Category: Fajar.co.id Nasional

  • Eks Danjen Kopassus, Soenarko Teriaki Prabowo: Kemana Bapak di Kasus Ijazah Jokowi?

    Eks Danjen Kopassus, Soenarko Teriaki Prabowo: Kemana Bapak di Kasus Ijazah Jokowi?

    Ia menegaskan, semua ini bisa diselesaikan dengan mudah, asalkan Presiden berani bersikap terbuka dan bertanggung jawab.

    “Mudah diselesaikan kalau Presiden mau jujur dan adil. Kalau ada yang mengganggu ketika bapak berlaku jujur dan adil, saya siap mati untuk melindungi bapak,” kuncinya.

    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan, penyidik telah melakukan gelar perkara pada Kamis (10/7/2025) pukul 18.45 WIB.

    Gelar perkara ini membahas enam laporan polisi (LP) terkait kasus tersebut.

    “Ada satu LP terkait dugaan pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310, 311 KUHP dan UU ITE. Laporan itu dibuat oleh saudara IR HJW,” ujar Kombes Ade Ary kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).

    Selain itu, ada lima laporan lain yang ditarik dari sejumlah Polres, yakni Polres Bekasi Kota, Depok, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat.

    Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana.

    “Lima LP itu, satu di antaranya di Polda Metro Jaya, sedangkan empat lainnya merupakan pelimpahan dari Polres,” jelasnya.

    Ade Ary juga menyampaikan, dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk saksi berinisial dr. TT.

    “Saksi dr. TT telah hadir di Subdit Kamneg dan memberikan klarifikasi serta menjawab sejumlah pertanyaan penyidik,” ungkapnya.

    Dari hasil gelar perkara, penyidik menyimpulkan bahwa terdapat dugaan peristiwa pidana dalam laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut.

    “Berdasarkan hasil gelar perkara, laporan tersebut kami tingkatkan ke tahap penyidikan,” tegasnya.

  • Putusan MK Bagai Makan Buah Simalakama, Lukman Saifuddin Usul Pemilu Sela untuk Masa Transisi Jabatan di Daerah

    Putusan MK Bagai Makan Buah Simalakama, Lukman Saifuddin Usul Pemilu Sela untuk Masa Transisi Jabatan di Daerah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin angkat suara. Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memisahkan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan daerah pada 2029 mendatang.

    “Putusan MK tentang Pemilu timbulkan kontroversi. Banyak yang menyambut baik. Banyak juga yg menilai hal itu melanggar konstitusi. Begitulah putusan hukum. Ada yang pro, ada yang kontra,” kata Lukman dikutip dari unggahannya di X, Rabu (16/7/2025).

    “Karena Putusan MK final dan mengikat, suka tak suka kita harus melaksanakannya,” tambahnya.

    Di putusan tersebut, ia menjelaskan pemungutan suara digelar berbeda. Antara nasional dan daerah.

    “Putusan MK nyatakan pemungutan suara ‘dilakukan serentak memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wapres, dan 2-2,5 tahun setelahnya dilakukan pemungutan suara serentak memilih anggota DPRD prov, DPRD kab/kota, dan gubernur/wagub, bupati/wabup, walkot/wawali’,” jelasnya.

    “Banyak yang ‘marah’ dengan putusan itu karena dinilai telah memposisikan pembentuk UU (DPR & Presiden) tak punya pilihan. Sebab melaksanakan atau tak melaksanakan Putusan MK itu sama-sama berpotensi melanggar UUD 1945,” tanbahnya.

    Menurutnya, jika ditelisik, putusan MK itu malah melanggar konstitusi. Karena masa jabatan melampaui lima tahun.

    “Bila tindaklanjuti Putusan MK, pelaksanaan Pemilu anggota DPRD nanti bukan pada 2029, tapi 2031. Itu melampaui masa 5 tahun, berarti langgar UUD 1945. Bila tak dilaksanakan pun juga langgar UUD 1945, karena Putusan MK itu konstitusi. Bagai makan buah simalakama,” terangnya.

