Category: Detik.com Kesehatan

  • YouTuber Mr Beast Diet Puasa Tanpa Makan selama 14 Hari, Begini Efek ke Tubuhnya

    YouTuber Mr Beast Diet Puasa Tanpa Makan selama 14 Hari, Begini Efek ke Tubuhnya

    Jakarta

    Youtuber Jimmy Donaldson, atau yang lebih dikenal dengan nama panggung MrBeast berusia 27 tahun ini mencoba tantangan baru yang ekstrem: puasa 14 hari hanya dengan mengonsumsi air.

    Meskipun tidak bisa disebut tak bugar, MrBeast dengan tinggi 195 cm memiliki berat sekitar 110 kg, menempatkan BMI-nya di angka 26, yang tergolong kelebihan berat badan. Dalam video YouTube terbarunya yang telah ditonton lebih dari 3 juta kali, ia menceritakan kepada komedian Theo Von bagaimana tantangan ini memberikan efek ‘menyedihkan’ pada tubuhnya.

    Kehilangan Otot dan Energi yang Terkuras

    “Saya puasa 14 hari, hanya air. Saya kehilangan sekitar 20 pon (sekitar 9 kg),” ujar MrBeast dalam video tersebut dikutip dari DailyMail.

    “Setelah hari kelima atau keenam, Anda akan sangat lemas, tidak punya energi sama sekali.”

    Sebelum puasa, ia melakukan pemindaian DEXA untuk mengukur lemak dan otot tubuhnya. Hasilnya setelah puasa cukup mengejutkan.

    “Saya kehilangan sekitar enam pon (sekitar 2,7 kg) otot, itu cukup menyedihkan. Jadi, saya kehilangan 13 pon (sekitar 5,9 kg) lemak,” jelasnya.

    Yang lebih membuatnya depresi, bahkan setelah kembali makan, massa ototnya tidak langsung kembali seperti semula.

    “Sangat berat tidak makan. Saya masih syuting dan bekerja selama itu, benar-benar mengganggu saya,” tambahnya.

    “Berdiri saja sangat menyiksa, apalagi berjalan, karena Anda tidak punya energi sama sekali.”

    Efek ekstrem diet ekstrem

    MrBeast mencatat progres berat badannya selama dua minggu puasa. Pada hari ketiga, beratnya sudah turun hampir 4 pon (sekitar 1,8 kg) menjadi 98,2 kg. Hari keenam menjadi 95,3 kg, dan hari ke-10 menjadi 93,5 kg.

    Namun, pada hari ke-12, dengan berat hanya 92,7 kg, ia merasa sangat mual hingga tidak bisa syuting lebih dari 20 menit tanpa duduk istirahat.

    “Pada akhir hari saya merasa seperti akan pingsan,” katanya. Pada hari ke-14, beratnya mencapai 91,6 kg, membuat BMI-nya masuk kategori sehat.

    Meskipun demikian, MrBeast dengan tegas memperingatkan bahwa ia selalu didampingi tim dokter sepanjang dua minggu puasa tersebut untuk memantau tanda-tanda vitalnya seperti detak jantung dan tekanan darah, memastikan ia tidak mengalami “serangan jantung atau yang lebih buruk”.

    “Seperti yang saya nyatakan berkali-kali dalam video, jangan coba ini di rumah tanpa pengawasan medis seperti yang saya miliki,” tegasnya.

    Ia juga menambahkan konteks bahwa ia mengidap penyakit Crohn dan ingin mencoba puasa untuk mengurangi peradangan yang disebabkan oleh penyakit tersebut.

    (kna/kna)

  • Gelombang COVID-19 Masih Landa Singapura, Catat 15 Ribu Kasus dalam Sepekan

    Gelombang COVID-19 Masih Landa Singapura, Catat 15 Ribu Kasus dalam Sepekan

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengungkapkan gelombang COVID-19 di negaranya mereda. Jumlah kasus yang tercatat menjadi sekitar 15.300 per minggu.

    Berdasarkan data terbaru, jumlah rawat inap akibat COVID-19 juga ikut mereda. Kasusnya menurun menjadi sekitar 118 per hari.

