Category: Detik.com Kesehatan

  • Viral Pria Pamit Bunuh Diri Ditemukan Makan Soto, Psikolog Soroti Survival Instinct

    Viral Pria Pamit Bunuh Diri Ditemukan Makan Soto, Psikolog Soroti Survival Instinct

    Jakarta

    CATATAN: Depresi dan munculnya keinginan bunuh diri bukanlah hal sepele. Kesehatan jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan tubuh atau fisik. Jika gejala depresi semakin parah, segeralah menghubungi dan berdiskusi dengan profesional seperti psikolog, psikiater, maupun langsung mendatangai klinik kesehatan jiwa. Layanan konsultasi kesehatan jiwa juga disediakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) di laman resminya yaitu www.pdskji.org. Melalui laman organisasi profesi tersebut disediakan pemeriksaan secara mandiri untuk mengetahui kondisi kesehatan jiwa seseorang.

    Warga Kretek, Bantul, belakangan digegerkan dengan seorang pria yang berencana bunuh diri. Namun, setelah ditelusuri oleh pihak kepolisian, mereka justru menemukan pria tersebut sedang sarapan soto dengan kondisi sehat.

    Sebelumnya, pria tersebut menuliskan sebuah surat ‘perpisahan’ kepada keluarganya. Akibat tekanan kehidupan, dirinya mengatakan ingin mengakhiri hidup dengan cara melompat dari atas Jembatan Kretek I.

    ‘*** (tertulis nama dan alamat). Tolong yang membaca surat ini beri tahu keluarga saya. Saya sengaja loncat dari jembatan ini. Saya sudah tidak layak hidup. Tolong yang baca ini panggil Tim SAR buat nemuin jasad saya’

    Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry mengatakan bahwa kejadian bermula saat warga menemukan satu unit motor bernomor polisi AB 3347 TT di sekitar Jembatan Kretek I, Minggu (8/6) pukul 23.30 WIB, beserta selembar kertas berisi pesan ‘perpisahan’.

    “Petugas sudah menghubungi pihak keluarga, dan telah dilakukan olah TKP juga. Hasilnya ditemukan kejanggalan terkait korban lompat ke sungai,” kata Jeffry saat dihubungi wartawan, dikutip dari detikJogja, Jumat (13/6/2025).

    Kasus ini juga menjadi sorotan warganet yang menyinggung hal-hal kecil bisa ‘menyelamatkan’ nyawa seseorang, termasuk makan soto.

    Menanggapi kasus tersebut, Psikolog dari Ohana Space Veronica Adesla mengatakan setiap orang memiliki survival instinct atau naluri bertahan hidup. Menurut Veronica, survival instinct biasanya menjadi faktor penentu pada tindakan mengakhiri hidup.

    “Biasanya di saat critical, insting untuk hidup ini teraktivasi bisa karena banyak hal. Misal, ‘ohh kalau ini aku lakukan dan tidak berhasil, aku malah menambah beban orang lain, kalau aku jadi cacat bagaimana?’” kata Veronica saat dihubungi detikcom, Jumat (13/6/2025).

    “Atau kemudian ada orang yang tiba-tiba menghubungi, dan kemudian dia merasa tidak sendiri. Kalau dia memaknai, ini berarti Tuhan nggak mau aku meninggal, masih ingin aku hidup,” sambungnya.

    Keputusan seseorang untuk mengakhiri hidup, lanjut Veronica bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Menurutnya, sampai kepada keputusan itu, seseorang mungkin telah mendapatkan banyak tekanan dalam hidupnya.

    “Ada namanya major depressive disorder (MDD), orang yang udah masuk dan tingkatannya parah, akan ada action-nya,” kata Veronica.

    “Mulai dari keinginan untuk mengakhiri hidup, kemudian memikirkan caranya, mencari tahu cara-caranya, sampai kemudian perilaku yang dilakukan untuk mengakhiri hidup,” lanjutnya.

    Hal ini membuat netizen atau siapa saja jangan sampai meremehkan seseorang yang mengutarakan niatnya untuk mengakhiri hidup.

    “Mulut orang itu kan kadang jahat ya, ahh cuman cari perhatian aja kali. Nggak boleh banget kayak gitu,” tutupnya.

    (dpy/kna)

  • Tiap Hari Ada 56 Wanita RI Meninggal karena Kanker Serviks, Kenali Gejalanya

    Tiap Hari Ada 56 Wanita RI Meninggal karena Kanker Serviks, Kenali Gejalanya

    Jakarta

    Kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Di antara berbagai jenis kanker, dua yang paling banyak menyerang perempuan adalah kanker payudara dan kanker leher rahim (serviks). Keduanya tidak hanya memiliki angka kejadian yang tinggi, tetapi juga tingkat kematian yang mengkhawatirkan.

    Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid mengatakan angka kematian akibat kanker leher rahim di Indonesia masih cukup tinggi, yakni sekitar 13,2 per 100.000 penduduk menurut data Globocan 2022.

    “Ini kita bisa lihat pada angkanya. Jadi angka kejadiannya cukup tinggi, dan angka kematiannya juga hampir separuhnya,” ucapnya dalam konferensi pers, Jumat (13/6/2025).

    Bahkan, lanjut dr Nadia, diperkirakan ada sekitar 56 perempuan yang meninggal setiap harinya akibat kanker leher rahim. Sementara jumlah kasus baru kanker leher rahim di Indonesia yang dilaporkan atau diperkirakan mencapai 36.964 dari total kasus keseluruhan jenis kanker 408.661 menurut data Globocan 2022.

    “Kurang lebih ini kasusnya lebih dari 50 persen, itu berakhir dengan kematian,” ucapnya lagi.

    Adapun salah satu penyebab tingginya angka kematian, lanjut dr Nadia, karena sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut.

    Gejala Kanker Serviks

    Kanker serviks atau leher rahim bisa disembuhkan jika terdeteksi sejak tahap awal. Sayangnya, banyak wanita tidak paham atau takut melakukan pemeriksaan dan skrining kanker serviks.

    Padahal, penting bagi wanita untuk mengenali gejala kanker serviks pada stadium awal, agar dapat melakukan deteksi kanker serviks sejak dini. Kenali gejala-gejala awal kanker serviks berikut ini, dikutip dari Kemenkes RI.

    1. Pendarahan pada Vagina

    Jangan abaikan pendarahan yang terjadi pada vagina saat sedang tidak menstruasi, berhubungan intim, atau sudah menopause. Walau demikian, pendarahan bisa juga terjadi saat menstruasi, yang menyebabkan darah keluar lebih banyak dari biasanya.

    2. Keputihan yang Berbeda dari Biasanya

    Keputihan yang biasa terjadi berupa cairan berwarna bening atau putih, tidak berbau, dan tidak menyebabkan gatal atau nyeri pada vagina. Waspadalah jika keputihan yang keluar berwarna atau bercampur darah, berbau tidak sedap, dan menyebabkan gatal.

    3. Nyeri yang Tidak Mereda

    Nyeri pada panggul saat berhubungan intim bisa jadi merupakan gejala awal kanker serviks. Periksakan diri segera untuk memastikannya.

    4. Tubuh Mudah Lelah

    Pendarahan yang tidak normal pada vagina menyebabkan tubuh kekurangan sel darah merah, sehingga mudah lelah meskipun sudah cukup beristirahat.

    5. Sering Buang Air Kecil

    Sel-sel kanker yang tumbuh di leher rahim bisa menyebar ke kandung kemih, sehingga menyebabkan pengidap sering buang air kecil.

    NEXT: Gejala Kanker Serviks Stadium Lanjut

    Gejala Kanker Serviks Stadium Lanjut

    Kanker yang sudah memasuki stadium lanjut dan menyebar ke organ tubuh lainnya bisa menimbulkan berbagai keluhan berikut ini.

    1. Nafsu Makan Hilang

    Hilangnya nafsu makan lambat laun akan menyebabkan berat badan menurun.

    2. Darah pada Urine dan BAB

    Darah ditemukan pada urine atau keluar saat buang air besar.

    3. Perut Membesar

    Sel kanker yang membesar dan berkembang bisa memicu benjolan pada perut, yang membuat perut terlihat membesar.

    4. Gangguan Fisik

    Keluhan lainnya berupa mual dan muntah, kejang atau diare.

  • Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH membenarkan bahwa bullying atau perundungan dalam pendidikan kedokteran nyata adanya. Menurutnya, ini terjadi karena kurangnya ‘apresiasi’ yang diberikan kepada para dokter.

