standar minimal tiap jiwa seluas 9 meter persegi. Sementara, jika mengacu persyaratan rumah layak huni versi Standar Nasional Indonesia (SNI), luasnya minimal 7,2 meter persegi per jiwa atau 28,8 meter persegi untuk satu keluarga berjumlah empat orang.

  • Dinilai Tegas dan Mendukung Pemberantasan Korupsi, 81% Publik Puas Kinerja Prabowo

    Dinilai Tegas dan Mendukung Pemberantasan Korupsi, 81% Publik Puas Kinerja Prabowo

    GELORA.CO – Tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo Subianto mencapai angka 81% berdasarkan hasil survei terbaru Indonesia Political Opinion (IPO) yang digelar pada 22–28 Mei 2025.

    “Sebanyak 81 persen responden menyatakan puas dengan kinerja Presiden Prabowo Subianto,” tulis IPO dalam laporan resmi yang dikutip Minggu (1/6).

    Dari total responden yang puas, sebanyak 19,5% menilai Prabowo sebagai sosok tegas dan berwibawa. Sementara itu, 16,7% menyoroti sikap antikorupsinya sebagai alasan utama kepuasan. Sebanyak 3,4% lainnya menyebut Prabowo sebagai pemimpin yang selalu mengutamakan rakyat.

    Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, menyebut angka ini menjadi indikator kuat bahwa kepemimpinan Prabowo masih dipercaya publik.

    “Angka kepuasan yang tinggi ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki harapan terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo, meskipun tantangan besar di bidang ekonomi dan lapangan pekerjaan masih harus dihadapi,” ujar Dedi.

    Survei ini melibatkan 1.200 responden dari seluruh Indonesia dengan metode wawancara tatap muka. Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling untuk menjamin representativitas. Survei memiliki margin of error ±2,90% dan tingkat kepercayaan 95%.

  • Mereka yang Korupsi-Kuasai Tambang Ribuan Hektare, Pengkhianat Pancasila!

    Mereka yang Korupsi-Kuasai Tambang Ribuan Hektare, Pengkhianat Pancasila!

    GELORA.CO – Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat memberikan amanat kepada ratusan kader dan elite partai PDIP saat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni di halaman Masjid At Taufik yang terletak di depan Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Minggu (1/6).

    Djarot menyentil para koruptor yang telah mencuri uang negara hingga puluhan miliar. Menurutnya, mereka adalah pengkhianat Pancasila.

    “Mereka-mereka yang korupsi sampai miliaran dan puluhan miliar bahkan ratusan miliar itu adalah mereka mereka bukan seorang Pancasilais mereka pengkhianat dari Pancasila,” kata Djarot saat memberikan amanat upacara.

    Begitu juga dengan warga negara yang meraup kekayaan dengan menguasai tambang dan mengorbankan kepentingan rakyat dan lingkungan. Kata Djarot, mereka juga merupakan pengkhianat Pancasila.

    “Mereka-mereka yang menguasai tambang beribu-ribu hektare dan menyengsarakan rakyat dan merusak lingkungan itu adalah pengkhianat Pancasila maka itu juga harus kita lawan,” katanya.

    Maraknya tindakan korupsi ini membuat ketimpangan yang terjadi di masyarakat Indonesia semakin lebar. Inilah yang ia sayangkan.

    “Saudara-saudara banyak sekali ketimpangan-ketimpangan yang ada di antara kita sehingga itulah yang menjadi dasar kita untuk selalu berjuang, berjuang, dan berjuang,” kata Djarot.

    “Pancasila itu bukan azimat, Pancasila bukan jargon, Pancasila itu harus diperjuangkan supaya menjadi realiter itu yang diinginkan oleh Bung Karno,” lanjutnya.

    Untuk itu, Djarot berpesan agar mengimani nilai-nilai Pancasila di dalam jiwa untuk terhindar dari tindakan tercela.

    “Maka dengan jiwa Pancasila itu kita harus melawan korupsi,” katanya.

    Tampak hadir mengikuti upacara secara langsung di antaranya Wasekjen DPP PDIP Yoseph Aryo Adhi Dharmo, Wakil Bendahara DPP Yuke Yurike serta jajaran DPP PDIP di antaranya Ganjar Pranowo, Rano Karno, Tri Rismaharini, Mindo Sianipar, Ronny Talapessi, Wiryanti Sukamdani, Sri Rahayu hingga Adian Napitupulu.

    Serta ratusan pengurus DPC dan PAC PDIP se-DKI Jakarta serta Satgas PDIP dari wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor.

    Mereka kompak memakai seragam Cakra Buana berwarna hitam, sementara para elite partai memakai baju berwarna merah.

    Sementara Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak hadir dalam upacara itu.

  • Itu Bukan Disiksa tapi Spontan Kasih Sayang

    Itu Bukan Disiksa tapi Spontan Kasih Sayang

    GELORA.CO –  Gus MIftah minta maaf atas kegaduhan yang terjadi, lantaran ada dugaan penganiayaan santri berinisial KDR berusia 23 tahun di ponpes Ora Aji miliknya.

    Adi Susanto selaku kuasa hukum ponpes menyebut 13 orang tertuduh pelaku penganiaya seluruhnya merupakan santri. Tak seorang pun dari mereka berstatus pengurus di pondok pesantren asuhan Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman tersebut.

