Category: Gelora.co Nasional

  • Duh! Politikus Golkar Ngaku Susah Dapat Uang Halal sebagai Anggota DPR

    Duh! Politikus Golkar Ngaku Susah Dapat Uang Halal sebagai Anggota DPR

    GELORA.CO  – Politikus Partai Golkar sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengaku sulit mendapatkan uang halal sebagai anggota legislatif. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bersama Sahabat ICW, Senin (12/8/2025).

    Awalnya, ia mengatakan bahwa pihaknya berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan ekstra agar tetap halal.

    “Yang penting istri sama anak tercukupi kan gitu. Hanya kita bisa pastikan cara mendapatkannya itu ya berusaha betul halalan thayyiban,” ucapnya dikutip iNews.id, Selasa (12/8/2025).

    Sebab, ia mengakui mendapatkan uang halal sangatlah sulit karena banyaknya godaan di dunia. Namun, ia mengaku akan terus berusaha bertanggung jawab.

    “Walaupun itu sulit ya. Sulit, sulit, sulit, sulit. Dalam ya mungkin ya inilah kehidupan dunia tapi tetap kita berusaha untuk kita bertanggung jawab kan ya,” ungkap dia.

    Sementara itu, ia mengaku dapat terpilih selama dua periode sebagai anggota DPR berkat bantuan pinjaman modal. Sedangkan, dirinya tak mengeluarkan uang sepeser pun.

    “Selama ini saya apa namanya terpilih dua periode ini dapat duitnya ya dapat bantuan, dapat bantuan dari sana sini gitu. Bahkan saya ada pinjaman yang harus saya kembalikan gitu,” kata Zulfikar

  • Tom Lembong Laporkan Auditor BPKP yang Klaim Ada Kerugian Negara di Kasus Impor Gula

    Tom Lembong Laporkan Auditor BPKP yang Klaim Ada Kerugian Negara di Kasus Impor Gula

    GELORA.CO  – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong melaporkan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ke Ombudsman. Auditor itu sebelumnya mengklaim ada kerugian negara di kebijakan impor gula di era Mendag Tom Lembong.

    Tom menegaskan, tidak ada kerugian negara atas importasi gula yang dilakukan pada tahun 2015-2016. 

    Auditor BPKP awalnya menghitung kerugian negara sebesar Rp578,1 miliar dalam sidang dakwaan Tom Lembong beberapa waktu lalu. Nilai itu kemudian turun menjadi Rp164 miliar berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama yang sempat dibacakan.

    “Sebagai orang yang berkarier di bidang keuangan dan pernah di bidang kebijakan, dan saya yakin sekali bahwa tidak ada kerugian negara,” kata Tom di kantor Ombudsman, Selasa (12/8/2025).

    Menurut Tom, hasil penghitungan auditor terkait kerugian negara memang sangat penting. Namun, yang lebih penting lagi adalah proses audit itu harus dilakukan secara profesional.

    “Kalaupun auditnya keliru kita bisa mengerti. Tapi kalau prosesnya kacau balau, apalagi nanti hasilnya juga kacau, saya kira sebagai profesional tidak mungkin kita biarkan begitu saja,” kata dia.

    Tom menegaskan, upaya mengadukan auditor BPKP tidak dilandasi atas sentimen pribadi. Menurutnya, hal ini dilakukan semata-mata sebagai evaluasi atas proses audit.

    “Saya berharap tindakan kami, tim penasihat hukum dan bisa dilihat sebagai upaya konstruktif,” kata dia.

    Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus impor gula. Kini, Tom sudah bebas setelah mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto

  • Lanjutan OTT Bupati Koltim Abd Azis, KPK Geledah Kantor Kemenkes

    Lanjutan OTT Bupati Koltim Abd Azis, KPK Geledah Kantor Kemenkes

    GELORA.CO – Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) digeledah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim).

    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, tim penyidik melakukan penggeledahan di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan.

