Category: Detik.com Kesehatan

  • Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan nasabah asuransi kesehatan swasta menanggung sendiri sebagian biaya pengobatan (co-payment) sebesar 10 persen.

    Aturan tersebut tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Meski belum membaca secara rinci isi regulasi tersebut, Menkes mengaku memahami bahwa ketentuan ini berlaku khusus untuk asuransi swasta.

    “Saya belum update sekali tentang aturan ini ya, tapi pemahaman saya itu berlaku untuk asuransi swasta,” ujar Menkes Budi kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

    Menkes menyebut belum bisa memberikan komentar lebih lanjut karena masih ingin mempelajari isi aturan secara menyeluruh. Namun, secara prinsip, ia menilai sistem co-payment bisa memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis.

    “Di mata saya, ada bagusnya juga dengan adanya co-payment ini. Jadi mirip seperti asuransi kendaraan, kalau ada tabrakan, kita tetap harus bayar sedikit. Dengan begitu, kita jadi lebih hati-hati dalam berkendara,” jelasnya.

    Ia melihat konsep yang sama bisa diterapkan dalam konteks kesehatan. Co-payment dinilai dapat mendorong masyarakat untuk lebih menjaga kesehatannya.

    “Saya rasa itu bagus juga untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta, agar mereka menjaga kesehatan dan tidak gampang sakit,” ujar Menkes Budi.

    Sistem co-payment berarti peserta asuransi menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sedangkan sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini sebelumnya menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama soal keadilan dan beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien.

    Sebelumnya diberitakan, SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai efektif per 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian sampai 31 Desember 2026 bagi polis yang otomatis diperpanjang.

    “Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus naik,” tulis OJK dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).

    OJK menegaskan, skema co‑payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang rata‑rata 2-3kali inflasi umum di Indonesia, juga mencegah ‘over‑utilization’ atau penggunaan layanan kesehatan berlebihan oleh pemegang polis, menekan premi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang.

    “Copayment diharapkan membuat peserta lebih bijak memakai layanan medis, sekaligus menekan moral hazard,” tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

    (naf/kna)

  • Kelompok Orang yang Tak Boleh Jalan Kaki Terlalu Lama Menurut Dokter, Siapa Saja?

    Kelompok Orang yang Tak Boleh Jalan Kaki Terlalu Lama Menurut Dokter, Siapa Saja?

    Jakarta

    Jalan kaki dikenal sebagai olahraga murah dengan segudang manfaat. Aktivitas ini bisa menurunkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, hingga diabetes. Bukan cuma itu, rutin melangkah juga membantu menjaga berat badan ideal dan memperkuat otot serta tulang.

    Namun hati-hati, jalan kaki pun ada batasnya. “Seperti halnya aktivitas fisik lainnya, jalan kaki juga bisa berlebihan,” ujar para ahli.

    Belakangan, tren ‘hot girl walk’ ramai di TikTok. Konsepnya simpel, jalan kaki di luar sambil refleksi diri. Tagar #hotgirlwalk bahkan sudah dibanjiri ribuan unggahan. Ada juga tren urban hiking, yakni jalan kaki sejauh 10-15 mil (sekitar 16 hingga 24 km) per hari di tengah kota.

    “Tak ada batasan maksimal mutlak untuk jalan kaki atau jenis olahraga lain,” ujar dr Randy Cohn, ahli bedah ortopedi dan dokter kedokteran olahraga dari Northwell Health, New York.

    Menurutnya, manfaat jalan kaki jarak jauh bisa sangat besar. Selain menjaga kesehatan jantung dan menurunkan risiko diabetes tipe 2, menambah langkah juga bisa memperpanjang usia.

    Hal itu dibuktikan lewat studi tahun 2020 yang melibatkan lebih dari 4.800 orang dewasa di AS. Hasilnya, semakin banyak langkah yang ditempuh dalam sehari, semakin rendah pula risiko kematian dari berbagai penyebab.

    Meskipun kebanyakan dari kita dianjurkan untuk lebih banyak bergerak dan menambah jumlah langkah harian, ternyata ada kelompok orang yang harus berhati-hati agar tidak berjalan terlalu jauh.

    Siapa Saja?

    Orang dengan masalah jantung dan paru-paru seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) dan penyakit jantung perlu ekstra waspada saat berjalan jauh karena aktivitas ini dapat meningkatkan detak jantung, menurut Dr. Cohn. “Jika peningkatan detak jantung bisa membahayakan seseorang, harus sangat berhati-hati dan berkonsultasi dengan tim medis sebelum memulai rencana olahraga,” ujarnya.

    Masalah otot dan sendi pada kaki juga bisa menjadi alasan untuk membatasi jarak berjalan. “Orang dengan gangguan pada kaki dan tungkai bawah seperti radang sendi lutut perlu berhati-hati agar tidak berjalan terlalu banyak dalam sehari agar tidak memperburuk kondisi tersebut,” kata Cohn, dikutip dari Everyday Health.

    Penggunaan sepatu jalan yang berkualitas dan pas juga bisa membantu mengurangi risiko nyeri, terutama bagi pengidap radang sendi.

    Selain itu, orang dengan penyakit pernapasan seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta lansia, juga sebaiknya tidak terlalu memaksakan diri berjalan jauh. “Risiko jatuh adalah kekhawatiran besar pada kelompok lansia, jadi mereka harus menghindari kelelahan berlebih agar tidak terjadi kecelakaan,” jelasnya.

    NEXT: Tanda sudah terlalu banyak berjalan

    Berjalan jauh bisa membuat tubuh terasa segar, meski mungkin akan terasa pegal setelahnya. Namun, aktivitas ini seharusnya tidak menyebabkan cedera akibat penggunaan berlebihan.

    “Cedera akibat penggunaan berlebihan terjadi ketika suatu gerakan dilakukan secara berulang-ulang hingga melukai ligamen, tendon, atau otot,” jelas April Gatlin, praktisi olahraga bersertifikasi yang berbasis di Chicago.

    Bagaimana mengenalinya? Perhatikan tanda-tanda fisik. “Jika ada rasa sakit di persendian, tubuh terasa kaku, atau muncul sensasi yang tidak biasa di sendi, kurangi jarak tempuh atau istirahatlah sehari,” kata Gatlin. Konsultasikan ke dokter jika rasa sakit tidak kunjung membaik atau kembali muncul setelah istirahat.

    Gejala lain bahwa tubuh terlalu lelah antara lain gangguan tidur, perubahan suasana hati seperti mudah marah atau cemas, serta peningkatan detak jantung saat istirahat. Ini bisa menjadi sinyal bahwa tubuh mengalami stres berlebih dan perlu waktu untuk pulih.

  • Begini Situasi COVID-19 di DKI Jakarta, Warga Diimbau Tetap Waspada

    Begini Situasi COVID-19 di DKI Jakarta, Warga Diimbau Tetap Waspada

    Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan kasus COVID-19 di Ibu Kota hingga akhir Mei 2025 masih terkendali. Namun, warganya diminta tetap waspada dan melakukan langkah pencegahan.

    Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengatakan tingkat positivity rate COVID-19 di Jakarta pada Mei 2025 sebesar 2,4 persen. Artinya, laju penularan masih terkendali.

    Berdasarkan data Sistem Nasional All Record (NAR), sepanjang 1 Januari hingga 31 Mei 2025 tercatat 38 kasus konfirmasi positif COVID-19 di DKI Jakarta.

    Ani mengatakan, sebagian besar dilaporkan oleh rumah sakit (29 kasus), kemudian laboratorium swasta (5 kasus) dan Puskesmas (4 kasus). Sementara itu, tidak terdapat laporan kematian akibat COVID-19 sepanjang tahun 2025.

    Pemprov DKI Jakarta juga telah menjalankan surveilans sentinel (pengamatan sistematis) bekerja sama dengan berbagai fasilitas kesehatan. Pemeriksaan spesimen dilakukan untuk mendeteksi virus pernapasan, termasuk COVID-19. Hasil surveilans ILI (Influenza-Like Illness) hingga akhir Mei 2025 mencatat hanya satu kasus positif dari 227 spesimen yang diperiksa.

    Di samping itu, Ani mengimbau masyarakat tetap menjaga kesehatan dan lingkungan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan atau perlindungan diri. Misalnya, seperti rutin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat bergejala atau berada di kerumunan, terutama bagi kelompok rentan.

    Penting juga menerapkan etika batuk dan bersin, beristirahat cukup dan menghindari aktivitas berlebihan saat sakit serta memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gangguan pernapasan.

    Ani mengingatkan, warga yang hendak bepergian ke negara dengan angka kasus COVID-19 tinggi, seperti Thailand dan Singapura, diimbau tetap menjaga kesehatan dan mengikuti protokol setempat.

    “Pengalaman pandemi telah membentuk kita menjadi masyarakat yang lebih tangguh dan peduli,” katanya, dikutip ANTARA.

    (suc/suc)

  • Begini Situasi COVID-19 di DKI Jakarta, Warga Diimbau Tetap Waspada

    Begini Situasi COVID-19 di DKI Jakarta, Warga Diimbau Tetap Waspada

    Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan kasus COVID-19 di Ibu Kota hingga akhir Mei 2025 masih terkendali. Namun, warganya diminta tetap waspada dan melakukan langkah pencegahan.

    Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengatakan tingkat positivity rate COVID-19 di Jakarta pada Mei 2025 sebesar 2,4 persen. Artinya, laju penularan masih terkendali.

    Berdasarkan data Sistem Nasional All Record (NAR), sepanjang 1 Januari hingga 31 Mei 2025 tercatat 38 kasus konfirmasi positif COVID-19 di DKI Jakarta.

    Ani mengatakan, sebagian besar dilaporkan oleh rumah sakit (29 kasus), kemudian laboratorium swasta (5 kasus) dan Puskesmas (4 kasus). Sementara itu, tidak terdapat laporan kematian akibat COVID-19 sepanjang tahun 2025.

    Pemprov DKI Jakarta juga telah menjalankan surveilans sentinel (pengamatan sistematis) bekerja sama dengan berbagai fasilitas kesehatan. Pemeriksaan spesimen dilakukan untuk mendeteksi virus pernapasan, termasuk COVID-19. Hasil surveilans ILI (Influenza-Like Illness) hingga akhir Mei 2025 mencatat hanya satu kasus positif dari 227 spesimen yang diperiksa.

    Di samping itu, Ani mengimbau masyarakat tetap menjaga kesehatan dan lingkungan, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan atau perlindungan diri. Misalnya, seperti rutin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat bergejala atau berada di kerumunan, terutama bagi kelompok rentan.

    Penting juga menerapkan etika batuk dan bersin, beristirahat cukup dan menghindari aktivitas berlebihan saat sakit serta memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gangguan pernapasan.

    Ani mengingatkan, warga yang hendak bepergian ke negara dengan angka kasus COVID-19 tinggi, seperti Thailand dan Singapura, diimbau tetap menjaga kesehatan dan mengikuti protokol setempat.

    “Pengalaman pandemi telah membentuk kita menjadi masyarakat yang lebih tangguh dan peduli,” katanya, dikutip ANTARA.

    (suc/suc)

  • Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit

    Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit

    Jakarta – detikers, udah tahu belum nih? Sekarang ada mekanisme pembagian biaya atau co-payment di produk asuransi kesehatan yang mewajibkan pemegang polis atau nasabah menanggung 10% dari total pengajuan klaim. Aturan baru yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini rencananya mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026 mendatang.

    Nah atas SEOJK ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi pun memberikan tanggapannya. Ia pun menganalogikan aturan baru di produk asuransi kesehatan itu seperti pada asuransi kendaraan.

    Oh ya, jangan lupa klik di sini untuk melihat video-video seputar Menkes Budi Gunadi Sadikin lainnya!

    (/)

    menkes budi gunadi aturan baru ojk biaya co-payment asuransi biaya co-payment asuransi 10 persen nasabah asuransi kesehatan nasabah asuransi ojk

  • Dokter Ungkap Penyebab Nyeri Lutut Akibat Duduk Terlalu Lama

    Dokter Ungkap Penyebab Nyeri Lutut Akibat Duduk Terlalu Lama

    Jakarta – Nyeri lutut sering dialami oleh pekerja kantoran yang banyak duduk dan juga mereka yang aktif bergerak di lapangan. Hal ini terjadi karena lutut yang menopang berat badan sekaligus mendukung berbagai gerakan dapat bermasalah akibat beban berlebih, postur kurang tepat, atau kurang peregangan, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan menurunkan produktivitas.

    Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Mayapada Hospital Surabaya, dr. Reyner Valiant Tumbelaka, M.Ked.Klin., Sp.OT menjelaskan penyebab nyeri lutut saat bekerja bisa muncul dari berbagai faktor seperti menaiki tangga, berdiri lama tanpa jeda, atau mengangkat beban tanpa didasari teknik yang tepat.

    “Nyeri lutut disebabkan oleh beragam faktor, seperti sering naik turun tangga, berdiri lama tanpa jeda, atau mengangkat beban berat tanpa teknik yang tepat. Kebiasaan ini dapat memicu peradangan pada jaringan sekitar lutut, seperti tendonitis atau bursitis, lalu muncul rasa nyeri tumpul atau tajam yang terasa saat bergerak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (13/6/2025).

    Dokter Reyner juga menjelaskan, penyebab nyeri lutut pada para pekerja kantoran dapat berasal dari kebiasaan duduk terlalu lama dengan posisi yang kurang ideal.

    “Sementara bagi pekerja kantoran, kebiasaan duduk terlalu lama dengan posisi kurang ideal, seperti menyilangkan kaki terus-menerus atau tidak menggunakan sandaran kaki yang sesuai dapat menimbulkan tekanan pada lutut dan menyebabkan sindrom nyeri patellofemoral, kondisi saat tempurung lutut tidak bergerak mulus di atas tulang paha, menyebabkan nyeri saat naik tangga atau setelah duduk lama,” jelasnya.

    Lebih lanjut, menurut Dokter Reyner, faktor usia juga dapat memengaruhi kondisi lutut karena kualitas tulang rawan dan ligamen mulai menurun yang dapat memicu osteoartritis.

    “Seiring bertambahnya usia, kualitas tulang rawan dan ligamen mulai menurun, sehingga dapat memicu osteoartritis, jenis radang sendi yang umum menyebabkan nyeri, kaku, dan bengkak. Meski lebih sering terjadi pada usia lanjut, kini osteoartritis juga banyak ditemukan pada pasien usia muda karena pola hidup yang kurang sehat atau cedera riwayat cedera sebelumnya,” jelasnya.

    Kapan nyeri lutut berubah dari keluhan biasa menjadi tanda bahaya medis? Saat nyeri lutut disertai pembengkakan hebat, kemerahan, rasa hangat saat disentuh, sulit menekuk maupun meluruskan lutut, atau mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya segera periksakan ke dokter. Gejala-gejala ini bisa menjadi pertanda adanya infeksi sendi, cedera serius seperti robekan ligamen atau robekan pada bantalan tulang rawan lutut (meniskus), bahkan gangguan sistemik yang membutuhkan penanganan medis lebih lanjut.

    Meski kerap dianggap sepele, nyeri lutut bisa berkembang menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan lebih kompleks, bahkan hingga tindakan operasi. Mayapada Hospital menyediakan layanan lengkap untuk menangani nyeri lutut, mulai dari pemeriksaan dengan teknologi canggih seperti MRI dan radiologi digital, tindakan operasi, maupun terapi konservatif seperti fisioterapi, injeksi pelumas sendi, serta edukasi postur kerja untuk mencegah cedera berulang.

    Jika diperlukan, tindakan operasi juga bisa dilakukan dengan pendekatan minimal invasif seperti Artroskopi hingga prosedur Total Knee Replacement yang kini semakin optimal dengan bantuan teknologi bedah robotik VELYS™ Robotic-Assisted Solution. Teknologi canggih ini membantu tim dokter ortopedi memberikan tingkat akurasi yang lebih tinggi, proses pemulihan yang lebih cepat, dan hasil jangka panjang yang lebih baik bagi pasien.

    Tidak hanya soal pengobatan, kebiasaan sehari-hari juga punya peran besar dalam menjaga kesehatan lutut. Untuk mencegah keluhan sejak awal, Dokter Reyner menekankan agar para pekerja mulai menerapkan kebiasaan menjaga berat badan ideal, melakukan peregangan, dan memperhatikan posisi tubuh saat bekerja.

    “Ada baiknya para pekerja mulai menerapkan kebiasaan sederhana sehari-hari dengan menjaga berat badan tetap ideal, melakukan peregangan sebelum dan sesudah aktivitas, serta perhatikan posisi tubuh saat bekerja. Untuk para pekerja kantoran, usahakan untuk berdiri dan bergerak ringan setiap 30 menit, serta pastikan posisi duduk dan tinggi kursi sudah sesuai agar lutut tidak tertekan terus-menerus,” ujarnya.

    Namun jika nyeri lutut mulai mengganggu aktivitas harian, terutama saat bekerja, jangan ragu untuk berkonsultasi. Anda bisa mengandalkan layanan Orthopedic Center Mayapada Hospital Surabaya, yang menyediakan perawatan menyeluruh dan berstandar internasional, mulai dari deteksi dini, diagnosis, tindakan, hingga terapi dan perawatan pasca-tindakan untuk berbagai kasus tulang, sendi, dan otot.

    Sementara itu, Hospital Director Mayapada Hospital Surabaya, dr. Bona Fernando, M.D., FISQua mengungkapkan, inovasi yang hadir di Mayapada Hospital Surabaya akan meningkatkan patient experience secara optimal, memastikan patient safety secara maksimal, serta memperluas akses layanan ortopedi yang canggih dan berkualitas internasional.

    “Kami yakin inovasi yang telah hadir di Mayapada Hospital Surabaya ini akan meningkatkan patient experience secara optimal, memastikan patient safety secara maksimal, serta memperluas akses layanan ortopedi yang canggih dan berkualitas internasional bagi masyarakat Surabaya, Jawa Timur, hingga Indonesia Timur. Hal ini juga membuktikan kesiapan Orthopedic Board, yang terdiri dari tim multidisiplin Orthopedic Center kami dalam memberikan perawatan terbaik,” ucap Dokter Bona.

    Segera jadwalkan konsultasi di Orthopedic Center Mayapada Hospital apabila Anda mengalami nyeri lutut kronis. Anda dapat menjadwalkannya kapan saja dan di mana saja melalui aplikasi MyCare.

    Aplikasi ini memudahkan pengguna untuk mengatur jadwal pemeriksaan, hingga mengakses layanan gawat darurat. MyCare juga dilengkapi fitur Health Articles & Tips yang berisi informasi terkait layanan Orthopedic Center dan SITPEC, serta Personal Health yang terhubung dengan Health Access dan Google Fit untuk memantau langkah harian, kalori terbakar, detak jantung, hingga Body Mass Index (BMI).

    (akn/ega)

  • Sederet Kasus Medis ‘Batu’ di Tubuh Pasien, Ada di Ginjal hingga Miss V

    Sederet Kasus Medis ‘Batu’ di Tubuh Pasien, Ada di Ginjal hingga Miss V

    Sarah Oktaviani Alam – detikHealth

    Kamis, 12 Jun 2025 21:01 WIB

    Jakarta – Sejumlah kasus medis adanya pembentukan ‘batu’ di banyak organ tubuh. Berikut potret batu yang berhasil dikeluarkan dokter, dari ginjal, empedu, hingga vagina.

  • Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Jakarta

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus jubir Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi, merespons munculnya usulan pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Prasetyo mengatakan pihaknya telah mendengar aspirasi tersebut.

    “Nah itu bagian dari evaluasi-evaluasi kita tentu mendengarkan aspirasi dari masyarakat, terutama masyarakat kedokteran, teman-teman dokter kan adalah individu-individu atau insan-insan pilihan,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

    Menanggapi hal ini, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.

    Saat ditanya jika ke depannya benar-benar ada pergantian di kursi Menteri Kesehatan, Prof Ari menegaskan sosok baru yang mengisi tak harus berlatar belakang dokter.

    “Apabila Menteri tersebut bisa berkomunikasi dengan baik, bisa ngobrol dengan baik. Apa yang menjadi saran dari kami, itu diterima dan dilaksanakan, dan yang terpenting kita punya semangat yang sama,” kata Prof Ari di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Pada hari ini, Kamis (12/6/2025) sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar aksi ‘Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2’ di Aula FKUI di Gedung IMERI FKUI, Salemba, Jakarta Pusat.

    “Ketika seruan ini tidak memberikan perubahan, kami akan menyampaikan seruan berikutnya,” kata Prof Ari.

    “Sampai saat ini tidak ada pemikiran para guru besar ini untuk mogok. Sejatinya justru kami ingin anak-anak ini tetap sekolah. Kami tidak akan mogok kerja, mogok segala macam, kami cinta mahasiswa kami,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Merasa Melihat Penampakan Hantu? Bisa Jadi Tanda Kondisi Medis Ini

    Merasa Melihat Penampakan Hantu? Bisa Jadi Tanda Kondisi Medis Ini

    Jakarta

    Pernahkah kamu merasa melihat penampakan hantu dalam kondisi tertentu? Bukan karena gangguan makhluk halus, ternyata ada penjelasan medis di balik fenomena tersebut. Beberapa kondisi kesehatan dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi visual, sehingga tampak seperti melihat ‘penampakan’.

    Dikutip dari IFL Science, berikut ini beberapa masalah medis yang mungkin menjadi penyebabnya:

    1. Sleep Paralysis

    Sleep paralysis atau kelumpuhan saat tidur biasanya terjadi setelah memasuki fase rapid-eye movement (REM), fase ketika seseorang mengalami mimpi yang terasa paling nyata. Orang yang mengalami sleep paralysis seringkali merasa sadar, tak bisa bergerak, dan berhalusinasi.

    “Hal inilah yang sering menjadi penyebab utama dari pengalaman ‘paranormal’,” kata pakar psikologi anomalistik, Profesor Chris French.

    Kualitas tidur yang buruk juga bisa menjadi pencetus munculnya ‘penampakan’. Penelitian menunjukkan orang yang kurang tidur di malam hari memiliki kecenderungan percaya pada hantu atau hal aneh lainnya seperti alien.

    Dalam survei yang dilakukan terhadap 8.853 orang soal kepercayaan paranormal dan kualitas tidur, ditemukan kepercayaan tersebut lebih umum pada orang yang memiliki masalah insomnia.

    2. Keracunan Karbon Monoksida

    Pada tahun 1921, sebuah laporan yang diterbitkan dalam American Journal of Ophthalmology menceritakan kisah sebuah keluarga yang pindah ke rumah baru dan mulai mengalami gangguan mistis. Misalnya, sang ayah merasa diawasi di malam hari dan anak-anaknya mulai sakit, pucat, serta kehilangan minat bermain.

    Akhirnya terungkap pemanas rumah mereka rusak dan menjadi sumber kebocoran karbon monoksida. Kebocoran itu membuat mereka mengalami gangguan kesehatan dan gangguan-gangguan mistis.

    3. Sugestibilitas

    Satu tim peneliti mencoba menciptakan sebuah ruangan ‘berhantu’. Mereka melakukannya dengan memanipulasi lingkungan rumah tersebut dengan medan elektromagnetik dan infra-suara.

    Sebanyak 79 partisipan diminta menghabiskan 50 menit di dalam ruang khusus yang telah dibangun. Meski banyak dari mereka melaporkan berbagai sensasi aneh, ternyata hal ini tidak berkaitan dengan kondisi ruangan yang dieksperimenkan.

    Hal ini menunjukkan sugestibilitas adalah faktor terbesar. Jika seseorang diberitahu bahwa sebuah ruangan atau rumah itu berhantu, maka lebih mungkin juga seseorang mengalami kejadian paranormal.

    NEXT: Bisa jadi ada kelainan otak

    4. Kelainan Otak

    Dalam sebuah penelitian, pria yang sedang menjalani perawatan eksperimental untuk epilepsi dipasangi elektroda di bagian fusiform gyri, bagian otak yang berperan penting dalam pengenalan visual dan pola.

    Peneliti mengirimkan denyut listrik ke area tersebut dan pasien mulai melihat ilusi wajah di mana-mana, termasuk wajah asli seseorang. Halusinasi ini disebut facephenes oleh tim peneliti, tapi hanya orang-orang tertentu yang dapat melihatnya.

    5. Infeksi Jamur

    Infeksi jamur yang ada di rumah juga bisa menjadi salah satu pemicunya. Tim peneliti di Universitas Clarkson, New York menyelidiki hubungan antara rumah berhantu dan jamur.

    Tim tersebut berhasil mengumpulkan data dari 27 lokasi (13 dianggap berhantu) dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara lokasi berhantu dan jamur.

  • Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menyuarakan keresahan mereka terkait tata kelola kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Para guru besar menegaskan telah kehilangan rasa percaya ke Menkes, sehingga ingin berdialog dengan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” tulis pernyataan Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2 yang diterima detikcom.

    Salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan pihaknya membuka pintu lebar-lebar jika Presiden Prabowo ingin berdiskusi dengan para akademisi.

    “Kami sangat berterima kasih kalau bapak Presiden mau bertemu dengan 372 guru besar. Kami mengidam-idamkan bertemu dengan pak Presiden langsung,” kata Prof Ari kepada awak media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Senada, Guru Besar FKUI Prof Dr dr Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM mengatakan bahwa pihaknya sebelumnya telah mengirim surat langsung ke Presiden Prabowo.

    “Saya kira surat kami sudah sampai ya, karena sudah ada respons dari Istana, ‘Akan diperhatikan suara-suara dari guru besar itu sangat penting, akan kami perhatikan’,” kata Prof Siti.

    “Tapi baru sampai situ, belum ada lanjutannya. Itu yang kami tunggu sebetulnya, apakah kami dipanggil. Kalau bisa kita ngobrol deh dari hati ke hati, kami juga bisa memberikan penjelasan ke beliau (Prabowo) kenapa kami melakukan aksi seperti ini,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)