    Adi dalam hal ini juga menegaskan dirinya sebagai kuasa hukum bagi 13 santri terduga penganiaya KDR.

    “Kami pastikan bahwa tidak ada penganiayaan. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri ya, yang tidak ada koordinasi apapun,” kata Adi di Kompleks Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY pada Sabtu, 31 Mei 2025.

    Adi tak menyangkal soal adanya kontak fisik antara 13 orang dengan santri korban berinisial KDR pada Februari 2025. Namun, hal itu diberikan untuk memberikan pelajaran moral secara spontan dalam gaya pertemanan sesama santri.

    Menurutnya, tudingan korban diikat, dicambuk dengan selang hingga disetrum terlalu didramatisir.

    Adi menjelaskan, ‘pelajaran moral’ itu diberikan setelah KDR mengakui sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kasus vandalisme, kehilangan harta benda di kalangan santri, hingga penjualan air galon tanpa sepengetahuan pengelola ponpes.

    “Versi kami ya klien-klien kami mengatakan bahwa itu (perbuatan) sudah diakui sebelumnya,” kata Adi.

    “Nah, (setelah pengakuan) aksi spontanitas itu muncul. Spontanitas loh ya. Muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort. Sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong toh, kira-kira begitu,” sambungnya.

    Beberapa hari kemudian, kata Adi, KDR meninggalkan ponpes tanpa pamit dan belasan orang tadi dipolisikan sampai resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan Polresta Sleman.

    Meski berstatus tersangka dengan ancaman hukuman pidana penjara di atas lima tahun, Adi membenarkan bahwa 13 orang tadi masih bebas atas permohonan untuk tidak ditahan yang diajukan pihak penasehat hukum yayasan ponpes.

    Alasannya, 13 orang tadi berstatus santri aktif yang masih membutuhkan pendidikan, selain empat orang di antaranya yang berstatus bawah umur. Di satu sisi, klaim Adi, pihak yayasan sebelumnya juga sudah mencoba menempuh jalur mediasi.

    “Pondok atau yayasan sekali lagi memfasilitasi dengan cara apa, tergerak secara moral dalam rangka untuk menanggung biaya pengobatan,” kata Adi.

    Dalam kesempatan ini, Adi turut membeberkan bahwa salah seorang dari 13 santri tertuduh pelaku penganiayaan melaporkan KDR ke kepolisian atas dugaan tindak pencurian uang senilai Rp700 ribu. KDR sampai hari ini disebut belum mengembalikan bentuk kerugian yang dialami para santri.

    Laporan dibuat pada Maret 2025 lalu di Polresta Sleman dan sudah ditangani. Kapolresta Sleman, Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setianto Erning Wibowo sebelumnya juga sudah membenarkan adanya pembuatan laporan kepolisian ini.***

  • Diklaim Tempat KKN Jokowi, Muncul Kesaksian Warga Belum Ada Program KKN UGM di Desa Wonosegoro di Tahun 1983

    Diklaim Tempat KKN Jokowi, Muncul Kesaksian Warga Belum Ada Program KKN UGM di Desa Wonosegoro di Tahun 1983

    GELORA.CO –  Setelah ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang dipermasalahkan, kini Roy Suryo mempertanyakan keabsahan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dijalani Jokowi ketika menjadi mahasiswa.

    Roy Suryo mengkritisi KKN Jokowi yang disebut-sebut berlangsung pada tahun ketiga masa kuliahnya.

    Menurutnya, terdapat kejanggalan dalam proses akademik tersebut.

    Roy Suryo merasa janggal melihat mahasiswa program S1 yang belum menempuh 100 SKS untuk mengikuti KKN.

    “Mana ada mahasiswa S1 yang baru menempuh kurang dari 100 SKS sudah bisa KKN. KKN itu biasanya dilakukan saat sudah hampir 100 SKS. Kalau baru tiga tahun, biasanya SKS-nya belum sampai 80,” ujar Roy saat tampil di acara Indonesia Lawyers Club, Kamis (29/5/2025).

    Dirinya lantas merujuk pada kesaksian sejumlah warga dan unggahan di media sosial yang meragukan keberadaan program KKN Universitas Gadjah Mada (UGM) di Desa Wonosegoro, Boyolali, lokasi yang diklaim menjadi tempat KKN Jokowi pada tahun 1983.

    “Orang-orang dari Desa Wonosegoro sekarang muncul di media sosial, bersaksi bahwa saat itu belum ada program KKN dari UGM di desa mereka,” lanjutnya.

    Selain itu, Roy juga mempertanyakan keabsahan dokumen akademik yang ditampilkan oleh pihak kepolisian.

    Ia menyoroti munculnya dokumen KHS (Kartu Hasil Studi) yang menurutnya tak seharusnya dipublikasikan karena bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik.

    “Ada nilai A hanya 4 mata kuliah, nilai B sekitar 7 atau 8, nilai C malah 19, dan nilai D juga ada. Tapi tidak ada nilai KKN. Jadi bagaimana bisa dikatakan sudah KKN?” tegas Roy.

    Dia pun mencurigai adanya kejanggalan pada dokumen skripsi yang beredar.