    “Iya benar, penyegelan kemudian digeledah,” kata Asep kepada wartawan, Selasa, 12 Agustus 2025.

    Namun demikian, Asep mengaku tidak hafal ruangan siapa saja yang digeledah di kantor Kemenkes.

    Penggeledahan ini merupakan lanjutan atas operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abd Azis (ABZ) dan kawan-kawan.

    Sejak Kamis, 7 Agustus 2025 hingga Jumat, 8 Agustus 2025, KPK telah melakukan OTT di tiga wilayah, yakni di Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Jakarta, terkait proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C.

    Dari ketiga wilayah itu, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, KPK mengamankan 4 orang, yakni Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim, Harry Ilmar (HAR) selaku PPTK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Nova Ashtreea (NA) selaku staf PT Pilar Cerdas Putra (PCP), dan Danny Adirekson (DA) selaku Kasubbag TU Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.

    Selanjutnya di Jakarta, KPK mengamankan 6 orang, yakni Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pembangunan RSUD, Deddy Karnady (DK) dari PT PCP, Nugroho Budiharto (NB) dari PT Patroon Arsindo (PA), Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP, Aswin (ASW) dari KSO PT PCP, dan Cahyana (CYN) dari KSO PT PCP.

    Kemudian dari Makassar, KPK mengamankan 2 orang, yakni Abd Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim, dan Fauzan (FZ) selaku ajudan Bupati Koltim Abd Azis. Abd Azis ditangkap setelah acara Rakernas Partai Nasdem.

    KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang cukup. Kemudian KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni Abd Azis, Andi Lukman Hakim, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

    Dalam perkaranya, pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK).

    Selanjutnya, pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan Nugroho Budiharto.

    Kemudian, pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Koltim. Diduga Ageng juga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman.

    Selanjutnya, Abd Azis bersama Gusti Putu Artana (GPA) selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, Danny Adirekson, dan Nasri (NS) selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT PCP  memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.

    Pada Maret 2025, Ageng selaku PPK melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp126,3 miliar.

    Pada akhir April 2025, Ageng berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Kemudian, pada periode Mei-Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar.

    Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Ageng senilai Rp500 juta, di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu, Deddy Karnady juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen.

    Pada Agustus 2025, Deddy Karnady melakukan penarikan cek Rp1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng. Dan oleh Ageng kemudian menyerahkannya kepada Yasin (YS) selaku staf Abd Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui Abd Azis, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Abd Azis.

    Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang kemudian diserahkan kepada Ageng. Selain itu, PT PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp3,3 miliar.

    Tim KPK kemudian menangkap Ageng dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar

  • Prabowo Hadapi Warisan Buruk Penerimaan Negara Bocor Rp782,68 Triliun per Tahun

    Prabowo Hadapi Warisan Buruk Penerimaan Negara Bocor Rp782,68 Triliun per Tahun

    GELORA.CO -Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berpotensi kehilangan penerimaan pajak mencapai Rp782,68 triliun per tahun akibat kebocoran pajak yang telah berlangsung lama.

    Hal tersebut diungkapkan dalam riset Center of Economic and Law Studies (Celios) yang memperkirakan kebocoran pajak di Indonesia mencapai Rp195,67 triliun per kuartal, atau setara 3,7 persen dari PDB per kuartal.

    Direktur Kebijakan Fiskal Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, mengatakan persoalan kebocoran ini bukan hanya kesalahan pemerintahan saat ini, tetapi merupakan “dosa lintas generasi” presiden sebelumnya sejak pemerintahan 5 hingga 15 tahun lalu.

    “Ini adalah dosa lintas generasi menurut saya yang harus diselesaikan, jadi tidak hanya persoalan pemerintah hari ini, tapi juga pemerintah 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun yang lalu, di mana kita masih lemah soal integrasi data, penegakan hukum, serta politik fiskal yang sangat komprimistis,” kata Media dalam Launching riset Celios bertajuk Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang, Selasa 12 Agustus 2025.

