Category: Gelora.co Nasional

  • Dosen, Dokter, Guru Cuma Lulusan TK Ya Nggak Masalah

    Dosen, Dokter, Guru Cuma Lulusan TK Ya Nggak Masalah

    GELORA.CO  – Pengamat politik Rocky Gerung mengkritisi syarat minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang hanya minimal ijazah SMA. Kritik itu disampaikan Rocky Gerung dalam akun media sosial Instagram.

    “Capres Cawapres minimal SMA dengan alasan membatasi hak orang untuk bekerja?,” kata Rocky Gerung, dikutip dari akun media sosial Instagram, Jumat (10/10).

    Rocky membandingkan syarat khusus bagi profesi lain dengan minimal ijazah S1 seperti guru dan dokter. Bahkan, dosen di semua universitas dan sekolah tinggi wajib minimal ijazah S2.

    “Guru minimal S1, dokter minimal S1, dosen minimal S2,” ungkap Rocky.

    Rocky secara tegas menyatakan, seharusnya pemerintah juga tidak membatasi profesi lain dengan syarat minimal pendidikan ijazah S1 dan S2. Ia menyesalkan, masyarakat justru dibatasi untuk memeroleh hak pekerjaan.

    “Tau gitu hapus aja semua syarat pendidikan di semua jenis dan lowongan pekerjaan. Jd dosen, dokter, guru cuma lulusan TK ya nggak masalah, daripada membatasi hak orang kan ya,” pungkasnya.

    Syarat minimal pendidikan Capres-Cawapres ijazah S1 sempat ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025, pada Selasa (17/6). Putusan itu menolak pengujian materiil terhadap Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

    Permohonan diajukan oleh Hanter Oriko Siregar dan Horison Sibarani. Para Pemohon meminta agar syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden dinaikkan dari minimal tamat pendidikan menengah (SMA atau sederajat) menjadi minimal sarjana strata satu (S-1).

    “Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya

  • Oligarkokrasi: Demokrasi Para Bandit

    Oligarkokrasi: Demokrasi Para Bandit

    OLEH: FIRMAN TENDRY MASENGI

       

    INDONESIA hari ini bukan lagi republik yang hidup dari cita-cita, melainkan pasar gelap kekuasaan tempat demokrasi dijual secara eceran dan hukum dilelang kepada penawar tertinggi. Kita masih menulis “negara hukum” dalam setiap pidato pejabat dan prasasti undang-undang, tapi itu hanya mantra kosong dari agama politik yang sudah kehilangan Tuhan-nya.

    Hukum tidak lagi menjadi lex suprema bagi keadilan, melainkan menjadi alat tawar-menawar bagi kuasa yang tumbuh di atas meja transaksi. Negeri ini bukan lagi republik, melainkan pasar loak moral, tempat hukum, suara rakyat, dan keadilan dinegosiasikan seperti barang bekas.

    Inilah masa ketika republik menjelma menjadi oligarkokrasi — perkawinan sesat antara kerakusan oligarki dan ritual demokrasi. Sebuah sistem busuk yang tetap memakai pakaian rakyat, tapi di dalamnya menyimpan perut para bandit.

    Oligarki Topeng Demokrasi

    Aristoteles pernah menulis bahwa oligarki adalah bentuk penyimpangan dari aristokrasi — kekuasaan yang seharusnya dijalankan oleh yang bijak, tapi justru dikuasai oleh yang berduit. Namun di Indonesia, penyimpangan itu sudah menjadi norma.

    Kita hidup dalam demokrasi kosmetik, di mana rakyat hanya menjadi figuran di panggung teater politik yang disutradarai oleh pemodal dan disiarkan oleh media yang sudah dibeli.

    Para politisi bicara soal “suara rakyat”, tapi yang mereka dengarkan hanyalah bisikan rekening donatur dan aroma proyek di koridor kekuasaan.

    Partai politik telah berubah menjadi korporasi politik, tempat loyalitas ditentukan bukan oleh ideologi, tapi oleh saldo. Mereka menukar idealisme dengan logistik, mengganti prinsip dengan proposal, dan menjual kedaulatan rakyat kepada sponsor.

    Dari rahim inilah lahir undang-undang cacat logika, regulasi yang memihak korporasi, serta kebijakan yang disusun bukan di parlemen, melainkan di ruang rapat direksi.

    Demokrasi kehilangan rasa malunya. Ia tidak lagi berbicara tentang keadilan, melainkan tentang harga untuk menunda kebangkrutan moral bangsa.

    Hukum: Pelacur Kekuasaan

    Dalam republik para bandit, hukum tidak lagi menjadi penjaga keadilan. Ia menjadi pelacur kekuasaan yang berganti wajah sesuai pesanan. Motto kuno salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi) telah diganti diam-diam menjadi lex mercatoria potentiae — hukum milik pasar kekuasaan.

    Penegakan hukum berjalan bukan atas dasar kebenaran, melainkan siapa yang paling mampu membeli kesalahan.

    Lembaga-lembaga hukum kita, dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah, banyak yang berubah menjadi buruh politik berkerah toga. Mereka bekerja bukan untuk menegakkan kebenaran, melainkan untuk mempercantik kebohongan dengan tinta legalitas. 