    Dalam unggahan media sosial Facebook miliknya pada 14 Juni 2025, Ong mengatakan gelombang pertama kasus COVID-19 muncul pada akhir April. Di periode tersebut, Singapura mencatat perkiraan lonjakan infeksi mingguan menjadi sekitar 26.400 kasus.

    Saat itu, tim medis juga menghadapi peningkatan jumlah pasien COVID-19, dengan kasus rawat inap harian mencapai sekitar 174 orang.

    “Kabar baiknya adalah kasus ICU (Unit Perawatan Intensif) tetap rendah secara konsisten selama gelombang ini, bertahan hanya sekitar dua hingga tiga kasus per hari,” terang Ong yang dikutip dari The Straits Times.

    “Ini menunjukkan bagaimana sistem keperawatan kesehatan kita telah membangun ketahanan yang lebih kuat dalam mengelola COVID-19,” sambungnya.

    Di tengah tanda-tanda bahwa gelombang COVID-19 melambat, ia mengatakan bahwa pengawasan terhadap air limbah juga menurun. Ini mengacu pada barometer yang cepat dan akurat untuk mendeteksi penyakit.

    Meski begitu, dalam postingannya Ong mengingatkan masyarakat bahwa COVID-19 mirip dengan influenza musiman. Gelombang kasus COVID-19 masih dapat memberikan tekanan pada sistem perawatan kesehatan di Singapura.

    Ong menambahkan bahwa warga Singapura harus terus bersiap menghadapi pandemi baru atau gelombang di masa mendatang.

    “Kami akan terus memantau situasi dengan seksama, terutama munculnya varian baru, dan memberikan informasi terbaru kepada masyarakat,” tuturnya.

    (sao/kna)

  • Peneliti Wuhan Temukan Virus Baru Berpotensi Pandemi, Masih Kerabat COVID-19

    Peneliti Wuhan Temukan Virus Baru Berpotensi Pandemi, Masih Kerabat COVID-19

    Jakarta – Sebuah tim peneliti di China telah menemukan jenis virus corona baru pada kelelawar yang berpotensi menular dari hewan ke manusia. Penemuan ini menimbulkan kekhawatiran karena virus tersebut menggunakan reseptor manusia yang sama dengan virus penyebab COVID-19 yakni SARS-CoV-2.

    Studi ini dipimpin oleh Shi Zhengli, seorang ahli virologi terkemuka yang dikenal sebagai “batwoman” karena penelitian ekstensifnya tentang virus corona yang ada di kelelawar. Studi ini dilakukan di Laboratorium Guangzhou bersama dengan para peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan Guangzhou, Universitas Wuhan, dan Institut Virologi Wuhan.

    Meskipun belum ada konsensus tentang asal-usul virus, beberapa penelitian menunjukkan bahwa virus tersebut berasal dari kelelawar dan melompat ke manusia melalui inang perantara. Shi sendiri telah membantah bahwa institusi tempatnya bekerja bertanggung jawab atas wabah tersebut.

    Virus Corona Baru pada Kelelawar Pipistrelle Jepang

    Penemuan terbaru ini adalah garis keturunan baru dari virus corona HKU5 yang pertama kali diidentifikasi pada kelelawar pipistrelle Jepang. Virus baru ini berasal dari subgenus merbecovirus, yang juga mencakup virus penyebab Middle East Respiratory Syndrome (MERS).

    Yang paling mengkhawatirkan adalah kemampuan virus ini untuk berikatan dengan angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) manusia. Ini adalah reseptor yang sama yang digunakan oleh virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 untuk menginfeksi sel.

    “Kami melaporkan penemuan dan isolasi garis keturunan berbeda (garis keturunan 2) dari HKU5-CoV, yang dapat memanfaatkan tidak hanya ACE2 kelelawar tetapi juga ACE2 manusia dan berbagai ortolog ACE2 mamalia [- gen yang ditemukan pada spesies berbeda dengan asal yang sama],” tulis para peneliti dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal Cell dikutip dari SCMP.

    Para peneliti menemukan bahwa ketika virus diisolasi dari sampel kelelawar, ia dapat menginfeksi sel manusia serta massa sel atau jaringan yang ditumbuhkan secara artifisial yang menyerupai organ pernapasan atau usus mini.