    Menurut Celios, perluasan insentif pajak selama ini justru lebih memanjakan kelas atas. Hal tersebut terlihat dari Wacana Tax Amnesty Jilid III yang ingin didorong melalui Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak. 

    “Promosi kebijakan tersebut seakan mengabaikan evaluasi tax 8 amnesty pada jilid I dan II yang masih tidak optimal dari sisi target dan keadilan pajak. Situasi tersebut menunjukkan pendekatan fiskal yang cenderung reaktif untuk mengejar penerimaan jangka pendek tanpa perencanaan komprehensif,” tulis Celios dalam risetnya.

    Untuk itu, Media menilai penerapan pajak kekayaan bisa menjadi salah satu solusi untuk menambal penerimaan negara. Berdasarkan hitungannya, hanya dengan memajaki 2 persen kekayaan dari 50 orang superkaya di Indonesia selama setahun, negara bisa mengantongi sekitar Rp81 triliun.

    “Kalau kita lihat, data terakhir menunjukkan ada hampir 2 ribu orang superkaya di Indonesia. Potensi ini jauh lebih besar dari estimasi kami saat ini,” pungkas Media. 

  • Cuma Bercanda, Nusron Wahid Minta Maaf Soal Wacana Tanah Nganggur Diambil Negara

    Cuma Bercanda, Nusron Wahid Minta Maaf Soal Wacana Tanah Nganggur Diambil Negara

    GELORA.CO – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf soal pernyataannya tentang kebijakan penertiban tanah terlantar alias tanah nganggur.

    Apalagi dalam pernyataan itu, Nusron bahkan sempat mengatakan bahwa seluruh tanah rakyat adalah milik negara.

    “Saya atas nama Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen,” kata Nusron dalam konferensi pers di kantornya, Selasa, 12 Agustus 2025.

    “Atas pernyataan saya yang vjral beberapa waktu lalu, dan menimbulkan polemik di masyarakat serta memicu kesalahpahaman,” ujarnya.

    Dia mengaku, alasannya mengutarakan hal tersebut adalah karena mengacu pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menyebut bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    Padahal, menurutnya langkah penertiban hanya akan dilakukan untuk tanah sawah produktif, pekarangan, maupun tanah waris yang dimiliki warga, terutama yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) supaya lebih aman. Karenanya, Nusron kembali menekankan bahwa penertiban tanah-tanah ‘nganggur’ ini dilakukan pihaknya, untuk menyasar lahan-lahan dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).

    “Jadi ini semata-mata menyasar lahan yang statusnya HGU dan HGB yang luasnya jutaan hektare, tapi dianggurkan, tidak dimanfaatkan, dan tidak produktif,” kata Nusron.

    “Bukan menyasar tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan rakyat, atau tanah waris, apalagi yang sudah mempunyai status sertifikat hak milik maupun hak pakai,” ujarnya.

    Dengan demikian, Nusron kembali menegaskan bahwa pernyataan yang disampaikannya sebelum ini hanyalah sekadar bercanda. Namun, Dia sendiri mengaku tak menyangka bahwa pernyataannya itu akan menimbulkan persepsi yang keliru. Dia bahkan berjanji ke depannya akan lebih berhati-hati dalam memilih kata, supaya maksud dari pesan atas kebijakan pemerintah bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.

    “Namun setelah saya menyaksikan ulang, kami menyadari dan kami mengakui bahwa pernyataan tersebut, candaan sebut tidak tepat, tidak sepantasnya, dan tidak selayaknya untuk kami sampaikan. Apalagi disampaikan oleh seorang pejabat publik, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan liar di masyarakat,” ujarnya.

  • Sosok Fuad Hasan Masyhur, Bos Travel yang Terbelit Kasus Kuota Haji, Ternyata Mertua Menpora Dito Ariotedjo

    Sosok Fuad Hasan Masyhur, Bos Travel yang Terbelit Kasus Kuota Haji, Ternyata Mertua Menpora Dito Ariotedjo

    GELORA.CO – PK mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bepergian ke luar negeri. Dia kini tengah dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. 