    Ia menyoroti absennya lembar pengesahan asli dalam skripsi tersebut, serta dugaan adanya fotokopi yang terindikasi dari noda kopi yang tercetak di tengah halaman.

    “Kalau skripsi seperti itu, tanpa pengesahan asli dan hanya fotokopi, bahkan ada bekas kopi di tengahnya, bagaimana bisa diakui? Ini jelas mencoreng integritas akademik,” ujar Roy dengan tegas.

    Lebih lanjut, Roy juga menyayangkan sikap Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menurutnya kurang berhati-hati dalam menyikapi isu ini.

    Ia merasa bahwa UGM, sebagai sebuah institusi akademik, seharusnya lebih bertanggung jawab dalam menghadapi persoalan tersebut.

    “Saya tidak menyalahkan pengacara, karena memang tugasnya membela. Namun, UGM sebagai institusi akademik harusnya lebih bertanggung jawab,” tutup Roy Suryo.

    Rismon Sianipar Bakal Laporkan Skripsi Jokowi

    Sementara itu, ahli digital forensik Rismon Sianipar berencana melaporkan Joko Widodo alias Jokowi terkait kasus lain di luar polemik ijazah.

    Rismon Sianipar menyebut akan ada perang babak baru perihal polemik ijazah Jokowi.

    Seperti diketahui, Rismon Sianipar bersama dua rekannya yakni Roy Suryo dan Dokter Tifa merupakan tiga sosok yang mengkritisi keaslian ijazah Jokowi.

    Ketiganya selama ini meyakini jika ijazah Jokowi asli, meskipun Bareskrim Polri sudah merilis hasil uji forensik.

    Beberapa waktu lalu, Bareskrim sudah menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli serta identik dengan lulusan UGM Fakultas Kehutanan di tahun kelulusan yang sama yakni tahun 1985.

    Atas pengumuman yang disampaikan pihak Bareskrim Polri itu, kubu Roy Suryo tak lantas percaya.

    Kini, gantian Rismon mengkritisi soal skripsi Jokowi.

    Bahkan kabar terbarunya, Rismon akan melaporkan Jokowi terkait dengan tudingan ijazah palsu.

    Tak tanggung-tanggung, Rismon mengaku akan melaporkan Jokowi ke kepolisian dan pengadilan.

    “Peperangan baru! Jokowi akan dilaporkan atas skripsi palsu ke Bareskrim dan Pengadilan Perdata!” imbuh Rismon Sianipar dalam postingannya di X 31 Mei 2025.

    Sebagai dasar laporannya itu, Rismon menyoroti formulir pendaftaran Jokowi saat berkuliah di UGM yang sempat diperlihatkan Bareskrim Polri di momen konferensi pers beberapa waktu lalu.

    Selain formulir, Rismon juga memperlihatkan soal transkrip nilai Jokowi.

    Dari sanalah Rismon meragukan soal skripsi Jokowi.

    “Mengingat form her-registrasi, Jokowi terdaftar sarjana muda dan total SKS (wajib dan pilihan hanya 122 SKS! Sarjana muda tidak menulis skripsi!” cuit Rismon dalam akun X.

    Selain itu, Rismon mengaku timnya sedang menyiapkan konsep laporan untuk Jokowi.

    “Yg mau ngelaporin siapa lae ? Berani ngelaporin jokowi ?” tanya netizen.

    “Kenapa tidak? tunggul tanggal mainnya, laporan sedang dikonsep!” tegas Rismon.

    Tak cuma Rismon, kubu Roy Suryo yang lain yakni Dokter Tifa juga menggaungkan hal yang sama.

    Baru-baru ini Dokter Tifa menyinggung soal jumlah SKS yang diambil Jokowi saat berkuliah di UGM.

    Sama-sama lulusan UGM, Dokter Tifa pun membandingkan SKS yang ia jalani selama berkuliah dengan Jokowi.

    “Jadi Dokter butuh 211 SKS

    Masa jadi Ir Kehutanan cuma 122 SKS?

    Siapa yang bohong ini?” tanya Dokter Tifa dalam cuitannya, Sabtu (31/5/2025).

    Selain mengungkapkan kecurigaannya, Dokter Tifa juga memperlihatkan foto terkait dengan jumlah SKS yang ia jalani selama mengenyam pendidikan di UGM.

    Dokter Tifa pun meragukan Jokowi yang bisa lulus sarjana tapi cuma mengikuti 122 SKS.

    “Saya menjadi Sarjana Kedokteran dan kemudian menjadi Dokter dari Universitas Gadjah Mada – UGM

    Harus menempuh:

    Mata Kuliah Wajib = 149 SKS

    Mata kuliah pilihan = 8 SKS

    Total SKS menjadi SARJANA KEDOKTERAN (S.Ked) = 157 SKS! 

    Kemudian ditambah Mata Kuliah Profesi  + KKN = 54 SKS

    Jadi Total SKS saya menjadi DOKTER harus menempuh = 211 SKS!

    Lantas Bagaimana mungkin Sarjana Kehutanan UGM bisa lulus jadi Insinyur hanya dengan modal 122 SKS????” tulis Dokter Tifa dalam unggahannya.

  • Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini

    Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini

    GELORA.CO – Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, kembali menyoroti keaslian dokumen ijazah Joko Widodo alias Jokowi dengan pendekatan teknologi modern. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan teknis yang tidak bisa diabaikan, khususnya dari sisi evolusi teknologi cetak dan digital.

    “CV-nya pun hilang di server KPU, bagaimana kita mau verifikasi. Sama seperti ketika ditanyakan kemarin hal apa saya meneliti, ya hak sebagai peneliti,” kata Rismon dalam podcast Forum Keadilan TV seperti dilihat Monitorindonesia.com, Minggu (1/6/2025).

    Rismon juga menyoroti langsung hasil penelusurannya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menegaskan bahwa proses penelitian dilakukan secara mandiri, tanpa pendanaan dari pihak manapun. “Saya lihat langsung (skripsi), datang tanpa biaya siapapun,” tegasnya.

    Menurutnya, bahwa dirinya secara langsung datang ke perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM untuk memverifikasi dokumen skripsi yang diduga milik Jokowi.

    Rismon juga mengurai dari sudut pandang forensik digital bahwa kualitas cetakan pada dokumen pengesahan ijazah Jokowi memiliki kepadatan piksel atau DPI (dots per inch) yang terlalu tinggi untuk bisa dihasilkan oleh teknologi tahun 1980-an.

    “Secara technological advancement evolution, evolusi perkembangan teknologi komputer hardware dan software, tidak mungkin menghasilkan lembar pengesahan sangat sempurna dengan DPI yang sangat tinggi, titik-titik yang sangat rapat. Ini hanya bisa diproduksi hardware tahun 2004–2005,” beber Rismon.

    Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa dokumen yang beredar lebih mirip hasil cetakan modern, bukan dari mesin cetak lama seperti handpress atau letter press.

    Ia juga mempertanyakan metode pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri yang hanya menggunakan pendekatan visual dan perasaan untuk menyimpulkan keaslian dokumen.

    “Penjelasan dari Dirtipidum Bareskrim Polri kemarin, hanya diraba, dirasakan, ada cekungan. Itu bukan scientific, tidak objektif, lalu disimpulkan ada cekungan terus menandakan bahwa itu produk dari handpress dan pattern press,” tambahnya.

    Rismon menilai metode tersebut jauh dari standar ilmiah dalam dunia laboratorium forensik. “Apa begitu cara kerja kita untuk menguji laboratorium forensik? Kesimpulan Dirtipidum sangat prematur dengan peradaban,” cetusnya.

    Pun Rismon juga menyoroti rekam jejak laboratorium forensik Bareskrim dalam menangani kasus-kasus besar lainnya. Lantas dia menyinggung kasus Vina Cirebon, kasus kematian Wayan Mirna Salihin (ditangkapnya Jessica), serta insiden di KM 50. “Kita lihat track record-nya, kasus Vina Cirebon, apa yang terjadi pada ekstraksi SMS 22.14, tidak mereka pakai itu dalam reka adegan,” bebernya.

    Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus Jessica, Bareskrim disebut menggunakan software gratisan berbasis Windows, padahal perangkat yang digunakan memiliki sistem operasi Linux.

    “Jessica, menggunakan ired shop, software gratisan yang Windows operation system dan berbohong mengatakan itu software yang tersedia di DVR FD161S. Padahal itu Linux operation system, beda alam. Di sini laut, di sini udara. Gak mungkin itu dan tetap berbohong,” jelasnya.

    Rismon pun menyebutkan bahwa ada kekeliruan serius dalam kasus KM 50, termasuk tindakan penghapusan data dan tidak diberinya garis polisi pada lokasi yang diduga sebagai TKP.

    “KM 50, polisi memerintahkan data CCTV, handphone, di rest area KM50 dihapus. Genangan darah tidak dipolice line, dibersihkan, 20 jam sebelum kejadian 7 Desember fiber optic putus,” tandasnya.

  • Syahganda Nainggolan Yakini 90 Persen Duit Judol Mengalir ke Pemerintah Jokowi

    Syahganda Nainggolan Yakini 90 Persen Duit Judol Mengalir ke Pemerintah Jokowi

    GELORA.CO – Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan, menyoroti rekaman suara yang diduga milik Budi Arie Setiadi yang isinya menuding PDIP dan Menko Polkam Budi Gunawan berada di balik pemberitaan judi online yang menyeret namanya. 

    Menurutnya, rekaman itu menimbulkan kecurigaan serius dugaan aliran dana dari praktik judol ke Pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi.

    “Kalau dugaan pastilah. Saya 90 persen yakin dana judi online mengalir ke pemerintahan Jokowi, karena itu masa-masa menuju pilpres,” ujar Syahganda dalam kanal YouTube Bambang Widjojanto, Minggu 1 Juni 2025.

    Atas dasar itu, Syahganda menyerukan pembentukan sebuah tim independen yang disebutnya sebagai ‘Komisi Kebenaran’ untuk mengusut dugaan tersebut secara menyeluruh. 

    Menurutnya, langkah ini penting untuk menjernihkan transisi kekuasaan dari era Jokowi ke pemerintahan Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto.

    “Ini menyangkut kekuasaan lama dan baru. Maka harus dibuat tim khusus untuk memeriksa itu,” tegasnya.