    HKU5-CoV-2 tidak hanya berikatan dengan reseptor ACE2 pada manusia tetapi juga pada berbagai spesies lain, yang semuanya dapat bertindak sebagai inang perantara dan menularkannya ke manusia.

    Meskipun sebelumnya jurnal Cell pernah menerbitkan makalah dari tim University of Washington di Seattle dan Universitas Wuhan yang menyatakan bahwa meskipun strain HKU5 dapat berikatan dengan reseptor ACE2 kelelawar dan mamalia lain, mereka tidak mendeteksi ikatan yang “efisien” dengan manusia.

    Tim Shi menyatakan bahwa HKU5-CoV-2 memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap ACE2 manusia dibandingkan dengan garis keturunan 1 virus tersebut dan “mungkin memiliki jangkauan inang yang lebih luas dan potensi yang lebih tinggi untuk infeksi antarspesies.”

    Penemuan ini menjadi pengingat akan pentingnya terus memantau virus pada hewan liar untuk mencegah potensi wabah di masa depan.

    (kna/kna)

  • Kebiasaan Jalan Kaki ala Jepang Ini Lebih Baik dari 10 Ribu Langkah Sehari

    Kebiasaan Jalan Kaki ala Jepang Ini Lebih Baik dari 10 Ribu Langkah Sehari

    Jakarta – Sudah lama dikatakan bahwa berjalan 10 ribu langkah per hari adalah kunci untuk kesehatan yang lebih baik, dengan penelitian yang menghubungkan jalan kaki secara teratur dengan peningkatan kebugaran kardiovaskular, peningkatan kualitas tidur, dan bahkan risiko demensia yang lebih rendah. Namun angka itu tidak didasarkan pada sains.

    Selain itu banyak dari kita kesulitan meluangkan dua jam untuk mencapai target tersebut karena kesibukan kerja dan kewajiban lainnya.

    Kabar baiknya, ada solusi yang lebih efisien untuk mendapatkan manfaat kesehatan setara 10.000 langkah dalam waktu yang jauh lebih singkat yakni metode ‘jalan kaki ala Jepang’ atau interval walking.

    Manfaat Tak Terduga dari Interval Walking

    Sebuah studi di Jepang pada tahun 2007 melibatkan 246 orang dewasa berusia rata-rata 63 tahun. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok: tidak berjalan kaki sama sekali, berjalan kaki terus menerus dengan kecepatan sedang (8.000+ langkah/hari), dan kelompok ketiga melakukan interval walking.

    Kelompok interval walking berjalan kaki perlahan selama tiga menit, lalu berjalan cepat dengan usaha keras selama tiga menit, mengulang siklus ini selama 30 menit, empat kali atau lebih dalam seminggu.

    Hasilnya, mereka yang melakukan interval walking terbukti lebih unggul dalam meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa darah, dan indeks massa tubuh. Metode ini juga menghasilkan peningkatan terbesar dalam kekuatan otot kaki dan kapasitas aerobik (kemampuan tubuh menyerap dan menggunakan oksigen). Studi jangka panjang bahkan menunjukkan metode ini melindungi dari penurunan kekuatan dan kebugaran yang terjadi seiring penuaan.

    “Interval walking adalah salah satu alat yang paling sering diabaikan namun sangat efektif untuk meningkatkan kesehatan jangka panjang, terutama pada orang dewasa paruh baya dan lansia,” kata Dr Ramit Singh Sambyal, kepada NYPost.

    Tips Menguasai Jalan Kaki ala Jepang

    Untuk memastikan mencapai kecepatan yang tepat, cara ini bisa dilakukan.

    Gunakan fitness tracker: Targetkan 70 persen hingga 85 persen dari detak jantung maksimal saat berjalan cepat, dan biarkan turun menjadi 40 persen hingga 50 persen saat melambat.Gunakan “tes bicara” (talk test): Jika tak punya fitness tracker untuk mengecek kecepatan, bisa lakukan talk test. Caranya, saat berjalan cepat, usahakan bisa mengucapkan beberapa patah kata namun cepat terengah-engah. Saat santai, mengetahuinya dengan bisa mengobrol dengan nyaman.Mulai perlahan: Jika kesulitan mempertahankan kecepatan cepat selama tiga menit penuh, mulailah dengan meningkatkan kecepatan 20-30 detik lalu ulangi.

