Category: Gelora.co Nasional

  • Kapal Dagangnya Diserang, AS Ngamuk Kirim 300 Tentara Serbu Aceh

    Kapal Dagangnya Diserang, AS Ngamuk Kirim 300 Tentara Serbu Aceh

    Pagi itu, langit kota Salem, Massachusetts, masih dibalut kabut musim dingin. Namun, Charles Mosem Endicott, kapten berusia 38 tahun, sudah berdiri di atas geladak kapal Friendship. 

    Dia sedang bersiap menjalankan misi penting. Bukan menuju pelabuhan Eropa, melainkan ke tempat yang sangat jauh, yakni Aceh. Dia akan mengarungi setengah dunia demi satu komoditas yang membuat Eropa tergila-gila selama berabad-abad, yakni lada.

    Aceh telah dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan rempah-rempah dunia. Wilayah di ujung Sumatra itu kerap ramai disinggahi para pelaut dari berbagai penjuru. Mulai dari Inggris, Belanda, Prancis, Denmark, hingga Spanyol.

    Namun, bagi Endicott, pelayaran pada awal 1831 ini bukan sekadar urusan jual beli. Ada tantangan besar yang harus dihadapi.

    Aceh bukan bagian dari koloni Hindia Belanda. Dia adalah kerajaan independen. Bahkan, seturut penelusuran Lee Kam Hing dalam The Sultanate of Aceh (1995), Aceh punya hubungan resmi dengan Kesultanan Ottoman di Turki dan Kerajaan Inggris. 

    Dengan status itu, Aceh harusnya tidak bisa diperlakukan sembarangan oleh bangsa asing, termasuk oleh pedagang AS seperti Endicott. Belum lagi, perairan Aceh juga dikenal rawan pembajakan. Bajak laut lokal sering mengincar kapal asing pembawa muatan mahal.

    Namun, semua kekhawatiran itu tak menyurutkan langkah Endicott. Dia tetap melanjutkan pelayaran lintas samudra. Singkat cerita, setelah berminggu-minggu, pada 7 Februari 1831, Friendship akhirnya tiba di Kuala Batu, salah satu pelabuhan penting di Aceh. 

    Hari itu, Endicott bersama sekelompok kecil awak turun ke darat untuk merundingkan pembelian besar-besaran lada dengan para pedagang setempat. Namun, saat negosiasi berlangsung, malapetaka datang tiba-tiba. 

    Sekelompok pria bersenjata dari darat dan perahu kecil mendekati Friendship. Mereka naik ke atas kapal dan menyerang para kru yang tersisa di atas secara brutal. 

    “Dalam serangan itu, perwira pertama dan dua awak kapal tewas. Sementara lainnya ditawan. Kapal pun direbut,” ungkap Farish A. Noor dalam riset “The Battle of Quallah Battoo in 1832” (2014)

    Begitu mengetahui kapalnya diserang, Endicott segera meminta bantuan dari kapal dagang asing yang berlayar di sekitar wilayah tersebut. Bersama mereka, Friendship berhasil direbut kembali. Hanya saja, dalam kondisi rusak dan barang-barang berharga senilai US$ 50.000 raib. 

    Presiden AS Ngamuk

    Dalam bayangan banyak orang AS, pelayaran Friendship ke Aceh akan menjadi kisah dagang yang sukses. Namun, harapan itu sirna.

    Pada 20 Juli 1831, Friendship akhirnya tiba kembali di Salem. Bukan dalam kondisi penuh rempah, melainkan rusak parah. Kapten Endicott segera turun dari kapal dan melaporkan kejadian penyerangan di Aceh. Dalam sekejap, kota Salem geger.

    Tak lama kemudian, laporan resmi sampai ke meja kerja Presiden Andrew Jackson (1767-1845) di Gedung Putih. Begitu membaca laporan penyerangan disertai pembunuhan warga AS, Jackson langsung naik pitam. 

    Angkatan Laut AS dalam situs resminya mengungkap, penyerangan di Kuala Batu menewaskan 17 orang dan melukai 4 lainnya. Fakta ini membuat Jackson, yang juga menjabat sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, tak bisa tinggal diam.