    Namun bukan cuma pria yang akrab disapa Gus Yaqut, KPK juga mencegah dua orang lain. Yaitu mantan Stafsus Menag Ishfah Abidal Aziz (IAA) dan Fuad Hasan Masyhur (FHM) selaku pendiri travel haji Maktour.

    Berikut Profil Fuad Hasan Masyhur:

    Dikutip dari laman, maktour, Fuad Hasan Masyhur lahir 29 Juni 1959. Dia seorang pengusaha dan tokoh penting dalam industri perjalanan ibadah di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri dan pemimpin PT Maktour, biro perjalanan haji dan umrah. Selain itu ia dikenal sebagai mertua dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo.

    Perjalanan Maktour berawal pada tahun 1980, tak lama setelah Fuad Hasan menunaikan ibadah haji. Pengalaman pribadinya yang kurang memuaskan dengan pelayanan biro perjalanan saat itu menjadi titik balik yang menginspirasi. 

    Dengan latar belakang sebagai keturunan Arab dan semangat untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, ia mendirikan Maktour dengan satu visi: menghadirkan pengalaman ibadah yang istimewa, nyaman, dan penuh makna bagi setiap jamaah. 

    Fuad Hasan Masyhur juga pernah terseret kasus kasus pencucian uang. Namanya disebut dalam penyelidikan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

    Kasus ini mencuat setelah diketahui bahwa Syahrul dan keluarganya pernah menggunakan layanan perjalanan umrah yang disediakan oleh PT Maktour, perusahaan milik Fuad.

    Izin Maktour Pernah Dicabut

    Namun dalam perjalanannya, Maktour pernah diberikan sanksi oleh Kementerian Agama pada 2008 lalu. Bahkan saat itu, Maktour melakukan gugatan kepada pemerintah.

    Menteri Agama (Menag) saat itu, Muhammad Maftuh Basyuni yang mencabut izin Maktour. Sebab, travel agen tersebut dianggap melanggar aturan.

    Kemenag mengumumkan pencabutan izin Maktour dan Al Amin terkait pelanggaran yang dilakukan pada musim haji tahun 2007. 

    Menurut Menag, kesalahan penyelenggara haji tersebut sudah jelas. Jadi, tak perlu lagi dilakukan peninjauan terhadap keputusan yang sudah dikeluarkan. 

    Kemenag menilai, dua travel tersebut melanggar dokumen dan menggunakan paspor hijau. []

  • Bejat! Oknum Anggota Polres Luwu Coba Perkosa Dua Tahanan Perempuan di Sel

    Bejat! Oknum Anggota Polres Luwu Coba Perkosa Dua Tahanan Perempuan di Sel

    GELORA.CO – Oknum anggota Polres Luwu yang bertugas sebagai Petugas Jaga Tahanan di Mapolres Luwu diduga melakukan pelecehan terhadap tahanan perempuan.

    Kabar itu mencuat setelah salah seorang warga Kamanre yang merupakan aktivis memposting di Story WhatsApp, Senin (11/08/2025). Dalam postingannya, aktivis itu menulis “Oknum anggota Polres Luwu melakukan pemaksaan pemerkosaan di dalam Polres Luwu itu sendiri”.

    Kapolres Luwu, AKBP Adnan Pandibu saat dikonfirmasi terkait dugaan pelecehan/percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh anggotanya mengatakan oknum tersebut saat ini tengah menjalani proses sesuai dengan ketentuan kode etik kepolisian.

    “Sudah diproses, dan yang bersangkutan juga tengah menjalani Penempatan Khusus (Patsus),” kata Kapolres Luwu.

    Selain itu, Kapolres Luwu dengan tegas memastikan akan memberikan sanksi pelanggaran etik paling maksimal kepada oknum tersebut.

    “Paling berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), namun sebelum memberikan sanksi yang bersangkutan terlebih dulu harus diproses,” tegas AKBP Adnan Pandibu.

