Category: Detik.com Kesehatan

  • 5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    5 Penyakit yang Sudah Ada Sejak Zaman Kuno, Ada yang Masih Mewabah di Indonesia

    Jakarta

    Banyak penyakit telah dikenali dan didokumentasikan selama berabad-abad, termasuk beberapa yang masih menjadi ancaman hingga saat ini. Beberapa penyakit tertua yang diketahui meliputi rabies, kusta, trakoma, cacar, malaria, tuberkulosis, dan kolera.

    Beberapa penyakit, yang dulu tersebar luas dan mematikan, kini sebagian besar telah diberantas atau dikendalikan berkat kemajuan dalam kesehatan masyarakat dan vaksinasi, seperti cacar yang telah dinyatakan musnah. Namun, masih ada juga yang terus mewabah sampai saat ini.

    Berikut adalah lima penyakit dengan sejarah panjang yang masih kita lawan hingga kini:

    1. Malaria

    Ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, parasit malaria menjadi penyebab lebih dari 620 ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia, sebagian besar pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Selama bertahun-tahun, ilmuwan telah mencoba berbagai pengobatan malaria, mulai dari menambahkan minyak ke genangan air untuk mematikan larva nyamuk, menggunakan pestisida, vaksin, kelambu, hingga solusi berteknologi tinggi seperti laser.

    The Wall Street Journal melaporkan bahwa malaria bertanggung jawab atas setengah dari semua kematian manusia sejak Zaman Batu. Statistik tersebut memperpanjang asal usul penyakit ini hingga ke masa lampau, setelah pertama kali disebutkan secara pasti dalam “Nei Ching” (“Kanon Kedokteran”) Tiongkok, sekitar tahun 2700 SM.

    Di Indonesia sendiri, malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, meskipun upaya eliminasi terus digalakkan.

    2. Tuberkulosis (TBC)

    Tuberkulosis dianggap sebagai salah satu penyakit tertua dalam sejarah manusia, dengan bukti keberadaannya yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Sisa-sisa kerangka kuno, mumi, dan catatan tertulis dari berbagai budaya, termasuk Mesir, India, dan Cina, menunjukkan tanda-tanda TBC.

    Misalnya, arkeolog telah menemukan kuman TB pada sisa-sisa seorang ibu dan anak di Atlit Yam, sebuah kota yang kini tenggelam di lepas pantai Israel, yang sudah ada sejak 9.000 tahun lalu. Selain itu, para peneliti telah menemukan bukti TB pada mumi dari Mesir kuno.

    Hingga saat ini, TBC masih menjadi penyakit yang mewabah di Indonesia, dengan perkiraan 1 juta kasus baru setiap tahun, menjadikannya salah satu beban kesehatan terbesar di tanah air.

    3. Rabies

    Rabies juga menjadi salah satu penyakit tertua yang masih mengancam banyak orang karena kemampuannya membajak otak inangnya. Rabies telah tercatat dalam sejarah sejak tahun 2300 SM.

    Meskipun kasus manusia jarang terjadi di negara-negara maju, penyakit ini masih menjadi ancaman serius di banyak negara berkembang. Kisah Jeanna Giese, seorang remaja dari Wisconsin yang pada tahun 2004 menjadi orang pertama yang diketahui selamat dari rabies tanpa vaksinasi (setelah digigit kelelawar), menjadi sorotan atas perkembangan medis yang luar biasa.

    Di Indonesia, rabies masih menjadi perhatian, terutama di beberapa provinsi yang belum bebas rabies, dengan kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) yang masih dilaporkan setiap tahun.

    NEXT: Trakoma dan Kusta

    4. Trakoma

    Trakoma adalah infeksi kronis pada kelopak mata atas yang akhirnya menyebabkan kelopak mata menyempit dan bulu mata mengarah ke kornea. Seiring berjalannya waktu, gesekan pada kelopak mata yang menyempit dan terutama bulu mata membuat pasien menjadi buta. Inilah yang terjadi pada tokoh-tokoh sejarah seperti Aetius, Paulus Aeginetus, Alexander, Trailaus, Horace, dan Cicero. Trakoma juga dijelaskan dalam karya Hipokrates dan papirus Ebers Mesir.

    Berkat upaya kesehatan masyarakat dan program eliminasi global, Indonesia telah dinyatakan bebas Trakoma sebagai masalah kesehatan masyarakat oleh WHO pada tahun 2023. Ini adalah pencapaian signifikan dalam upaya memberantas penyakit kuno ini.

    5. Kusta

    Bukti penyakit kusta telah ditemukan dalam teks-teks kuno dan sisa-sisa kerangka, yang berasal dari ribuan tahun yang lalu. Penyakit ini diyakini berasal dari India, tetapi prevalensinya tersebar luas di berbagai wilayah di dunia, termasuk Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. Bukti kusta yang paling kuno berasal dari kerangka manusia berusia 4.000 tahun yang ditemukan di India pada tahun 2009, yang memiliki pola erosi mirip dengan penderita kusta di Eropa Abad Pertengahan.

    Tidak ada yang tahu bagaimana kusta muncul, atau mengapa di beberapa bagian dunia penyakit ini lebih menyebar dibanding di tempat lain.

    Meskipun jumlah kasus menurun drastis secara global, kusta masih ditemukan di Indonesia, dan upaya deteksi dini serta pengobatan masih terus dilakukan untuk mencapai eliminasi total penyakit ini sebagai masalah kesehatan masyarakat.