    Menurut Claude Berube dalam On Wide Seas (2021), Presiden AS ke-7 itu segera memerintahkan serangan balik dengan mengirim kapal perang USS Potomac berserta 300 tentara bersenjata lengkap ke Aceh.

    “Kapal-kapal perang lainnya segera dikirim ke sana untuk memberikan hukuman yang lebih berat,” tegas Jackson.

    Dengan keputusan ini, AS untuk pertama kalinya melakukan serangan ke Asia. Serangan ini juga menjadi satu-satunya aksi militer langsung AS ke wilayah yang kini bernama Indonesia, sejak AS merdeka pada 4 Juli 1776, tepat hari ini 249 tahun lalu. 

    Setahun kemudian, USS Potomac benar-benar melancarkan serangan ke Kuala Batu. Tanpa peringatan atau negosiasi, meriam dilontarkan, pelabuhan dibumihanguskan, dan pasukan marinir AS turun ke darat untuk menghabisi perlawanan. Hasilnya, 450 orang Aceh dilaporkan tewas. Di sisi lain, AS hanya kehilangan dua prajurit.

    Baru ratusan tahun kemudian terungkap, penduduk lokal ternyata tak sepenuhnya bersalah. Serangan terhadap Friendship dipicu rasa frustrasi atas praktik dagang culas para pedagang AS sebelumnya.

    Dalam Death on an Empire (2011), sejarawan Robert Booth mencatat bahwa pedagang AS kerap mengurangi takaran saat berdagang, sehingga merugikan pihak Aceh. Ketika Friendship datang, warga yang sudah lama curiga pun meluapkan kemarahan.

  • Gelar Perkara Khusus yang Khusus Menyembunyikan Gelar

    Gelar Perkara Khusus yang Khusus Menyembunyikan Gelar

    OLEH: FIRMAN TENDRY MASENGI*

    RABU, 9 Juli 2025, Gelar Perkara Khusus terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo resmi digelar. Tapi alih-alih menghadirkan transparansi, negara justru memperagakan kebungkaman terstruktur. Tanpa dokumen asli, tanpa pengujian terbuka, tanpa pihak independen -publik hanya disuguhi kesimpulan sementara internal yang menggantung di udara. Ini bukan proses hukum. Ini penyesatan yang dilembagakan.

    Dalam perkara pidana, hukum tidak memberikan ruang untuk pembuktian yang kabur. In criminalibus probationes debent esse luce clariores -dalam pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya. Namun dalam perkara ini, bukti malah diselubungi oleh prosedur dan diam administratif. Negara meminta rakyat percaya, tanpa membuka apa yang seharusnya bisa diuji: dokumen asli ijazah.

    Bila yang dipakai sebagai dasar hanya fotokopi, pernyataan lembaga, atau dokumen digital, maka dalil tegas berlaku: Probatio ficta, probatio nulla est -pembuktian fiktif adalah pembuktian yang batal demi hukum.

    Jika negara gagal menunjukkan bukti otentik, maka seluruh klaim tentang keaslian ijazah kehilangan nilai legitimasi. Ini bukan hanya cacat administratif. 

    Ini adalah luka dalam pada sistem kenegaraan yang seharusnya bertumpu pada transparansi dan kepercayaan publik.

    Gelar perkara tanpa bukti adalah ironi. Ia disebut “khusus”, tapi yang ditampilkan justru penghindaran terhadap pertanyaan paling mendasar: Mana bukti aslinya? Siapa yang memverifikasinya? Mengapa tidak diuji terbuka?

    Ketika sistem penyidikan tidak mampu lagi menjawab pertanyaan dasar, maka konstitusi memberi ruang bagi mekanisme yang lebih tinggi: Hak Subpoena DPR RI. DPR, sebagai lembaga representatif, memiliki kewenangan memanggil pihak-pihak terkait secara paksa dan menuntut dokumen otentik, termasuk menguji ijazah asli yang menjadi sumber polemik. Jika negara eksekutif menutup ruang terang, maka legislatif wajib membuka paksa jendela hukum.