    Informasi yang dihimpun, oknum Polisi yang dimaksud berpangkat Bripka berinisial ML.

    Ia diduga melakukan pelecehan atau percobaan pemerkosaan terhadap dua tahanan perempuan berinisial RH dan HL.

    ML diduga melakukan aksi bejatnya sejak Juni 2025 lalu, dan terakhir ia kembali melakukan percobaan pemerkosaan terhadap salah satu tahanan perempuan pada Jumat (08/08) pekan lalu. (*)

  • Keluarga Ungkap Dugaan Prada Lucky Disiksa Berhari-hari hingga Ginjal Bocor

    Keluarga Ungkap Dugaan Prada Lucky Disiksa Berhari-hari hingga Ginjal Bocor

    GELORA.CO –  Keluarga mengungkap ginjal Prada Lucky Chepril Saputra Namo bocor akibat disiksa oleh seniornya. Hal itu terungkap ketika dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aeramo, Kabupaten Nagekeo, melakukan pemeriksaan medis.

    “Ginjalnya bocor dan paru-parunya, bilang ada cairan yang harus mendapat penanganan medis secara intensif,” ujar kakak perempuan Lucky, Lusy Namo, di rumahnya di Asrama TNI Kuanino, Kota Kupang, NTT, dilansir detikBali, Senin (11/8/2025).

    Lusy menjelaskan, saat itu Lucky harus segera dirujuk ke Maumere karena kondisinya semakin parah. Namun alat medis di rumah sakit itu tidak memadai sehingga direncanakan dirujuk ke Kupang, tetapi niat itu urung terlaksana karena Lucky lebih dulu meninggal.

    “Jadi kami bingung kok selama ini dia tidak pernah mengeluh penyakit apa-apa, tapi tiba-tiba dirujuk karena ginjal bocor, ternyata dia disiksa berhari-hari,” tegas Lusy.

    Lusy menduga adiknya itu disiksa dan dianiaya berulang kali oleh seniornya ketika ada pergantian piket. Namun Lusy belum mengetahui alasan Lucky disiksa secara tak manusiawi itu.

    “Alasan dia disiksa itu kami belum tahu, tetapi dia bukan bunuh orang. Orang yang pembunuh saja dibawa ke pihak berwajib bukan menghakimi dia sampai mati,” tegas Lusy.

    Sebelumnya, sebanyak 20 anggota TNI dari Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditetapkan sebagai tersangka terkait kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo.

    “Seluruhnya 20 tersangka yang ditetapkan dan sudah ditahan. Kemudian akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan selanjutnya,” ujar Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto kepada wartawan di rumah duka Prada Lucky di Asrama TNI Kuanino, Kota Kupang, NTT, Senin (11/8/2025).

    Budyakto menjelaskan seluruh tersangka telah diperiksa oleh polisi militer dan Pomdam IX/Udayana. Mereka sudah dibawa ke Kupang untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

    “Laporan saat ini semuanya sudah ditangani dan dilakukan pemeriksaan, tetapi ditunda dalam artian masih menunggu proses rekonstruksi yang akan dilakukan,” jelas Budyakto.

    Dari 20 tersangka, satu di antaranya merupakan perwira. Namun, Budyakto belum mengungkapkan identitas prajurit tersebut.

    “Nanti oleh penyidik yang menyampaikan dan selanjutnya proses ini akan segera saya sampaikan kepada pimpinan,” pungkas Budyakto.

    Prada Lucky Chepril Saputra Namo, anggota Batalyon TP 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, NTT, diduga tewas akibat dianiaya senior. Kodam IX/Udayana menyatakan 20 prajurit TNI AD telah diperiksa untuk mengusut kasus ini.

  • Fungsimu Mengayomi, Bukan Meleyat Meleyot!

    Fungsimu Mengayomi, Bukan Meleyat Meleyot!