    Kasus besar dikebiri, koruptor disucikan, pelanggar HAM diberi panggung, dan kebenaran dibunuh secara administratif.

    Seperti dikatakan Achille Mbembe, inilah bentuk mutakhir dari necropolitics — kekuasaan yang menentukan siapa yang boleh hidup dalam hukum, dan siapa yang boleh dikubur di luar keadilan.

    Politik: Industri Kejahatan yang Dilegalkan

    Politik dalam sistem oligarkokrasi bukan lagi jalan pengabdian, melainkan industri kejahatan yang dilegalkan. Dari pembiayaan partai, jual beli tiket pencalonan, hingga proyek infrastruktur yang dikorupsi secara berjamaah — semuanya berputar dengan logika kapital. 

    Politik tidak lagi dipahami sebagai perjuangan ideologi, tapi sebagai bisnis dengan dividen kekuasaan dan return on investment.

    Hannah Arendt benar: “Revolusioner paling radikal sekalipun akan menjadi konservatif sehari setelah revolusinya berhasil.” 

    Para mantan reformis kini duduk di singgasana, menatap rakyat seperti statistik, dan menjadikan demokrasi sebagai merek dagang.

    Reformasi yang dulu berjanji membebaskan, kini menjadi merek politik yang digunakan untuk menjual ketakutan baru.

    Republik yang  Hilang Akal Sehat

    Ketika oligarki bertakhta di dalam demokrasi, republik kehilangan arah dan akal sehatnya. Institusi publik berubah menjadi mesin birokrasi tanpa hati, media menjadi corong penguasa, dan kampus menjadi ladang kompromi intelektual.

    Rakyat yang kritis dilabeli subversif, mahasiswa yang bersuara dikriminalisasi, dan pengacara yang jujur dikorbankan. Inilah republik yang membungkam nurani atas nama stabilitas.

    Satjipto Rahardjo pernah mengingatkan bahwa hukum seharusnya mengabdi kepada manusia. Tapi dalam oligarkokrasi, hukum mengabdi kepada tuan-tuan dengan jas mahal dan senyum palsu.

    Rule of law telah berubah menjadi rule by law — hukum digunakan bukan untuk mengontrol kekuasaan, melainkan untuk mengukuhkannya.

    Paradoks Masa Depan: Republik Tanpa Rakyat

    Jika keadaan ini dibiarkan, maka kita akan menyaksikan republik tanpa rakyat — negara tanpa warga, hukum tanpa keadilan, dan demokrasi tanpa jiwa. Pemilu menjadi ritual lima tahunan yang lebih mirip pesta syirik politik, tempat rakyat berdoa kepada berhala baru bernama elektabilitas.

    Negeri ini akan hidup dalam darurat moral permanen, di mana korupsi dianggap pintar, ketidakadilan dianggap realistis, dan kebohongan dianggap strategi.

    Indonesia akan terperangkap dalam fase post-democracy — demokrasi yang hidup hanya di konstitusi, tetapi mati di kenyataan. Sebuah republik yang berfungsi layaknya teater boneka, dengan aktor politik yang tertawa di depan kamera sementara tangan mereka mencuri di balik layar.

    Renaissance Politik dan Keberanian Sipil

    Mungkin belum terlambat. Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menolak tunduk.

    Bangsa ini memerlukan renaissance politik — kebangkitan moral dan intelektual yang tidak lagi takut kepada kekuasaan.

    Politik harus direbut kembali dari tangan para bandit dan dikembalikan kepada rakyat yang lapar akan keadilan. Hukum harus berhenti menjadi perisai oligarki dan kembali menjadi ratio legis, bukan ratio bisnis. Negara harus berhenti menjadi pabrik kompromi; ia harus menjadi benteng keadilan sosial sebagaimana diperintahkan Pembukaan UUD 1945.

    Negara Tanpa Malu

    Jika oligarkokrasi adalah penyakit, maka kemarahan rakyat adalah penawarnya.

    Demokrasi tidak akan sembuh dari atas, karena puncak sudah busuk; ia hanya bisa disembuhkan dari bawah — dari suara rakyat yang menolak menjadi penonton.

    Negara ini harus kembali beradab, atau ia akan lenyap sebagai catatan kaki sejarah yang memalukan. 

    Negara tidak akan runtuh karena invasi, tapi karena kehilangan malu dan kehilangan makna.

    Karena ketika bandit menjadi negarawan, dan rakyat dipaksa diam, maka demokrasi telah resmi mati — diselenggarakan oleh mereka yang mengaku menyelamatkannya. 

    (Penulis adalah Advokat dan aktivis 98)

  • Siapa Diana Murni Payapo? Pendukung Jokowi Ajak Demo Pakai BH dan Celana Dalam

    Siapa Diana Murni Payapo? Pendukung Jokowi Ajak Demo Pakai BH dan Celana Dalam

    GELORA.CO – Ajakan demonstrasi hanya mengenakan baju dalam dari seorang pendukung mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Diana Murni Payapo, ramai jadi perbincangan.

    Diana mengancam akan mengajak ratusan perempuan berdemo mengenakan pakaian dalam jika Mabes Polri tak kunjung menyelesaikan kasus dugaan ijazah palsu ayah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu.