    (kna/kna)

  • Malu Banget! Pemuda Ini Masukkan Kabel USB ke Alat Kelaminnya, Berujung Operasi

    Malu Banget! Pemuda Ini Masukkan Kabel USB ke Alat Kelaminnya, Berujung Operasi

    Jakarta – Seorang mahasiswa berusia 21 tahun harus menjalani operasi darurat setelah kabel USB tersangkut di alat kelaminnya. Kejadian tersebut berawal saat mahasiswa yang tidak disebutkan namanya itu memasukkan kabel USB ke uretra atau saluran penisnya.

    Dokter yang melaporkan kasus tersebut di jurnal Cureus menuliskan bahwa pasien mengaku telah memasukkan benda-benda lain sebelumnya, seperti pengorek kuping atau cotton bud sampai kawat dan bisa dia keluarkan sendiri demi kepuasan seksual. Namun kali ini dia mendapati dirinya tak bisa mencabut kabel USB yang dimasukkan ke penisnya.

    Hasil CT scan menunjukkan bahwa pemuda itu mendorong kabel USB melingkar begitu dalam di uretranya hingga masuk ke kandung kemih sebelum akhirnya tersangkut di sana.

    Upaya awal sempat dilakukan dengan mencabut kabel menggunakan tangan namun tidak berhasil. Akhirnya, tim medis memutuskan mencabut kabel menggunakan alat khusus yang membuat pemuda itu harus dioperasi kecil.

    Setelah dirawat di rumah sakit selama seminggu, pria itu dipulangkan dan diberi obat penghilang rasa sakit juga antibiotik. Sebulan kemudian, dia melakukan kontrol, beruntung tak ada masalah jangka panjang yang terjadi setelah kasus memalukan itu.

    “Memasukkan benda ke dalam uretra sendiri untuk alasan seksual atau alasan lainnya jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan bahaya serius,” kata tim medis.

    Risiko yang diketahui termasuk infeksi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan sepsis yang mengancam jiwa sebagai kerusakan permanen pada organ reproduksi.

    (kna/kna)

  • Riset Ini Bawa Kabar Baik, Vaksin COVID-19 Lindungi Ginjal dari Kerusakan Parah

    Riset Ini Bawa Kabar Baik, Vaksin COVID-19 Lindungi Ginjal dari Kerusakan Parah

    Jakarta – Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa vaksinasi COVID-19 tidak hanya melindungi dari gejala berat, tetapi juga berpotensi mencegah kerusakan ginjal parah akibat infeksi COVID-19.

    Selama ini kita tahu bahwa komplikasi COVID-19 bisa menyerang berbagai organ vital seperti jantung, otak, paru-paru, dan tak terkecuali ginjal. Namun, riset dari UCLA Health menemukan fakta menarik: pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami kerusakan ginjal parah jika mereka sudah divaksinasi.

    Dikutip dari NBC News, para peneliti di UCLA Health menganalisis rekam medis dari sekitar 3.500 pasien yang dirawat di rumah sakit antara Maret 2020 hingga Maret 2022. Mereka membandingkan pasien yang telah menerima setidaknya dua dosis vaksin mRNA (Moderna atau Pfizer) atau satu dosis Johnson & Johnson Janssen, dengan pasien yang belum divaksinasi.

    Studi ini fokus pada peserta yang mengalami kerusakan ginjal parah hingga membutuhkan dialisis khusus bernama CRRT (Continuous Renal Replacement Therapy). Terapi ini adalah dialisis tanpa henti yang berfungsi menggantikan kerja ginjal dalam menyaring limbah dari darah, dan biasanya diberikan pada pasien di unit perawatan intensif.

