Category: Gelora.co Nasional

  • Jadi Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Denny Indrayana Ungkit ‘Dosa-dosa’ Jokowi selain Dugaan Ijazah Palsu

    Jadi Kuasa Hukum Roy Suryo Cs, Denny Indrayana Ungkit ‘Dosa-dosa’ Jokowi selain Dugaan Ijazah Palsu

    GELORA.CO – Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana membeberkan alasannya memilih bergabung sebagai kuasa hukum Roy Suryo Cs. 

    Salah satunya, dia akan menghadapi dugaan cawe-cawe penguasa di kasus dugaan fitnah ijazah Jokowi.

    “Saya memutuskan menjadi kausa hukum karena ingin menegaskan bahwa tidak boleh ada penggunaaan kekuasaan untuk membungkam sikap kritis dari orang-orang bahkan jika berjadapan dengan mantan presiden sekalipun

    Untuk itu, saya ingin menambahkan dari perspektif hukum tata negara, bidang yang saya geluti, politik hukum, bagaimana kemudian relasi kekuasaan dengan hukum tanpa mengkesampingkan isu-isu hukum-hukum pidananya,” jelas Denny Indrayana dikutip dari video yang dia unggah di akun X pribadinya, Jumat (14/11/2025)

    Sebab, menurut Denny, tata negara dan politik penegakan hukum adalah perspektif yang harus diletakkan sebagai pondasi dasar pada saat melihat dan menganalisis masalah ijazah Jokowi

    “Karena mantan presiden Jokowi telah menunjukkan bagaimana dia merusak tatanan demokrasi terutama saat masa akhir jabatannya. Cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Kemudian ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadikan Gibran memenuhi syarat sebagai cawapres, yang dimana itu adalah bentuk-bentuk pelanggaran konstitusi. Dan sekarang berlanjut dengan mentersangkakan warga negara yang bersikap kritis terkait dugaan ijazah palsu,” ungkapnya

    “Karena itu saya merasa wajib melakukan langkah advokasi hukum, untuk menegaskan tidak boleh penggunaan kekuasaan menentukan arah penegakan hukum. Terlebih hukum pidana. Hukum yang bisa membuat orang dipenjarakan. Hukum yang bisa membatasi HAM. Dalam konteks itu, penggunaan hukum pidana adalah alat intimidasi yang harus dilawan.”

    “Tidak boleh siapapun, termasuk antan presiden sekalipun, melaporkan orang yang ingin membuka kebenaran dokumen publik dalam hal ini ijazahnya Jokowi kepada khalayak. Justru seharusnya, yang sudah lama kita tunggu, Jokowi harusnya dengan gentlemen menunjukkan ijazahnya,” tandasnya

  • Purbaya Terus Kejar Pengemplang Pajak: Jangan Main-Main Sama Kita

    Purbaya Terus Kejar Pengemplang Pajak: Jangan Main-Main Sama Kita

    GELORA.CO  – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, pemerintah baru berhasil menagih sekitar Rp8 triliun dari ratusan wajib pajak yang mengemplang pajak. Jumlah tersebut masih jauh dari total tunggakan yang mencapai Rp60 triliun.

    Purbaya menjelaskan, lambatnya realisasi penagihan disebabkan sebagian besar wajib pajak memilih mencicil kewajiban mereka.

    “Sampai sekarang baru ter-collet Rp8 triliun. Sebagian besar masih membayar cicilan dan sebagian lagi masih dikejar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    Meski realisasinya masih terbatas, Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tetap menargetkan seluruh tunggakan sebesar Rp60 triliun itu bisa tertagih.

    “Mereka jangan main-main sama kita,” kata Purbaya.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkapkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menargetkan penagihan Rp20 triliun hingga akhir 2025 dari total tagihan Rp60 triliun.

    Sisanya, sekitar Rp40 triliun, akan dilanjutkan proses penagihannya pada tahun mendatang.

    Namun, Bimo mengakui proses tersebut tidak seluruhnya mudah. Banyak wajib pajak yang mengalami tekanan likuiditas sehingga meminta skema restrukturisasi diperpanjang.