    Ia juga menyinggung posisi mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi, yang menurutnya tak tersentuh dalam pusaran kasus judi online karena dianggap berperan dalam pemenangan Prabowo lewat organisasi relawan Projo.

    “Kenapa Budi Arie tidak tersentuh? Karena dia bagian dari pemenangan Prabowo kemarin,” katanya.

    Namun demikian, Syahganda menilai Budi Arie seharusnya legawa mundur jika sudah tidak lagi sejalan dengan visi pemerintahan baru, termasuk Asta Cita yang diusung Prabowo.

    “Kalau saya jadi presiden, saya langsung pecat. Prabowo sebagai presiden pasti punya kuasa penuh untuk mengambil keputusan,” ujar Syahganda.

  • Fufufafa Pintu Masuk Pemakzulan Gibran

    Fufufafa Pintu Masuk Pemakzulan Gibran

    USULAN Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI untuk memakzulkan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan wakil presiden berpotensi menjadi bom waktu politik.

    Wacana pemberhentian Gibran tidak bisa dilepaskan dari kontroversi di sekitar proses pencalonannya pada Pilpres 2024. 

    Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden membuka jalan bagi Gibran, yang saat itu belum berusia 40 tahun, untuk bisa maju dalam kontentasi pilpres. 

    Namun keputusan tersebut dibayangi konflik kepentingan karena Ketua MK kala itu, Anwar Usman yang merupakan ipar Jokowi sekaligus paman Gibran. Meskipun akhirnya Anwar Usman dinyatakan melanggar etik berat dan dicopot dari jabatan Ketua MK, dampak politiknya tetap bergema dan menjadi bahan tuntutan moral serta hukum.

    Secara konstitusional, mekanisme pemberhentian wakil presiden diatur dalam Pasal 7B UUD 1945. Prosesnya dimulai dari usul DPR kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela oleh presiden atau wakil presiden. 

    Dalam hal ini, jika MK menyatakan terbukti, maka MPR dapat memberhentikan yang bersangkutan. Artinya, pemberhentian wakil presiden bukan sekadar manuver politik, melainkan proses hukum dan konstitusional yang memerlukan pembuktian yang ketat dan tidak dapat dilakukan sembarangan.

    Salah satu isu yang menjadi sorotan publik belakangan ini adalah dugaan keterlibatan Gibran dalam akun media sosial anonim bernama Fufufafa. Akun tersebut diduga kerap menyebarkan hinaan dan serangan terhadap Prabowo Subianto beserta keluarganya. 

    Meski dugaan keterlibatan Gibran dalam akun Fufufafa belum terbukti secara hukum, isu ini telah memicu kegaduhan politik. Dengan demikian, boleh jadi isu ini mungkin bisa menjadi amunisi bagi para pengkritik Wapres Gibran, termasuk mungkin dari kalangan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

    Tidak menutup kemungkinan, isu akun Fufufafa turut menjadi latar belakang Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengajukan sejumlah tuntutan kepada lembaga negara. 

    Mereka merilis delapan pernyataan sikap yang ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Usulan pemberhentian Wapres Gibran menjadi hal yang paling mengemparkan publik. 

    Sejumlah tokoh purnawirawan terkemuka turut membubuhkan tanda tangan dalam pernyataan tersebut, antara lain mantan Wakil Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan. 

    Tokoh paling senior dan disegani yang juga turut menandatangani adalah mantan Wakil Presiden Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.

    Pernyataan sikap tersebut ditandatangani pada 17 April 2025. Dalam poin kedelapan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan atau mendesak MPR RI untuk mempertimbangkan pemberhentian Gibran, yang dinilai telah menjadi simbol penyimpangan hukum dan etika konstitusional. Kendati demikian, mereka tetap menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo.

    Antara Loyalitas Politik, Tekanan Moral, dan Kepentingan Nasional

    Lahirnya pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang memuat delapan tuntutan jelas menempatkan Presiden Prabowo dalam dilema besar. 

    Di satu sisi, Wapres Gibran adalah pasangan resminya dalam Pilpres 2024. Di sisi lain, kedekatan personal dan politik antara Presiden Prabowo dengan Presiden ke-7 sekaligus ayah Gibran, Jokowi, merupakan faktor penting yang tidak bisa diabaikan.

    Prabowo sendiri telah secara terbuka mengakui bahwa dirinya bisa menjadi Presiden karena dukungan besar dari Jokowi. 

    Pada satu kesempatan, Prabowo bahkan meneriakkan yel-yel “Hidup Jokowi!” sebagai bentuk penghormatan sekaligus penegasan atas hubungan erat keduanya. 

    Yang masih segar dalam ingatan publik adalah ketika Presiden Prabowo mempercayakan Jokowi sebagai utusan khusus Indonesia dalam acara pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan.

    Terlepas dari hal tersebut, usulan pemberhentian Wapres Gibran dari para purnawirawan yang merupakan senior-senior Prabowo di tubuh TNI tidak bisa diabaikan. 

    Apalagi, suara mereka disampaikan atas dasar idealisme konstitusional dan moral. Prabowo sendiri merupakan bagian dari kalangan purnawirawan TNI yang dikenal sangat menghormati para seniornya.

