Category: Detik.com Kesehatan

  • Benarkah Menteri Kesehatan Wajibkan Penumpang Pesawat Vaksin TBC? Ini Faktanya

    Benarkah Menteri Kesehatan Wajibkan Penumpang Pesawat Vaksin TBC? Ini Faktanya

    Jakarta – Viral di media sosial unggahan yang menampilkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbicara seolah-olah pemerintah mewajibkan vaksin tuberkulosis (TBC) untuk penumpang pesawat.

    Dalam poster tersebut, dinarasikan bahwa penumpang wajib sudah divaksin TBC dan menunjukkan surat vaksin sebagai syarat naik pesawat untuk mencegah penyebaran lewat udara. Berikut narasinya:

    “Semua penumpang yang akan naik pesawat agar sudah di vaksin TBC dan menunjukan surat vaksin. Tujuannya untuk mencegah menyebaran lewat udara.”

    Penjelasan:

    Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) memberikan klarifikasi melalui akun Instagram resminya bahwa pernyataan tersebut tidak benar atau hoaks. Ia menyatakan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan vaksin TBC sebagai syarat perjalanan udara.

    Kemenkes juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan informasi yang belum terverifikasi dan selalu melakukan pengecekan fakta.

    “Beredar narasi tidak benar soal kewajiban vaksin TBC untuk naik pesawat. Faktanya, tidak ada aturan yang mewajibkan vaksin TBC untuk naik pesawat,” bunyi keterangan itu.

    Vaksin TBC menjadi sorotan setelah Indonesia terlibat dalam uji klinis fase 3 vaksin TBC M72 yang didanai Bill Gates. Total partisipan uji klinik fase 3 ini berjumlah 20.081 orang dari lima negara. Afrika Selatan menjadi kontributor terbesar dengan 13.071 partisipan, diikuti Kenya (3.579), Indonesia (2.095), Zambia (889), dan Malawi (447).

    Di Indonesia, kegiatan ini dilaksanakan di berbagai institusi medis terkemuka, termasuk RSUP Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih Jakarta, RS Universitas Indonesia (RSUI), Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK UNPAD) Bandung, dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

    Seluruh pelaksanaan uji klinik vaksin M72 di Indonesia diawasi secara ketat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan RI, serta para ahli vaksin TBC nasional dan global.

    (kna/kna)

  • Kebiasaan Makan yang Tingkatkan Risiko Kanker Hati, Hindari Mulai Sekarang

    Kebiasaan Makan yang Tingkatkan Risiko Kanker Hati, Hindari Mulai Sekarang

    Jakarta – Kanker hati merupakan salah satu jenis kanker paling mematikan di dunia. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa gaya hidup seringkali dikaitkan dengan kanker ini.

    Sejumlah pola hidup yang tidak sehat ternyata bisa memengaruhi kesehatan hati yang berujung pada kanker. Sehingga, penting untuk mengetahui kebiasaan buruk apa saja yang harus dihindari untuk menurunkan risiko kanker hati.

    Ahli gastroenterologi, Dr Saurabh Sethi mengungkapkan empat hal terburuk yang harus dihindari untuk meminimalisir risiko kanker hati. Dikutip dari Hindustan Times, berikut penjelasannya.

    1. Makan Daging Olahan

    Daging olahan seperti sosis dan bacon sebaiknya dihindari. Sebab, makanan ini seringkali mengandung nitrat dan bahan pengawet yang seiring waktu bisa membahayakan hati serta meningkatkan risiko kanker hati.

    2. Minum Alkohol

    Menurut Dr Sethi, konsumsi alkohol dalam jumlah sedang bisa menyebabkan masalah hati yang serius, seperti sirosis dan meningkatkan risiko kanker hati. Dia menekankan, peringatan ini berlaku untuk semua jenis alkohol, termasuk red wine atau anggur merah yang diyakini sebagian orang aman dikonsumsi.

    3. Minum Minuman Manis

    Fruktosa yang ada dalam soda, minuman berenerg dan minuman manis lainnya bisa memberikan beban yang berat pada hati. Hal itu berkontribusi pada perkembangan penyakit hati berlemak. Pada gilirannya, penyakit hati ini menjadi faktor risiko untuk kanker hati.