    Apakah kita akan terus membiarkan republik ini berdiri di atas dokumen yang tidak bisa dibuktikan? Apakah kekuasaan publik masih bisa dianggap sah jika prasyarat pencalonan presiden pun tidak dapat diverifikasi secara ilmiah?

    Kebenaran bukan milik negara. Ia milik publik. Dan jika negara menolak membuktikannya, rakyat berhak memaksanya.

    *(Advokat, aktivis Prodem.)

  • Anak Ingusan Begitu Mana Bisa

    Anak Ingusan Begitu Mana Bisa

    GELORA.CO – Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka kini malah diragukan oleh KKB Papua.

    Sebelumnya, Wapres Gibran mengaku siap jika ditugaskan untuk selesaikan masalah di Papua.

    Tanggapan itu setelah Wapres Gibran mendapatkan tugas khusus dari Presiden Prabowo Subianto.

    Tugas itu adalah untuk memimpin percepatan pembangunan di Papua sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.

    Merespon hal itu, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM, yang disebut juga KKB Papua menanyakan kualifikasi putra Presiden ke-7 RI, Joko Widodo alias Jokowi. 

    Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom mengatakan kelompoknya tidak punya urusan dengan penugasan Gibran tersebut. 

    Namun, Sebby Sambom meragukan putra sulung  Jokowi itu bisa menyelesaikan masalah Papua. 

    “Apa kualifikasinya Gibran untuk selesaikan masalah di Papua. Apa kualifikasinya? tidak mampu, tidak mungkin. Anak ingusan begitu mana bisa selesaikan masalah Papua”, kata Sebby, Rabu (9/7/2025). 

    Menurut Sebby, untuk menyelesaikan masalah di Papua, Prabowo mestinya bukan menugaskan Gibran di sana, melainkan harus membentuk tim di bawah kabinetnya untuk berunding dengan kelompok-kelompok di Papua.

    Gibran Siap Bertugas Kapanpun Dimanapun 

     

    Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka buka suara terkait penugasan khusus Presiden Prabowo Subianto terhadap dirinya untuk memimpin percepatan pembangunan di Papua sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.

    Menurut Gibran, penugasan tersebut sebenarnya bukan hal baru. 

    Penugasan khusus dari Presiden kepada Wapres untuk memimpin percepatan pembangunan di Papua, sudah ada sejak era Wapres Ma’ruf Amin.

    “Oh itu sebenarnya bukan hal baru ya, itu sudah dari zaman Pak Warpres Maruf Amin dari tahun 2022-2021 mungkin, sudah lama,” kata Gibran usai meninjau Sentra Lurik Tradisional di Dusun II, Desa Mlese, Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (9/7/2025).

    Sebagai pembantu Presiden, Gibran mengaku siap ditugaskan dimanapun dan kapanpun. Termasuk dalam penugasan khusus dari Presiden untuk percepatan pembangunan di Papua.

    “Ya kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan dimanapun, kapanpun. Dan saat ini kita menunggu perintah berikutnya. Kita siap. Kita siap,” tuturnya.

    Bahkan kata Gibran, saat Keppres tentang penugasan tersebut belum keluar dirinya siap untuk bertugas sesuai arahan Presiden Prabowo. 

    Selama ini kata Gibran tim dari Sekretariat Wakil Presiden sudah sering ditugaskan ke Papua dalam rangka percepatan pembangunan di wilayah Timur Indonesia tersebut.

    “Misalnya Keppresnya belum keluar pun saya sudah siap, kapanpun. Karena apapun itu, tim dari Setwapres juga sudah sering saya tugaskan untuk misalnya ke Sorong, ke Merauke, untuk mengirim alat-alat sekolah, mengirim laptop, mengecek kesiapan MBG Jadi nanti tinggal atur waktu aja,” katanya.