    “Target akhir tahun dari yang 200 pengemplang (pajak) ini masih diproses, tapi hasil dari Rapimnas itu sekitar Rp20 triliun, karena ada beberapa yang kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utangnya diperpanjang,” katanya

  • Menkeu Purbaya akan Terbang ke China: Jangan Sampai Kita Rugi

    Menkeu Purbaya akan Terbang ke China: Jangan Sampai Kita Rugi

    GELORA.CO -Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dirinya akan mengawal langsung proses pembahasan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh di China.

    Menurut Purbaya, ia ingin memastikan keputusan akhir terkait pembiayaan kereta tidak merugikan negara.

    “Makanya saya bilang kalau nanti mereka diskusi di sana saya ikut, saya mau lihat. Jangan sampai saya rugi-rugi amat,” katanya dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat, 14 November 2025.

    Lebih lanjut Purbaya mengatakan bahwa pembahasan masih berjalan dan belum ada kesimpulan akhir. Namun, ia menegaskan akan mengikuti arahan langsung dari presiden.

    “Itu kan ada kebijakan pemimpin di atas ya dan lain-lain, ini belum diputuskan juga, tapi kita akan cenderung bayar jalannya, infrastrukturnya kan, rolling stocknya bukan kita yang itung, mereka yang nanggung,” jelasnya.

    Sebelumnya Chief Operating Officer (COO) Danantara Donny Oskaria menyebut bahwa Danantara akan berperan sebagai pihak yang mengelola operasional dari Whoosh. Sementara pemerintah berperan sebagai pengelola dan penyedia infrastruktur. 

    Menurut COO Danantara sekaligus Kepala BP BUMN itu pemetaan tersebut telah ditegaskan oleh Presiden Prabowo Subianto belum lama ini.

    “Nah ini juga solusi terbaik tentunya mana yang porsinya Danantara tentu akan dilakukan oleh Danantara, terutama sekali berkaitan operasional dengan Whoosh. Dan juga ada porsinya pemerintah yang berkaitan dengan infrastruktur,” ujarnya di Kantor Kemenko Pangan, Selasa 11 November 2025.

  • MK Ubah Aturan Era Jokowi soal HGU Tanah di IKN, Cukong Tak Lagi Bisa Kuasai Lahan selama 190 Tahun

    MK Ubah Aturan Era Jokowi soal HGU Tanah di IKN, Cukong Tak Lagi Bisa Kuasai Lahan selama 190 Tahun

    GELORA.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan untuk meninjau aturan kepemilikan tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang telah ditetapkan di masa Presiden Joko Widodo

    Seperti diketahui, saat proses pembangunan IKN beberapa waktu lalu, Jokowi ‘mengobral’ tanah di sana kepada cukong atau pemilik modal.

    Jokowi menetapkan masa Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai kepada investor dalam jangka waktu yang sangat lama

    Hal tersebut sempat menuai kritik keras dari sejumlah tokoh dan masyarakat

    Meski demikian, pemerintah saat itu tetap mengesahkan aturan kontroversil tersebut.

    Aturan tersebut kini berubah setelah hakim Mahkamah Konstitusi mengetuk palu

    Hal tersebut diputuskan MK melalui putusan perkara 185/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Keta MK Suhartoyo. Pemohon perkara ini adalah seorang warga asli Suku Dayak, Stepanus Febyan Barbaro. 

    Ia menguji konstitusionalitas norma Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3), Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN).

    Dalam aturan tersebut, HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun dan dapat diperpanjang pada siklus pertama 95 tahun.

    Hal itu juga berlaku bagi HGB dan Hak Pakai yang punya jangka waktu dan perpanjangan siklus paling lama 80 tahun.

    Setelah putusan MK, HGU hanya dapat diberikan paling lama lama 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun.

    Total maksimal 95 tahun, selama memenuhi kriteria dan evaluasi.

    Untuk HGB diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun. Total maksimal 80 tahun, dengan evaluasi.

    Sementara, Hak Pakai diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun. Total maksimal 80 tahun, dengan evaluasi.

    Bagi MK penting mewujudkan keharmonisan antara norma pasal dengan penjelasannya dan antar peraturan perundang-undangan.

    Menurut MK, norma Pasal 16A ayat 1 UU 21/2023 memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT. 