  • Tuai Kritikan, Hari Kebudayaan yang Ditetapkan Fadli Zon Bertepatan Tanggal Lahir Prabowo

    Tuai Kritikan, Hari Kebudayaan yang Ditetapkan Fadli Zon Bertepatan Tanggal Lahir Prabowo

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kritikan tajam publik kini mengarah ke Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon. Pasalnya, politisi Gerindra ini telah menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional yang diketahui bertepatan dengan tanggal lahir Prabowo.

    Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 yang ditandatangani pada 7 Juli 2025.

    Salah satu yang mengkritik keras adalah Seniman Butet Kartaredjasa. Dia mengatakan, pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional seperti menjilat kekuasaan.

    Menurut Butet, keputusan tersebut hanya menimbulkan banyak spekulasi negatif di masyarakat. “Sama sekali itu tidak ada urgensinya, kecuali menjadi objek untuk sarana menjilat. Itu saja,” kata dia, melansir Tempo.

    Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Fadli Zon memberikan penjelasan terkait penetapan Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober, yang menuai polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, tanggal tersebut juga bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami akan meminta kepada Kementerian Kebudayaan atau Menteri Kebudayaan melalui Komisi X untuk menerangkan dan menjelaskan, apa dasar dan argumentasinya terkait dengan hal tersebut,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/7/2025).

    Puan menekankan, pentingnya transparansi dalam penetapan kebijakan kebudayaan yang bersifat universal dan mewakili seluruh elemen bangsa. Ia menegaskan, kebudayaan tidak boleh dijadikan simbol eksklusif oleh kelompok atau kepentingan tertentu.

  • Usul Pemakzulan Gibran Dikaji DPR, Chusnul Chotimah: Pantas Jokowi Masih Gelisah

    Usul Pemakzulan Gibran Dikaji DPR, Chusnul Chotimah: Pantas Jokowi Masih Gelisah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Chusnul Chotimah kembali menyentil kegelisahan Presiden ke-7, Joko Widodo terkait usul pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI.

    Chusnul Chotimah menyebut, Jokowi sangat pantas gelisah dengan desakan pemakzulan Gibran karena adanya informasi yang menyebut jika DPR RI mulai mempelajari surat yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI.

    “Pantas Jokowi masih gelisah, surat usulan Pemakzulan Gibran ternyata masih berjalan,” kata Chusnul Chotimah dikutip dari unggahan media sosialnya, Selasa (15/7).

    Dia lebih lanjut menyebut, Ketua DPR RI yang juga Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan Maharani telah melakukan kajian terkait surat usulan pemakzulan Wapres Gibran tersebut.

    “Puan Sebut Pimpinan DPR Tengah Kaji Surat Usulan Pemakzulan Gibran,” tambah Chusnul Chotimah.

    Sebelumnya, Presiden ketujuh RI Jokowi mengungkapkan kecurigaan terkait polemik ijazah palsu dan pemakzulan Wapres Gibran.

    “Saya berperasaan, memang kelihatannya ada agenda besar politik. Dibalik isu-isu ini ijazah palsu, isu pemakzulan,” kata Jokowi, Senin (14/7).

    Eks Gubernur Jakarta itu mengatakan agenda besar politik pihak tertentu bertujuan menurunkan reputasi dirinya. “Ini perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade,” ujar dia.

    Adapun Ketua DPR RI, Puan Maharani memastikan surat yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI yang meminta pemakzulan Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka mulai diproses. Dia menyebut, pembahasan surat itu selalu mengikuti mekanisme yang ada di DPR RI. “Ya prosesnya itu masih dalam mekanisme yang ada,” kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Selasa (15/07/2025).

  • Komentari Kecurigaan Jokowi, Aria Bima PDIP: Jangan Publik Dibawa yang Terlalu Kecil

    Komentari Kecurigaan Jokowi, Aria Bima PDIP: Jangan Publik Dibawa yang Terlalu Kecil

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Isu keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo dan desakan pemaksulan Gibran Rakabuming Raka tampaknya tidak mudah berlalu begitu saja. Apalagi, isu ini setiap saat ramai diperbincangkan publik.