  • Buni Yani Anggap Dedi Mulyadi Alergi Berbau Islam, Selain RSUD Al Ihsan, Ada Kasus Kereta Kencana

    Buni Yani Anggap Dedi Mulyadi Alergi Berbau Islam, Selain RSUD Al Ihsan, Ada Kasus Kereta Kencana

    GELORA.CO – Politikus Partai Ummat Buni Yani menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi alergi dengan hal-hal berbau Islam.

    Dia menilai tidak aneh dengan kebijakan Dedi Mulyadi yang mengganti nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih.

    Selain itu, Buni Yani juga mengunggah video lawas Dedi Mulyadi yang sedang sembah sungkem kepada Kereta Kencana Ki Jaga Rasa.

    “Kalau Dedi Mulyadi alergi dengan hal-hal yang berbau Islam ya memang begitulah adanya. Fakta berbicara sendiri,” kata Buni Yani dikutip dari akun Facebook pribadinya, Rabu (9/7/2025).

    Buni Yani turut mengunggah video lawas Dedi Mulyadi yang sedang sembah sungkem kepada Kereta Kencana Ki Jaga Rasa.

    Kereta Ki Jaga rasa merupakan kereta kencana milik Dedi Mulyadi yang biasa disimpan di kediamannya di Lembur Pakuan, Kabupaten Subang.

    Diketahui video tersebut adalah kejadian pada Agustus 2023, ketika hendak melepas Kereta Ki Jaga Rasa untuk membawa bendera pusaka saat Upacara HUT ke-78 RI di Istana Merdeka, Jakarta.

    Diketahui, publik dihebohkan dengan langkah Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengganti nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih.

    Perubahan nama rumah sakit itu berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat No: 445 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada 19 Juni 2025.

    RSUD milik Pemprov Jabar ini berada di Kabupaten Bandung.

    Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menyebut pengubahan nama RSUD Al Ihsan menjadi Welas Asih, karena fasilitas kesehatan tersebut merupakan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan dibiayai menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Hal ini untuk meluruskan informasi yang beredar di masyarakat mengenai sumber pembiayaan rumah sakit ini yang disebut menggunakan dana umat.

    “Pernyataan itu saya luruskan,” kata Dedi dalam keterangan di Bandung, Senin lalu (7/7).

    Dedi mengatakan RSUD Al Ihsan mengalami peralihan kepemilikan ke Pemprov Jabar sejak 2004, menyusul kasus korupsi yang melibatkan pimpinan Yayasan Al Ihsan sebagai pendiri rumah sakit tersebut.

    Gugatan hukum terhadap kasus korupsi ini berujung pada putusan Mahkamah Agung Nomor 372/Pid/2003 yang menyatakan bahwa seluruh bangunan dan aset RS Al-Ihsan dirampas untuk negara, dalam hal ini Pemprov Jabar.***

  • Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    GELORA.CO –  Dua tokoh penting dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, sama-sama dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa dalam dua perkara korupsi berbeda.

    Namun, kemiripan vonis, waktu sidang, dan keterkaitan nama Presiden ke-7, Joko Widodo dalam proses persidangan keduanya memunculkan dugaan kuat di tengah publik bahwa ini bukanlah kebetulan semata.

    Pada Kamis, 4 Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta (subsider 6 bulan kurungan) kepada Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan penghalangan penyidikan kasus Harun Masiku.

    Sehari kemudian, Jumat, 5 Juli 2025, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong juga dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi saat ia menjabat antara 2015-2016.

    Publik langsung menyoroti kesamaan vonis, denda, dan pola penanganan kasus keduanya yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan, meski berasal dari latar belakang kasus berbeda.

    Yang mengejutkan, nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terseret dalam keterangan persidangan keduanya.

    Dalam sidang Hasto Kristiyanto, kuasa hukumnya Makdir Ismail menyampaikan bahwa Hasto pernah mendapat dua pesan, yaitu:

    Diminta mundur dari jabatan Sekjen PDIP,

    Dilarang menendang Jokowi dari PDIP.

    Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum terhadap Hasto bermuatan dendam politik internal, terutama setelah isu Jokowi dikeluarkan dari partai yang membesarkannya.

    Sementara itu, dalam kasus Tom Lembong, ia menyebut dalam sidang bahwa tindakannya saat menjabat menteri merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.