    Pasal itu menyebut jangka waktu hak atas tanah (HAT) “melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua” dinilai tidak sejalan dengan aturan pertanahan dan UU 25/2007 tentang Penanaman Modal.

    Dengan kata lain, MK menilai aturan HAT di IKN ini tidak konsisten dengan hukum nasional dan tidak menciptakan kepastian hukum.

    MK paham dengan adanya aturan ini bisa menarik investor untuk berinvestasi di IKN. 

    Namun menurut mahkamah, cara menarik investor bukan dengan memberi hak istimewa di IKN, tapi dengan menciptakan kepastian hukum, penegakan hukum adil, birokrasi sederhana, dan biaya ekonomi rendah.

    Hakim Guntur Hamzah menegaskan tujuan untuk menarik investor adalah hal yang bertentangan dengan prinsip konstitusi dalam hal ini hak menguasai negara.

    “Sehingga melemahkan negara dalam menjalankan kedaulatan negara,” tuturnya

  • KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    GELORA.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Aksi yang menampilkan wayang dan penggunaan sejumlah topeng itu merupakan bentuk sindiran terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak berani memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumut.

    “Kita menuntut KPK untuk memeriksa Bobi dalam perkara korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot,” kata Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, kepada awak media di lokasi.

    Zararah mengingatkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, melalui Ketua Majelis Khamozaro Waruwu, pernah memerintahkan Jaksa Penuntut KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam sidang terdakwa pemberi suap, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang.

    Menurut Zararah, dasar hukum pemeriksaan Bobby sudah jelas. Namun KPK dinilai terus menunda dan tidak menepati janji yang sebelumnya disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.

    “Dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada 30 September juga menyatakan bahwasanya apabila ada perintah dari pengadilan, maka KPK akan memeriksa Bobi Nasution begitu, karena ada dasar hukumnya,” ucapnya.

    Zararah bahkan menyebut KPK terkesan takut memeriksa menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Ia merujuk pemberitaan media yang menyatakan adanya usulan internal penyidik untuk memeriksa Bobby, namun tidak ditindaklanjuti kasatgas penyidikan kasus tersebut.

    “Bahkan yang kami tahu penyidik KPK sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah.

    Dalam aksi tersebut, para peserta duduk di halaman yang dipagari kawat berduri sambil memainkan wayang-wayang kertas berbentuk berbagai tokoh. Mereka juga membawa properti bambu dan sejumlah poster bernada sindiran.

    Di belakang peserta aksi terbentang spanduk besar berwarna oranye bertuliskan “Kalau KPK Masih Independen Periksa Bobby Sekarang!” Puluhan poster senada juga diletakkan di lantai, antara lain bertuliskan “Periksa Bobby” “KPK Takut Sama Siapa?” hingga “KPK Cupu Karena Cepu.”

    Beberapa peserta aksi tampak menggunakan topeng bergambar wajah Jokowi, Bobby, dan Kahiyang Ayu. Aksi teatrikal ini menjadi simbol kritik keras terhadap KPK yang dinilai enggan memeriksa Bobby dalam kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumut.

    Eks Kadis PUPR Sumut Segera Disidang

    Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting (TOP), yang disebut dekat dengan Gubernur Bobby Nasution, akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

    Dua pejabat lain turut menjadi terdakwa, yakni Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut.

    Ketiganya didakwa terkait penerimaan suap proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melimpahkan berkas perkara dan para terdakwa ke Pengadilan Tipikor Medan.

    “Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara ke PN Tipikor Medan a.n. Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli, dan Heliyanto,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi mengatakan, masyarakat diminta menunggu jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU.

    “Sidang bersifat terbuka. KPK mengajak masyarakat untuk turut mengikuti jalannya persidangan sebagai salah satu bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

    Sementara itu, pihak pemberi suap telah lebih dulu disidangkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, serta Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Keduanya didakwa memberikan suap sebesar Rp4,5 miliar kepada sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting. Akhirun dituntut 3 tahun penjara, sedangkan Rayhan dituntut 2 tahun 6 bulan.

    Pada hari yang sama, keduanya membacakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa. Budi menyebut para terdakwa memberikan apresiasi atas pembuktian jaksa selama persidangan.

    “Pada hari ini juga, telah selesai agenda pledoi dari terdakwa Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan yang pada intinya mereka salut atas pembuktian dari Tim JPU KPK selama persidangan,” kata Budi.

    Kasus suap ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Sumut pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

    Namun hingga kini, langkah JPU KPK untuk menghadirkan Gubernur Sumut, Bobby Nasution (BN), sebagai saksi dalam sidang kasus suap tersebut masih belum jelas.

    Ketua Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Khamozaro Waruwu, sempat memerintahkan jaksa agar menghadirkan Bobby di persidangan terdakwa Akhirun. Tidak lama setelah perintah itu, rumah Khamozaro dilaporkan mengalami kebakaran dan memicu dugaan teror.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemanggilan Bobby masih menunggu laporan jaksa kepada pimpinan KPK.

    “Kami tambahkan kembali terkait dengan tadi pertanyaan bagaimana saudara BN. Seperti sudah disampaikan oleh Pak Ketua, kita juga sama sedang menunggu itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/11/2025).

    Asep menjelaskan laporan jaksa baru akan disampaikan setelah sidang perkara dengan terdakwa pemberi suap, Muhammad Akhirun Piliang (KIR), diputuskan. Pemanggilan Bobby kemungkinan dilakukan pada sidang lain yang masih berkaitan dengan perkara suap yang menjerat Topan Obaja Ginting.

    “Ini kan belum putusannya. Putusannya seperti apa, setelah persidangan baru dilaporkan. Kita tunggu ya, sama-sama,” ujar Asep.

  • Maha Menteri Tedjowulan Merasa Dijebak Restui Mangkubumi Jadi Calon Raja

    Maha Menteri Tedjowulan Merasa Dijebak Restui Mangkubumi Jadi Calon Raja

    GELORA.CO – Maha Menteri Keraton Solo, KGPA Tedjowulan membuat pengakuan mengejutkan terkait penobatan KGPH Hangabehi atau Mangkubumi menjadi Pangeran Pati atau calon raja pada Kamis, 13 November 2025.

    Raja ad interim Keraton Surakarta itu mengaku dirinya dijebak untuk merestui penobatan KGPH Hangabehi menjadi calon penerus PB XIII yang telah mangkat.

    Penobatan Mangkubumi sebagai calon raja digelar usai rapat yang dihadiri keluarga besar Keraton Surakarta, termasuk Tedjowulan, di Sasana Handrawina.

    Awalnya, Tedjowulan mengakui berinisitif menggelar rapat tersebut. Namun, dia mengaku tak mengetahui penobatan Mangkubumi akan digelar dalam rapat tersebut.

    “Saya mboten nate (tidak pernah) diajak rembukan pengukuhan dan sebagainya,” ungkap Tedjowulan kepada awak media di Sasana Purnama, pada Kamis 13 November 2025 malam.

    Dia mengatakan, awalnya rapat digelar agar semua pihak menahan diri selama masa berkabung wafatnya PB XIII.

    Menurut Tedjowulan, dirinya hanya mau mengarahkan agar tak tergesa-gesa membahas suksesi di Keraton Solo.

    “Kan sudah sampaikan dari awal, 40 hari lah minimal (bahas suksesi),” ucapnya.

    Namun, kata Tedjowulan, peserta rapat mendadak meminta dirinya menjadi saksi penobatan Mangkubumi menjadi Pangeran Pati.

    “Saya tahu-tahu dimintai untuk jadi nyekseni (menjadi saksi) proses tadi,” katanya.

    “Ada pengikraran, penobatan menjadikan Hangabehi atau Mangkubumi jadi pewaris Pakubuwana XIII sebagai Pangeran Pati,” imbuhnya.

    Lagi-lagi, Tedjowulan mengaku tidak tahu agenda tambahan tersebut. Dia pun mengaku merasa dijebak untuk merestui penobatan Mangkubumi sebagai pewaris takhta.

    “Kalau bahasa Inggrisnya di-fait accompli mungkin,” ucapnya.

    Tedjowulan pun mengaku tak punya banyak pilihan lantaran sudah diminta di depan banyak orang.

    Bahkan, adik PB XIII itu mengaku terpaksa merestui Hangabehi saat sungkem di depan kakinya.

    “Yo, saya ini kan wong tuwek (orang tua) disungkemi, disuwuni pangestu (diminta restu), ya sudah saya pengestoni (restui) saja,” kata Tedjo.

    “Tapi prinsipnya saya nggak ngerti ada tambahan acara itu,” tandasnya.

    Tedjowulan Minta Semua Pihak Tahan Diri

    Sebelumnya, terkait munculnya nama penerus Pakubuwono XIII, yaitu KGPAA Hamangkunegoro, Tedjowulan meminta semua pihak menahan diri.

    Hal itu demi menjaga kerukunan keluarga besar Keraton Surakarta.

    “Walau sudah ada yang menyebutkan nama, kami belum menetapkan siapa yang akan menjadi raja Keraton Surakarta berikutnya,” kata Tedjowulan.

    Ia berjanji segera mengumpulkan para putradalem atau anak dari Pakubuwono XIII.

    Sebagai informasi, Tedjowulan merupakan adik dari Pakubuwono XIII, tetapi beda ibu.

    “Saya akan mengumpulkan semua saudara-saudara kandung Pakubuwono XIII, sekaligus merangkul putradalem untuk menyatukan pandangan tentang masa depan Keraton Surakarta,” ucapnya.***

  • Tak Perlu Tiga Kali, Keburu Wafat

    Tak Perlu Tiga Kali, Keburu Wafat

    GELORA.CO – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang menyiapkan perubahan besar pada sistem rujukan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

    Reformasi ini bertujuan mempercepat akses pasien terhadap pelayanan medis yang lebih tepat dan efisien, terutama bagi kasus yang memerlukan penanganan segera.

    Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menjelaskan, sistem rujukan berjenjang yang berlaku saat ini sering kali menimbulkan pemborosan biaya serta memperlambat proses perawatan pasien.

    Kondisi ini, kata dia, menjadi kendala utama dalam penanganan kasus medis tertentu yang memerlukan tenaga ahli atau fasilitas khusus.

    “Kami akan ubah rujukannya berbasis kompetensi, supaya menghemat BPJS juga,” ujar Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (13-11-2025), dikutip dari Antara.

    Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

    Rujukan Berlapis

    Budi mencontohkan, pasien yang mengalami serangan jantung kerap harus melalui jalur rujukan berlapis, dari puskesmas, kemudian ke rumah sakit tipe C, berlanjut ke tipe B, sebelum akhirnya ditangani di rumah sakit tipe A yang memiliki kemampuan menangani kasus tersebut.

    “Padahal, yang bisa menangani sudah jelas rumah sakit tipe A. Tipe C dan B tidak mungkin bisa tangani. Jadi, seharusnya BPJS tidak perlu keluar uang tiga kali. Cukup sekali saja, langsung dirujuk ke yang paling atas,” jelasnya.

    Melalui sistem baru yang berbasis kompetensi rumah sakit, pasien akan langsung dikirim ke fasilitas yang memiliki kemampuan dan sarana sesuai hasil pemeriksaan awal.

    Potensi Kematian Akibat Proses Berbelit

    Budi menilai langkah ini lebih manusiawi sekaligus efisien secara pembiayaan.

    “Masyarakat juga pasti lebih senang. Tidak perlu dirujuk tiga kali, keburu wafat nanti. Lebih baik langsung dibawa ke tempat yang bisa menangani sesuai anamnesa awalnya,” tutur Budi.

    Pendekatan tersebut diharapkan dapat memangkas waktu tunggu dan meningkatkan kecepatan penanganan medis, terutama untuk pasien dengan kondisi kritis.

    Selain mengurangi risiko komplikasi akibat keterlambatan, kebijakan ini juga dinilai akan membuat penggunaan dana BPJS Kesehatan lebih efektif dan tepat sasaran.

  • Langgar Konstitusi, MK Batalkan Kebijakan Jokowi HGU IKN 190 Tahun

    Langgar Konstitusi, MK Batalkan Kebijakan Jokowi HGU IKN 190 Tahun

    GELORA.CO – MAHKAMAH Konstitusi membatalkan ketentuan dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) yang mengatur masa Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah IKN bisa mencapai hingga 190 tahun. Putusan tersebut tertuang dalam perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang menguji Pasal 16A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.

    Dalam sidang pleno yang berlangsung pada Kamis, 13 November 2025, MK mengabulkan sebagian permohonan. Permohonan uji materi ini diajukan oleh dua warga asli Dayak dari Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur—wilayah yang menjadi lokasi pembangunan IKN Nusantara.

    Mereka menilai kebijakan pemberian HGU hingga 190 tahun berpotensi merugikan masyarakat lokal yang telah memiliki hak atas tanah secara turun-temurun. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo dikutip dari tayangan siaran langsung, Kamis, 14 November 2025.

    Sebelumnya, Pasal 16A UU IKN mengatur bahwa hak atas tanah di wilayah IKN dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama, dan dapat diperpanjang untuk siklus kedua selama 95 tahun lagi. Dengan demikian, total masa penguasaan tanah bisa mencapai 190 tahun, selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi.

    Namun MK menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena memberikan rentang waktu penguasaan tanah yang terlalu panjang dan berpotensi mengurangi kendali negara atas tanah di wilayah IKN. “Peraturan yang bersifat khusus, terlebih di bawah konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara, sehingga tidak melemahkan kedaulatan negara,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membaca putusan.

    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan, pemberian HGU di IKN tidak boleh melampaui batas waktu yang wajar. “Batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi. Oleh karena itu, dalil para pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 adalah beralasan menurut hukum,” ujarnya.

    Dalam pertimbangannya, MK juga menyatakan bahwa pemberian HGU superpanjang di IKN berpotensi menciptakan diskriminasi terhadap investasi di daerah lain, karena tidak semua wilayah di Indonesia mendapatkan perlakuan serupa.

    Sebagai gantinya, MK menetapkan bahwa pemberian hak atas tanah di IKN harus mengikuti batas waktu yang sama dengan ketentuan umum yang berlaku nasional, yaitu: Hak Guna Usaha (HGU): diberikan paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun; Hak Guna Bangunan (HGB): diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun; Hak Pakai: diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun.

    Semua skema tersebut harus dilakukan berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi berjenjang. Selain itu, MK juga membatalkan penjelasan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK juga mengacu kepada putusan sebelumnya yakni Putusan Nomor 21-22/PUU-V/2007, yang menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah dengan mekanisme perpanjangan di muka bertentangan dengan Pasal 33 UUD.

  • Silakan Adu Data & Fakta

    Silakan Adu Data & Fakta

    GELORA.CO  – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning, menyatakan siap menghadapi laporan polisi yang dilayangkan Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) terkait ucapannya yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai “pembunuh jutaan rakyat”. 

    Ucapan itu disampaikan Ribka di tengah menguatnya usulan untuk menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    Ribka, yang akrab disapa Mbak Ning, menjelaskan bahwa dalam negara demokrasi, semua orang bebas berpendapat. 

    Perbedaan pandangan, menurut dia, tidak semestinya merusak prinsip-prinsip demokrasi yang telah disepakati bersama.

    Ribka juga mengingatkan bahwa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, secara resmi telah mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di berbagai daerah.

     

    “Presiden Jokowi atas nama negara secara resmi telah mengakui dan menyesali atas 12 pelanggaran HAM berat dari Aceh sampai Papua,” kata Ribka dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).

    Ia menuturkan, perbedaan pandangan merupakan hal wajar. Bahkan, menurut dia, pandangan Jokowi mengenai pelanggaran HAM bisa berbeda dengan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    “Pendapat Anda boleh berbeda dengan saya. Pandangan Presiden Jokowi tentang pelanggaran HAM berat saja bisa berbeda dengan Presiden Prabowo yang mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional,” ucap Mbak Ning.

    Oleh karena itu, Ribka Tjiptaning mengajak publik untuk berdiskusi secara sehat dan berbasis fakta.

    “Silakan adu data dan fakta, agar bangsa ini cerdas,” tegasnya. 

    Diketahui, pelaporan itu dilayangkan oleh ARAH ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Rabu (12/11/2025).