    “Kenapa senior melakukan suatu tindakan (bullying) karena mereka itu merasa beban kerja berat. Itu terkait pelayanan rumah sakit, dan yang terpenting adalah tidak adanya insentif,” kata Prof Ari dalam sesi konferensi pers di FKUI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Prof Ari menambahkan terkait insentif mahasiswa kedokteran yang bertugas di rumah sakit sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran serta Undang-Undang 17 tahun 2023.

    “Disebutkan bahwa peserta didik spesialis dan sub-spesialis mendapatkan insentif oleh rumah sakit di mana mereka bekerja, tapi sampai saat ini itu masih wacana,” tegas Prof Ari.

    “Kalau itu saja bisa diatasi oleh pemerintah, rasanya tingkat bullying itu bisa semakin turun,” sambungnya.

    Untuk FKUI sendiri, Prof Ari menegaskan bahwa pihaknya tidak menoleransi segala bentuk perundungan yang dilakukan oleh mahasiswanya.

    “Sejak tahun 2018 kami sudah menyampaikan bahwa kami zero tolerance terhadap bullying. Kami tidak mentolerir siapapun pelakunya, apakah itu tenaga pendidikan, staf pengajar, atau senior misalnya dalam jenjang pendidikan,” kata Prof Ari.

    “Kami akan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku bullying,” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • India Masih ‘Diamuk’ COVID-19, Ini Gejala Baru yang Dikeluhkan Pasien

    India Masih ‘Diamuk’ COVID-19, Ini Gejala Baru yang Dikeluhkan Pasien

    Jakarta – India terus mencatat peningkatan kasus COVID-19 secara signifikan. Menurut Kementerian Kesehatan setempat, jumlah kasus aktif kini telah melampaui 7.000, dengan total 7.121 pasien yang menjalani perawatan. Negara bagian Kerala masih mencatat jumlah kasus tertinggi, dengan lebih dari 2.200 kasus aktif sejauh ini.

    Tiga kematian juga tercatat dalam periode yang sama.

    Dua di antaranya berasal dari Maharashtra, sementara satu kasus kematian dilaporkan di Madhya Pradesh. Ketiga korban merupakan lansia yang memiliki riwayat gangguan pernapasan dan penyakit kronis sebelumnya.

    Lonjakan ini sebagian besar disebabkan oleh kemunculan subvarian Omicron terbaru seperti JN.1, NB.1.8.1, LF.7, dan XFC.

    Gejala Baru COVID-19

    1. Sakit Kepala Parah

    Sakit kepala yang berlangsung lama dan tidak merespons obat penghilang rasa sakit seperti biasanya. Rasa sakitnya berdenyut dan tetap terasa meski sudah beristirahat atau tidur.

    2. Ruam Kulit

    Beberapa pasien mengalami ruam kulit tidak biasa atau perubahan warna kulit, yang jarang terlihat pada gelombang sebelumnya. Jika muncul ruam merah secara tiba-tiba, disarankan untuk segera melakukan tes COVID-19.

    3. Kelelahan Ekstrem

    Merasa sangat lelah dan lemas bahkan tanpa melakukan aktivitas fisik berat. Banyak orang menggambarkan kondisi ini sebagai kelelahan yang membuat mereka tidak sanggup bangun dari tempat tidur.

    4. Gangguan Pencernaan

    Gejala seperti mual, diare, dan sakit perut kadang muncul lebih dulu sebelum gejala pernapasan muncul.

    5. Sesak Napas

    Kesulitan bernapas atau rasa tidak nyaman di dada meskipun tidak melakukan aktivitas fisik bisa menjadi tanda peringatan, bahkan jika bukan COVID-19. Kondisi ini memerlukan perhatian medis segera.

    (kna/kna)

  • Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) terang-terangan menyatakan hilangnya kepercayaan pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dekan FKUI, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, merinci sejumlah kekecewaan dan alasan di balik kepercayaan kepada Menkes memudar.

    Suara mereka sebagai Guru Besar disebut tak lagi diindahkan. Tidak seperti masa-masa RUU Kesehatan Omnibus Law.

    “Kami tidak lagi diberi ruang berdialog secara konstruktif. Banyak kebijakan besar dikeluarkan tanpa melibatkan institusi akademik dan profesi kedokteran. Padahal kami sudah menyampaikan masukan sejak awal,” ujar Prof Ari saat ditemui di FK UI Salemba, Kamis (12/6/2025).