    Dalam konteks ini, upaya memberhentikan Gibran bisa berpotensi menciptakan turbulensi politik dalam hubungan antara Presiden Prabowo Subianto, Wapres Gibran, dan Joko Widodo. Hal ini bahkan juga berpotensi mencederai persepsi publik yang menginginkan kesinambungan, stabilitas, serta rekonsiliasi nasional.

    Namun, mempertahankan Gibran sebagai wapres juga bukan tanpa risiko. Kritik terhadap dugaan praktik politik dinasti masih cukup kuat di kalangan masyarakat sipil. Selain itu, dugaan keterlibatan Jokowi yang dianggap terlalu dominan dalam pemerintahan Prabowo berpotensi memunculkan persepsi bahwa Prabowo tidak memiliki kendali penuh atas kekuasaannya.

    Presiden Prabowo tampaknya perlu mengambil langkah politik strategis layaknya “kuda catur” untuk memenangkan kepercayaan penuh dari publik. 

    Dalam konteks ini, pemisahan secara simbolik dari bayang-bayang Jokowi, melalui pemberhentian Wapres Gibran, boleh jadi dapat dimaknai sebagai langkah afirmatif menuju kemandirian kepemimpinan Prabowo.

    Namun demikian, langkah ekstrem seperti pelengseran Wapres Gibran berisiko membuka preseden yang berbahaya. Jika keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat dijadikan dasar untuk mendelegitimasi hasil Pemilu 2024, maka kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan demokrasi bisa terguncang. 

    Terlebih lagi, keputusan tersebut telah diperkuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan tidak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sengketa hasil pemilu. 

    Kendati demikian, jika terdapat alasan yang kuat dan sesuai dengan ketentuan konstitusi, pemberhentian wakil presiden atau Wapres tetap dimungkinkan secara legal. Dugaan keterlibatan Wakil Presiden Gibran dalam akun Fufufafa mungkin saja dapat menjadi pintu masuk menuju proses pergantian wakil presiden. 

    Namun, hal tersebut harus terlebih dahulu dibuktikan melalui keputusan hukum yang sah dan proses peradilan yang adil. Tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, langkah tersebut dapat dianggap sebagai tindakan ilegal dan bertentangan dengan hukum.

    Terkait hal tersebut, pernyataan Presiden Prabowo yang disampaikan melalui Penasihat Khususnya, Jenderal (Purn) Wiranto, menunjukkan sikap kehati-hatian yang tinggi. Ia menegaskan bahwa aspirasi Forum Purnawirawan Prajurit TNI sangat dihargai, namun Presiden belum mengambil keputusan karena masih diperlukan kajian mendalam terhadap seluruh isi tuntutan. 

    Sikap Presiden Prabowo ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi tekanan politik yang besar. Terlihat jelas bahwa mantan Komandan Pasukan Khusus (Kopassus), Jenderal TNI (Purn) Prabowo, tidak ingin tergesa-gesa mengambil langkah yang berisiko mengganggu stabilitas pemerintahan.

    Tuntutan pemberhentian Wapres Gibran memang menjadi titik paling sensitif dari keseluruhan delapan tuntutan Forum Purnawirawan. 

    Jika diakomodasi, maka stabilitas politik dan hubungan antara Prabowo dan Jokowi bisa terguncang. Jika diabaikan, maka akan muncul kesan bahwa aspirasi moral dan etika konstitusional dari para senior militer dikesampingkan. Oleh karena itu, komunikasi politik yang jujur, terbuka, dan berlandaskan hukum sangat diperlukan dalam menghadapi dilema ini.

    Kesimpulannya, wacana pemberhentian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bukan sekadar urusan personal atau dinamika antara tiga tokoh besar Indonesia—Prabowo, Gibran, dan Jokowi. 

    Isu ini menyentuh langsung pada integritas hukum, stabilitas politik nasional, dan masa depan demokrasi kita. Presiden Prabowo harus mampu menimbang antara loyalitas politik, tekanan moral, serta kepentingan nasional yang lebih luas, untuk menghasilkan keputusan yang benar-benar adil, konstitusional, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

    *Penulis adalah Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) 

  • Nasib Pilu Ayah dan Bayinya Tinggal di Kolong Jembatan Sidoarjo, Rela Tak Makan demi Beli Susu

    Nasib Pilu Ayah dan Bayinya Tinggal di Kolong Jembatan Sidoarjo, Rela Tak Makan demi Beli Susu

    GELORA.CO –  Pilu betul nasib seorang Akhmad Yusuf Afandi (32).

    Bersama bayinya yang berusia 11 bulan, ia tinggal di kolong jembatan.

    Yusuf bahkan rela tak makan agar bisa membeli susu buat anaknya.

    Semua itu ia lakukan setelah hidupnya kian memburuk pasca sang istri meninggal dunia usai melahirkan.

    Usut punya usut, nasib pilu Yusuf bukan hanya sejak itu.

    Ia telah merasakan pahit getir kehidupannya sejak masih kecil.

    Orangtuanya kabur, Yusuf tinggal di panti asuhan.

    Ia tercerai berai dengan adik dan kakaknya sejak itu.

    Kisah Yusuf ini viral di media sosial setelah diunggah melalui akun Instagram dan TikTok @najib_spbu.

    Dan bagaimana nasibnya setelah viral?

    Kisah ini bermula saat video Yusuf hidup di kolong jembatan viral.