    4. Makan Makanan yang Digoreng

    Makanan yang digoreng, seperti keripik dan kentang goreng sebaiknya dihindari. Jika dikonsumsi terlalu sering, makan seiring waktu makanan ini bisa meningkatkan risiko kanker hati.

    (elk/kna)

  • Liburan Cuma Rebahan sambil Scroll Medsos, Awas Otak Busuk Kena ‘Brain Rot’

    Liburan Cuma Rebahan sambil Scroll Medsos, Awas Otak Busuk Kena ‘Brain Rot’

    Jakarta – Menyambut long weekend atau libur akhir pekan panjang, ada yang sudah merencanakan liburan singkat untuk mengistirahatkan diri dari kepenatan sehari-hari.

    Tapi ada juga yang memilih di rumah saja alih-alih menghabiskan waktu di luar. Rebahan dan scrolling media sosial seperti menjadi aktivitas yang akan banyak dilakukan selama libur long weekend ini.

    Namun tetap batasi diri saat scroll media sosial biar otak nggak busuk karena brain rot. Tentu saja, brain rot menggambarkan kemunduran mental yang disebabkan oleh menghabiskan waktu yang berlebihan untuk mengonsumsi konten berkualitas rendah.

    “Itulah yang terjadi ketika Anda mengonsumsi terlalu banyak konten daring berkualitas rendah, yang bagaikan makanan sampah bagi otak,” kata Dr Andreana Benitez, seorang profesor madya di departemen neurologi di Medical University of South Carolina di Charleston dikutip dari laman Heart, Kamis (29/5/2025).

    Dr Benitez menambahkan para peneliti belum memiliki cukup data untuk memahami sepenuhnya konsep kebusukan otak dan apa yang mungkin ditimbulkannya. Namun, ada data CDC yang menunjukkan bahwa 1 dari 4 remaja yang sering menggulir layar atau scrolling media sosial melaporkan merasa cemas atau tertekan.

    Beberapa penelitian menunjukkan masalah dengan penggunaan daring yang berlebihan mungkin dimulai sejak usia muda. Remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar mungkin lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, gangguan kurang perhatian/hiperaktivitas dan gangguan pembangkangan oposisional, dan gejala fisik terkait seperti nyeri, pusing atau mual, menurut analisis data tahun 2024 dari studi Adolescent Brain Cognitive Development, studi perkembangan otak anak jangka panjang terbesar di AS.

    Penelitian lain berpotensi menghubungkan kerusakan otak dengan desensitisasi emosional, kelebihan kognitif, harga diri yang negatif dan gangguan keterampilan fungsi eksekutif, termasuk memori, perencanaan dan pengambilan keputusan.

    (kna/kna)

  • Gak Perlu 10 Ribu Langkah, 30 Menit ‘Japanese Walking’ Bisa Dicoba Biar Bugar

    Gak Perlu 10 Ribu Langkah, 30 Menit ‘Japanese Walking’ Bisa Dicoba Biar Bugar

    Jakarta – Olahraga sangat penting untuk kesehatan fisik dan mental. Berjalan adalah salah satu latihan paling sederhana dan efektif agar tubuh bugar.

    Namun, selalu ada keraguan tentang berapa lama harus berjalan, berapa banyak langkah, durasi, atau mempertahankan kecepatan tertentu? Salah satu teknik berjalan yang paling digembar-gemborkan adalah 10.000 langkah sehari.

    Selain itu tren berjalan ala Jepang atau ‘Japanese Walking’ juga menjadi tren kebugaran saat ini.

    Jalan interval ala Jepang, yang juga dikenal sebagai Latihan Jalan Interval atau Interval Walking Training (IWT) adalah teknik jalan terstruktur yang dikembangkan di Jepang, yang berganti-ganti antara jalan cepat hingga sedang dalam jeda. Teknik ini melibatkan jalan lambat selama tiga menit dengan jalan cepat selama tiga menit, selama 30 menit setiap hari.

    Ahli gastroenterologi Dr. Saurabh Sethi mendukung teknik jalan kaki khas Jepang yang sedang tren.