    Belum lagi, jika benar di balik penggiringan opini itu, ada agenda besar yang menyertainya. Seperti kecurigaan yang disampaikan Jokowi dan para pendukungnya.

    Mereka menilai, para pihak yang konsen mempermasalahkan ijazahnya serta pihak yang mendorong pemakzulan Wapres Gibran, memiliki agenda besar tersembunyi.

    Sayangnya, pernyataan Jokowi yang mengungkap kecurigaan di balik agenda besar polemik ijazah palsu dan pemakzulan Gibran, tidak diterima baik oleh politisi PDIP. Dia menilai, pernyataan itu tidak semestinya keluar dari Jokowi yang notabene merupakan Presiden ke-7 RI. Pasalnya, isu itu dinilai remeh temeh yang semestinya tidak perlu jadi agenda Jokowi.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima menyebut Jokowi seharusnya bisa bicara isu kenegeraan dan tak membawa rakyat ke topik remeh.

    Dia berkata demikian demi menanggapi pernyataan Jokowi yang berbicara firasat di balik polemik ijazah palsu dan pemakzulan Wapres RI, Gibran Rakabuming Raka.

    “Sebaiknya Pak Jokowi lebih menarasikan memberikan semangat di dalam kita berbangsa dan bernegara ini. Jangan publik dibawa ke hal yang terlalu kecil,” kata Aria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7).

    Toh, ujar dia, Jokowi selama ini eksis di politik. Eks Gubernur Jakarta itu seharusnya paham menuver tak terlihat dari sebuah isu.

  • Menhan Sjafrie Terima Tanda Jasa Kehormatan dari Perancis

    Menhan Sjafrie Terima Tanda Jasa Kehormatan dari Perancis

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertahanan Prancis Sebastien Lecornu, setelah perayaan Bastille Day di Champs-Élysées, Paris, Senin (14/7/2025).

    Pertemuan bilateral ini mencerminkan hubungan erat serta komitmen bersama kedua negara dalam memperkuat kerja sama di bidang pertahanan.

    Dalam kesempatan tersebut, Menhan juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Prancis atas kehormatan yang diberikan kepada prajurit Indonesia atas partisipasinya dalam acara Bastille Day.

    Partisipasi ini merupakan simbol kepercayaan dan kemitraan pertahanan yang semakin kokoh antara Indonesia dan Prancis.

    Menhan menegaskan bahwa Indonesia terus berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan dan kerja sama strategis di sektor pertahanan dengan Prancis.

    Langkah ini dilakukan berlandaskan semangat perdamaian dan saling menghormati antara Indonesia-Perancis.

    Di akhir pertemuan bilateral, Menhan menerima tanda jasa kehormatan dari Menteri Pertahanan Prancis. Penganugerahan ini merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan atas kontribusi nyata Menhan dalam memperkuat hubungan pertahanan antara Indonesia dan Prancis.

    Hubungan pertahanan Indonesia–Prancis sendiri telah memasuki momentum penting, seiring peringatan 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara. (Pram/Fajar)

  • Selain PSI, Ini Partai yang Gunakan Gambar Gajah pada Logo

    Selain PSI, Ini Partai yang Gunakan Gambar Gajah pada Logo

    FAJAR.CO.ID — Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ganti logo dari gambar mawar menjadi gajah. Ganti logo ini dilakukan menjelang kongres yang akan digelar di Kota Solo, Jawa Tengah pada 19-20 Juli 2025.

    Pasca ganti logo PSI, beragam komentar muncul di platform media sosial seperti X.

    Logo baru PSI yang menampilkan siluet gajah dengan warna merah dan hitam dengan latar putih ini juga diunggah mantan politikus Partai Nasdem, Akbar Faisal.

    Dari unggahan Akbar Faisal itu, salah seorang warganet memberikan pernyataan. “Kok Mirip logo Partai Republik di Amerika?”