    Tanpa dinding yang melindungi, Yusuf dan anaknya hars menghadapi polusi udara dan suhu dingin yang menyentuh kulit.

    Kain lusuh menjadi satu-satunya pelindung tubuh mereka.

    Kehidupan yang keras membuat Zafa tidak memiliki mainan yang menarik, tawanya hanya terdengar saat suara bising kereta api melintas di samping jembatan.

    Yusuf hidup sebatang kara dengan memulung untuk mencukup kebutuhan sang anak.

    Ia mengatakan, rela hanya makan dua hari sekali agar bisa membeli susu untuk anaknya.

    “Kadang saya dua hari nggak makan. Yang penting bisa belikan susu buat anak saya. Karena itu belum saya rasakan saat saya masih kecil,” ungkapnya, dikutip dari Kompas.com.

    Istrinya meninggal dunia dua bulan setelah melahirkan Zafa, dan Yusuf tidak mampu membayar sewa kos untuk tempat tinggal.

    Ia pun memilih untuk hidup di kolong jembatan.

    Bupati Sidoarjo, Subandi, mengatakan bahwa Yusuf adalah warga asal Kabupaten Mojokerto.

    “Warga Mojokerto,” katanya saat dihubungi, Jumat (30/5/2025).

    Berdasarkan data yang terhimpun, Yusuf berasal dari Dusun Kepindon, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. 

    Menanggapi situasi ini, Dinas Sosial Kabupaten Mojokerto berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur untuk mengevakuasi Yusuf dan Zafa. 

    Setelah dievakuasi dan ditampung sementara di Liponsos Dinsos Sidoarjo pada Kamis (29/5/2025), keduanya kini telah dikembalikan ke daerah asal mereka. Subandi memastikan bahwa kondisi kesehatan Yusuf dan Zafa dalam keadaan baik saat bertemu dengan keluarganya. 

    “Sehat sudah bawa keluarga kemarin ke Mojokerto,” ucapnya

    Sudah Bertemu Keluarga

    Plt UPT Perlindungan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Liponsos Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Yudi, mengatakan, Yusuf dan Zafa telah bertemu dengan keluarganya. 

    “Sudah diambil kakaknya yang pertama, pulang di Jombang,” katanya saat dihubungi, Jumat (30/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Secara administratif, Yusuf merupakan warga Dusun Kepindon, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. 

    Namun, dia telah lama pisah dengan keluarganya dan tinggal di panti asuhan sejak kecil. 

    “Sejak kecil dititipkan orangtuanya di panti asuhan daerah Mojokerto sana. Dia tidak pernah mendapat kasih sayang orangtuanya,” kata Yudi. 

    Yusuf merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

    Alasan ia dititipkan ke panti asuhan karena masalah keluarga dan ibunya memutuskan untuk merantau.

    Alasan dia dititipkan ke panti asuhan yakni karena masalah keluarga dan ibunya memutuskan untuk merantau. 

    “Terus bapak pergi enggak tahu ke mana. Ibunya merantau, pulang-pulang meninggal semua. Yatim piatu (Yusuf),” kata dia. 

    Yusuf dan saudara-saudaranya sempat dikirim ke pondok pesantren. Namun, setelah keluar dari pondok pesantren, mereka hidup berpisah. 

    Adapun adik dari Yusuf juga tinggal di Desa Balonggabus, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Sementara itu, kakak pertamanya hidup di Jombang. 

    “Yusuf sempat sekolah pas SD. Tapi itu pun tidak sampai tamat,” katanya.  

    Meski tidak lama mengenyam pendidikan formal, Yusuf memiliki keahlian di bidang otomotif. 

    “Dia katanya bisa otak-otik mesin,” ucap Yudi. 

    Sehingga, Dinsos Jombang memfasilitasi Yusuf dengan menyediakan pekerjaan di bidang otomotif. 

    “Tadi sudah diterima Dinsos Jombang untuk tindak lanjutnya,” kata dia. 

  • Viral di X, Ini Profil Komjen Rudy Heriyanto yang Disebut Calon Kapolri Gantikan Listyo Sigit

    Viral di X, Ini Profil Komjen Rudy Heriyanto yang Disebut Calon Kapolri Gantikan Listyo Sigit

    GELORA.CO – Jagat media sosial X (sebelumnya Twitter) kembali dihebohkan dengan kabar mengejutkan dari salah satu akun yang memposting pernyataan yang menyebutkan nama salah satu jenderal menjadi calon Kapolri baru:

    “Kabar langit: Calon Kapolri 2025. Komjen Rudy Heriyanto AN. Menggantikan Jenderal Listyo SP yang kemungkinan masuk kabinet atau duta besar,” tulis akun @Mr_cosanostra di X, Kamis 29 Mei 2025.

    Unggahan tersebut sontak viral dan menjadi perbincangan hangat warganet. Hingga artikel ini ditulis, unggahan ini telah dilihat hingga 400 ribu kali dan mendapat ratusan reaksi beragam. 

    Banyak pengguna X mempertanyakan validitas kabar ini, sementara sebagian lainnya menyoroti rekam jejak Komjen Rudy Heriyanto yang dinilai memiliki kapabilitas memimpin Polri di era digital dan transisi kepemimpinan nasional.