    “Orang Jepang telah menemukan teknik jalan kaki yang lebih bermanfaat daripada 10.000 langkah,” kata dia dikutip dari India Today.

    “Teknik ini disebut jalan interval, yaitu jalan lambat selama 3 menit bergantian dengan jalan cepat selama 3 menit, seperti Anda sedang terburu-buru menghadiri rapat penting. Lakukan ini selama 30 menit setiap hari, dan hasilnya akan mengesankan,” sambungnya.

    Ia menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan 10.000 langkah sehari, IWT dapat mengelola tekanan darah, mengurangi risiko stroke, meningkatkan suasana hati, meningkatkan kekebalan tubuh, dan memberikan kualitas tidur yang lebih baik.

    “Studi menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular dan kebugaran secara signifikan,” ungkapnya.

    (kna/kna)

  • Ada Long Weekend Lagi, Hati-hati Badan Melar gegara Makan Kebablasan

    Ada Long Weekend Lagi, Hati-hati Badan Melar gegara Makan Kebablasan

    Jakarta

    Liburan panjang adalah momen yang pas buat melepas penat dan menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga. Salah satu kegiatan paling seru saat liburan tentu saja kulineran.

    Akan tetapi, tak sedikit orang yang menyadari dirinya kalap saat mengonsumsi makanan pada saat liburan. Kebiasaan seperti ini selama libur tentu bisa bikin timbangan tiba-tiba naik drastis. Tak hanya itu, konsumsi makan berlebihan juga dapat memicu penyakit metabolik, seperti kolesterol tinggi, hipertensi, dan penyakit asam urat.

    Dokter spesialis penyakit dalam dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Ray Rattu, SpPD, mengatakan, libur panjang memang kerap dijadikan momen ‘cheating day’. Artinya, sesekali menikmati makanan di luar pola makan sehari-hari bukan masalah, asalkan setelah itu kembali menjalani gaya hidup sehat

    “Setelah mungkin 5 hari liburan ini tiba-tiba berat badannya kita mulai naik, berarti ada hal yang harus kita koreksi. Di kemudian hari itu kita meningkatkan metabolisme kita untuk kemudian membakar sisa-sisa deposit dari periode liburan ini,” ucapnya saat berbincang dengan detikcom, Selasa (28/5/2025).

    Menurut dr Ray, salah satu cara agar berat badan tidak naik drastis saat liburan adalah dengan mencegahnya melalui penghitungan kalori dari makanan yang dikonsumsi selama masa liburan.

    Meskipun mengontrol makanan saat liburan terasa menantang, dr Ray menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam pola makan.

    Selain itu, menerapkan pola makan sehat dan rutin berolahraga juga penting dilakukan sebagai bentuk pemulihan setelah mengonsumsi banyak makanan selama liburan.

    “Kita kan udah diajarin dari masa kecil ya, 4 sehat, 5 sempurna itu sebenarnya harus dikerjakan sampai masa tua. Karena itu yang akan menjaga Ada pepatah mengatakan ‘you are what you eat’, jadi kita makan apapun itu kita akan menjadi apa yang kita makan,” ucapnya.

    “Jadi prepare bahwa kita harus menjaga masa depan kita dengan memberikan nutrisi diet yang tepat bagi tubuh kita ini,” lanjutnya lagi.

    (suc/kna)

  • COVID-19 Masih Ada, Ini Saran Dokter Buat yang Bepergian saat Long Weekend

    COVID-19 Masih Ada, Ini Saran Dokter Buat yang Bepergian saat Long Weekend

    Jakarta

    COVID-19 belakangan mulai menjadi perbincangan banyak orang. Ini karena kasus infeksi SARS-CoV2 meningkat di beberapa negara Asia seperti Singapura, Hong Kong, dan Thailand.

    Salah satu varian yang virus COVID-19 yang terdeteksi adalah XEC yang merupakan turunan dari Omicron. Varian ini menyebar tujuh kali lebih cepat daripada flu.

    Namun, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) Aji Muhawarman mengatakan COVID-19 varian XEC belum masuk di Indonesia.

    “Sampai data minggu lalu, pekan ke 20 belum ada masuk varian lain selain JN.1, jadi yang nyebar di Malaysia dan Indonesia sama,” kata Aji saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).

    Namun, masyarakat tetap diimbau untuk waspada. Pasalnya, status terkait COVID-19 adalah endemi, yakni virus tersebut ada di sekitar kita, tetapi dalam tahap bisa dikontrol.

    Lalu, bagaimana cara menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terinfeksi COVID-19?

    Spesialis penyakit dalam dr Muthmainnah, Sp.PD K-AI memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan agar daya tahan tubuh tetap bagus dalam menghadapi serangan COVID-19.

    “Saat liburan biasanya konsumsi makanan nggak sebaik kalau kita lagi di rumah. Cenderung kita makan fast food, kurang air. Satu lagi kurang istirahat,” kata dr Muthmainnah saat berbincang dengan detikcom di Depok, (28/5/2025).

    “Jadi harus banyakin (makan) buah, istirahat cukup, sama minum air putih cukup. Secara umum kan buah kaya vitamin C, jadi vitamin C sudah terbukti meningkatkan imun tubuh,” sambungnya.

    Terkait perlindungan tambahan, dr Muthmainnah menambahkan memakai masker saat berada di kerumunan juga bisa dilakukan. Terlebih bagi mereka yang liburan ke negara-negara dengan kasus COVID-19 meningkat.

    “Pasti harus tetap pakai masker kalau lagi liburan. Apalagi ke daerah-daerah yang memang sudah ada data peningkatan COVID-19 ya,” tutupnya.

    (dpy/kna)

  • Travelling Saat Asia Dihantui COVID-19, Butuh Vaksin Apa Saja? Ini Saran Dokter

    Travelling Saat Asia Dihantui COVID-19, Butuh Vaksin Apa Saja? Ini Saran Dokter

    Jakarta

    Kasus COVID-19 tengah meningkat lagi di Asia, namun sejauh ini tidak ada pengetatan terkait perjalanan lintas negara. Bertepatan dengan long weekend, kira-kira butuh vaksin apa saja ya jika mau travelling ke luar negeri?

    Sejak status kedaruratan pandemi COVID-19 dilonggarkan, vaksin COVID-19 memang sudah tidak lagi menjadi syarat untuk bepergian ke luar negeri. Begitupun, peningkatan kasus yang terjadi belakangan ini, oleh para pakar dinilai normal atau tidak mengkhawatirkan meski tetap perlu diwaspadai.

    Konsultan alergi dan imunologi klinik, dr Muthmainnah, SpPD-KAI mengatakan persyaratan vaksin terkadang memang diberlakukan untuk memasuki negara tertentu. Bukan untuk COVID-19, melainkan untuk beberapa penyakit lain sebagaimana diatur oleh regulasi negara tersebut.

    “Kalau ke India kita haris tifoid. Kalau ke negara meningitis belt itu kita disarankan vaksinasi meningitis,” kata dr Muthmainnah saat berbincang dengan detikcom, di Depok Rabu (28/5/2025).

    “Tapi secara umum influenza itu kita harusnya sudah terproteksi ya, karena kan sifatnya umum. Risikonya seluruh dunia, vaksin dasar,” lanjutnya.

    Beberapa vaksin juga direkomendasikan jika ingin bepergian ke luar negeri. Di antaranya, menurut dr Muthainnah, adalah tifoid (tipes) dan hepatitis.

    NEXT: Situasi COVID-19 saat ini

    Beberapa negara di Asia melaporkan peningkatan kasus COVID-19 belakangan ini, di antaranya Thailand dan Singapura. Ada banyak faktor yang memicu peningkatan, salah satunya surveilans dan pencatatan yang baik.

    “Bahkan saat situasi normal, mereka tetap rajin mencatat dan melaporkan,” kata Prof Tjandra Yoga Aditama, dokter paru senior yang juga pernah menjabat direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, baru-baru ini.

    Kalaupun terjadi fluktiasi kasus seperti saat ini, menurut Prof Tjandra sangat dimungkinkan. Yang terpenting adalah bagaimana otoritas kesehatan memantau perkembangan kasus, kematian, hingga pola genomik virus.