    Secara bentuk, visual gajah pada logo PSI berbeda pada logo Partai Republik di Amerika. Warna logo kedua partai ini juga berbeda. Warna siluet gajah pada logo Partai Republik menggunakan perpaduan merah dan biru.

    Soal penggunaan bentuk gajah pada logo, bukan hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saja yang menggunakannya. Ada beberapa partai lain yang juga menggunakan gambar gajah di antaranya:

    Partai Republik di Amerika Serikat

    Partai Republik di Amerika Serikat menggunakan logo bergambar gajah dengan kombinasi warna biru dan merah. Warna biru pada bagian atas dan warna merah pada bagian bawah.

    Partai Republik juga menambahkan tiga bintang berwarna putih pada bagian atas badan gajah atau pada bagian warna biru.

    Logo berbentuk gajah ini dengan belalai menghadap ke arah kanan.

    Partai Republik sudah menggunakan logo dengan siluet bentuk gajah sejak Perang Saudara AS. Saat itu para tentara menggunakan istilah “melihat gajah” untuk menyebut pengalaman bertempur di medan perang.

  • Dino Patti Djalal Anggap Langkah Jokowi Keliru Respons Tuduhan Ijazah Palsu, Contohnya Suharto

    Dino Patti Djalal Anggap Langkah Jokowi Keliru Respons Tuduhan Ijazah Palsu, Contohnya Suharto

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal menyayangkan upaya hukum yang ditempuh Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang mempidanakan Roy Suryo, Rismon Sianipar dan dokter Tifa terkait tuduhan ijazah palsu.

    Seharusnya, kata Dino, Jokowi menanggapi tuduhan tersebut dengan bijak, melawan dengan argumen, menunjukkan bukti konkrit, bukan dengan upaya hukum.

    Dino Pati Djalal mencontohkan yang pernah dialami Presiden ke-2 RI Suharto yang pernah menuntut wartawan Time Magazine Jason Tejasukmana karena yang menulis harta kekayaan beliau. Namun kala itu, Suharto tidak mempidana.

    “Seharusnya Jokowi tetap tenang, dan tempuh jalur hukum tanpa pidanakan Roy Suryo dkk. Suharto setelah lengser pernah menuntut wartawan Jason Tejasukmana (dari Time Magazine yang menulis re harta kekayaan beliau), tapi tidak mempidana. Pak @jokowi, balas Roy Suryo cs dengan argumen, senyum, doa & bukti, bukan dengan bui,” kata Dino Patti Djalal lewat cuitannya di X, Selasa (15/7/2025).

    Ia berpandangan, dengan mempidanakan Roy Suryo dkk, publik akan menilai upaya Jokowi itu untuk menakut-nakuti masyarakat madani, dan bisa jadi bumerang bagi Jokowi sendiri.

    Menurutnya lagi, kriminalisasi ini juga memberikan kesan Jokowi sedang panik, dan akan semakin menyulut tanda tanya masyarakat.

    “Saya prihatin melihat upaya pak @jokowi pidanakan figur-figur yang vokal re masalah “ijazah palsu”, apapun pasal KUHP yang digunakan,” ujarnya.

    Ia mengatakan, dalam negara demokrasi dan alam reformasi, hal-hal seperti ijazah, kesehatan, harta kekayaan, afiliasi politik dan bisnis, rekam jejak dari pemimpin negara adalah sepenuhnya “fair game” untuk diketahui, dibahas, dikritik publik.

  • Dihantui Ancaman 9 Tahun Penjara, Dian PSI Tantang Roy Suryo: Kalau Salah, Tanggung Jawab, Kalau Mati, Tanam

    Dihantui Ancaman 9 Tahun Penjara, Dian PSI Tantang Roy Suryo: Kalau Salah, Tanggung Jawab, Kalau Mati, Tanam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menghadapi ancaman pidana yang cukup serius dari Presiden Petisi Ahli, Pitra Romadoni Nasution, Dian Sandi Utama mengaku tidak gentar.

    Seperti diketahui, baru-baru ini Pitra mengatakan bahwa kader PSI tersebut bisa dijerat hukuman penjara hingga sembilan tahun.