    “Jadi, kalau bisa Mabes Polri cepat menyelesaikan ini, kalau tidak saya organisasi perempuan, kita lima ratus perempuan berencana akan turun memakai BH (Breast Holder) dan celana dalam untuk Mabes Polri. Kita marah karena Pak Jokowi tiap hari di-bully,” kata Diana, dikutip dari akun Instagram @kata_hati165, Minggu (5/10/2025).

    Dalam sebuah konferensi pers, Diana mengaku ajakannya itu hanya spontanitas untuk menarik perhatian publik.

    Ia mengaku kesal terhadap Roy Suryo cs karena tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ijazah palsu Jokowi.

    Padahal, kata dia, Roy Suryo cs sudah dilaporkan Jokowi atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah pada April 2025.

    Baca juga:  Viral Soal Demo Pakai Dalaman, Emak-emak Pendukung Jokowi: Spontanitas Saya, Biar Dapat Perhatian

    “Kemarin itu, spontanitas atas sakit hati kita yang kesal, karena polisi sampai saat ini belum menetapkan status hukum terhadap Roy Suryo cs.”

    “Padahal kan sudah tingkat penyidikan, biasanya itu kan cepat status hukumnya, tapi ini kok lambat sekali,” kata Diana kepada awak media pada Rabu (8/10/2025), dikutip dari tayangan KompasTV.

    “Maksudnya, saya membuat kalimat itu supaya jadi perhatian, saya buat jebakan.”

    “Tujuan saya untuk menjebak orang dengan bahasa supaya ada perhatian. Buktinya, jadi perhatian dengan kalimat ini,” imbuh dia.

    Siapa Diana Murni Payapo?

    Diana Murni Payapo atau Diana diketahui menjabat sebagai Ketua Persatuan Perempuan Peduli Pancasila (P4).

    Dikutip dari akun X resminya, dituliskan P4 didirikan pada 2 Agustus 2019.

    Selama pandemi Covid-19, P4 kerap menggelar acara untuk kaum perempuan.

    Contohnya, saat menjelang HUT RI 17 Agustus 2020, P4 menggelar lomba kebaya bermasker di Sekretariat P4, Jalan Otista 1A, Jatinegara, Jakarta Timur.

    “Tujuan acara ini untuk menyongsong HUT RI pada 17 Agustus sekaligus HUT P4 pada tanggal 2 Aguatus. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mensosialisasikan apa yang dianjurkan pemerintah seperti menggunakan masker dalam pandemi,” jelas Diana, Sabtu (18/7/2020), dilansir TribunJakarta.com.

    P4 juga pernah mengadakan lomba memancing saat Hari Ibu pada Desember 2020, di Jakarta Timur.

    Karena digelar dalam rangka Hari Ibu, lomba tersebut diikuti oleh ibu-ibu sembari mengenakan kebaya.

    Saat pemerintah mewajibkan vaksin Covid-19 di tengah pandemi, P4 termasuk salah satu organisasi yang mendukung.

    Seperti ketika muncul hoaks mengenai vaksin Covid-19 Sinovac, P4 gencar mengajak masyarakat untuk tidak termakan isu palsu.

    P4 menegaskan pihaknya mendukung pemerintah soal vaksin Covid-19 untuk memutus penyebaran virus tersebut.

    “Kita berharap kepada perempuan-perempuan di Indonesia untuk tak percaya hoaks. Kita dukung pemerintah dalam program vaksinasi ini,” ujar Diana, Rabu (6/1/2021), masih dari TribunJakarta.com.

    Baca juga:  Pemuda Patriot Nusantara Desak Polri Serius Tangani Kasus Ijazah Jokowi, Minta Segera Ada Tersangka

    “Kami dari P4 mengajak masyarakat untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah termasuk vaksin Sinovac.”

    “Sebab vaksin ini tak jauh berbeda dengan imunisasi seperti Campak yang sewaktu kecil telah diberikan. Mari menghargai upaya pemerintah yang sudah berusaha keras menghadirkan program vaksinasi Covid-19,” jelas dia.

    Sosok Diana juga pernah muncul ketika ramai pencopotan baliho Rizieq Shihab pada November 2020.

    Pencopotan itu dilakukan oleh pihak terkait sebab tak memiliki izin yang kemudian berujung pro dan kontra.

    Terkait hal itu, Diana mengajak perempuan Indonesia untuk tidak terpengaruh polemik pencopotan baliho Rizieq Shihab.

    Dengan melihat karangan bunga berisi ucapan terima kasih di depan Markas Kodam Jaya, Diana mengajak perempuan agar lebih berpikiran terbuka.

    “Kami dari P4, melihat seperti ini (karangan bunga) kami berterima kasih kepada TNI/Polri yang telah bekerja keras  untuk menurunkan baliho baliho.”

    “Tapi, kami juga menghormati Habib Rizieq sebagai sesama umat muslim ya, kalau bisa peran perempuan harus ada dalam situasi seperti ini,” tutur Diana kepada awak media, Selasa (24/11/2020).