    ARAH adalah sebuah kelompok masyarakat yang mengidentifikasi dirinya sebagai “aliansi rakyat” yang menolak penyebaran informasi palsu atau menyesatkan (hoaks) di ruang publik. 

    “Kami datang ke sini membuat laporan polisi terkait pernyataan salah satu politisi dari PDIP yaitu Ribka Tjiptaning yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh jutaan rakyat,” kata Koordinator ARAH, Iqbal, saat wawancara di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta.

    Pelapor membawa sejumlah bukti dari media atas pernyataan terlapor yang dinilai menyesatkan.

    Tak cuma itu, Iqbal menilai pernyataan Ribka mengandung ujaran kebencian serta penyebaran berita bohong. 

    Menurut Iqbal, pernyataan itu tidak berdasar sebab tidak terdapat putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto melakukan pembunuhan terhadap jutaan rakyat.

    “Apakah ada putusan hukum atau putusan pengadilan yang menetapkan bahwa almarhum Presiden Soeharto melakukan pembunuhan terhadap jutaan masyarakat?” jelasnya. 

    Pihak pelapor melaporkan kasus ini ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Adapun laporan ini tidak mengatasnamakan nama keluarga Cendana, namun inisiatif pelapor untuk menjaga ruang publik dari penyebaran informasi tidak benar.

  • Rujukan Berjenjang BPJS Tidak Masuk Akal dan Merugikan Pasien

    Rujukan Berjenjang BPJS Tidak Masuk Akal dan Merugikan Pasien

    GELORA.CO -Sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan sudah tidak layak dipertahankan. Mekanisme tersebut bukan hanya tidak efisien, tetapi juga merugikan pasien karena memperlambat akses terhadap layanan medis yang tepat.

    Ketua Umum Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia, Agung Nugroho mengatakan, pola rujukan bertingkat telah menjadi keluhan umum masyarakat. Pasien yang datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) harus melewati sejumlah rumah sakit sebelum akhirnya tiba di fasilitas yang mampu menangani penyakitnya.

    “Pasien dari FKTP harus ke RS tipe D atau C dulu, lalu pindah ke tipe B, dan baru ke tipe A. Ini bertele-tele dan membuang waktu. Padahal dari awal dokter FKTP sudah tahu pasien butuh rumah sakit tipe apa,” ujar Agung dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.

    Menurut Agung, praktik tersebut menunjukkan bahwa sistem rujukan yang berlaku lebih menekankan prosedur administratif daripada kepentingan keselamatan pasien. Ia menilai banyak kasus pasien yang tertunda penanganannya karena harus berpindah-pindah rumah sakit hanya untuk memenuhi aturan birokratis.

    “Rujukan berjenjang membuat pasien dipingpong. Pemeriksaan diulang, antrean diulang, biaya naik, dan risiko memburuknya kondisi pasien semakin besar,” tegasnya.

    Agung mendorong pemerintah dan BPJS Kesehatan segera menerapkan rujukan berbasis kompetensi. Dengan sistem ini, dokter FKTP dapat langsung merujuk pasien ke rumah sakit yang memiliki kemampuan sesuai kebutuhan medis, tanpa harus melalui tahapan bertingkat.

    “Kalau butuh tipe A, ya langsung saja ke tipe A. Jangan dipersulit. Negara tidak boleh menyusahkan orang yang sedang sakit,” katanya.

    Ia juga menyoroti aspek pembiayaan. Menurutnya, perpindahan pasien antarlevel rumah sakit justru menambah beban biaya BPJS secara keseluruhan karena banyak tindakan medis dan administrasi yang dilakukan berulang.

    Agung menekankan bahwa perbaikan sistem rujukan harus menjadi prioritas pemerintah jika ingin meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional. “Rujukan berjenjang ini sudah tidak masuk akal. Saatnya pemerintah melakukan koreksi total. Ini menyangkut nyawa masyarakat,” ujar Agung.

    Hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan waktu implementasi perubahan sistem rujukan. Namun desakan dari berbagai kalangan, termasuk organisasi kesehatan masyarakat, terus menguat seiring meningkatnya keluhan terhadap kompleksitas layanan BPJS.