    Adapun dasar Pitra mengungkapkan hal tersebut di depan publik, berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

    Ia menganggap bahwa Dian menyebarkan foto atau salinan ijazah mantan Presiden Jokowi tanpa izin. Sialnya, Roy Suryo dkk muncul melakukan penelitian terhadap dokumen tersebut.

    “Jadi sumber yang mengapload ini juga harus dilakukan pendalaman, kalau perlu yang mengapload juga harus ditersangkakan,” kata Pitra dalam sebuah diskusi di Kompas TV.

    Roy Suryo yang turut hadir dalam acara tersebut langsung menangkap pernyataan Pitra dan mengatakan setuju.

    “Karena tidak ada asap kalau tidak ada api, ini harus dilihat. Jangan juga terputus di Roy Suryo, Rismon, dan lain-lain, saya lihat kemarin pengapload kemarin, Dian Sandi sudah dimintai keterangan, sudah diperiksa,” ucap Pitra.

    Pitra bilang, yang mengupload sumber ijazah Jokowi mesti tersangkakan dengan Pasal 32 dan 35 UU ITE, menyebar luaskan data pribadi orang lain.

    Menanggapi hal tersebut, Dian menegaskan bahwa pasal-pasal yang disebutkan Pitra bukan hal baru yang dia dengar seiring hebohnya dugaan ijazah palsu Jokowi.

    “Pasal-pasal yang diarahkan ke saya itu sudah sejak lama dibahas. Itu sudah berkali-kali,” ujar Dian kepada fajar.co.id, Selasa (15/7/2025).

  • Balas Pernyataan Jokowi Terkait Agenda Besar Politik, Dokter Tifa: Sekarang Pembongkaran untuk 10 Tahun Terakhir

    Balas Pernyataan Jokowi Terkait Agenda Besar Politik, Dokter Tifa: Sekarang Pembongkaran untuk 10 Tahun Terakhir

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Media Sosial, Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa merespon pernyataan dari Jokowi terkait adanya indikasi agenda besar politik.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Dokter Tifa memaparkan beberapa agenda besar politik yang justru sudah terjadi.

    Ini dipaparkan oleh Dokter Tifa sebagai bantahan untuk pernyataan Jokowi terkait polemik ijazah palsu dan pemakzulan Gibran sebagai kecurigaannya akan adanya agenda besar politik.

    Beberapa agenda besar yang dipaparkan oleh Dokter Tifa diantaranya ada agenda yang terjadi di 10 tahun terakhir.

    “Agenda besar politik sudah terjadi 10 tahun kemarin, di antaranya,” tulisnya dikutip Selasa (15/7/2025).

    “Wafatnya 800+ KPPS, pemenjaraan ratusan, aktivis termasuk Bambang Tri dan Gus Nur, kematian Mujahid KM 50, korban 135 orang Kanjuruhan, dugaan Koruptor terbesar dunia OCCRP, rekayasa hukum MK untuk meloloskan Fufufafa, praktik pemalsuan Ijazah hingga berakhir di pembakaran habis Pasar Pramuka Pojok, kebohongan 6000 pesanan ESEMKA, korupsi Tol MBZ, IKN, Rempang, reklamasi, utang Rp 8000 triliun, dll daftar panjang sekali,” ungkapnya.

    Dan yang terjadi saat ini menurut Dokter Tifa adalah pembongkaran agenda politik yang melibatkan banyak pihak.

    Diantaranya ada Ilmuwan, Akademisi, Ulama, Aktivis, Politikus, Alumni, Relawan dan banyak pihak

    “Sekarang yang terjadi adalah pembongkaran agenda besar politik yang sudah terjadi 10 tahun itu, oleh semua pihak: Ilmuwan, Akademisi, Ulama, Aktivis, Politikus, Alumni, Relawan dan banyak pihak yang bangkit menegakkan kebenaran,” sebutnya.

    “Jadi siap-siap saja gejala Autoimunnya akan timbul hilang timbul hilang terus,” tuturnya.