    Diana menegaskan agar polemik ini diserahkan kepada pihak terkait dan mengimbau perempuan di tanah air untuk gencar mensosialisasikan protokel kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

    Pasalnya, bila semakin banyak yang terlibat, kata Diana, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan perselisihan yang justru melenceng dari sila ke-3 Pancasila.

    “Masalah ini masuk dalam sila ke-3 tentang Persatuan Indonesia. Sehingga peran perempuan juga sangat penting dalam kondisi saat ini.”

    “Sehingga bagaimana perempuan-perempuan di Indonesia bisa tetap menjaga kedamaian. Kalau bisa tidak seperti itu, berdamai-damai saja. Sebab sekarang ini kan juga situasi Covid-19,” tandasnya.

  • Silfester Matutina Ada di Jakarta

    Silfester Matutina Ada di Jakarta

    GELORA.CO  – Pengacara Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, menegaskan kliennya tidak berada di luar negeri seperti kabar yang beredar. Dia memastikan Silfester masih berada di Jakarta.

    Hal itu disampaikan oleh pengacara Silfester, Lechumanan, saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

    “Intinya ada di Jakarta. Itu dulu saya jelaskan. Intinya ada di Jakarta,” ujar Lechumanan.

    Lechumanan juga mengklaim eksekusi terhadap Silfester oleh kejaksaan tidak dapat dilakukan, menyusul ditolaknya gugatan yang diajukan oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    “Jelas gugatannya ditolak. Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi,” katanya.

    Seperti diketahui, Silfester Matutina sebelumnya terjerat kasus fitnah dan pencemaran nama baik terkait pernyataannya dalam sebuah aksi demonstrasi yang menyinggung nama Jusuf Kalla.

    Dalam proses hukum, Silfester divonis penjara satu tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 Oktober 2018. Dia sempat mengajukan kasasi, tetapi Mahkamah Agung memperberat hukumannya menjadi satu tahun enam bulan.

    Hingga 2025 ini, putusan tersebut belum dieksekusi. Keberadaan Silfester sempat menjadi tanda tanya publik

  • Heryanto Tak Tahan Melihat Tubuh Dina Oktavia, Korban Disetubuhi dalam Kondisi Sekarat

    Heryanto Tak Tahan Melihat Tubuh Dina Oktavia, Korban Disetubuhi dalam Kondisi Sekarat

    GELORA.CO – Polres Karawang menangkap Heryanto (27) yang tega menghabisi Dina Oktavia (21) karyawati minimarket yang jasadnya ditemukan di aliran Sungai Citarum, Desa Curug, Kecamatan Klari, Karawang pada Selasa (7/10/2025).

    Heryanto merupakan rekan kerja korban di sebuah minimarket Rest Area KM 72A.

     Pelaku ditangkap di tempat kerjanya pada Rabu (8/10/2025) malam atau tepatnya sehari setelah korban ditemukan.

    Saat ditangkap, kepada polisi Heryanto berdalih awalnya tak berniat menghabisi korban.

    Dia mengungkap awalnya korban sering curhat soal asmara dengan pacarnya.

    Korban ketika itu putus dan tidak bisa melupakan mantan pacarnya hingga meminta dicarikan ‘orang pintar’ agar bisa melupakan mantan pacarnya.

    “Jauh-jauh hari dia (korban) cerita, ‘Pak, Saya pacaran sama dia tapi udah enggak ada rasa lagi sama saya’. Ya intinya supaya si cowoknya mau lagi, kalo enggak pun pengen diobatin supaya saya lupa, ga ada rasa’. Terus kebetulan saya deket sama orang-orang yang bisa dimintain pertolongan kayak hal mistis. Intinya tertarik si korban,” ujar dia berdasarkan video momen penangkapannya yang diterima pada Kamis (9/10/2025).

    “Saya bilang, ‘Neng ya udah nanti kita jadwalin kapan bisa’. Ketemulah di situ janjian dulu. Saya enggak ada niatan aneh-aneh, niatnya bantu,” tuturnya.

    Ia melanjutkan ceritanya, akhirnya keduanya bertemu di depan sebuah minimarket dekat RS Amira Purwakarta pada Senin (6/10/202) sore. Dari sana, pelaku kemudian mengajak korban ke rumahnya.

    Saat berbincang di rumah, Heryanto mengaku sempat meminjam uang kepada korban sebesar Rp 1,5 juta. Setelah itu, pelaku mengaku muncul niatan membunuh korban karena melihat perhiasan yang dipakai korban.

    “Waktu di rumah itu saya sempat pinjam uang Rp 1,5 juta karena posisinya kan saya gak pegang uang. Dia sempat transfer ke saya. Setelah itu saya mulai kepikiran, rumah lagi sepi, saya khilaf, Pak,” ujar dia.

    Korban, kata dia, dibunuh dengan cara dicekik lantaran tergiur melihat barang berharga yang digunakan korban.

    “Saya cekik dari depan, Pak. Awalnya saya gak niat, tapi faktor ekonomi, saya tergiur sama barang-barang mewah yang (dia) pakai,” sambungnya.

    Tak berhenti di situ, pelaku juga mengakui sudah menyetubuhi korban usai mencekiknya.

    Barang-barang berharga milik korban berupa anting, cincin, kalung, dua HP dan motor juga digasak.

    Usai membunuh dan menyetubuhi korban, pelaku lalu memasukkan korban ke dalam kardus dan membuangnya di Jembatan Merah Bendungan Jatiluhur, Purwakarta.

    Untuk menghilangkan jejak, pelaku membakar tas korban yang berisi data pribadi dan menyembunyikan sepatu serta jaket milik korban.

    Kemudian, barang berharga milik korban sudah ia jual senilai Rp 4 juta. Sementara motor korban disembunyikan di sebuah rumah kosong milik kawannya.

    “Perhiasan, ada anting, kalung, cincin, udah saya jual. Dapat Rp 4 juta. Motor saya umpetin di rumah kosong punya orang,” katanya.

    Saat membuang jasad korban, Heryanto awalnya mengaku melakukannya sendirian menggunakan mobil rental.

    Akan tetapi saat didesak polisi, ia mengaku mengajak kedua temannya. Meski mengklaim kedua temannya itu tidak mengetahui bahwa yang dibuangnya jasad.

    “Saya lebih jujur terus terang ya pak, sebetulnya saya ajak teman saya. Tapi mereka engga tahu pak kalau itu (buang) korban,” beber dia dalam video.

    Pegawai minimarket Dina Oktaviani (21) yang jasadnya ditemukan aliran Sungai Citarum, Desa Curug, Kecamatan Klari, Karawang ternyata dibunuh oleh bosnya sendiri.

    Korban merupakan warga Kecamatan Banyusari, Karawang dan bekerja di minimarket di Rest Area KM 72A ruas tol Cipularang.

    Kasat Reskrim Polres Karawang, AKP Nazal M Fawwaz, mengungkap pelaku berinisial Heriyanto (27) merupakan atasan kerja korban di sebuah minimarket Rest Area KM 72A.

    Korban ditangkap di tempat kerjanya pada Rabu (8/10/2025) pukul 18.00 WIB.

    “Kami bekerja sama dengan Resmob Polda Jabar berhasil amankan pelaku di tempat kerjanya di minimarket Rest Area KM 72A pada Hari Rabu, 8 Oktober sekitar pukul 18.00 WIB,” kata Nazal kepada awak media pada Kamis (9/10/2025).

    Nazal menjelaskan, kasus itu berawal saat korban sebelumnya kerap curhat kepada pelaku soal masalah percintaan. Ketika itu korban meminta dicarikan ‘orang pintar’ agar bisa membuat korban melupakan mantan pacarnya.

    Pelaku lalu menawarkan diri membantu korban.

    Oleh pelaku, korban diminta datang ke kediamannya di Kecamatan Cibatu, Purwakarta pada Senin (6/10) petang.

    “Korban akhirnya berangkat ketika itu ke Purwakarta memakai sepeda motor. Di sana mereka bercerita,” jelasnya.

    Akhirnya selesai bercerita, pelaku mengaku gelap mata karena melihat perhiasan dan barang berharga korban.

    Pelaku langsung melakukan aksinya dengan cara memiting korban dan menyekap korban, sehingga korban habis nafas.

    Tak berhenti di situ, pelaku juga tak bisa menahan nafsunya saat melihat tubuh korban

    Dia pun menyetubuhi korban dalam keadaan sekarat. 

    Barang-barang berharga milik korban berupa anting, cincin, kalung, dua HP dan motor juga diambil.

    Setelah membunuh dan menyetubuhi korban, pelaku lalu memasukkan korban ke dalam kardus dan membuangnya di Jembatan Merah Bendungan Jatiluhur, Purwakarta.

    “Alibi pelaku nekat menghabisi nyawa korban lantaran terdesak kebutuhan ekonomi. Sementara baru itu yang kami dapatkan informasinya,” jelasnya.

    Adapun barang bukti yang diamankan yakni satu unit motor Stylo warna hitam, satu unit mobil Toyota Avanza warna putih dan dua unit handphone.

    Namun mengingat kasusnya terjadi di wilayah Purwakarta, pihaknya saat ini melimpahkan kasus tersebut ke Polres Purwakarta untuk penyelidikan lebih lanjut.

    “Perkaranya dilimpahkan ke Polres Purwakarta untuk diproses lebih lanjut. Mungkin nanti detailnya bisa ditanyakan di Polres Purwakarta,” katanya. (MAZ) 

  • Viral Demo Pakai BH dan Celana Dalam, Emak-emak Pendukung Jokowi: Biar Dapat Perhatian

    Viral Demo Pakai BH dan Celana Dalam, Emak-emak Pendukung Jokowi: Biar Dapat Perhatian

    GELORA.CO –  Seorang emak-emak pendukung garis keras Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bernama Diana Murni Payapo memberikan klarifikasi mengenai ajakan demonstrasi memakai bra dan celana dalam demi mendesak kepolisian agar segera menetapkan Roy Suryo cs sebagai tersangka.

    Adapun Roy Suryo beserta beberapa tokoh lain seperti ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dan dokter Tifauzia Tyassuma merupakan sederetan figur yang lantang mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.

    Roy Suryo cs pun telah dilaporkan Jokowi terkait kasus dugaan fitnah/pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu pada akhir April 2025 lalu. 

    Namun, mereka hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.