    Namun, meski disebut hanya menjalankan perintah, ia tetap dituntut 7 tahun penjara.

    Padahal, hasil audit BPK pada tahun 2017 menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kebijakan yang diambilnya.

    Kemiripan pola tuntutan, waktu sidang, dan munculnya nama Presiden dalam kesaksian kedua tokoh ini memunculkan spekulasi liar di masyarakat.

    Banyak pihak mempertanyakan, apakah ini bagian dari kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang kini dianggap sebagai oposisi politik Jokowi?

    Ataukah memang ini merupakan bagian dari proses hukum yang murni dan profesional?

    Para pendukung kedua tokoh, terutama dari kalangan pendukung Anies Baswedan dan PDIP garis keras, ramai menghadiri sidang dan menyuarakan dugaan adanya “order kekuasaan” di balik tuntutan hukum yang dianggap tidak proporsional.

    Keduanya akan menjalani sidang pledoi (nota pembelaan). Tom Lembong pada 9 Juli 2025, sementara Hasto Kristiyanto pada 10 Juli 2025.

    Para kuasa hukum dari kedua tokoh tersebut menyatakan akan melawan dengan strategi hukum yang kuat, karena mereka menilai banyak kejanggalan dalam dakwaan dan pembuktian yang diberikan oleh pihak jaksa.

    Di tengah panasnya kasus Hasto dan Tom Lembong, pertanyaan besar lainnya juga kembali mencuat: mengapa aparat penegak hukum tak pernah menyentuh dugaan pelanggaran hukum oleh anggota keluarga Presiden Jokowi?

    Beberapa nama yang disebut publik antara lain:

    Gibran Rakabuming Raka (Wapres),

    Bobby Nasution (Gubernur dan menantu Jokowi).

    Padahal, beredar banyak laporan dan sorotan publik atas potensi pelanggaran etika dan hukum yang dilakukan oleh mereka, namun belum satu pun kasus tersebut masuk ke tahap penyidikan.

    Dua tuntutan dengan angka yang identik, dua tokoh yang memiliki hubungan erat dengan kubu oposisi pemerintahan, dan dua nama yang sama-sama menyeret mantan Presiden Jokowi dalam kesaksian mereka, telah mengubah arah opini publik.

  • Bapak di Cikarang Perkosa Anak, Nyalahin Setan Pas Dikepung Warga

    Bapak di Cikarang Perkosa Anak, Nyalahin Setan Pas Dikepung Warga

    GELORA.CO – Polisi mengungkap kronologi kasus seorang ayah berinisial RS (41) memperkosa anak tirinya yang berinisial NAS (13) di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    “Peristiwa tersebut diketahui sekitar bulan Februari 2025 di Perum Bumi Cikarang Asri Blok E5 Nomor 17 RT/RW 06/012, Kelurahan Ciantra, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, AKBP Agta Bhuana Putra, Rabu (9/7/2025).

    Agta menjelaskan pelapor selaku kakak kandung korban berinisial CBS menerangkan berawal pada 23 Juni 2025 saat korban diantar oleh temannya pulang ke rumah setelah beberapa hari tidak pulang karena alasan takut.

    Lalu teman korban diceritakan oleh korban sudah beberapa kali dilecehkan oleh terlapor yang merupakan ayah tiri korban secara paksa dengan cara diancam dan ditakut-takuti semenjak masih duduk di bangku Kelas 5 SD hingga awal bulan Februari 2025.

    Kemudian berdasarkan cerita tersebut, teman korban melaporkan kepada ibu korban. Selanjutnya menyampaikan hal ini kepada pelapor.

    “Atas kejadian tersebut keluarga berkumpul untuk mengklarifikasi kepada terlapor akan tetapi beberapa saat kemudian terlapor diduga melarikan diri,” kata Agta.

    Kakak kandung korban kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Metro Bekasi guna penyelidikan dan penyidikan.

    “Setelah menerima laporan polisi, Unit IV/Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan dan telah melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, saksi dan korban,” katanya.