    Dulu Diundang, Kini Dikesampingkan

    Prof Ari mengungkapkan, di awal pembahasan RUU Kesehatan, para dekan fakultas kedokteran sempat diundang langsung oleh Menkes.

    “Awal-awal sebelum RUU itu, para dekan dua kali diundang langsung ke rumah beliau. Kami juga beberapa kali undang beliau di kegiatan asosiasi pendidikan kedokteran, baik online di Jakarta maupun langsung ke Surabaya,” tuturnya.

    Namun menurutnya, sejumlah masukan yang sudah disampaikan kala itu tidak pernah direspons secara serius. Salah satu contohnya adalah soal narasi bullying yang menurutnya terlalu dibesar-besarkan oleh Menkes.

    “Kita sudah kerja keras atasi bullying, dan kenyataannya tidak se-horor itu. Tapi framing beliau tetap begitu. Kami sudah ingatkan, tapi tetap dijadikan narasi,” tegasnya.

    Prof Ari juga menyesalkan pernyataan Menkes yang menyebut hanya orang kaya yang bisa sekolah kedokteran, dan spesialis hanya bisa ditempuh dengan ‘izin’ Menteri.

    “Itu tidak benar. Saya punya bukti. Ada anak petani di Bengkulu, namanya Iqbal, bisa masuk FKUI. Anak-anak Papua juga ada, 28 orang dikirim belajar spesialis di FKUI, 5 di antaranya sudah lulus. Mereka bukan anak pejabat,” ungkapnya.

    Kekecewaan Lain: Soal Kolegium dan Rumah Sakit Pendidikan

    Dekan FKUI juga menyinggung kebijakan Kemenkes yang menurutnya inkonsisten dalam implementasi. Salah satunya menyangkut keberadaan kolegium dan penunjukan Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) atau hospital based.

    “Katanya akan disebar, nyatanya tetap ditentukan Menkes. Bahkan satu kolegium bisa diisi 78 orang. RSPPU juga katanya tidak akan di tempat yang punya university based, tapi kenyataannya seperti RS Jantung Harapan Kita dan Cijendo tetap dipilih. Ini inkonsistensi,” beber Prof. Ari.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti narasi-narasi publik yang disampaikan Menkes, termasuk soal ukuran celana yang dianggap menyudutkan pasien dengan obesitas.

    “Pernyataan soal ‘celana ukuran 30’ itu bikin stres pasien saya. Kalau yang bilang netizen mungkin bisa dimaklumi, tapi ini Menteri Kesehatan. Narasi-narasi seperti itu kontraproduktif,” ucapnya.

    NEXT: Puncak kekecewaan Guru Besar kepada Menkes

    Puncak kekecewaan juga datang saat Kementerian Kesehatan tetap menutup akses pendidikan spesialis anestesi di RS Hasan Sadikin, Bandung.

    “Kami sudah bilang sejak dua bulan lalu, tolong buka akses itu. Tapi sampai sekarang tetap tidak berubah. Ini yang bikin kami makin kecewa,” tutup Prof. Ari.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin belum berkomentar lebih lanjut hingga berita ini diturunkan. Namun dalam sejumlah forum sebelumnya, Menkes menegaskan bahwa reformasi sistem kesehatan, termasuk pendidikan kedokteran, dilakukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan layanan di seluruh Indonesia.

    Sementara juru bicara Kemenkes RI drg Widyawati menyebut pihaknya terbuka bila para guru besar menginginkan diskusi atau forum terbuka yang dibuat secara transparan.

    “Perlu kami sampaikan bahwa Kemenkes telah mengundang forum tersebut untuk berdialog secara langsung, namun undangan tersebut tidak direspons secara positif,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6).

    “Apabila forum guru besar berinisiatif mengundang, kami menyatakan kesiapan untuk hadir dan berdialog secara terbuka demi kepentingan bersama,” lanjutnya.

  • Nasib Pria Jepang dengan Kondisi Langka, Tubuhnya Menua 10 Kali Lebih Cepat

    Nasib Pria Jepang dengan Kondisi Langka, Tubuhnya Menua 10 Kali Lebih Cepat

    Jakarta – Nobuaki Nagashima berusia pertengahan 20-an ketika dia mulai merasa seperti tubuhnya sedang rusak. Dia berbasis di Hokkaido, prefektur paling utara Jepang, tempatnya menjalani pendidikan militer selama 12 tahun.