    Buntut dari Roy Suryo cs yang belum juga menjadi tersangka, sejumlah pendukung Jokowi bereaksi, termasuk emak-emak yang belakangan diketahui bernama Diana.

    Diana sempat viral lantaran mengeluarkan ultimatum, akan mengerahkan 500 perempuan untuk turun ke Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) dengan hanya mengenakan Bra dan celana dalam. 

    Menurut Diana, aksi ini merupakan bentuk protes karena pihaknya merasa kecewa Jokowi terus-menerus dirundung di media sosial tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. 

    “Jadi, kalau bisa Mabes Polri cepat menyelesaikan ini, kalau tidak saya organisasi perempuan, kita lima ratus perempuan berencana akan turun memakai BH (Breast Holder) dan celana dalam untuk Mabes Polri. Kita marah karena Pak Jokowi tiap hari di-bully,” ujar perempuan itu dalam sebuah konferensi pers, sebagaimana dikutip dari unggahan di akun media sosial Instagram, @kata_hati165 pada Minggu (5/10/2025) lalu.

    Beberapa hari setelah peringatan soal aksi mengerahkan perempuan dengan hanya memakai dalaman, Diana memberikan klarifikasi.

    Wanita yang diketahui merupakan Ketua Persatuan Perempuan Peduli Pancasila (P4) tersebut mengaku bahwa seruan demo memakai Bra dan celana dalam ini hanya sekadar spontanitas.

    Sebab, dirinya selaku pendukung Jokowi merasa kesal karena Roy Suryo cs belum jadi tersangka dan menilai penanganan polisi terhadap laporan Jokowi berjalan lambat.

    “Kemarin itu, spontanitas atas sakit hati kita yang kesal, karena polisi sampai saat ini belum menetapkan status hukum terhadap Roy Suryo cs,” kata Diana kepada awak media pada Rabu (8/10/2025), dikutip dari tayangan KompasTV.

    “Padahal kan sudah tingkat penyidikan, biasanya itu kan cepat status hukumnya, tapi ini kok lambat sekali,” jelasnya.

    Menurut Diana, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi memicu perpecahan di tengah masyarakat, khususnya di media sosial.

    “Karena lambat, di sosmed itu tiap hari terjadi perpecahan saling serang-menyerang, saling caci maki, gara-gara masalah ijazah itu. Makanya saya jengkel itu,” sambungnya.

    Diana berdalih, kalimat yang ia lontarkan itu tidak bersifat porno karena dirinya tidak menyatakan tidak akan memakai baju.

    Kata dia, kalimat demo dengan mengenakan pakaian dalam itu hanyalah upaya untuk menarik perhatian publik.

    “Kalimat saya sebenarnya itu bukan porno, saya kan tidak mengatakan kalau kita bertelanjang atau tidak memakai baju, saya hanya mengatakan memakai celana dalam dan BH,” jelas Diana.

    “Maksudnya, saya membuat kalimat itu supaya jadi perhatian, saya buat jebakan,” tambahnya.

    “Orang-orang yang berpikiran porno ya menganggap itu porno, padahal tujuan saya bukan porno. Tiap hari kita juga memakai BH dan celana dalam, mengapa dianggap porno?” tuturnya.

    “Tujuan saya untuk menjebak orang dengan bahasa supaya ada perhatian. Buktinya, jadi perhatian dengan kalimat ini,” paparnya.

    Lantas, ia berharap, dengan kalimat yang bisa menarik perhatian ini, polisi dapat segera memberi kepastian atas status hukum Roy Suryo cs.

    “Itu saya hanya membuat kalimat kiasan agar menjadi perhatian, karena kalau cuma dengan cara menyurat, demo, kurang ada perhatian,” imbuhnya.

    “Dengan kalimat ini kan bisa viral, sehingga mudah-mudahan polisi segera menetapkan status hukum bagi penyebar [tudingan] ijazah palsu itu,” tandas Diana.

  • HAI Polisikan Akun Medsos yang Sebut Putra Kapolri Terlibat Tambang Ilegal!

    HAI Polisikan Akun Medsos yang Sebut Putra Kapolri Terlibat Tambang Ilegal!

    GELORA.CO –  Haidar Alwi Institute melaporkan akun media sosial yang diduga menyebar hoaks melalui postingan Anak Kapolri Terlibat Tambang Ilegal di Facebook.

    Direktur Eksekutif Haidar Alwi Institut (HAI) bersama tim hukum mendatangi Bareskrim Polri, Kamis, 9 Oktober 2025. 

    Kedatangan HAI untuk melakukan konsultasi laporan akun media sosial (medsos) terkait pencemaran nama baik dan hoaks.

    Adapun postingan yang dimaksud yaitu sebuah akun Facebook Sentosa Kuprol menulis putra Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo terlibat tambang ilegal di Maluku Utara.

    “Disebutkan oleh akun Facebook inisial SK dan beberapa akun lainnya,” ujar tim hukum Haidar Alwi Institute Riski Syah Putra Nasution di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025. 

    Dia mengatakan, polisi telah menyatakan bahwa apa yang diunggah akun Facebook (FB) itu telah memenuhi unsur pidana. Polisi menyebut akun FB tersebut juga memenuhi unsur penyebaran hoaks.