    GELORA.CO – Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri mengaku jengkel dengan institusi kepolisian sekarang. Megawati menyinggung Korps Bhayangkara itu seharusnya menjalankan fungsi untuk mengayomi rakyat.

    Awalnya, Megawati menceritakan sejarah ayahnya yang juga Presiden pertama Indonesia, Soekarno yang pernah dianggap berkhianat oleh negara Indonesia sendiri lantaran diterbitkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) XXXIII/MPRS/1967. Menurut Megawati, tudingan itu tak masuk akal sebab Presiden Soekarno merupakan Presiden seumur hidup saat itu.

    Namun saat ia bertanya ke audiens, tak satupun memberikan jawaban yang lugas. “Masa ngomong itu aja takut? Ngapain sih takut? Takut sama polisi?” Tanya Megawati dalam acara Peresmian Serambi Pancasila dan Peluncuran Buku di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Senin (11/8/2025).

    Megawati lantas mengungkapkan alasannya kenapa menyinggung-nyinggung polisi dalam pidato. Megawati mengaku hanya menginginkan polisi untuk menjalani fungsinya mengayomi masyarakat. “Kenapa saya menyinggung polisi? Karena saya berkeinginan juga Polisi itu mengayomi rakyatnya. Kalau sekarang kok kaya gini. Ya ngamuk lah saya,” tutur Megawati.

    Presiden ke-5 RI itu lantas mengingatkan aparat harus bekerja dengan mengedepankan kehidupan bernegara. Oleh karenanya, membela dan mengayomi masyarakat menurutnya merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap anggota Korps Bhayangkara. “Ingat, bernegara. Loh, ya iyalah, polisi saya mikir ini mau jadi apa toh yo? Loh iyalah orang dia tuh ada kok fungsinya ngayomi rakyat, membela rakyat,” tutur dia.

    Megawati kemudian mengungkap bahwa fungsi kepolisian berbeda dengan TNI yang menjalankan pertahanan. Oleh karenanya setiap aparat kepolisian harus menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai amanat undang-undang.

    “Tapi kan itu ya karena fungsi harusnya dikerjakan. Bukan sekarang meleyat-meleyot, melayat meleyot. Ya saya jengkel dong. Jengkel banget loh, Ini Indonesia Mau dijadikan apa?” tandas Megawati.

  • Tak Kunjung Dieksekusi, Silfester Matutina Ajukan PK di Kasus Fitnah JK

    Tak Kunjung Dieksekusi, Silfester Matutina Ajukan PK di Kasus Fitnah JK

    GELORA.CO – Di tengah sorotan karena tidak kunjung dieksekusi, relawan Jokowi yang juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus fitnah kepada Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, dimana Silfester sudah diputus bersalah pada 2019 lalu.

    Dalam kasus fitnah itu, Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap.

    Namun selama 6 tahun, Silfester tidak juga dieksekusi kejaksaan dan hal ini kembali diungkap ke publik oleh Roy Suryo Cs.

    Kini, diketahui Silfester sudah mengajukan PK dan sidang perdananya akan digelar 20 Agustus 2025.

    “Betul, sudah mendaftarkan PK,” ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten, dilansir dari laman VOI, Senin (11/8/2025).

    “Telah dijadwalkan Sidang pemeriksaan PK pada tanggal 20 Agustus 2025,” tambah Rio.

    Diketahui Silfester Matutina  resmi mengajukan permohonan PK pada 5 Agustus 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan itupun telah diterima.

    Permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan ke Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, biasanya Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, meskipun permohonan tersebut ditujukan kepada Mahkamah Agung.

    Jadi, prosesnya dimulai dengan mengajukan permohonan ke pengadilan yang sama yang menangani perkara tersebut pada tingkat pertama, dan kemudian pengadilan tersebut akan meneruskannya ke Mahkamah Agung untuk diproses lebih lanjut. 

    Sementara itu Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna menyatakan bahwa pengajuan PK tidak mengganggu atau menunda proses eksekusi penahanan terhadap pelaku tindak pidana yang sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap.