    Sekitar 16 persen pasien COVID-19 yang tidak divaksinasi membutuhkan CRRT selama dirawat, dibandingkan dengan hanya 11 persen pasien yang sudah divaksinasi. Bahkan, pasien yang tidak divaksinasi memiliki risiko dua setengah kali lebih tinggi untuk membutuhkan CRRT setelah keluar dari rumah sakit.

    Mereka juga menghadapi risiko kematian yang jauh lebih tinggi setelah dipulangkan, dibandingkan dengan pasien yang sudah divaksinasi. Temuan ini selaras dengan studi Yale University School of Medicine pada 2021 yang menunjukkan 30 persen pasien COVID-19 yang dirawat mengalami cedera ginjal akut.

    Para ahli menjelaskan, virus COVID-19 dapat merusak ginjal secara langsung atau secara tidak langsung melalui kerusakan organ lain seperti jantung dan paru-paru. Semakin parah gejala COVID-19, semakin besar risiko kerusakan ginjal. Namun, infeksi ringan atau tanpa gejala jarang menyebabkan kerusakan ginjal yang signifikan.

    Profesor Biostatistik Yong Chen dari University of Pennsylvania, yang meneliti komplikasi COVID-19 termasuk masalah ginjal pada anak-anak, menjelaskan bahwa vaksinasi melindungi ginjal terutama dengan mencegah bentuk parah COVID-19 yang menyebabkan cedera ginjal.

    “Meskipun vaksin tidak secara langsung melindungi sel-sel ginjal, mereka meredam penyakit sistemik yang jika tidak akan menyebabkan kegagalan multi-organ,” ujarnya.

    (kna/kna)

  • Video Mitos atau Fakta: ISK Lebih Sering Terjadi pada Perempuan

    Video Mitos atau Fakta: ISK Lebih Sering Terjadi pada Perempuan

    Jakarta – Tahu nggak detikers kalau perempuan lebih sering kena infeksi saluran kemih daripada pria? Banyak orang percaya begitu, tapi jarang yang tahu alasannya. Padahal, infeksi saluran kemih bisa berdampak serius kalau diabaikan.

    Apakah tubuh wanita memang secara alami lebih mudah terpapar risiko infeksi, atau ini cuma soal kebiasaan sehari-hari dan pola hidup? Tapi, apa itu benar-benar fakta atau cuma mitos?

    Tonton juga episode Mitos atau Fakta lainnya di sini ya detikers!

    (/)

  • Temuan Cek Kesehatan Gratis, Warga +62 Paling Banyak Kena Penyakit Ini

    Temuan Cek Kesehatan Gratis, Warga +62 Paling Banyak Kena Penyakit Ini

    Jakarta – Kementerian Kesehatan RI merilis temuan data dari program cek kesehatan gratis (CKG). Sejak dimulai pada Februari 2025, sudah lebih 8 juta warga Indonesia mengikuti pemeriksaan kesehatan besutan pemerintah ini.

    Program ini dilaksanakan di 9.552 puskesmas di 38 provinsi. Sebanyak 8.623.665 orang telah mengikuti pemeriksaan, dengan mayoritas peserta yakni 62,24 persen adalah perempuan.

    “Ini artinya 2 dari 3 peserta adalah perempuan. Artinya, kesadaran kaum perempuan untuk memeriksakan diri jauh lebih tinggi. Namun kami juga mendorong kaum laki-laki agar tidak ragu untuk cek kesehatan secara berkala,” ujar Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025).

    Masalah kesehatan terbanyak

    Dari hasil pemeriksaan tersebut, ada empat masalah kesehatan yang paling banyak dialami warga Indonesia yakni hipertensi, kerusakan gigi, diabetes dan obesitas.

    Lebih rinci, data Kementerian Kesehatan per 12 Juni 2025 menunjukkan 1 dari 5 peserta mengalami hipertensi, 5,9 persen mengalami diabetes melitus, dan 1 dari 2 peserta mengalami masalah gigi dan mulut, mulai dari gigi berlubang, gigi goyang, hingga gusi turun.

    Obesitas sentral juga menjadi perhatian, dengan prevalensi 50 persen pada perempuan dan 25 persen pada laki-laki, berdasarkan pengukuran lingkar pinggang (>90 cm untuk laki-laki dan >80 cm untuk perempuan).