    Selanjutnya, Unit IV/PPA mencari keberadaan tersangka dan pada Senin (7/7) diketahui tersangka sedang bersembunyi di rumah kerabatnya di Kampung Burujul, RT/RW 039/003, Kelurahan Cisempur, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya.

    Atas dasar tersebut, Unit IV/PPA mendatangi tempat persembunyian tersangka dan menangkap tersangka pada hari Selasa (8/7) sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah diamankan, tersangka dibawa ke Polres Metro Bekasi guna proses hukum selanjutnya.

    Sebelumnya beredar sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @liputancikarang, di dalam video tersebut tersangka sedang dilakukan interogasi oleh sejumlah warga.

    “Pas diinterogasi di sekretariat RT ayah tiri tersebut mengaku dalam melakukan perbuatannya bejatnya itu dirasuki setan, kemudian pihak korban sudah laporan ke Polres Metro Bekasi, namun pelaku kabur pada Selasa (24/6),” tulis akun tersebut.

  • Kasat Narkoba Polres Nunukan Dicokok Mabes Polri

    Kasat Narkoba Polres Nunukan Dicokok Mabes Polri

    GELORA.CO -Mabes Polri buka suara soal penangkapan Kasat Reserse Narkoba Polres Nunukan Polda Kalimantan Utara, Iptu SH, bersama enam anggota polisi lainnya dalam operasi yang berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2025.

    “Benar itu (penangkapan),” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis, 10 Juli 2025.

    Adapun penangkap dilakukan karena adanya kolaborasi dari pihak Mabes Polri.

    “Narkoba Bareskrim dan Propam Mabes kolaborasi,” kata Eko.

    Penangkapan dilakukan di wilayah Aji Kuning, Pulau Sebatik, dan diduga merupakan bagian dari rangkaian pengembangan kasus yang ada.

    Sayangnya, Eko belum menjelaskan secara rinci apakah penangkapan terkait dengan kasus narkoba atau pelanggaran lain.

    Sementara itu, Kapolres Nunukan AKBP Bonifasius Rumbewas belum dapat dihubungi lebih lanjut terkait perkara ini.

  • Kasat Narkoba Polres Nunukan Dicokok Mabes Polri

    Kasat Narkoba Polres Nunukan Dicokok Mabes Polri

    GELORA.CO -Mabes Polri buka suara soal penangkapan Kasat Reserse Narkoba Polres Nunukan Polda Kalimantan Utara, Iptu SH, bersama enam anggota polisi lainnya dalam operasi yang berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2025.

    “Benar itu (penangkapan),” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso saat dikonfirmasi wartawan pada Kamis, 10 Juli 2025.

    Adapun penangkap dilakukan karena adanya kolaborasi dari pihak Mabes Polri.

    “Narkoba Bareskrim dan Propam Mabes kolaborasi,” kata Eko.

    Penangkapan dilakukan di wilayah Aji Kuning, Pulau Sebatik, dan diduga merupakan bagian dari rangkaian pengembangan kasus yang ada.

    Sayangnya, Eko belum menjelaskan secara rinci apakah penangkapan terkait dengan kasus narkoba atau pelanggaran lain.

    Sementara itu, Kapolres Nunukan AKBP Bonifasius Rumbewas belum dapat dihubungi lebih lanjut terkait perkara ini.

  • DPR Miris Ratusan Ribu Penerima Bansos Diduga Main Judol

    DPR Miris Ratusan Ribu Penerima Bansos Diduga Main Judol

    GELORA.CO -Temuan ratusan ribu penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi main judi online (judol) masalah serius.  

    “Temuan ini harus menjadi perhatian kita bersama. Bansos diberikan untuk membantu masyarakat rentan memenuhi kebutuhan dasar keluarga, bukan untuk hal lain, apalagi disalahgunakan untuk judi online,” ujar Ketua DPP PKS, Netty Prasetiyani Aher, Kamis, 10 Juli 2015.

