Category: Fajar.co.id Nasional

  • Panas Menyengat di Sejumlah Wilayah, Siklon Tropis Kong-rey Jadi Penyebabnya, Begini Penjelasan BMKG

    Panas Menyengat di Sejumlah Wilayah, Siklon Tropis Kong-rey Jadi Penyebabnya, Begini Penjelasan BMKG

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Cuaca panas terasa lebih menyengat dari biasanya di beberapa wilayah di Indonesia. Banyak warga mengeluhkan kondisi cuaca belakangan ini.

    Di media sosial, keluhan tersebut juga jadi trending topik. Terkhusus di X (twitter), sejumlah penggunanya menjadikan “panas” sebagai kata kunci yang kini viral.

    “Sehari hari kerja di ruangan indoor tapi tiap mau istirahat makan siang selaluu reapply sunscreen karna kondisi cuaca lagi panas panasnyaa🥵 jangan sampai kulit kalian belangg yaa guyss!!,” tulis akun @kugybears, sembari memposting video penggunaan sunscreen.

    Sementara itu, menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu panas tertinggi di Indonesia mencapai 38 derajat celcius pada Senin (28/10) hingga Selasa (29/10/2024) pagi ini.

    Suhu tertinggi mencapai 38°C tercatat di Stasiun Meteorologi Gewayantana dan Sultan Muhammad Kaharuddin. Sementara di Stasiun Meteorologi Soekarno Hatta mencatata suhu mencapai 35°C.

    Lantas, apa penyebab tingginya suhu udara udara yang membuat panas terasa lebih menyengat belakangan ini?

    Subbidang Prediksi Cuaca Pusat Meteorologi BMKG Nurul Izzah mengatakan, ada beberapa penyebab yang membuat cuaca panas mencapai 38°C di Indonesia, salah satunya karena fenomena Siklon Tropis Kong-rey di Samudra Pasifik Barat.

    “Yang memengaruhi pola cuaca di wilayah ini. Siklon tersebut menarik kelembapan dari sekitarnya, sehingga menciptakan kondisi udara yang lebih kering dan panas di daratan Indonesia,” ujarnya dilansir dari JawaPos.com, Selasa (29/10).

  • Andrinof Chaniago Soroti Ketidakadilan Pembagian Hasil Sumber Daya Alam Indonesia

    Andrinof Chaniago Soroti Ketidakadilan Pembagian Hasil Sumber Daya Alam Indonesia

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago, menyampaikan kritik tajam terhadap sistem pembagian hasil sumber daya alam di Indonesia, khususnya pada sektor pertambangan batu bara dan nikel. 

    Dalam pernyataannya, Andrinof menilai bahwa penerimaan negara dari sektor ini jauh dari proporsional dan menguntungkan sekelompok kecil pihak tertentu, sementara negara hanya memperoleh bagian yang minim.

    Menurut Andrinof, negara hanya menerima sekitar 11 hingga 12 persen dari hasil sumber daya alam tersebut. 

    “Kalau kita lihat data agregat perkembangan volume dan harga, angka penerimaan negara bukan pajak dari royalti batu bara ini kok jauh sekali,” ungkapnya dalam YouTube Akbar Faizal, Selasa (29/10/2024).

    Andrinof bahkan menyebut ketimpangan ini sebagai “rasa kolonial” yang mencerminkan eksploitasi besar-besaran tanpa distribusi yang adil.

    Ia menambahkan, dalam 10 tahun terakhir, grafik eksploitasi sumber daya alam meningkat tajam, namun keuntungannya tetap jatuh ke tangan segelintir orang. 

    “Karena ini, negara harus berutang dan akhirnya mereka juga yang menikmati utang itu,” tambah Andrinof. 

    Kelompok kecil ini dinilainya tak hanya memperoleh kekayaan besar, tetapi bahkan menggunakan kekayaan tersebut untuk meraih kekuasaan dan mempengaruhi kebijakan.

    Andrinof mengingatkan bahwa ketidakadilan distribusi ini bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, dan secara faktual terus meningkatkan beban utang negara yang diwariskan kepada generasi mendatang. 

  • 3 Hakim PN Surabaya Resmi Tersangka, Prof. Henri: Keadilan Kini Penuh Muslihat

    3 Hakim PN Surabaya Resmi Tersangka, Prof. Henri: Keadilan Kini Penuh Muslihat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Guru Besar Universitas Airlangga dan pengamat politik, Prof. Henri Subiakto, turut angkat bicara mengenai ditetapkannya tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.

    Dikatakan Prof. Henri, kasus tersebut menggambarkan potret miris tentang hilangnya integritas dalam lembaga peradilan.

    “Ketika pengadilan sudah bisa dibeli oleh mereka yang kaya, maka keputusan hukum adalah hasil proses semu yang penuh muslihat dan ketidakjujuran,” ujar Prof. Henri dalam keterangannya di aplikasi X @henrysubiakto (29/10/2024).

    Ia menilai bahwa keputusan hukum, yang seharusnya mencerminkan keadilan, justru menjadi transaksi yang busuk namun tersamarkan dalam bentuk fakta keadilan yang tampak sakral.

    “Legitimasi hukum bisa berupa hasil transaksi yang busuk tapi seolah sakral karena menjadi fakta keadilan,” cetusnya.

    Lebih lanjut, Prof. Henri menyebutkan bahwa kasus-kasus semacam ini hanya membuat putusan hukum semakin menjauh dari kebenaran yang hakiki.

    “Itulah potret kebenaran hukum yg banyak terjadi hingga putusan hukum makin jauh dari kebenaran yang hakiki,” Prof. Henri menuturkan.

    Prof. Henri mengungkapkan kekhawatiran dirinya atas rusaknya citra lembaga peradilan di mata masyarakat.

    “Maka bersabarlah saudaraku saat melihat kepalsuan yang seolah sudah menjadi kebenaran yang harus diterima oleh kita semua,” imbuhnya.

    Prof. Henri bilang, publik mesti bersabar dalam menghadapi situasi yang penuh ironi ini, seraya berupaya memperbaiki moralitas dan kejujuran di sekitar dengan cara-cara rasional.