    Kondisi aneh di tubuhnya terjadi sedikit demi sedikit: katarak pada usia 25 tahun, nyeri di pinggulnya pada usia 28 tahun, masalah kulit di kakinya pada usia 30 tahun.

    Dikutip dari laman World Economic Forum, pada usia 33 tahun, Nagashima didiagnosis dengan sindrom Werner, penyakit yang menyebabkan tubuh menua terlalu cepat. Penyakit itu membuat seseorang terlihat keriput, rambut beruban dan kebotakan di usia muda. Hal ini juga diketahui menyebabkan pengerasan arteri, gagal jantung, diabetes, dan kanker.

    Nagashima telah menjalani lima atau enam operasi, dari jari kaki hingga pinggul hingga mata, untuk mengobati penyakit yang berkaitan dengan penuaan di umur 43 tahun. Dia mulai tak dikenali, beberapa akan mengira umur Nagashima sudah 80-an.

    Di Jepang, sindrom ini mempengaruhi sekitar 1 dari 40.000 hingga 1 dari 20.000 orang. Orang dengan sindrom ini mungkin mulai beruban sebelum usia 20 tahun. Pada usia 25 tahun, mereka mulai kehilangan rambut dari kulit kepala, alis, dan bulu mata, dan mereka mungkin hanya menumbuhkan rambut yang jarang di tempat lain di tubuh, termasuk ketiak dan dada.

    Kurangnya rambut ini kemungkinan terkait dengan hipogonadisme, ketika ovarium atau testis tidak berfungsi dengan baik; hipogonadisme juga merusak perkembangan organ seksual dan siklus menstruasi.

    Penyakit langka ini baru ditemukan pada tahun 1996, dan sejak itu hanya ada beberapa contoh Werner. Pada tahun 2008, hanya ada 1.487 kasus terdokumentasi di seluruh dunia, dengan 1.128 di antaranya di Jepang.

    Di Rumah Sakit Universitas Chiba, mereka menyimpan catatan total 269 pasien yang didiagnosis secara klinis, 116 di antaranya masih hidup. Salah satunya adalah Sachi Suga, yang hanya bisa berkeliling dengan kursi roda. Otot-ototnya sangat lemah sehingga dia tidak bisa lagi naik masuk dan keluar dari bak mandi.

    Dia biasa memasak sarapan secara teratur untuk dirinya sendiri dan suaminya, tetapi sekarang dia tidak bisa berdiri di depan kompor selama lebih dari satu atau dua menit dalam satu waktu. Dia terpaksa menyiapkan sup miso yang lebih cepat dibuat malam sebelumnya, yang dia makan sebelum berangkat kerja pada pukul 5.30 pagi.

    Sayangnya tidak ada obat untuk sindrom Werner; perawatan ditujukan untuk mengatasi gejala spesifik pasien. Misalnya, seseorang dapat minum obat dan menerapkan perubahan pola makan dan gaya hidup untuk mengelola diabetes tipe 2; menjalani operasi dan kemoterapi untuk kanker; dan minum obat untuk melawan pengerasan arteri mereka.

    (kna/kna)

  • Nasib Pria Jepang dengan Kondisi Langka, Tubuhnya Menua 10 Kali Lebih Cepat

    Nasib Pria Jepang dengan Kondisi Langka, Tubuhnya Menua 10 Kali Lebih Cepat

    Jakarta – Nobuaki Nagashima berusia pertengahan 20-an ketika dia mulai merasa seperti tubuhnya sedang rusak. Dia berbasis di Hokkaido, prefektur paling utara Jepang, tempatnya menjalani pendidikan militer selama 12 tahun.

    Kondisi aneh di tubuhnya terjadi sedikit demi sedikit: katarak pada usia 25 tahun, nyeri di pinggulnya pada usia 28 tahun, masalah kulit di kakinya pada usia 30 tahun.

    Dikutip dari laman World Economic Forum, pada usia 33 tahun, Nagashima didiagnosis dengan sindrom Werner, penyakit yang menyebabkan tubuh menua terlalu cepat. Penyakit itu membuat seseorang terlihat keriput, rambut beruban dan kebotakan di usia muda. Hal ini juga diketahui menyebabkan pengerasan arteri, gagal jantung, diabetes, dan kanker.

    Nagashima telah menjalani lima atau enam operasi, dari jari kaki hingga pinggul hingga mata, untuk mengobati penyakit yang berkaitan dengan penuaan di umur 43 tahun. Dia mulai tak dikenali, beberapa akan mengira umur Nagashima sudah 80-an.

    Di Jepang, sindrom ini mempengaruhi sekitar 1 dari 40.000 hingga 1 dari 20.000 orang. Orang dengan sindrom ini mungkin mulai beruban sebelum usia 20 tahun. Pada usia 25 tahun, mereka mulai kehilangan rambut dari kulit kepala, alis, dan bulu mata, dan mereka mungkin hanya menumbuhkan rambut yang jarang di tempat lain di tubuh, termasuk ketiak dan dada.

    Kurangnya rambut ini kemungkinan terkait dengan hipogonadisme, ketika ovarium atau testis tidak berfungsi dengan baik; hipogonadisme juga merusak perkembangan organ seksual dan siklus menstruasi.

    Penyakit langka ini baru ditemukan pada tahun 1996, dan sejak itu hanya ada beberapa contoh Werner. Pada tahun 2008, hanya ada 1.487 kasus terdokumentasi di seluruh dunia, dengan 1.128 di antaranya di Jepang.

    Di Rumah Sakit Universitas Chiba, mereka menyimpan catatan total 269 pasien yang didiagnosis secara klinis, 116 di antaranya masih hidup. Salah satunya adalah Sachi Suga, yang hanya bisa berkeliling dengan kursi roda. Otot-ototnya sangat lemah sehingga dia tidak bisa lagi naik masuk dan keluar dari bak mandi.

    Dia biasa memasak sarapan secara teratur untuk dirinya sendiri dan suaminya, tetapi sekarang dia tidak bisa berdiri di depan kompor selama lebih dari satu atau dua menit dalam satu waktu. Dia terpaksa menyiapkan sup miso yang lebih cepat dibuat malam sebelumnya, yang dia makan sebelum berangkat kerja pada pukul 5.30 pagi.

    Sayangnya tidak ada obat untuk sindrom Werner; perawatan ditujukan untuk mengatasi gejala spesifik pasien. Misalnya, seseorang dapat minum obat dan menerapkan perubahan pola makan dan gaya hidup untuk mengelola diabetes tipe 2; menjalani operasi dan kemoterapi untuk kanker; dan minum obat untuk melawan pengerasan arteri mereka.

    (kna/kna)

  • Mukjizat! Satu Penumpang Pesawat Air India Selamat, Begini Kondisinya Terkini

    Mukjizat! Satu Penumpang Pesawat Air India Selamat, Begini Kondisinya Terkini

    Jakarta – Sebuah pesawat Air India yang menuju London jatuh di kawasan permukiman Ahmedabad, India, tak lama setelah lepas landas, Kamis (12/6/2025). Kecelakaan tersebut menewaskan 241 orang di dalamnya. Sementara satu orang penumpang yang duduk di bangku 11A, terlempar dari pesawat, dilaporkan selamat.

    Menteri Dalam Negeri India Amit Shah membenarkan ia bertemu dengan satu-satunya korban selamat di rumah sakit. Seorang dokter mengatakan ia telah memeriksa korban selamat, yang ia identifikasi sebagai Vishwashkumar Ramesh.

    “Ia mengalami disorientasi dengan banyak luka di sekujur tubuhnya,” kata Dr Dhaval Gameti kepada The Associated Press.

    “Namun, kondisinya tampaknya sudah pulih.”

    Seorang petugas medis lainnya mengatakan, Ramesh mengaku pesawat langsung menurun sesaat setelah lepas landas, lalu tiba-tiba terbelah dua dan melemparkannya keluar sebelum terdengar ledakan keras.

    Asap hitam mengepul dari lokasi jatuhnya pesawat di dekat bandara Ahmedabad, kota berpenduduk lebih dari 5 juta jiwa di Gujarat, negara bagian asal Perdana Menteri Narendra Modi

    baca juga

    Korban Lainnya Dikhawatirkan Terkubur di Reruntuhan

    Divyansh Singh, wakil presiden Federation of All India Medical Associations (FAIMA), mengatakan sedikitnya lima mahasiswa dari perguruan tinggi kedokteran tersebut tewas di darat dan 50 lainnya terluka imbas kecelakaan tersebut. Singh mengatakan beberapa dari mereka dalam kondisi kritis dan banyak orang dikhawatirkan terkubur di reruntuhan.

    Sementara itu, Air India mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan yang diunggah di X , 229 penumpang dan 12 awak tewas dalam kecelakaan itu. Satu-satunya yang selamat adalah seorang warga negara Inggris asal India. Penerbangan yang menuju Bandara Gatwick London itu membawa 169 warga India, 53 warga Inggris, tujuh warga Portugis, dan satu penumpang Kanada.

    “Upaya kami sekarang difokuskan sepenuhnya pada kebutuhan semua yang terkena dampak, keluarga dan orang-orang terkasih mereka,” kata maskapai itu.

    bac ajuga

    (suc/suc)

  • BPJS Kesehatan Pastikan Peserta JKN Tak Tanggung 10 Persen Klaim Berobat

    BPJS Kesehatan Pastikan Peserta JKN Tak Tanggung 10 Persen Klaim Berobat

    Jakarta – BPJS Kesehatan menanggapi skema co-payment atau pembagian risiko yang diusulkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BPJS Kesehatan memastikan peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) tidak terdampak aturan tersebut.

    “Kami sampaikan bahwa ketentuan co-payment saat ini tidak berlaku bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah saat dihubungi detikcom, Jumat (13/6/2025).

    Rizzky mengatakan BPJS Kesehatan menerapkan skema Coordination of Benefit (CoB), sesuai dengan Pepres 59/2024 BPJS Kesehatan dapat berkoordinasi dengan penyelenggara jaminan lainnya. Pasal 51 Perpres 59/2024 menyebut peserta JKN dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan (AKT)

    “Atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayarkan akibat peningkatan pelayanan.

    Hal tersebut kata dia diatur secara rinci diatur oleh Kementerian Kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Selisih Biaya Oleh Asuransi Kesehatan Tambahan Melalui Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan.

    Sebelumnya diberitakan OJK akan menerapkan skema co-payment untuk produk asuransi kesehatan. Aturan itu disebut menjadi salah satu upaya untuk menekan inflasi medis agar tak menjadi ancaman bagi perekonomian.

    Pembagian risiko atau co-payment adalah porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemegang polis, tertanggung, atau peserta, paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan.

    (kna/kna)

  • Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan nasabah asuransi kesehatan swasta menanggung sendiri sebagian biaya pengobatan (co-payment) sebesar 10 persen.

    Aturan tersebut tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Meski belum membaca secara rinci isi regulasi tersebut, Menkes mengaku memahami bahwa ketentuan ini berlaku khusus untuk asuransi swasta.

    “Saya belum update sekali tentang aturan ini ya, tapi pemahaman saya itu berlaku untuk asuransi swasta,” ujar Menkes Budi kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

    Menkes menyebut belum bisa memberikan komentar lebih lanjut karena masih ingin mempelajari isi aturan secara menyeluruh. Namun, secara prinsip, ia menilai sistem co-payment bisa memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis.

    “Di mata saya, ada bagusnya juga dengan adanya co-payment ini. Jadi mirip seperti asuransi kendaraan, kalau ada tabrakan, kita tetap harus bayar sedikit. Dengan begitu, kita jadi lebih hati-hati dalam berkendara,” jelasnya.

    Ia melihat konsep yang sama bisa diterapkan dalam konteks kesehatan. Co-payment dinilai dapat mendorong masyarakat untuk lebih menjaga kesehatannya.

    “Saya rasa itu bagus juga untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta, agar mereka menjaga kesehatan dan tidak gampang sakit,” ujar Menkes Budi.

    Sistem co-payment berarti peserta asuransi menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sedangkan sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini sebelumnya menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama soal keadilan dan beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien.

    Sebelumnya diberitakan, SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai efektif per 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian sampai 31 Desember 2026 bagi polis yang otomatis diperpanjang.

    “Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus naik,” tulis OJK dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).

    OJK menegaskan, skema co‑payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang rata‑rata 2-3kali inflasi umum di Indonesia, juga mencegah ‘over‑utilization’ atau penggunaan layanan kesehatan berlebihan oleh pemegang polis, menekan premi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang.

    “Copayment diharapkan membuat peserta lebih bijak memakai layanan medis, sekaligus menekan moral hazard,” tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

    (naf/kna)