    “Asal bisa menertibkan anak buahnya dulu sih,warga bakal mendukung,” ungkap seorang netizen di kolom komentar.

    “Non akpol ini,” timpal yang lainnya.

    “Entah akpol non akpol, semuanya sia-sia kalo gak bisa tindak tegas anggotanya siapa saja tanpa terkecuali,” lanjut netizen lainnya.

    Profil Rudy Heriyanto

    Berikut adalah profil lengkap Rudy Heriyanto Adi Nugroho yang layak dikenal lebih dekat oleh publik Indonesia:

    Rudy Heriyanto Adi Nugroho lahir di Jakarta pada 17 Maret 1968. Ia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung sebelum memutuskan masuk ke dunia kepolisian. Pada tahun 1993, ia lulus dari Sekolah Perwira Polri (Sepa Polri) dan mulai meniti karier di kepolisian dengan fokus utama pada bidang reserse dan penegakan hukum.

    Kemampuan akademik dan pemahaman hukumnya menjadi bekal kuat bagi Rudy dalam menghadapi dinamika kejahatan yang terus berkembang, baik konvensional maupun transnasional.

    Karier di Kepolisian: Dari Reserse Hingga Polda

    Ahli Reserse dan Ekonomi Khusus

    Karier Rudy Heriyanto sangat lekat dengan dunia reserse. Ia tercatat pernah memimpin berbagai satuan penting dalam Bareskrim Polri, seperti:

    Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri (2017–2018)Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri (2018–2019)

    Di posisi ini, Rudy berperan dalam mengungkap kasus-kasus ekonomi strategis, termasuk korupsi, pencucian uang, hingga kejahatan perbankan dan investasi ilegal.

    Kapolres dan Jabatan Operasional

    Rudy juga pernah menjabat sebagai:

    Kapolres Metro Jakarta Barat (2015–2016)Dirreskrimum Polda Metro Jaya (2016–2017)

    Di kedua jabatan ini, ia dikenal sebagai pemimpin lapangan yang tanggap dan berani dalam mengambil keputusan, namun tetap mengedepankan pendekatan hukum yang profesional.

    Kapolda Banten (2020–2023)

    Salah satu puncak kariernya di Polri adalah saat ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Banten. Dalam periode ini, Rudy membawa angin perubahan di tubuh Polda Banten. Ia dikenal dengan pendekatan yang humanis kepada masyarakat serta mampu menurunkan angka kriminalitas dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kepolisian.

    Kepala Divisi Hukum Polri (2019–2020)

    Rudy juga pernah dipercaya memimpin Divisi Hukum Polri, posisi yang sangat strategis dalam membentuk kebijakan hukum internal kepolisian.

    Menjabat Sekretaris Jenderal KKP

    Pada 11 Desember 2023, Rudy Heriyanto resmi dilantik sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Ini menjadikannya salah satu dari sedikit perwira tinggi Polri yang dipercaya menduduki posisi strategis di kementerian teknis.

    Sebagai Sekjen KKP, Rudy bertugas memimpin urusan administrasi dan manajerial, serta menjembatani komunikasi antara jajaran birokrasi dan pimpinan kementerian. Kemampuannya dalam tata kelola dan kedisiplinan birokrasi diharapkan membawa kemajuan dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang merupakan aset vital Indonesia.

    Deretan Penghargaan dan Prestasi

    Selama pengabdiannya di Polri, Rudy Heriyanto telah menerima berbagai penghargaan bergengsi, baik dari institusi dalam negeri maupun pengakuan pemerintah. Beberapa di antaranya:

    Bintang Bhayangkara Pratama (2021)Bintang Bhayangkara NararyaSatyalancana Pengabdian 24 TahunSatyalancana Pengabdian 16 TahunSatyalancana Pengabdian 8 TahunSatyalancana Jana UtamaSatyalancana Ksatria BhayangkaraSatyalancana Karya BhaktiSatyalancana Bhakti PendidikanSatyalancana Bhakti NusaSatyalancana Dharma NusaSatyalancana Kebhaktian SosialSatyalancana Wira Karya

    Penghargaan-penghargaan tersebut merupakan bukti dari dedikasi dan integritas yang ia tunjukkan sepanjang kariernya sebagai abdi negara.

    Gaya Kepemimpinan

    Rudy Heriyanto dikenal sebagai pemimpin yang tegas namun tetap humanis. Ia menempatkan penegakan hukum dalam kerangka keadilan sosial, bukan sekadar hukum formalistik. Dalam banyak kesempatan, ia mendorong jajarannya untuk bekerja dengan hati dan menjunjung tinggi etika profesi.

    Dalam konteks birokrasi, Rudy juga dikenal sebagai reformis. Ia mendorong transparansi, efisiensi, dan pendekatan pelayanan publik berbasis teknologi.

    Komjen Pol. Rudy Heriyanto Adi Nugroho merupakan sosok langka dalam tubuh Polri: seorang polisi yang berintegritas, cerdas, dan humanis. Dari lapangan reserse hingga meja birokrasi kementerian, ia menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang kuat dan adaptif.

    Kini, dengan peran barunya sebagai Sekretaris Jenderal KKP, publik menanti gebrakan dan kontribusi nyata Rudy dalam membangun sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan.