Category: Detik.com Kesehatan

  • Cerita Pasien kena Gagal Ginjal di Umur 27, Awalnya Ngeluh Sakit Kepala 2 Bulan

    Cerita Pasien kena Gagal Ginjal di Umur 27, Awalnya Ngeluh Sakit Kepala 2 Bulan

    Jakarta

    Gagal ginjal seringkali tidak disadari pada tahap awal, sehingga banyak orang tidak menyadari adanya masalah hingga penyakit tersebut mencapai tahap lanjut. Penyakit gagal ginjal juga mulai menyerang usia muda sehingga sangat penting untuk mengenali tanda-tanda mulai ada masalah pada tubuh.

    Ben Diaz pria di Florida, Amerika Serikat, mengalami gagal ginjal di umur 27 tahun. Gejala awal yang dialaminya yakni sakit kepala yang membuatnya tak busa berbicara dan mual. Hal ini berlangsung selama dua bulan sebelum akhirnya dia ke dokter.

    Di rumah sakit, tim medis melakukan tes yang mengungkapkan tekanan darahnya sangat tinggi sampai-sampai dokter tidak percaya ia tak terkena stroke. Pengujian lebih lanjut menunjukkan Diaz mengalami gagal ginjal.

    “Mereka benar-benar memberi tahu saya bahwa mereka akan membuat saya merasa nyaman karena mereka tidak mengira saya akan keluar dari sana,” kata Diaz kepada CBS12 News.

    Diaz menjalani dialisis selama 2 tahun sebelum akhirnya mendapatkan donor dari kakak perempuannya, Ashley. Dia kemudian menjalani operasi pada Agustus 2024 di Tampa General Hospital.

    Dia mengatakan tidak memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya, dan bahkan 3 tahun kemudian, dokter tidak dapat secara meyakinkan mengatakan apa yang menyebabkan gagal ginjal tersebut namun kebiasaan makan bisa menjadi faktor penyebabnya.

    Next: gejala gagal ginjal

    Banyak orang mengalami sedikit atau tidak ada gejala pada tahap awal penyakit ginjal. Namun, penyakit ginjal kronis tetap dapat menyebabkan kerusakan meskipun seseorang merasa baik-baik saja.

    Gejala gagal ginjal bervariasi pada setiap pasien. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, tanda-tandanya mungkin seperti ini:

    Kelelahan ekstrem (fatique)Mual dan muntahKebingungan atau kesulitan berkonsentrasiPembengkakan (edema), terutama di sekitar tangan, pergelangan kaki, atau wajahPerubahan frekuensi buang air kecilKram (kejang otot)Kulit kering atau gatalNafsu makan buruk, atau makanan mungkin terasa seperti logam

  • Pesepak Bola Neymar Positif COVID-19

    Pesepak Bola Neymar Positif COVID-19

    Jakarta

    Pesepak bola Brasil Neymar positif COVID-19. Kabar ini disampaikan oleh klubnya, Santos, dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip Reuters dari media Brasil.

    Neymar yang berusia 33 tahun itu disebut mulai menunjukkan gejala pada hari Kamis dan segera dikeluarkan dari aktivitas tim. Tes medis kemudian mengonfirmasi infeksi virus tersebut, kata tim Serie A Brasil itu pada hari Sabtu (8/6/2025).

    Klub tersebut tidak mengungkapkan berapa lama Neymar akan absen dan tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters. Neymar telah dinyatakan absen dari pertandingan liga hari Kamis di Fortaleza karena skorsing.

    Belum diketahui gejala apa yang dikeluhkan Neymar sebelum akhirnya dinyatakan positif COVID-19. Orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami berbagai gejala, mulai dari ringan hingga parah.

    Gejala juga bisa berubah tergantung varian COVID-1 dapat bervariasi tergantung pada status vaksinasi. Gejala yang mungkin dialami meliputi:

    Demam atau menggigilBatukSesak napas atau kesulitan bernapasSakit tenggorokanHidung tersumbat atau berairKehilangan indra perasa atau penciuman baruKelelahanNyeri otot atau tubuhSakit kepalaMual atau muntahDiare

    (kna/kna)

  • Ternyata Pria Lebih Mudah Meninggal karena ‘Patah Hati’ ketimbang Wanita

    Ternyata Pria Lebih Mudah Meninggal karena ‘Patah Hati’ ketimbang Wanita

    Jakarta

    Kita semua menyadari rasa sakit psikologis dari patah hati. Tak terhitung berapa banyak buku, lagu, dan film telah ditulis dan dibuat tentang topik tersebut. Tetapi ada juga bukti ilmiah bahwa patah hati juga bisa berakibat fatal.

    Sindrom patah hati atau kardiomiopati takotsubo atau takotsubo cardiomyopathy (TC) adalah kondisi melemahnya jantung yang disebabkan oleh tekanan fisik atau emosional. Sebuah studi baru dari para peneliti di Universitas Arizona melihat data pada 199.890 pasien sindrom patah hati di AS antara tahun 2016 dan 2020.

    Insiden TC sedikit meningkat selama periode penelitian untuk pria dan wanita, tetapi insiden keseluruhan umumnya lebih tinggi untuk wanita. Kematian dan komplikasi yang disebabkan oleh kondisi tersebut relatif tinggi.

    Meskipun kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita, kematian lebih dari dua kali lebih mungkin terjadi pada pria, dengan 11,2 persen kematian laki-laki yang diakibatkan sindrom tersebut dibandingkan dengan 5,5 persen perempuan. Tingkat kematian secara keseluruhan adalah 6,5 persen.

    Kami terkejut menemukan bahwa tingkat kematian akibat kardiomiopati takotsubo relatif tinggi tanpa perubahan signifikan selama studi lima tahun, dan tingkat komplikasi di rumah sakit juga meningkat,” kata ahli jantung intervensi M. Reza Movahed, dari Universitas Arizona dikutip dari Science Direct.

    Para peneliti telah mengajukan hipotesis untuk kesenjangan antara pria dan wanita. Sindrom patah hati diyakini disebabkan oleh lonjakan hormon stres, yang dipicu oleh stres fisik atau emosional.

    Stres fisik terkait dengam operasi atau infeksi, sedangkan stres emosional bisa berupa perceraian atau kematian orang yang dicintai. Stres fisik lebih sering terjadi pada pria, yang mungkin menjelaskan jumlah kematian yang lebih tinggi yang disebabkan oleh kondisi tersebut. Para peneliti juga berpikir perbedaan dalam keseimbangan hormon antara jenis kelamin dapat berperan.

    Sindrom patah hati sering ditandai sebagai serangan jantung atau nyeri dada, karena kesamaan gejalanya. Tetapi para peneliti di balik studi baru ini berharap untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi tersebut, sehingga dapat didiagnosis dengan lebih baik dan diobati dengan lebih efektif.

    (kna/kna)

  • Kasus Aktif COVID-19 di India Tembus 6.000, Catat 65 Kematian di 2025

    Kasus Aktif COVID-19 di India Tembus 6.000, Catat 65 Kematian di 2025

    Jakarta

    Jumlah kasus aktif COVID-19 di India telah melampaui angka 6.000, dengan 769 infeksi baru dilaporkan dalam 48 jam terakhir, menurut data dari Kementerian Kesehatan India yang dirilis pada Minggu (8/6/2025).

    Negara bagian Kerala masih menjadi wilayah paling terdampak, disusul oleh Gujarat, Benggala Barat, dan Delhi. Menghadapi peningkatan kasus ini, pemerintah pusat menggelar simulasi kesiapsiagaan untuk menilai kesiapan fasilitas kesehatan di seluruh negara bagian. Pemerintah juga menginstruksikan agar tersedia oksigen, tempat isolasi, ventilator, dan obat-obatan esensial di semua wilayah, menurut sumber resmi.

    Tercatat ada 6.133 kasus aktif di seluruh India, dengan enam kematian tambahan dalam 24 jam terakhir. Sumber resmi menyatakan sebagian besar kasus bersifat ringan dan dapat ditangani dengan perawatan di rumah.

    Sejak Januari tahun ini, telah tercatat 65 kematian akibat COVID-19 di India. Sebagai perbandingan, pada 22 Mei, hanya ada 257 pasien aktif secara nasional.

    Sejumlah pertemuan teknis telah diselenggarakan pada 2 dan 3 Juni, dipimpin oleh Dr. Sunita Sharma, Direktur Jenderal Layanan Kesehatan, untuk mengevaluasi situasi COVID-19 dan langkah-langkah kesiapsiagaan.

    Pertemuan ini melibatkan perwakilan dari berbagai lembaga, termasuk Satuan Manajemen Bencana, tim tanggap darurat, Pusat Pengendalian Penyakit India (NCDC), Dewan Riset Medis India (ICMR), Program Pengawasan Penyakit Terpadu (IDSP), rumah sakit pemerintah pusat di Delhi, serta seluruh negara bagian dan wilayah federal India.

    Pada 4 Juni, sumber resmi menyatakan bahwa unit pengawasan di tingkat negara bagian dan distrik di bawah IDSP terus memantau secara ketat kasus penyakit mirip influenza atau influenza like illness (ILI) dan infeksi saluran pernapasan akut berat.

    “Tes COVID-19 direkomendasikan untuk semua pasien yang dirawat karena pernapasan akut berat dan 5 persen dari kasus ILI, sesuai pedoman. Sampel yang positif akan dikirim untuk pengurutan genom lengkap melalui jaringan ICMR,” ujar salah satu pejabat, dikutip dari The Hindu.

    (naf/kna)

  • Apa Benar Tidur Siang Bikin Jantung Lebih Sehat? Ini Faktanya

    Apa Benar Tidur Siang Bikin Jantung Lebih Sehat? Ini Faktanya

    Jakarta

    Tidur siang masih kerap dibayangi stigma negatif, memberi kesan pemalas bagi yang melakukannya. Di sisi lain, berbagai penelitian menunjukkan kebiasaan tidur siang punya manfaat bagi kesehatan.

    Pada beberapa kelompok, pola tidur yang tidak teratur membuat waktu istirahat malam terbatas. Seringkali, tidur siang menjadi satu-satunya solusi untuk memenuhi kebutuhan tidur ideal yakni 6-8 jam dalam sehari.

    Secara khusus dalam kaitannya dengan sistem kardiovaskular, apakah benar tidur siang menyehatkan jantung?

    Korelasi Tidur Siang dengan Kesehatan Jantung

    Sejumlah riset yang meneliti manfaat tidur memberikan hasil yang beragam terkait manfaat tidur siang bagi kesehatan jantung. Dikutip dari Medicalnewstoday, penelitian case-control di Yunani menunjukkan kelompok yang sering tidur siang punya risiko penyakit jantung koroner lebih rendah di kemudian hari.

    Masih di Yunani, penelitian lain mengkonfirmasi temuan tersebut. Dalam kesimpulannya, penelitian ini menyebut kebiasaan tidur siang bisa menurunkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar 37 persen.

    Meski demikian, beberapa penelitian di negara lain memberikan hasil beragam. Sebagian bahkan menunjukkan kemungkinan adanya korelasi negatif antara tidur siang dengan berbagai gangguan kesehatan.

    Sebuah analisis di jurnal Heart pada 2019 menyimpulkan, frekuensi tidur siang berpengaruh pada efeknya bagi kesehatan jantung. Tidur siang 1-2 kali dalam sepekan bisa menurunkan risiko penyakit kardiovaskular hingga 48 persen. Manfaat tersebut tidak teramati lagi jika tidur siang dilakukan 6-7 kali dalam sepekan.

    Manfaat yang Bisa Didapat

    Dikutip dari WebMD, ada beberapa kemungkinan manfaat tidur siang bagi kesehatan jantung.

    1. Meredakan stres

    Dalam kondisi di bawah tekanan, tidur siang di jam kerja bisa meredakan stres dan meningkatkan sistem imun. Para pakar menganjurkan tidur siang selama 30 menit untuk mendapatkan manfaat ini.

    Sebuah studi menunjukkan, tidur siang selama 45-60 menit bisa menurunkan tekanan darah. Bagi jantung, tekanan darah dan tekanan mental sama-sama harus dikendalikan.

    3. Memperbaiki pola tidur

    Mengkombinasikan kebiasaan tidur siang dengan olahraga rutin terbukti bisa meningkatkan kualitas tidur malam. Untuk mendapatkan manfaat ini, disarankan tidur siang selama 30 menit antara pukul 1-3 sore.

    (up/tgm)

  • Baru Umur 25 Sudah Kena Gagal Ginjal, Ini 5 Kebiasaan Pemicu Diam-diam

    Baru Umur 25 Sudah Kena Gagal Ginjal, Ini 5 Kebiasaan Pemicu Diam-diam

    Jakarta

    Kasus gagal ginjal kronis yang dialami seorang perempuan usia 25 tahun di Bandung beberapa waktu silam menjadi pengingat bahwa penyakit ini tidak lagi hanya mengancam usia lanjut, melainkan juga generasi tua. Perubahan perilaku yang tidak sehat menjadi pemicunya.

    Di Indonesia, gagal ginjal kronis di usia muda memang menjadi sorotan sejak beberapa waktu belakangan. Praktisi kesehatan dr Dina Nilasari, SpPD-KGH dalam suatu kesempatan menyoroti kebiasaan begadang sambil mengonsumsi minuman berenergi sebagai salah satu faktor pemicu.

    “Fenomena ini banyak sekali ya, jadi masih muda sudah kena gagal ginjal dan cuci darah. Ada beberapa faktor ya, bisa karena lifestyle misal begadang,” kata dr Dina.

    Peningkatan kasus gagal ginjal kronis di usia muda juga berdampak pada pembiayaan negara. BPJS Kesehatan menyebut pembiayaan gagal ginjal kronis pada 2024 meningkat signifikan menjadi Rp 11 triliun.

    5 Kebiasaan Pemicu Gagal Ginjal Usia Muda

    Beberapa kebiasaan sepele yang tanpa sadar meningkatkan risiko gagal ginjal terangkum sebagai berikut:

    1. Begadang tiap hari

    Begadang bisa merusak tubuh bukan saja karena tidak memberi kesempatan sel-sel tubuh untuk recovery. Pada beberapa orang, kebiasaan begadang juga disertai kecenderungan untuk mengonsumsi suplemen pendongkrak stamina.

    “Selain kandungan kafeinnya, ada bahan lain di energy drink yang in the long term sangat mengganggu ginjal, dan sudah ada data bahwa energy drink dalam jumlah besar bisa menyebabkan gagal ginjal,” kata dr Dina.

    2. Berlebihan ngopi cantik

    Tren kopi kekinian juga perlu diwaspadai sebagai faktor risiko gagal ginjal kronis. Menurut dr Elizabeth Yasmine Wardoyo, SpPD-KGH, tren WFH (Work From Home) mendorong generasi muda makin banyak minum kopi hingga takaran berlebih.

    “Sebenarnya kopi itself tidak berpengaruh terhadap gagal ginjal. Tapi karena dia menggunakan gula, susu kental manis jadi konsumsi gulanya berlebih,” kata Elizabeth.

    3. Sembarangan minum pereda nyeri

    Konsumsi obat-obatan yang bersifat toksik bagi ginjal juga mendapat sorotan. Pereda nyeri yang banyak dijual bebas jika digunakan secara berlebihan, dalam jangka panjang dapat merusak ginjal.

    “Jadi perlu diedukasi ke masyarakat penggunaan obat penghilang rasa nyeri ini harus berdasarkan pengawasan dokter,” sambungnya.

    4. Keseringan makan junk food

    Junk food identik dengan kandungan garam natrium yang tinggi. Kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi garam bisa memicu hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang juga bisa merusak ginjal.

    5. Kebanyakan mengonsumsi minuman manis

    Asupan gula yang berlebih meningkatkan risiko obesitas dan diabetes mellitus. Keduanya merupakan faktor risiko kerusakan ginjal yang bisa berakhir menjadi gagal ginjal kronis.

    Cara Mencegahnya

    Beberapa cara menghindari risiko gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:

    menurunkan berat badanmeningkatkan aktivitas fisikmengonsumsi obat hanya yang benar-benar diperlukanmengurangi asupan gula, garam, lemakmakan lebih banyak sayur dan buah, serta minum air putih yang banyak.

    (up/tgm)

  • Label Pangan dan Ancaman Bom Waktu Kasus Diabetes-Obesitas di Indonesia

    Label Pangan dan Ancaman Bom Waktu Kasus Diabetes-Obesitas di Indonesia

    Jakarta

    Siasat pemerintah dalam menekan kasus penyakit tidak menular melalui label pangan tampaknya belum efektif. Terlebih, literasi masyarakat soal membaca informasi nilai gizi sebelum membeli produk, relatif rendah.

    Catatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menunjukkan hanya 6,7 persen konsumen di Indonesia yang memperhatikan label pada produk pangan kemasan. Walhasil, pemerintah belakangan mengupayakan penerapan label baru pangan olahan maupun siap saji, salah satunya berkiblat pada regulasi Singapura, yakni NutriGrade.

    Wacana penerapan label pangan sehat seperti sistem Nutri-Grade dan warning label semakin relevan di tengah meningkatnya konsumsi pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) di Indonesia. Mengacu survei kesehatan indonesia (SKI) 2023, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 11,7 persen pada usia lebih dari 15 tahun berdasarkan pemeriksaan gula darah, sementara yang terdiagnosis dokter hanya 1,7 persen. Artinya, banyak kasus tidak terdeteksi.

    Dengan 19,5 juta kasus, Indonesia kini menempati peringkat kelima dunia, setelah China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat. Jika tidak ada intervensi, angka ini diprediksi mencapai 28,6 juta pada 2045.

    SKI 2023 juga mencatat kasus obesitas meningkat dua kali lipat dalam 1,5 dekade terakhir, dan rata-rata konsumsi natrium masyarakat Indonesia melebihi rekomendasi WHO. Ini memperkuat argumen bahwa sistem pelabelan pangan harus lebih tegas dan edukatif.

    Menurut pakar kebijakan kesehatan global Dicky Budiman, pelabelan semacam ini terbukti efektif di sejumlah negara, tetapi keberhasilannya di Indonesia akan sangat bergantung pada berbagai faktor pendukung.

    “Nutri-Grade di Singapura, yang juga telah mulai diterapkan di Taiwan dan sebagian besar wilayah di Tiongkok, memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk membantu konsumen memilih pangan yang lebih sehat,” ujar Dicky saat dihubungi detikcom, Minggu (8/6/2025).

    Label ini mengklasifikasikan minuman, juga makanan berdasarkan kadar GGL, dengan sistem penilaian huruf A hingga D. Namun, Dicky menekankan bahwa efektivitasnya sangat bergantung pada tingkat literasi kesehatan masyarakat.

    “Tanpa pemahaman yang baik, label A-D bisa disalahartikan atau diabaikan. Makanya, edukasi publik itu krusial,” jelasnya. Ia juga menyoroti pentingnya posisi label yang jelas di bagian depan kemasan (front-of-pack) agar tidak disembunyikan dengan tulisan kecil di belakang.

    Dicky menekankan pentingnya standar penilaian nasional yang objektif dan independen, serta pengawasan ketat agar produsen tidak melakukan label washing atau manipulasi informasi nutrisi.

    Sebagai alternatif yang dianggap lebih efektif, ia mendorong penerapan ‘warning label’ atau label peringatan yang secara eksplisit menandai produk tinggi GGL.

    “Bukti dari Chili, Meksiko, dan sebagian Australia menunjukkan bahwa warning label lebih intuitif dan langsung dipahami, terutama oleh masyarakat dengan literasi rendah. Ini berdampak nyata dalam mengurangi konsumsi makanan tidak sehat,” kata Dicky, sembari menekankan tantangan terbesarnya adalah industri makanan.

    Kekhawatiran Resistensi Industri

    “Pasti ada resistensi. Mereka khawatir diberi stigma, dan penjualan bisa turun. Tapi kita bicara soal kesehatan publik, bukan sekadar kepentingan bisnis,” lanjut dia.

    Kekhawatiran resistensi industri semacam itu disebutnya bisa disiasati dalam bentuk insentif dari pemerintah. Khususnya, bagi mereka yang melakukan reformulasi produk.

    Dicky juga menekankan pentingnya harmonisasi regulasi pangan di tingkat regional, khususnya di ASEAN. “Kita tidak bisa jalan sendiri. Perlu kerja sama antarnegara agar tidak terjadi konflik dalam perdagangan lintas batas,” jelasnya.

    Dalam konteks wilayah perbatasan, Dicky yang pernah terlibat dalam program kesehatan lintas negara di Kaltim dan Papua menyebut banyak produk kemasan dari luar negeri masuk tanpa mengikuti standar label Indonesia. “Ini ancaman bagi perlindungan konsumen dan kedaulatan pangan. Pemerintah harus memperkuat pengawasan, khususnya di perbatasan.”

    Sebagai solusi, Dicky mendorong penerapan bertahap, dimulai dari produk dengan kandungan gula ekstrem, disertai kampanye edukasi dan insentif bagi produsen yang melakukan reformulasi produk. Ia juga mengingatkan bahwa pelabelan harus diiringi dengan intervensi struktural, seperti subsidi pangan sehat, distribusi makanan bergizi, dan pengendalian impor pangan ultra-proses.

    “Labelisasi pangan, baik itu Nutri-Grade maupun warning label, harus menjadi bagian dari kebijakan pangan nasional yang berorientasi pada kesehatan masyarakat,” pungkasnya.

    Logo Pilihan Lebih Sehat: Membingungkan Konsumen

    Pandangan senada juga disuarakan Nida Adzilah Auliani, Project Lead untuk Food Policy di Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Ia menyoroti strategi yang sudah diupayakan seperti logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ yang saat ini digunakan di Indonesia justru kerap menyesatkan konsumen.

    “Label itu seolah memberi kesan bahwa produk aman dikonsumsi, padahal kenyataannya masih mengandung kadar gula yang cukup tinggi,” jelas Nida dalam konferensi pers belum lama ini. Ia mencontohkan susu cokelat kemasan ukuran 180 ml yang mengandung 11 gram gula.

    Padahal, batas aman gula dalam minuman menurut aturan hanya 6 gram per 100 ml. Artinya, satu botol kecil saja sudah menyumbang lebih dari 20 persen kebutuhan gula harian, menurut standar WHO.

    Nida menilai ambang batas yang digunakan dalam label tersebut terlalu longgar, tidak seketat profil gizi internasional, sehingga gagal memberikan informasi yang akurat dan mudah dicerna. “Masyarakat bisa saja mengira suatu produk itu sehat, padahal sebenarnya mengandung gula tambahan yang tinggi,” katanya.

    Pantauan detikcom pada sejumlah produk pangan berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’ memang demikian.

    Produk susu posisi kiri memiliki label ‘Pilihan Lebih Sehat’, sementara produk susu kedua di posisi kiri, tanpa label tersebut. Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth

    Produk susu strawberry berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’ dengan yang tidak, nyaris identik dari segi kandungan kalori juga makronutrien. Terkecuali, kandungan gula yang satu gram sedikit lebih rendah ketimbang produk berlogo ‘Pilihan Lebih Sehat’.

    Bila dirinci lebih lanjut, dua produk susu cair 200 ml yang beredar di pasaran tersebut memiliki jumlah energi yang sama yaitu 150 kkal. Kandungan lemak total (4,5 g), lemak jenuh (2,5 g), dan protein (3 g) juga serupa. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting.

    Produk pertama, mengandung 18 g gula, sedangkan produk pembanding mengandung 19 g. Produk 1 mengandung lebih banyak natrium (60 mg) dibandingkan produk 2 (50 mg). Dari sisi mikronutrien, Produk 1 lebih unggul karena mencantumkan kandungan vitamin D3, E, C, dan K, serta magnesium dan zinc yang lebih tinggi. Produk pembanding hanya menonjol pada kandungan vitamin B6 dan fosfor, serta mencantumkan tambahan kolin dan klorida.

    Logo ‘Pilihan Lebih Sehat’ sendiri diberikan oleh BPOM berdasarkan Peraturan No. 26 Tahun 2021, yang menyatakan minuman siap konsumsi setidaknya harus:

    Tidak mengandung pemanis buatanMemiliki gula tambahan tidak lebih dari 6 g per 100 ml.

    Berdasarkan label kemasan, produk 1 tidak mencantumkan pemanis buatan, dan meskipun tercantum 18 g gula per 200 ml (setara 9 g per 100 ml), angka tersebut kemungkinan mencakup gula alami (laktosa), bukan hanya gula tambahan. Hal ini berarti produk tersebut masih dapat memenuhi kriteria BPOM untuk mendapatkan logo ‘Pilihan Lebih Sehat’.

    NEXT: Siasat Pemerintah Label Pangan Baru

  • Stres Diam-diam Bisa Bikin Kolesterol Naik, Ini Penjelasan Ahli

    Stres Diam-diam Bisa Bikin Kolesterol Naik, Ini Penjelasan Ahli

    Jakarta

    Jika kolesterol meningkat akhir-akhir ini, tidak perlu buru-buru menyalahkan daging kurban. Berlebihan mengonsumsi daging berlemak memang meningkatkan kolesterol, tapi ingat stres juga bisa jadi pemicu.

    Dikutip dari WebMD, tubuh mengeluarkan hormon kortisol saat berada dalam tekanan. Satu sisi, kondisi ini menguntungkan karena mendorong kerja otak sehingga bisa memecahkan persoalan.

    Di sisi lain, stres yang berkepanjangan bisa jadi persoalan. Hormon stres yang terlalu tinggi menyebabkan tekanan pada jantung dan fungsi tubuh lain. Bukan cuma meningkatkan kadar kolesterol, dampaknya juga bisa mempengaruhi risiko penyakit jantung.

    Apa Itu Kolesterol?

    Sedikitnya ada dua jenis kolesterol yang penting dipahami, yakni LDL (Low Density Lipoprotein) atau orang awam menyebutnya kolesterol jahat, dan HDL (High Density Lipoprotein) atau kolesterol baik.

    Kadar Kolesterol Normal

    Normalnya, kolesterol berada di kadar sebagai berikut:

    Kolesterol total: di bawah 200 mg/dLLDL: di bawah 100 mg/dL atau di bawah 70 mg/dL jika punya riwayat penyakit jantung atau diabetesHDL: 40 mg/dL ke atas pada pria, 50 mg/dL ke atas pada wanitaTrigliserida: di bawah 150 mg/dLStres dan Kolesterol

    Sejumlah penelitian pernah mengamati kaitan stres dengan kolesterol. Berikut rangkumannya.

    Dalam sebuah riset yang melibatkan 91.500 orang, terungkap bahwa stres terkait pekerjaan berhubungan dengan kolesterol tinggi. Orang-orang yang stres di tempat kerja cenderung mengonsumsi obat kolesterol.Penelitian terhadap penegak hukum di Iowa mengungkap, wanita mengalami lebih banyak stres dan kolesterol lebih tinggi dibanding petugas pria. Petugas wanita yang mengalami stres juga cenderung kelebihan berat badan dan obesitas, dan 77 persen menuding stres sebagai penyebab berbagai masalah kesehatan.Studi lainnya dilakukan pada supir truk, bus, dan taksi, yang punya level stres tinggi. Mereka yang mengalami stres terkait profesinya cenderung memiliki kadar LDL dan trigliserida yang tinggi, HDL yang rendah, dan tekanan darah yang tinggi.Stres Memicu Gaya Hidup Tidak Sehat

    Ada banyak teori yang menjelaskan kaitan stres dengan kolesterol tinggi. Salah satunya menyebut bahwa stres mendekatkan seseorang pada gaya hidup tidak sehat seperti makan sembarangan, kurang tidur, dan jarang olahraga.

    Kolesterol karena Stres Bisa Dicegah

    Jika memang tidak bisa menghindari stres, yang memang tidak selalu harus dihindari, kadang tetap harus dihadapi, maka hindari pelarian yang tidak sehat seperti makan sembarangan, begadang, apalagi merokok. Pelarian-pelarian tersebut mungkin membuat sedikit rileks, tapi dampak jangka panjangnya buruk untuk kesehatan.

    Tips mengelola stres

    Jika memungkinkan, redakan stres dengan beberapa cara:

    Bergaul dengan temanLibatkan diri dalam komunitas atau aktivitas kemanusiaanDengarkan musikOlahraga yang sehatCoba alternatif lain, seperti journaling.

    (up/tgm)

  • Wajib Tahu! 4 Ciri Serangan Jantung Ringan yang Sering Diabaikan

    Wajib Tahu! 4 Ciri Serangan Jantung Ringan yang Sering Diabaikan

    Jakarta

    Serangan jantung merupakan kedaruratan medis. Karenanya, penting mengenali tanda-tanda sekecil apapun sehingga dapat segera mencari pertolongan sebelum berakibat fatal.

    Tanda yang umum dikenali adalah nyeri dada. Namun demikian, gejala yang muncul bisa berbeda-beda pada setiap orang.

    Dikutip dari Healthline, serangan jantung terjadi ketika otot jantung tidak mendapat pasokan darah yang cukup akibat sumbatan atau penyempitan pembuluh darah. Normalnya, darah membawa oksigen dan nutrisi untuk otot jantung.

    Ketika otot jantung tidak mendapat pasokan darah yang cukup, sel-sel yang terdampak akan rusak dan bukan tidak mungkin mengalami kematian. Kondisi ini sangat membahayakan dan sangat mungkin mematikan.

    Tingkat kerusakan yang terjadi tergantung beberapa faktor berikut:

    Ukuran area yang disuplai oleh pembuluh yang tersumbatJeda waktu antara serangan jantung dengan perawatanGejala Serangan Jantung

    Beberapa gejala yang bisa menyertai serangan jantung adalah sebagai berikut:

    1. Nyeri dada

    Sebagian besar serangan jantung disertai rasa tidak nyaman di dada bagian tengah atau sisi kiri. Rasa tidak nyaman tersebut bertahan lebih dari beberapa menit, atau bisa juga hilang timbul. Umumnya berupa sensasi seperti ditekan, diremas, atau nyeri.

    Nyeri dada yang menyertai serangan jantung dapat menjalar ke lengan, rahang, hingga punggung.

    2. Berkeringat tidak seperti biasa

    Dikutip dari Healthline, berkeringat saat tidak sedang beraktivitas bisa menjadi pertanda awal serangan jantung. Untuk memompa darah melalui pembuluh yang tersumbat, jantung harus lebih keras bekerja. Keringat berlebih bisa terjadi karena tubuh berusaha menstabilkan temperatur saat jantung bekerja keras.

    3. Letih yang tidak wajar

    Pada perempuan, serangan jantung kerap pula muncul tanpa disertai gejala spesifik seperti nyeri dada. Beberapa mengalami letih yang tidak biasa, karena jantung bekerja lebih keras dari seharusnya.

    Jika mengalami rasa letih yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, ada baiknya waspada. Bisa jadi ada masalah di jantung.

    4. Sesak napas

    Umumnya rasa tidak nyaman di dada akan disertai sesak napas. Namun pada beberapa orang, sesak napas muncul beberapa saat sebelum nyeri dada menyerang.

    Apa yang Harus Dilakukan?

    Saat mengalami serangan jantung, atau mendapati orang lain mengalaminya, segera cari pertolongan medis. Sembari menunggu, tetap tenang dan periksa kondisi. Jika jantung berhenti berdetak, lakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation)

    Dikutup dari WebMD, banyak orang menunda penanganan karena tidak yakin dengan gejalanya, atau merasa sungkan dan tidak ingin merepotkan orang lain. Makin lama menunda, makin besar risiko kerusakan pada jantung yang bisa berakibat fatal.

    (up/up)

  • Frekuensi ‘Normal’ Bercinta Pasutri, Ada Batasannya Nggak Sih?

    Frekuensi ‘Normal’ Bercinta Pasutri, Ada Batasannya Nggak Sih?

    Jakarta

    Penelitian menunjukkan rata-rata orang dewasa melakukan hubungan seks 54 kali dalam setahun. Sebenarnya frekuensi seks bervariasi untuk setiap orang, tergantung banyak faktor, termasuk usia.

    Misalnya orang berusia 20-an tahun bisa bercinta sebanyak 80 kali per tahun. Lalu, frekuensi biasanya menurun setelah usia 50-an tahun, dan orang di usia 60-an berhubungan seks sekitar 20 kali per tahun.

    Frekuensi bercinta bisa berbeda setiap orang. Sebagian orang mungkin tidak masalah bercinta tiap hari karena terasa menyenangkan dan tidak menyakitkan, tapi mungkin sebagian orang lainnya merasakan hal yang berbeda.

    Seperti Apa Efeknya ke Tubuh?

    Bercinta dapat memberikan dampak emosional dan fisik. Jika dampak yang ditimbulkan bersifat negatif, itu menjadi salah satu tanda ‘kebanyakan’ bercinta. Oleh karena itu, sebenarnya penting untuk seseorang lebih ‘mendengar’ kondisi tubuhnya.

    Berhentilah bercinta ketika tubuh sudah mulai tidak nyaman, iritasi, mengalami pembengkakan, atau gejala lainnya. Biasanya kondisi ini bisa kembali normal dalam beberapa hari. Konsultasi ke dokter terpercaya bisa dilakukan bila gejala bersifat parah dan berlangsung lama.

    Salah satu efek samping bercinta terlalu lama, khususnya bagi wanita, adalah peradangan pada vagina dan labia.

    Selama aktivitas seksual, vagina dan labia membengkak karena aliran darah yang meningkat. Pembengkakan berlebihan dapat menyebabkan pembesaran berlebihan. Sensasi ini bisa terasa menyenangkan, tapi juga memicu rasa nyeri.

    Ukuran penis pasangan juga dapat mempengaruhi kenyamanan saat bercinta. Jika vagina terlalu meregang, hal ini dapat menyebabkan luka robek.

    “Berhubungan seks terlalu sering juga dapat berdampak pada penis. Anda mungkin mengalami gesekan, sulit buang air kecil, nyeri, dan pembengkakan,” kata dokter kandungan Dr Sherry Ross, dikutip dari Health, Minggu (8/6/2025).

    Jika mengalami dampak negatif seperti itu, ada baiknya untuk mengistirahatkan diri dulu dari aktivitas seksual. Mengompres area intim dengan es dapat mengurangi pembengkakan. Penggunaan pelumas untuk menambah kelembapan juga bisa dilakukan ketika bercinta lagi.

    NEXT: Waspadai risiko infeksi saluran kemih

    Masalah risiko kesehatan lain yang bisa muncul dari terlalu banyak bercinta adalah infeksi saluran kemih. Ini bisa terjadi ketika bakteri masuk ke uretra atau ada ketidakseimbangan bakteri di vagina.

    Sebagai langkah pencegahan, pastikan buang air kecil sebelum dan sesudah bercinta. Coba minum dua gelas air agar dorongan buang air kecil meningkat.

    Beberapa gejala infeksi saluran kemih yang harus diwaspadai meliputi:

    Keputihan tidak normal dan berbau.Urine berdarah atau keruh dengan bau menyengat.Kram di punggung dan perut bagian bawah.Demam.Gatal dan kemerahan di sekitar vulva (organ kelamin luar wanita).Nyeri atau rasa terbakar saat buang air kecil.Dorongan kuat untuk buang air kecil, meskipun baru saja melakukannya.