  • Cara Mengukur VO2Max, Siapa Tahu Paru-parunya Selevel Calvin Verdonk

    Cara Mengukur VO2Max, Siapa Tahu Paru-parunya Selevel Calvin Verdonk

    Jakarta

    Calvin Ronald Verdonk mencuri perhatian publik usai tampil penuh selama 90 menit dalam laga kedelapan Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Kamis (5/6/2025).

    Selama pertandingan, Verdonk tak hanya kokoh di lini pertahanan, tetapi juga aktif membantu Ole Romeny menekan pertahanan China. Kemampuan bertahan dan menyerang selama satu pertandingan penuh ini bisa jadi didukung oleh VO2max yang tinggi.

    Spesialis olahraga dr Andhika Raspati, SpKO, mengatakan VO2max adalah ukuran seberapa banyak oksigen yang bisa digunakan oleh tubuh manusia setiap menitnya. Hal ini menggambarkan seberapa efisien tubuh mengolah oksigen, terutama saat beraktivitas fisik.

    Orang yang fisiknya bugar dan terlatih, terutama dari sisi kebugaran jantung dan paru-parunya, biasanya memiliki VO2max yang tinggi. Artinya, lanjut dr Andhika, tubuh mereka mampu menggunakan oksigen dalam jumlah lebih besar per menit dan per kilogram berat badan dibandingkan orang yang tidak terlatih.

    “Biasanya orang-orang yang memang dia itu banyak atau rajin, rutin, dan disiplin melatih kebugaran fisik, terutama dari segi kardiorespirasinya Ini dia bisa tuh mengolah oksigen dengan lebih tinggi gitu,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (10/6/2025).

    Bagaimana Cara Mengukur VO2max?

    dr Andhika menyebut ada dua metode yang digunakan untuk mengukur VO2max seseorang, yakni langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Metode direct biasanya dilakukan menggunakan alat khusus bernama CPET (Cardiopulmonary Exercise Test).

    Alat tersebut mengukur oksigen yang dihirup dan karbon dioksida yang dihembuskan diukur secara detail saat seseorang berolahraga maksimal. Hasilnya dapat menunjukkan secara akurat seberapa banyak oksigen yang dapat digunakan tubuh per menit per kilogram berat badan.

    “Kalau direct itu kita benar-benar mengukur tuh kan, tadi kan kita mau tau nih berapa oksigen yang dipakai kan per menit per kilo. Nah itu benar-benar dibaca tuh, pake tabung, pakai sungkup gitu kan dihitung benar-benar oksigen masuk, keluar CO2 berapa itu nanti semua dikalkulasikan dalam sebuah mesin yang namanya CPET,” imbuh dr Andhika.

    NEXT: Pengukuran VO2max secara indirect

    Sementara dengan cara indirect atau tidak langsung, biasanya dilakukan dengan melalui beberapa tes lari untuk memperkirakan nilai VO2max berdasarkan jarak tempuh. Terlebih, lanjut dr Andhika, banyak smartwatch saat ini juga menyediakan estimasi VO2max dengan menganalisis kecepatan lari dan detak jantung.

    “Jadi misalnya nih dilihat dari jarak dia berlari selama misalnya 15 menit namanya balke test. Ada lagi Cooper Test, 12 menit gitu. Kemudian dilihat nih, oh kalau orang ini dia bisa berlari sekian ribu meter dalam 12 menit atau dalam 15 menit tadi, oh ini kita bisa estimasikan kira-kira VO2maxnya sekian,” lanjutnya lagi.

    “Ada lagi misalnya dengan sekarang smartwatch itu juga banyak gitu kan yang pake smartwatch buat lari, ketahuan VO2max-nya berapa Itu dia juga mengestimasi itu,” tuturnya.

  • 6 Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    6 Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    Jakarta – Pepaya dikenal karena buahnya yang manis dan kaya serat. Mungkin, tak banyak yang mengetahui bahwa daun pepaya menyimpan banyak khasiat yang baik untuk kesehatan.

    Meski rasanya pahit, daun pepaya mengandung senyawa yang dapat mendukung fungsi tubuh. Apa saja manfaat daun pepaya untuk kesehatan?

    Manfaat Daun Pepaya untuk Kesehatan yang Jarang Diketahui

    Daun pepaya dapat mengobati gejala demam berdarah, menyehatkan pencernaan, hingga baik untuk kulit. Dikutip dari Healthline, begini penjelasannya.

    1. Mengobati Gejala yang Berhubungan dengan Demam Berdarah Dengue

    Daun pepaya berpotensi untuk mengobati gejala-gejala yang berkaitan dengan demam berdarah dengue (DBD). Dengue adalah virus yang ditularkan oleh nyamuk yang bisa menular ke manusia dan menyebabkan gejala seperti flu, demam, kelelahan, sakit kepala, mual, muntah, dan ruam kulit.

    Tiga penelitian yang melibatkan ratusan orang pengidap demam berdarah menemukan bahwa ekstrak daun pepaya secara signifikan meningkatkan kadar trombosit darah. Daun pepaya juga memiliki sangat sedikit efek samping.

    2. Meningkatkan Keseimbangan Gula Darah

    Daun pepaya sering digunakan sebagai terapi alami untuk mengobati diabetes dan meningkatkan kontrol gula darah dalam pengobatan tradisional di Meksiko.

    Penelitian pada tikus diabetes menemukan bahwa ekstrak daun pepaya memiliki efek antioksidan dan penurun gula darah yang kuat. Hal ini karena kemampuan daun pepaya untuk melindungi sel penghasil insulin di pankreas dari kerusakan dan kematian dini. Meski demikian, penelitian lebih lanjut pada manusia diperlukan.

    3. Menyehatkan Pencernaan

    Ekstrak daun pepaya juga sering digunakan sebagai terapi alternatif untuk meringankan gejala pencernaan yang tidak nyaman, seperti gas, kembung, dan mulas. Daun pepaya mengandung serat, nutrisi yang mendukung fungsi pencernaan yang sehat serta senyawa unik bernama papain.

    Papain dikenal dengan kemampuannya dalam memecah protein besar menjadi protein dan asam amino yang lebih kecil dan mudah dicerna. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan suplemen bubuk papain dari buah pepaya mengurangi gejala pencernaan seperti sembelit dan mulas pada orang dengan sindrom iritasi usus besar.

    4. Meredakan Peradangan

    Olahan daun pepaya sering digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan, baik internal maupun eksternal. Beberapa di antaranya yaitu ruam kulit, nyeri sendi, dan nyeri otot.

    Daun pepaya mengandung berbagai nutrisi dan senyawa tanaman dengan potensi manfaat anti-inflamasi, seperti papain, flavonoid, dan vitamin E. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya secara signifikan mengurangi peradangan dan pembengkakan pada kaki tikus yang menderita radang sendi.

    5. Menyehatkan Kulit

    Tak hanya dikonsumsi secara oral, daun pepaya juga digunakan secara topikal untuk menjaga kulit tetap lembut, bersih, dan awet muda. Enzim pelarut protein dalam daun pepaya, papain digunakan secara topikal sebagai bahan pengelupas untuk menghilangkan sel-sel kulit mati dan berpotensi mengurangi terjadinya pori-pori tersumbat dan jerawat.

    Enzim daun pepaya juga digunakan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Dalam sebuah penelitian, dikatakan bahwa enzim tersebut bisa meminimalkan munculnya jaringan parut pada kelinci.

    6. Menyehatkan Kulit Kepala dan Rambut

    Masker dan jus pepaya sering digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan rambut dan kesehatan kulit kepala. Meski demikian, bukti tentang khasiat ini masih sangat terbatas.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar stres oksidatif yang tinggi dalam tubuh bisa menyebabkan rambut rontok. Asupan yang kaya antioksidan bisa membantu meredakan stres oksidatif yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan rambut.

    Daun pepaya mengandung beberapa senyawa dengan sifat antioksidan, seperti flavonoid dan vitamin E. Meski demikian, belum ditemukan bukti yang signifikan terkait manfaat penggunaan daun pepaya secara topikal bagi proses pertumbuhan rambut.

    (elk/tgm)

  • Deretan Pemain Bola dengan Napas Kuda, Seperti Punya ‘Paru-paru Tiga’

    Deretan Pemain Bola dengan Napas Kuda, Seperti Punya ‘Paru-paru Tiga’

    Jakarta

    Aksi pesepakbola di lapangan hijau bukan hanya soal teknik dan taktik pelatih, melainkan juga stamina yang baik. Pesepakbola juga ‘dituntut’ memiliki endurance atau ketahanan untuk bisa bermain full selama 90 menit.

    Ada banyak pesepakbola yang terkenal karena stamina yang kuat seakan memiliki paru-paru tiga. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

    1. Park Ji-Sung

    Park Ji-Sung adalah mantan gelandang Manchester United yang dikenal memiliki stamina sangat kuat. Bahkan ketika ia masih membela PSV, rekan-rekan setimnya menyebut Ji-Sung sebagai ‘tangki oksigen’.

    Ia bisa berlari dengan penuh energi dari satu sisi lapangan ke sisi lainnya, seakan tanpa merasa kelelahan. Latihan yang keras dilakukan Ji-Sung untuk mencapai kemampuan tersebut.

    “Park Ji-sung memiliki daya tahan seperti pelari marathon,” kata Choi Ju-young, dokter tim nasional muda Korea Selatan tahun 2005 dikutip dari JoongAng Daily.

    2. Gareth Bale

    Mantan pesepakbola Wales, Gareth Bale bisa dikatakan salah satu pesepakbola paling komplit di dunia. Selain memiliki stamina yang kuat, ia juga memiliki kecepatan di atas rata-rata dibanding pemain lain.

    Salah satu momen paling ikonik adalah ketika ia mencetak gol kemenangan di final Copa Del Rey 2014 ketika melawan Barcelona. Pada menit ke-85, ia mencetak gol solo run dari tengah lapangan melewati bek Marc Bartra.

    Kecepatan yang dimiliki Bale sangat luar biasa. Meski ia lari sampai keluar area lapangan, ia tetap bisa mencetak gol yang spektakuler.

    3. Kylian Mbappe

    Kylian Mbappe merupakan pemain sepakbola Prancis yang dikenal dengan kecepatan dan kelincahannya luar biasa. Salah satu contohnya, ketika ia bisa bermain prima di final Piala Dunia 2018 dan membawa gelar juara di usia yang masih sangat muda, yaitu 19 tahun.

    Rutinitas latihan Mbappe mencakup latihan kecepatan, kekuatan, dan latihan pliometrik. Latihan pliometrik adalah jenis latihan fisik yang dirancang untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan otot.

    4.Cristiano Ronaldo

    Cristiano Ronaldo dikenal sebagai pesepakbola yang memiliki etos kerja kuat. Penyerang asal Portugal ini bahkan disebut bisa berlatih lebih keras dibanding rekan-rekan setimnya.

    Rutinitas latihan Ronaldo mencakup latihan kardio intens, latihan beban, hingga latihan interval intensitas tinggi. Selain latihan intens, Ronaldo juga mengedepankan pentingnya masa pemulihan.

    “Saya masih bisa bersaing dengan pemain terbaik dan masih bisa mempertahankan bentuk tubuh saya seperti saat berusia 20 tahun,” kata Ronaldo ketika berusia 36 tahun dikutip dari Men’s Health.

    Tak heran, meski kini Ronaldo sudah menginjak 40 tahun, ia masih tetap aktif sebagai pesepakbola. Padahal di usia tersebut, pesepakbola kebanyakan sudah gantung sepatu.

    NEXT : Ada N’Golo Kante hingga Lionel Messi

    5. N’Golo Kante

    N’Golo Kante dikenal sebagai gelandang yang terlihat tak pernah kelelahan. Ketika ditanya soal kemampuannya itu, gelandang asal Prancis ini mengaku sebenarnya juga merasa lelah. Tapi, menurutnya semua kembali pada mentalitas seorang pemain.

    “Terkadang Anda tidak bisa pulih, tapi semuanya tentang cara mengelola permainan. Bahkan saat Anda lelah, kadang Anda tetap harus maju dan mencoba membuat perbedaan. Terutama, kadang demi menjaga skor tetap seperti itu. Jadi, meskipun lelah, semuanya tergantung pada mentalitas,” kata Kante ketika masih menjadi pemain Chelsea.

    “Sepanjang musim, bersama klub dan staf, kami mencoba mengatur jadwal pertandingan. Artinya, memikirkan cara terbaik untuk berlatih agar siap untuk pertandingan. Kadang kita harus memperpanjang waktu pemulihan untuk menghindari cedera dan bisa memberikan segalanya di setiap pertandingan,” sambungnya.

    6. Luka Modric

    Ketika pesepakbola seusianya sudah banyak yang pensiun, Luka Modric nyatanya masih menjadi andalan. Gelandang Kroasia ini masih bermain reguler di lini tengah Real Madrid meski usianya sudah menginjak 39 tahun.

    Lebih dari satu dekade lalu, pelatih kebugaran pribadinya Vlatko Vucetik merancang program latihan khusus yang disesuaikan secara spesifik untuk dirinya. Program ini mencakup latihan resistance band, penguatan otot inti, dan latihan daya tahan untuk mencegah cedera.

    Ia melakukan rutinitas tersebut 350 kali dalam setahun, baik di rumah, maupun di fasilitas latihan club.

    “Mulai usia 30 tahun, massa otot menurun dengan cepat. Untuk bisa tetap di level yang sama, kamu harus bekerja lebih keras,” kata Vucetic dikutip dari Grada3.

    7. Lionel Messi

    Oleh banyak orang, Lionel Messi dianggap sebagai pesepakbola terbaik sepanjang sejarah. Selain bakat yang luar biasa, ada latihan berat yang harus dijalani oleh striker asal Argentina ini.

    Dikutip dari Goal, latihan fisik Lionel Messi berfokus memastikan tubuhnya benar-benar siap, secara kecepatan. Ia memusatkan perhatiannya pada memaksimalkan kelincahan sebelum setiap hari pertandingan dan melatih kecepatan linearnya.

    Messi juga dianugerahi ketahanan fisik yang luar biasa untuk bermain 90 menit. Selain ketahanan yang luar biasa, Messi dinilai juga memiliki efektivitas penggunaan energi yang sangat baik sehingga bisa konsisten selama 90 menit bermain.

    Dikutip dari FiveThirtyEight, dalam sebuah pertandingan sepakbola sebanyak 66 persen waktu Messi ‘hanya’ jalan kaki. Meski begitu tetap bisa mencetak banyak gol, memberikan asis, dan menciptakan ruang. Hal ini menunjukkan strategi cerdas yang ia lakukan selama bermain.

  • Apa Itu VO2Max? Banyak Disebut Terkait ‘Napas Kuda’ Calvin Verdonk

    Apa Itu VO2Max? Banyak Disebut Terkait ‘Napas Kuda’ Calvin Verdonk

    Jakarta

    Calvin Ronald Verdonk belakangan menuai sorotan publik setelah tampil di laga kedelapan Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia Stadion Utama Gelora Bung Karno, Kamis (5/6/2025).

    Bermain selama 90 menit penuh, Verdonk aktif menjaga lini pertahanan dan sesekali membantu Ole Romeny menebar ancaman ke gawang China. Adapun salah satu faktor yang bisa menjadi penyebab mengapa seorang atlet sepak bola profesional seperti Verdonk bisa terus berlari hingga 90 menit adalah VO2max yang tinggi atau di atas rata-rata.

    Apa sih itu VO2max?

    Spesialis olahraga dr Andhika Raspati, SpKO, mengatakan VO2max adalah ukuran seberapa banyak oksigen yang bisa dikonsumsi dan digunakan oleh tubuh manusia setiap menitnya. Singkatnya, ini menggambarkan seberapa efisien tubuh mengolah oksigen, terutama saat beraktivitas fisik.

    Menurut dr Andhika, orang yang fisiknya bugar dan terlatih, terutama dari sisi kebugaran jantung dan paru-parunya, biasanya memiliki VO2max yang tinggi. Artinya, tubuh mereka mampu menggunakan oksigen dalam jumlah lebih besar per menit dan per kilogram berat badan dibandingkan orang yang tidak terlatih.

    “Biasanya orang-orang yang memang dia itu banyak atau rajin, rutin, dan disiplin melatih kebugaran fisik, terutama dari segi kardiorespirasinya Ini dia bisa tuh mengolah oksigen dengan lebih tinggi gitu,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (10/6/2025).

    “Kalau kita lihat Verdonk misalnya, dengan pergerakannya yang kayaknya nggak capek-capek, ya mungkin memang karena tubuhnya bisa meng-utilize oksigen dalam jumlah yang banyak per menitnya,” sambungnya lagi.

    Bagaimana Cara Melatih VO2max?

    dr Andhika menjelaskan, meningkatkan VO2max tidak cukup hanya dengan rutin berolahraga. VO2max, atau volume maksimal oksigen yang dapat digunakan tubuh per menit, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari fungsi paru-paru, aliran darah, hingga kemampuan otot memanfaatkan oksigen secara efisien.

    Latihan kardio memang menjadi kunci utama. Kombinasi antara latihan intensitas rendah untuk membangun daya tahan aerobik dan latihan intensitas tinggi seperti interval training dapat membantu meningkatkan kapasitas VO2max. Namun, aspek lain di luar latihan juga berperan penting.

    “VO2max itu bukan sekedar latihannya doang sebenarnya, karena tadi kan kita bicara, VO2max itu adalah besaran oksigen yang bisa di-utilize atau bisa digunakan tubuh tadi kan. Nah, utilisasi oksigen ini kan faktornya banyak gitu,” imbuh dr Andhika.

    NEXT: Faktor yang mempengaruhi VO2max

    Fungsi paru-paru yang optimal, kadar hemoglobin yang memadai, serta kekuatan dan efisiensi kerja otot sangat memengaruhi kemampuan tubuh dalam menyerap dan mengedarkan oksigen. Selain itu, komposisi tubuh juga menjadi faktor penentu, mengingat VO2max dihitung berdasarkan berat badan. Kelebihan lemak tubuh, misalnya, dapat menurunkan nilai VO2max secara signifikan.

    “Kalau bicara latihan, kita bisa katakan latihannya ya pasti perlu latihan kardio untuk VO2max. latihannya kardio, baik secara basis kita ngebangun aerobic function di zona-zona rendah, dan juga kita kombinasikan dengan latihan-latihan dengan zona tinggi. Misalnya seperti latihan interval,” tuturnya lagi.

    Dengan kata lain, lanjut dr Andhika, peningkatan VO2max tidak hanya bergantung pada intensitas latihan, tetapi juga pada pola hidup secara menyeluruh, termasuk asupan nutrisi, kualitas tidur, serta kesehatan sistem pernapasan dan peredaran darah.

    “Jadi VO2max bukan bicara cuma seberapa sering kita latihan, seberapa keras latihannya, tapi bagaimana kita menjaga komposisi tubuh kita. Artinya bagaimana kita makan, bagaimana kita tidur, bagaimana kita bisa mengoptimalkan kebugaran sirkulasi darah merah, bagaimana kita sering asupan zat besi kita seperti apa,” tutur dr Andhika.

    “Jadi memang benar-benar sebenarnya VO2max bukan cuma soal lari beberapa kali doang,” lanjutnya lagi.

  • Menyoal Varian COVID-19 XFG yang Jadi Biang Kerok Kenaikan Kasus di India

    Menyoal Varian COVID-19 XFG yang Jadi Biang Kerok Kenaikan Kasus di India

    Jakarta

    Konsorsium Genomik SARS-CoV-2 India, INSACOG, mengungkap temuan varian COVID-19 baru yang dikenal sebagai XFG. Varian ini telah terdeteksi pada 163 orang di seluruh India.

    INASCOG menelusuri seluruh India melalui 54 laboratorium agar dapat menemukan langkah yang tepat dalam mengatasi varian XFG ini. Apa itu varian XFG?

    Dikutip dari India Today, XFG adala subvarian rekombinan dari virus SARS-CoV-2 yang berarti terbentuk dari campuran dua varian sebelumnya. Varian XFG ini pertama kali ditemukan di Kanada.

    Dalam kasus ini, LF.7 dan LP.8.1.2 telah bergabung hingga membentuk varian XFG. Varian rekombinan muncul saat seseorang terinfeksi dua jenis virus yang berbeda secara bersamaan, dan virus tersebut saling mencocokkan materi genetiknya.

    XFG diklasifikasikan dalam keluarga Omicron, yang telah dominan secara global sejak akhir 2021.

    Sebagian besar kasus ini, sekitar 159 kasus, terdeteksi pada Mei 2024. Sementara masing-masing dua dilaporkan pada April dan Juni. Menurut INSACOG, varian XFG telah ditemukan di beberapa wilayah bagian di India, yakni:

    Maharashtra 89 kasusTamil Nadu 16 kasusKerala 15 kasus,Gujarat 11 kasusAndhra Pradesh 6 kasusMadhya Pradesh 6 kasusBenggala Barat 6 kasus

    Apa yang Membedakan XFG dari Varian Sebelumnya?

    Ilmuwan India mengamati XFG dengan seksama karena adanya mutasi tertentu pada spike proteinnya, yakni bagian yang membantu virus menempel dan memasuki sel manusia.

    Menurut laporan yang dipublikasikan di The Lancet, mutasi tersebut meliputi perubahan yang diberi nama His445Arg, Asn487Asp, Gln493Glu, dan Thr572Ile. Mutasi ini dapat mempengaruhi seberapa mudah virus memasuki sel manusia, seberapa baik virus menghindari sistem kekebalan tubuh, dan seberapa cepat virus menyebar dari orang ke orang.

    Sementara beberapa perubahan mengurangi kemampuan virus untuk menempel pada sel manusia, yang para ahli sebut sebagai pengikatan reseptor ACE2 yang berkurang. Perubahan lainnya tampaknya membantunya menghindari respons kekebalan, yang berarti virus dapat lolos dari deteksi oleh pertahanan alami tubuh atau vaksin.

    Apakah Lebih Berbahaya?

    Sampai saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan varian XFG lebih berbahaya atau menyebabkan pasien harus dirawat inap yang lebih parah. Tetapi, kemampuannya untuk menyebar dan menghindari kekebalan tubuh dapat menjadi tantangan jika virus telah menyebar luas.

    Menurut laporan Lancet, XFG dan varian baru terkait lainnya seperti NB.1.8.1, LF.7.9, dan XFH menunjukkan keunggulan pertumbuhan. Artinya, mereka mungkin lebih cepat dalam penyebaran daripada strain sebelumnya dan berpotensi memicu gelombang infeksi berikutnya jika tidak dipantau secara ketat.

    (sao/kna)

  • Ikut Terapi ‘Kretek-kretek’ karena Sakit Punggung, Leher Wanita Ini Malah Hampir Patah

    Ikut Terapi ‘Kretek-kretek’ karena Sakit Punggung, Leher Wanita Ini Malah Hampir Patah

    Jakarta

    Seorang wanita berusia 41 tahun menceritakan pengalamannya saat melakukan perawatan dengan metode chiropractic. Tetapi, ia tidak menyangka bahwa perawatan itu nyaris mematahkan lehernya.

    Kondisi ini dialami wanita bernama Carissa Klundt. Sebenarnya, ia sangat rutin menemui chiropractor, orang yang ahli dalam bidang chiropractic, untuk menangani sakit punggung usai melakukan operasi pengangkatan implan payudara.

    “Otot-otot saya menjadi sangat tegang. Itu adalah operasi yang sangat besar, otot-otot menegang, itu sangat menyakitkan,” terang Klundt yang dikutip dari laman People.

    Selama beberapa kali, sesi perawatan dengan chiropractor sangat membantu mengatasi keluhannya. Sampai akhirnya ia kembali membuat janji untuk melakukan perawatan tersebut pada November 2022.

    Klundt mengaku saat itu lehernya hampir saja patah.

    “Begitu itu terjadi, saya tahu ada yang tidak beres. Anda memang mendengar bunyi retakan saat melakukan terapi, tetapi saya tahu ada yang tidak beres,” bebernya.

    “Ada rasa sakit di leher saya. Saat kembali ke rumah, saya muntah-muntah. Beberapa minggu setelah terapi, saya pingsan,” sambung Klundt.

    Suami Klundt pun langsung membawanya ke rumah sakit untuk melakukan pemindaian CAT. Di saat itu, Klundt didiagnosis mengalami diseksi arteri vertebralis atau VAD.

    Diseksi Arteri Vertebralis atau VAD adalah kondisi saat terjadi robekan pada arteri yang membentang di sepanjang tulang belakang. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi aliran darah, sehingga seseorang berisiko mengalami komplikasi yang mengancam jiwa.

    “Saya langsung tahu bahwa itu terjadi saat sesi terapi dengan chiropractor. Dari situlah rasa sakit itu bermula,” kata Klundt.

    Klundt segera dipindahkan ke ruang ICU rumah sakit lain dan menjelaskan bahwa dirinya bisa saja mengalami stroke jika tidak segera pergi ke rumah sakit.

    “Saya bisa saja meninggal dengan mudah. Itu membuat seluruh keluarga saya trauma,” ujarnya.

    Kondisi kesehatan itu membuat Klundt harus selalu berbaring di tempat tidur. Ia mengalami kelelahan dan membutuhkan tidur selama 17 sehari.

    Klundt juga tidak mampu berjalan sendiri, sehingga membutuhkan bantuan. Rasa sakit itu terus saja muncul.

    Hampir tiga tahun berlalu, gejala dari kondisi yang dialami Klundt belum sepenuhnya mereda.

    “Tetapi, saya sehat, lebih aktif, dan menyesuaikan dengan tubuh saya. Ini adalah perubahan gaya hidup secara menyeluruh,” ujar Klundt.

    “Saya tidak akan pernah bermain ski lagi, tidak bisa naik rollercoaster, dan mengajar kelas (kebugaran) lagi,” tambah mantan penasihat kebugaran itu.

    Klundt mengungkapkan masih ada rasa takut yang tersisa bahwa kondisi yang dialaminya bisa saja terjadi lagi. Saat ini kondisinya baik, tetapi ia merasa proses pemulihannya sangat panjang.

    “Hidup saya benar-benar terhenti. Saya benar-benar menyesal pergi ke chiropractor. Ini bukan tentang menyalahkan siapa pun, ini hanya tentang menyebarkan lebih banyak kesadaran,” kata Klundt.

    “Saya ingin orang-orang memahami apa saja gejalanya dan bahwa ini adalah kondisi yang mengancam jiwa,” pungkasnya.

    (sao/kna)

  • Sakit Tenggorokan Seperti Ini Jadi Gejala Khas COVID-19 Varian ‘Nimbus’

    Sakit Tenggorokan Seperti Ini Jadi Gejala Khas COVID-19 Varian ‘Nimbus’

    Jakarta

    COVID-19 varian NB.1.8.1 atau ‘Nimbus’ disorot pasca diduga menjadi pemicu lonjakan kasus di China, Singapura, hingga Hong Kong. Gejala COVID-19 varian ‘Nimbus’ relatif mirip seperti infeksi COVID-19 sebelumnya, tetapi khas pada keluhan di bagian leher.

    Salah satunya nyeri tenggorokan. Dokter mengibaratkan gejalanya seperti nyeri setelah terkena pecahan kaca. Ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan menusuk saat menelan, sering kali berada di bagian belakang tenggorokan.

    Menurut Naveed Asif, dokter umum di The London General Practice, gejala lain yang terkait dengan COVID-19 varian ‘Nimbus’ tersebut termasuk kemerahan di bagian belakang mulut dan pembengkakan kelenjar leher, serta gejala COVID-19 umum seperti demam, nyeri otot, dan hidung tersumbat.

    “Namun, gejalanya dapat sangat bervariasi sehingga kewaspadaan adalah kuncinya,” kata Dr Asif kepada Manchester Evening News, dikutip Selasa (10/6/2025).

    Menurut layanan kesehatan Inggris NHS, gejala COVID-19 varian Nimbus, juga disertai keluhan:

    Sementara dr Zhong Nanshan, ahli epidemiologi terkemuka di China mengatakan kepada media pemerintah negara itu kerap melaporkan kasus nyeri tenggorokan seperti terkena pecahan kaca pada pasien yang membutuhkan perawatan pasca infeksi COVID-19.

    Banyak warga China juga memposting secara daring di platform media sosial Weibo, mengatakan gejalanya terasa menyakitkan dan membuat merasa benar-benar kehabisan tenaga.

    “Saat makan siang beberapa hari yang lalu, seorang kolega batuk sangat parah hingga saya pikir dia tersedak makanan,” jelas salah satu netizen China.

    Dia mengatakan itu adalah efek yang bertahan lama dari gelombang COVID-19 kali ini.

    “Saya terkena sakit tenggorokan seperti rasa setelah menggunakan pisau cukur, dan merasa benar-benar kehabisan tenaga. Sangat parah, bengkak, nyeri, dan saya hampir tidak bisa bicara,” keluh netizen lain.

    Varian ini juga menyebar di negara-negara tetangga lainnya termasuk India dan Thailand, dan di California, saat proporsi kasus yang disebabkan oleh varian tersebut telah meningkat dari dua persen menjadi 19 persen sejak April.

    Lebih dari selusin kasus juga telah dilaporkan di negara bagian Washington, di samping infeksi di Ohio, Rhode Island, dan Hawaii. Pelancong internasional yang terinfeksi varian tersebut dilaporkan tiba di Virginia dan Kota New York.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa analisis awal menunjukkan varian tersebut lebih menular, dan sekarang mungkin mencapai setengah dari semua kasus secara global.

    Namun, menurut mereka tidak ada bukti varian tersebut lebih mungkin menyebabkan penyakit parah atau kematian.

    (naf/kna)

  • Mengkhawatirkan, Ada Bukti Gen X dan Milenial Dihantui Kanker Usus Buntu

    Mengkhawatirkan, Ada Bukti Gen X dan Milenial Dihantui Kanker Usus Buntu

    Jakarta – Meskipun sangat langka, kanker usus buntu terus meningkat di kelompok usia muda. Analisis basis data National Cancer Institute menemukan bahwa dibandingkan dengan generasi yang lebih tua, tingkat kanker usus buntu meningkat tiga kali lipat di kalangan Gen X dan empat kali lipat di kalangan milenial.

    “Terdapat beban kanker usus buntu yang tidak proporsional di kalangan individu muda,” kata penulis utama studi tersebut, Andreana Holowatyj, asisten profesor hematologi dan onkologi di Vanderbilt University Medical Center dan Vanderbilt Ingram Cancer Center dikutip dari NBC News, Selasa (10/6/2025).

    Penelitian Holowatyj sebelumnya adalah yang pertama menunjukkan bahwa 1 dari 3 kanker usus buntu didiagnosis di kalangan orang dewasa yang berusia di bawah 50 tahun.

    Dalam analisis mereka yang melibatkan lebih dari 4.800 pasien kanker usus buntu, tingkat kanker meningkat tiga kali lipat di antara mereka yang lahir pada tahun 1980 dan empat kali lipat di antara mereka yang lahir pada tahun 1985, dibandingkan dengan orang yang lahir pada tahun 1945.

    Tingkat kanker meningkat di setiap kelompok kelahiran setelah tahun 1945. Pada waktu itu, tingkat operasi usus buntu tetap sama, yang menurut para peneliti sebagian besar mengesampingkan kemungkinan bahwa lebih banyak kasus terdeteksi dari operasi usus buntu yang dilakukan.

    Kemungkinan besar bukan satu faktor tetapi interaksi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker pada kelompok usia ini, seperti meningkatnya tingkat obesitas dan sindrom metabolik serta paparan lingkungan.

    “Hal yang menantang sekarang adalah untuk mengurai tidak hanya paparan apa itu, tetapi perubahan molekuler apa yang disebabkan oleh paparan ini, dan apa konsekuensi dari perubahan tersebut pada sel-sel kita yang dapat meningkatkan risiko karsinogenesis,” ucap dia.

    (kna/kna)

  • WHO Perpanjang Status Darurat Global Mpox! Ini Alasannya

    WHO Perpanjang Status Darurat Global Mpox! Ini Alasannya

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memperpanjang status darurat kesehatan masyarakat atau public health emergency international concern (PHEIC) untuk wabah Mpox (semula dikenal sebagai cacar monyet), menyusul rekomendasi dari Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional atau International Health Regulation (IHR 2005), dalam keputusan pertemuan keempat pada 5 Juni 2025.

    Pertemuan yang berlangsung selama lima jam ini menilai lonjakan kasus Mpox sepanjang 2024 dan awal 2025 yang menunjukkan transmisi berkelanjutan di berbagai wilayah dunia.

    Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyetujui rekomendasi komite terkait situasi mpox masih memenuhi kriteria darurat global, dan merilis serangkaian rekomendasi sementara yang direvisi untuk memperkuat respons negara-negara.negara pihak dalam beberapa hari mendatang,” kata Dr. Tedros.

    “Saya mengucapkan terima kasih kepada semua anggota dan penasihat Komite atas kontribusi mereka. Hasil lengkap pertemuan ini akan dibagikan kepada negara-negara,” terang dia dalam keterangan tertulis di situs resmi WHO, dikutip Selasa (10/6/2025).

    Rekomendasi ini ditujukan kepada negara-negara yang mengalami transmisi komunitas atau memiliki kasus mpox yang berkaitan dengan perjalanan. Mereka diminta mengimplementasikan langkah-langkah tambahan di samping pedoman tetap yang telah berlaku. Rekomendasi ini berada dalam kerangka Strategis WHO 2024-2027 untuk pencegahan dan pengendalian mpox.

    “Dengan keputusan ini, WHO menegaskan bahwa meskipun dunia telah membuat kemajuan dalam pengendalian mpox, tantangan global masih nyata. Status darurat yang diperpanjang ini diharapkan memperkuat kesiapsiagaan dan respons kolektif dalam menghadapi penyakit yang masih terus mengancam populasi rentan di berbagai belahan dunia,” lanjut WHO.

    Sebagai catatan, wabah global mpox klade II yang sedang berlangsung telah menyebabkan lebih dari 100.000 kasus di 122 negara, termasuk 115 negara tempat Mpox sebelumnya tidak dilaporkan. Wabah ini disebabkan oleh subklade IIb.

    Terdapat wabah mpox klade I di Afrika Tengah dan Timur. Klade I memiliki dua subklade, klade Ia dan klade Ib.
    Di Afrika Tengah, orang-orang tertular Mpox klade Ib melalui kontak dengan hewan liar yang terinfeksi, baik yang mati maupun hidup, penularan di rumah tangga, atau perawatan pasien, sebagian besar kasus telah dilaporkan pada anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun.

    Subklade Ib baru-baru ini diidentifikasi di Republik Demokratik Kongo timur dan telah menyebar melalui kontak seksual intim dan dewasa antara berbagai demografi, termasuk penyebaran heteroseksual dengan pekerja perdagangan seks. Sejauh ini, klade Ib memiliki tingkat kematian kasus yang lebih rendah daripada mpox klade Ia. Penyebaran lokal dan berkelanjutan dari orang ke orang dari mpox klade I telah terjadi di beberapa negara non-endemik melalui hubungan seksual, kontak rumah tangga sehari-hari, dan di lingkungan layanan kesehatan tanpa adanya alat pelindung diri.

    NEXT: Negara yang Masih Catat Kasus di Juni 2025

    Pada tanggal 2 Juni 2025, negara-negara Burundi, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Malawi, Rwanda, Sudan Selatan, Tanzania, Uganda, dan Zambia mengalami penularan virus dari manusia ke manusia yang berkelanjutan, ada juga bukti penularan berkelanjutan di Republik Afrika Tengah dan Republik Kongo.

    Negara-negara yang melaporkan kasus mpox klade I terkait perjalanan sejak tanggal 1 Januari 2024, meliputi Angola, Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Irlandia, Oman, Pakistan, Qatar, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Thailand, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Zimbabwe.

    Simak Video “Mpox Mewabah di Kongo, WHO Pastikan Vaksin akan Tiba dalam Beberapa Hari”
    [Gambas:Video 20detik]