    “Varian yang mendominasi masih JN.1 dan turunannya seperti LF.7 dan NB 1.8,” jelasnya.

    Bagaimana situasi di Indonesia? Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ada beberapa kasus yang teridentifikasi namin jumlahnya tidak banyak.

    “Yang penting masyarakat tetap jaga 3M, mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker. Itu tetap kita harus waspadai,” pesan Wamenkes.

    Simak Video “Video: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Bagaimana dengan Indonesia?”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Terungkap, Ternyata Ini Alasan Laki-laki Lebih Tinggi daripada Perempuan

    Terungkap, Ternyata Ini Alasan Laki-laki Lebih Tinggi daripada Perempuan

    Jakarta

    Hampir di seluruh belahan dunia, populasi laki-laki cenderung lebih tinggi daripada perempuan. Kini, para peneliti telah mengungkap mekanisme genetik di balik kontras anatomi ini.

    Dikutip dari Science Direct, dengan menyisir tiga basis data kesehatan publik yang besar, sebuah tim yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Geisinger College of Health Sciences di Pennsylvania meneliti 1.225 orang dewasa dengan kombinasi kromosom yang tidak biasa.

    Kombinasi tersebut secara statistik dimodelkan terhadap tinggi badan setiap orang dewasa, yang mengungkap perbedaan menarik dalam pengaruh urutan yang ditemukan pada kromosom X dan Y yang dikenal sebagai gen SHOX (short-stature homeobox).

    Tidak seperti kromosom X dan Y dalam sel pria pada umumnya, salah satu dari dua kromosom X (dikenal sebagai kromosom X ‘tidak aktif’, atau disingkat Xi) dalam sel wanita pada umumnya cenderung bekerja pada kapasita rendah untuk menghindari komplikasi.

    Data menunjukkan bahwa kromosom Y memberikan lebih banyak ‘efek’ SHOX daripada kromosom X yang tidak aktif, yang berkontribusi terhadap tinggi badan tambahan rata-rata 3,1 sentimeter pada pria.

    “Temuan ini konsisten dengan hipotesis bahwa ekspresi SHOX yang berkurang pada wanita menghasilkan perbedaan tinggi bersih antara kedua jenis kelamin,” tulis para peneliti dalam makalah yang mereka terbitkan di jurnal PNAS.

    Tinggi badan sebagian besar diturunkan, dengan orang tua yang lebih tinggi cenderung memiliki anak yang lebih tinggi. Kadar hormon, termasuk testosteron, juga dianggap berperan dalam menentukan seberapa tinggi kita tumbuh.

    (kna/kna)

  • Lansia Jakarta Tampil Enerjik Lewat Tari Keroncong di TIM

    Lansia Jakarta Tampil Enerjik Lewat Tari Keroncong di TIM

    Foto Health

    ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah – detikHealth

    Rabu, 28 Mei 2025 23:00 WIB

    Jakarta – Lansia Jakarta menari di Teater TIM dalam acara seni dan kesehatan. Kegiatan ini ajak mereka tetap aktif, kreatif, dan peduli akan kesehatan.

  • Video: Kepala BGN Sebut Tinggi Anaknya 180 Cm karena Minum Susu dari Kecil

    Video: Kepala BGN Sebut Tinggi Anaknya 180 Cm karena Minum Susu dari Kecil

    Jakarta – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana saat menyampaikan pidatonya di acara Peluncuran Pembangunan 1.000 SPPG Pesantren di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil menyinggung tentang tinggi anaknya yang mencapai 180 cm. Dadan Hindayana menyebut kedua anak laki-lakinya bisa mencapai tinggi 180 cm karena diwajibkan minum susu sejak kecil. Bahkan ada anaknya yang minum susu 2 liter sehari. Dadan Hindayana pun menyebut tinggi badan tidak hanya masalah genetik, tetapi juga terkait dengan konsumsi makanan.

    BGN atau Badan Gizi Nasional merupakan lembaga non-kementerian yang fokus pada pemenuhan gizi nasional. Program kerjanya termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    (/)