    “Pada prinsipnya PK tak menunda proses eksekusi,” ujar Anang, Senin.

    Terkait proses eksekusi, kata Anang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, secepatnya.

    “Terkait Silfester kan ini sudah inkrah perkaranya dan menjadi kewenangan daripada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku jaksa eksekutornya,” kata Anang.

    Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pidana umum pada 2019 yakni fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, 

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019, dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.

     

    Dalam Putusan MA ini disebutkan Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

    Namun, hingga kini atau sejak putusan itu dibacakan 6 tahun lalu, pihak Kejaaksaan tak kunjung melakukan eksekusi penahanan terhadap Silfester Matutina.

    Mahfud Sebut Kejaksaan Melindungi

    Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan sekalipun Jusuf Kalla sudah memaafkan, karena kasus ini inkrah maka Silfester tetap mesti menjalani hukuman.

    “Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara,” kata Mahfud.

    Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.

    “Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu,” kata Mahfud,

    Mahfud mengaku memiliki data tahun 2025, dimana sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.

    “Masa ini yang riwa-riwi di depan hidung kita gak ditangkap. Kan Kejaksaan tuh punya tim tabur namanya tim tangkap buronan atau tim tangkap orang kabur. Tim ini yang nangkap orang-orang ini tadi. Nah, oleh sebab itu kejaksaan harus segera melakukan eksekusi atas ini ya,” kata Mahfud.

    Sebenarnya, menurut Mahfud eksekusi harus langsung dijemput tanpa  usah dipanggil lagi.

    “Orang ini sudah 6 tahun lolos gitu kan,” kata Mahfud.

    Mahfud menjelaskan akan menyatakan secara formal bahwa Silfester tidak ditangkap karena kejaksaan melindungi.

    “Melindungi dalam bentuk apa? Lalai. Kalau betul-betul melindungi secara sengaja pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membacking, kemungkinannya suap. Apalagi coba? Nah, untuk mengusut ini logika umum. Kejaksaan dong harus bertanggung jawab kepada publik,” ujarMahfud.

    Menurut Mahfud untuk dirunut siapa pihak yang membuat Silfester tidak dieksekusi bisa ditelusuri,

    “Siapa pejabatnya, kenapa ini tidak segera dieksekusi gitu? Nanti akan ketemu itu siapa yang memesan. Apakah ini pemain politik atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa,” kata Mahfud.

    “Itu harus diusut, karena ini bahaya kalau ini dibiarkan. Orang boleh bertanya seperti Anda bertanya tadi loh. Pak Mahfud, Anda kok diam saja pada saat Anda di situ (jabat Menko Polhukam)?” katanya.

    “Loh kasus ini gak muncul. Kalau saya sudah tahu saat itu, muncul ya, saya pasti berteriak agar segera dieksekusi. Menteri kok gak tahu? Ya gak tahu. Itu kan bukan urusan Menko, untuk tahu semua urusan yang ada dari Sabang sampai Merauke,” kata Mahfud.

    Menurutnya urusan Menko Polhukam adalah yang muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan.

    “Urusan Menko itu hanya muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan, konflik sehingga dikoordinasikan. Kalau ini gak ada. Tiba-tiba muncul sekarang, sesudah terjadi pergantian politik,” kata Mahfud.

    Mahfud mengatakan seorang Menko itu tidak harus tahu semuanya.

    “Kecuali ada laporan di saat itu atau muncul sebagai isu yang panas di tengah-tengah masyarakat. Baru seorang Menko itu mengkoordinasikan agar semua jalan,” ujar Mahfud.

    Menurut Mahfud, Silfester tidak perlu lagi dipanggil melainkan langsung dijemput paksa. 

    “Tangkap dulu, atau jebloskan dulu ini eksekusi si Matutina ini,” katanya.

     Kemudian, kata Mahfud, Kejaksaan Agung harus mengadakan penyelidikan ke dalam dan menjelaskan kepada publik.