    Ia mengingatkan, seluruh elemen masyarakat menguatkan sisi edukasi, literasi keuangan, dan pengawasan. Program literasi digital dan keuangan penting bagi para penerima bantuan, khususnya dalam mendorong pemanfaatan bansos secara produktif.

    “Mereka perlu dibekali keterampilan dasar untuk mengelola dana dengan bijak dan diarahkan agar tidak terjebak pada praktik yang merugikan diri sendiri maupun keluarga,” katanya.

    Netty juga menyebut pentingnya sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam mengawal bansos agar tetap sasaran. Termasuk keterlibatan komunitas lokal, tokoh masyarakat, dan relawan sosial dalam mengedukasi masyarakat.

    “Semangat gotong royong dan pendampingan berbasis komunitas bisa menjadi solusi nyata. Kita perlu membangun kesadaran kolektif bahwa bantuan pemerintah adalah bentuk kepercayaan, yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya,” katanya.

    Sebagai bagian dari koalisi pemerintahan, Fraksi PKS akan terus mendorong perbaikan sistem penyaluran bansos agar lebih tepat guna dan berdampak jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.

    “Kami siap bersinergi dengan kementerian terkait dan mitra kerja untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem, agar bansos tidak hanya bersifat konsumtif, tapi juga bisa menjadi jembatan menuju kemandirian,” demikian Netty Prasetiyani.

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 571.410 kesamaan NIK antara penerima bansos dengan pemain judol pada 2024.

    Temuan ini diperoleh seusai PPATK melakukan pengujian data penerima bansos melalui NIK dengan data NIK pemain judol yang dikumpulkan sampai periode 2024. 

  • Sosok Melanie Putri, Wanita Bookingan Ipda Haris yang Dicium Brigadir Nurhadi hingga Berujung Pembunuhan

    Sosok Melanie Putri, Wanita Bookingan Ipda Haris yang Dicium Brigadir Nurhadi hingga Berujung Pembunuhan

    GELORA.CO –  Sebelum tewas di kolam renang, Brigadir Nurhadi disebut sempat mencium wanita bernama Melanie Putri.

    Melanie Putri adalah wanita sewaan Ipda Haris Chandra, tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi.

    Dalam kasus pembunuhan Brigadir Nurhadi, polisi telah menetapkan 3 tersangka.

    Mereka adalah Kompol Yogi, Misri yang merupakan wanita sewaan Kompol Yogi, dan Ipda Haris Chandra.

    Misri Puspita Sari (23), salah satu tersangka menyebut Brigadir Nurhadi sempat mencium Melanie Putri.

    Peristiwa ini terjadi ketika mereka sedang pesta di Villa Privat Gili Trawangan.

    Dalam kehangatan pesta, mereka mengkonsumsi narkoba berjenis obat-obatan terlarang.

    Obat terlarang tersebut disediakan oleh Mantan Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama atau Kompol Yogi.

    Selain itu juga ada obat penenang yang dibeli oleh Misri di Bali.

    Misri membeli obat tersebut setelah mendapat kiriman dari Kompol Made Yogi sebanyak Rp 2 Juta.

    Terungkap dari pengakuan Misri, sebelum tewas di kolam berenang, dalam kondisi mabuk mereka berlima berendam di kolam berenang. 

    Saat semua mengalami kondisi kurang sadar, Misri melihat Brigadir Nurhadi mendekati sampai menciumi Melanie Putri di atas kolam. 

    Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Misri, Yan Mangandar Putra.

    “Misri menegur Nurhadi dengan mengatakan ‘Jangan begitu, itu cewek abangmu’,” ujar Yan.

    Tak berselang lama, Haris dan Melanie Putri kembali ke kamar mereka (di hotel sebelah).

    “Yogi ke kamar tidur-tiduran, sedangkan Misri duduk di sekitar kolam,” ujar Yan.

    Usai itu, Misri melihat Ipda Haris Chandra bolak balik ke Vila dari hotel sampai tiga kali.

    “Kemudian pukul 19.58 WITA, katanya di CCTV hotel terlihat Haris masuk vila yang ketiga kali,” ujar Yan.

    Nah itulah detik-detik krusial.

    “Klien saya tidak bisa mengingat jelas kejadian setelah pukul 19.55 WITA. Dia sempat bangunkan Yogi, kemudian masuk ke kamar mandi cukup lama, lebih dari 20 menit.”

    “Kejadian sesaat sebelum masuk kamar mandi dan kejadian sesaat setelah keluar dari kamar mandi, dia benar-benar enggak bisa ingat,” ujar Yan.

    Sosok Ipda Haris Chandra

    Ipda Haris Chandra adalah anggota Propam Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Ia kini resmi ditahan dan telah dipecat dari Polda NTB imbas dugaan kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi.

    Haris ditahan 20 hari ke depan mulai 7 Juli hingga 26 Juli 2025.

    Ipda Haris Chandra adalah bawahan dari eks Kasubdit Paminal Divpropam Polda NTB Kompol I Made Yogi Purusa Utama yang juga menjadi tersangka kematian Brigadir Nurhadi.

    Dalam sidang komisi kode etik Polri (KKEP), Haris dan Yogi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

    Haris terbukti melanggar pasa 11 ayat (2) huruf b dan pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi Polri.

    Selain itu, mereka juga dikenakan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.

    Ipda Haris telah mengajukan upaya banding atas pemecatannya, tetapi langkahnya tersebut ditolak oleh komisi banding Polda NTB.

    Ipda Haris Chandra dan Kompol Yogi telah ditempatkan di tahanan khusus.

    “Kita tempatkan secara terpisah, di tempat sel khusus lantai dua nomor empat dan lima,” kata Dirtahti Polda NTB AKBP Rifa’i, dikutip dari Tribun Lombok, Senin (7/7/2025).

    Tewasnya Brigadir Nurhadi bermula ketika ia diajak oleh Kompol Yogi dan Ipda Haris ke Gili Trawangan untuk berpesta di sebuah villa privat di Gili Trawangan, Lombok Utara, Rabu 16 April 2025 malam.

    Dua wanita yakni tersangka M dan saksi berinisial P diajak untuk pergi bersama.

    Nurhadi diduga mengonsumsi obat penenang riklona dan pil ekstasi atau inex.

    Setelah itu, ia disebut sempat mencoba merayu dan mendekati salah satu teman wanita tersangka.

    “Ada peristiwa almarhum (Brigadir Nurhadi) mencoba untuk merayu dan mendekati rekan wanita salah satu tersangka, itu ceritanya.”

    “Diduga merayu dan itu dibenarkan oleh saksi yang ada di TKP (tempat kejadian perkara),” kata Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, dalam konferensi pers di Mapolda NTB, Jumat (4/7/2025).

    Brigadir Nurhadi ditemukan meninggal dunia di kolam renang.

    Kematian Brigadir Nurhadi dinilai janggal, mengingat kolam tempat tenggelamnya korban tergolong dangkal, hanya 1,2 meter untuk tubuh anggota polisi yang tingginya lebih dari 1,6 meter.

    Kejanggalan ditemukan keluarga Brigadir Nurhadi, dikarenakan terhadap jenazah korban ditemukan tanda-tanda bekas penganiayaan.

    Sekitar pukul 21.00 WITA, salah satu tersangka yang ada di dalam villa mengabari Brigadir Nurhadi sudah berada di kolam dan diangkat.

    Awalnya, Nurhadi dikabarkan meninggal akibat tenggelam di kolam yang ada di villa tersebut.

    Akan tetapi, setelah dilakukan autopsi, dokter forensik mengungkapkan tulang lidah Nurhadi patah yang disebabkan cekikan.

    Terdapat juga luka memar di bagian kepala depan dan belakang akibat benda tumpul. 

    “Jadi ada kekerasan pencekian yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air,” kata Dokter Forensik Unram dr Arfi Samsun. 

    Penyidik masih mendalami peran dari para tersangka ini termasuk sosok yang melakukan pencekikan.

    Sementara itu, hasil pemeriksaan poligraf atau pendeteksi kebohongan juga mengungkap seluruh jawaban dari para tersangka sebagian besar berbohong.