    “Kita konsultasi ke kepolisian, masuk unsurnya,” ucapnya. Hanya saja, berdasarkan hasil konsultasi untuk laporan pencemaran nama baik harus dilaporkan sendiri oleh yang bersangkutan. “Kami disarankan agar korban langsung yang membuat laporan polisi karena nama dia langsung yang dituduh di situ,” kata Riski.

    Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terbaru disebutkan dalam Pasal 27A bahwa yang bisa melaporkan kasus pencemaran nama baik melalui media elektronik adalah korban sendiri.

    Direktur Haidar Alwi Institute Sandri Rumanama menegaskan akan memproses hukum persoalan ini. Hal itu guna menimbulkan efek jera pelaku sehingga tak berbicara atau sembarang menuduh melalui unggahan media sosial.

    “Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Kami menjaga martabat institusi Polri,” ucapnya.

  • Dugaan Aliran Dana Korupsi untuk Kampanye Pilpres 2024, Chusnul Chotimah: Ini Betulan Pak Dasco?

    Dugaan Aliran Dana Korupsi untuk Kampanye Pilpres 2024, Chusnul Chotimah: Ini Betulan Pak Dasco?

    GELORA.CO –  Pegiat media sosial, Chusnul Chotimah merespons dugaan penggunaan dana korupsi dalam ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    Ia mengaitkan hal itu dengan kemungkinan keterlibatan sejumlah pihak di lingkar kekuasaan serta tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Chusnul menyebut adanya dugaan penggunaan dana sebesar Rp20 miliar yang disebut-sebut mengalir ke tim Prabowo-Gibran saat masa kampanye.

    “Lanjutan yang kemarin, dugaan penggunaan uang korupsi Rp20 M oleh tim Prabowo Gibran saat Pilpres 2024,” ujar Chusnul di X @ch_chotimah2 (9/10/2025), merespons video pernyataan Ketua Yayasan Silmi Kaffah Rancamulya, KH Ahmad Yazid Basyaiban (Gus Yazid) yang turut disematkan dalam ciutannya tersebut.

    Ia juga menyinggung langkah Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) yang sebelumnya dikabarkan telah mengembalikan dana sebesar Rp50 miliar ke negara.

    “Wamentan sudah mengembalikan Rp50 M, apa kasus hukumnya selesai?” lanjutnya.

    Chusnul kemudian mempertanyakan posisi hukum tim Prabowo-Gibran yang disebut juga diminta untuk mengembalikan dana Rp20 miliar.

    “Tim Prabowo Gibran ini juga diminta untuk kembalikan Rp20 M, apakah perkara selesai?,” sebutnya.

    Lebih lanjut, aktivis perempuan tersebut menyinggung kemungkinan adanya keterkaitan politik antara Presiden Prabowo Subianto dengan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Jokowi.

    “Apakah karena ini Prabowo tersandera dengan Jokowi, penguasa istana sebelumnya?” timpalnya.

    Bukan hanya itu, ia juga mengklaim bahwa dana kampanye Prabowo-Gibran tidak hanya berasal dari pengusaha yang kini menjadi tersangka korupsi, tetapi juga dari unsur pemerintah.

    “Dana Pilpres Prabowo Gibran ternyata bukan hanya berasal dari pengusaha yang sekarang sudah jadi tersangka korupsi tapi juga dari istana. Dari istana 6 M sampai ke rakyat 2 M dalam bentuk bansos,” tandasnya.

    Chusnul bilang, elite Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, harus memberikan penjelasan terkait hal ini.

    “Ini betulan Pak Dasco?,” kuncinya.

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Gerindra maupun tim pemerintahan Prabowo-Gibran terkait pernyataan tersebut.

  • Terkadang Saya Ingin Meninju Wajah Saya Sendiri

    Terkadang Saya Ingin Meninju Wajah Saya Sendiri

    GELORA.CO – Pelatih timnas Indonesia, Patrick Kluivert mengaku kecewa setelah timnya menelan kekalahan 2-3 dalam pertandingan putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia melawan Arab Saudi, di Stadion King Abdullah Sport City, Kamis (9/10/2025). Dalam jumpa pers pasca pertandingan, Kamis, Kluivert sampai mengatakan “terkadang saya ingin meninju wajah saya sendiri”.

    “Setelah (tertinggal) 1-3, itu sulit karena kami bermain melawan tim yang bagus juga. Kami tidak lupa bahwa Arab Saudi memiliki tim yang bagus. Anda lihat para pemain yang mereka miliki, mereka sangat terampil, sulit untuk ditandai, tetapi tetap saja, kami perlu meningkatkan diri. Itu fakta. Itulah hal yang akan kami kerjakan,” kata Kluivert.

    “Itu sangat sulit. Kami tidak bisa berlatih (dalam waktu lama). Itu fakta. Kadang-kadang saya meninju wajah saya sendiri. Sayang sekali kami tidak bisa berlatih dengan benar,” tambah dia.

    Kevin Diks membawa Indonesia unggul cepat pada menit ke-11 melalui tendangan penalti, tapi tak lama kemudian disamakan oleh gol Saleh Abu Al-Shamat dan kemudian penalti Firas Al-Buraikan. Buraikan mencetak gol keduanya pada menit ke-62. Indonesia memperkecil satu gol lewat tendangan penalti kedua Kevin pada menit ke-88.

    Kluivert mengaku sangat kecewa atas hasil laga yang menempatkan Indonesia di dasar klasemen Grup B dengan nol poin sehingga menipiskan asa lolos otomatis ke Piala Dunia 2026. Indonesia harus mengalahkan Irak pada Minggu (12/10) pukul 02.30 WIB.

    “Tetapi tetap saja, saya tidak senang, tentu saja, saya sangat kecewa (dengan hasilnya). 3-2, kami akan pergi dengan kepala tegak di lapangan ini,” kata Kluivert.

    “Karena dalam tiga hari, sudah ada pertandingan lain yang menunggu kami. Kami perlu menjernihkan pikiran dan tampil bagus dalam pertandingan melawan Irak,” tutupnya.

  • Terungkap Sosok Emak-emak yang Siap Demo Hanya Pakai Bra Demi Jokowi

    Terungkap Sosok Emak-emak yang Siap Demo Hanya Pakai Bra Demi Jokowi

    GELORA.CO  – Sosok emak-emak yang mengaku siap demonstrasi hanya pakai bra dan celana dalam demi membela Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) terungkap. 

    Sebelumnya viral pernyataan seorang emak-emak yang mengaku sebagai pendukung garis keras Jokowi. 

    Emak-emak itu mengaku kecewa dengan banyaknya fitnah yang harus diterima Jokowi usai tidak lagi menjadi presiden seperti tuduhan ijazah palsu. 

    Maka dalam sebuah pernyataan yang terekam video dan viral, emak-emak itu mengaku siap unjuk rasa hanya menggunakan bra dan celana dalam demi membela idolanya itu. 

    Hal itu agar kepolisian segera menetapkan Roy Suryo cs sebagai tersangka karena dianggap telah memfitnah Jokowi terkait dengan tuduhan ijazah palsu.

    Adapun Roy Suryo beserta beberapa tokoh lain seperti ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dan dokter Tifauzia Tyassuma merupakan sederetan figur yang lantang mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.

    Roy Suryo cs pun telah dilaporkan Jokowi terkait kasus dugaan fitnah/pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu pada akhir April 2025 lalu. 

    Sosok emak-emak yang rela unjuk rasa pakai celana dalam dan bra itu ternyata bernama Diana.

    Beberapa hari setelah peringatan soal aksi mengerahkan perempuan dengan hanya memakai dalaman, Diana memberikan klarifikasi.

    Diana merupakan Ketua Persatuan Perempuan Peduli Pancasila (P4).

    Diana mengaku bahwa seruan demo memakai Bra dan celana dalam ini hanya sekadar spontanitas.

    Sebab, dirinya selaku pendukung Jokowi merasa kesal karena Roy Suryo cs belum jadi tersangka dan menilai penanganan polisi terhadap laporan Jokowi berjalan lambat.

    “Kemarin itu, spontanitas atas sakit hati kita yang kesal, karena polisi sampai saat ini belum menetapkan status hukum terhadap Roy Suryo cs,” kata Diana kepada awak media pada Rabu (8/10/2025), dikutip dari Tribunnews.com.

    “Padahal kan sudah tingkat penyidikan, biasanya itu kan cepat status hukumnya, tapi ini kok lambat sekali,” jelasnya.

    Menurut Diana, polemik dugaan ijazah palsu Jokowi memicu perpecahan di tengah masyarakat, khususnya di media sosial.

    Diana pun menyayangkan lambatnya kepolisian dalam memproses hukum Roy Suryo.

    “Karena lambat, di sosmed itu tiap hari terjadi perpecahan saling serang-menyerang, saling caci maki, gara-gara masalah ijazah itu. Makanya saya jengkel itu,” sambungnya.

    Diana berdalih, kalimat yang ia lontarkan itu tidak bersifat porno karena dirinya tidak menyatakan tidak akan memakai baju.

    Kata dia, kalimat demo dengan mengenakan pakaian dalam itu hanyalah upaya untuk menarik perhatian publik.

    “Kalimat saya sebenarnya itu bukan porno, saya kan tidak mengatakan kalau kita bertelanjang atau tidak memakai baju, saya hanya mengatakan memakai celana dalam dan BH,” jelas Diana.

    Sebelumnya Diana sempat viral lantaran mengeluarkan ultimatum, akan mengerahkan 500 perempuan untuk turun ke Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) dengan hanya mengenakan Bra dan celana dalam. 

    Menurut Diana, aksi ini merupakan bentuk protes karena pihaknya merasa kecewa Jokowi terus-menerus dirundung di media sosial tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. 

    “Jadi, kalau bisa Mabes Polri cepat menyelesaikan ini, kalau tidak saya organisasi perempuan, kita lima ratus perempuan berencana akan turun memakai BH (Breast Holder) dan celana dalam untuk Mabes Polri. Kita marah karena Pak Jokowi tiap hari di-bully,” ujar perempuan itu dalam sebuah konferensi pers, sebagaimana dikutip dari unggahan di akun media sosial Instagram, @kata_hati165 pada Minggu (5/10/2025) lalu