    “Tiga masalah besar lainnya hipertensi, diabetes, dan obesitas adalah faktor risiko utama penyakit jantung dan stroke. Dan dua penyakit inilah penyebab kematian nomor satu dan dua di Indonesia,” jelas Menkes.

    (kna/kna)

  • Susul Tren di India? Menkes Bicara Kemungkinan RI Catat Lagi Kematian COVID-19

    Susul Tren di India? Menkes Bicara Kemungkinan RI Catat Lagi Kematian COVID-19

    Jakarta

    Kasus COVID-19 di India kembali mengalami peningkatan, setelah sebelumnya sempat menurun. Pada hari Jumat, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India mencatat ada sembilan kematian dan jumlah kasus aktif naik menjadi 7.400 dengan 269 infeksi baru dalam 24 jam terakhir.

    Dari sembilan korban meninggal, empat berasal dari Maharashtra, tiga dari Kerala, serta masing-masing satu dari Tamil Nadu dan Rajasthan. Salah satu korban adalah seorang pria berusia 34 tahun dari Maharashtra, sementara delapan lainnya merupakan lansia dengan riwayat penyakit pernapasan dan kondisi medis kronis.

    Muncul Subvarian Baru

    Peningkatan kasus COVID-19 di India ini disebut karena kemunculan sejumlah subvarian baru, seperti LF.7, XFG, JN.1, hingga NB.1.8.1 yang belakangan terdeteksi. Varian-varian tersebut dinilai lebih cepat menular, meskipun gejalanya masih tergolong ringan pada sebagian besar pasien.

    Secara geografis, Kerala mencatat jumlah kasus aktif terbanyak dengan 2.109 kasus. Sementara itu, Karnataka melaporkan lonjakan harian tertinggi dengan 132 kasus baru dalam 24 jam terakhir, sehingga total kasus aktifnya menjadi 527.

    Gujarat menambahkan 79 kasus baru dan kini memiliki 1.437 kasus aktif, sedangkan Delhi mengalami penurunan menjadi 672 kasus aktif.

    Vaksinasi Booster ke Kelompok Rentan

    Para ahli kesehatan India merekomendasikan pendekatan yang lebih tertarget. Terutama untuk kelompok berisiko tinggi seperti lansia, riwayat gangguan imun, serta pasien dengan penyakit kronis.

    “Mayoritas masyarakat telah memiliki kekebalan hibrida dari infeksi sebelumnya dan cakupan vaksinasi yang tinggi,” ujar seorang ahli kesehatan kepada media lokal.

    Pemerintah juga mendorong masyarakat untuk tetap menjaga diri, seperti kembali menerapkan protokol kesehatan yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.

    Masyarakat yang masuk kategori rentan diminta untuk segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala yang memburuk. Ikatan Medis India pun kembali menegaskan pentingnya langkah pencegahan demi menekan penyebaran virus.

    NEXT: Bagaimana Kasus Kematian COVID-19 di RI?

    Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman menyebut varian NB.1.8.1 yang menghebohkan India belum masuk ke Indonesia.

    “Sampai Minggu ke-23, Subvarian yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah MB.1.1 dan KP.2.18, secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.

    Menkes Klaim Tidak Ada Kasus Kematian

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan sampai hari Sabtu (14/6) belum ada laporan pasien COVID-19 meninggal di Indonesia.

    “Belum. Belum (kematian akibat COVID-19),” kata Menkes saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu (14/6/2025).

    Meskipun begitu, Menkes Budi mendorong masyarakat untuk tetap waspada terkait COVID-19. Menurutnya, kembali menerapkan protokol kesehatan mesti dilakukan.

    “Sarannya saya, karena variannya Omicron yang lemah, nggak usah khawatir, tapi kalau merasa nggak enak badan, batuk-batuk ya lakukan yang sudah dianjurkan,” katanya.

    “Rajin cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak,” lanjutnya.

    Simak Video “Video Menkes soal Covid-19: Variannya Omicron yang Lemah, Jangan Khawatir”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Tak Banyak yang Tahu, Sering Makan Pepaya Bisa Cegah 6 Penyakit Ini

    Tak Banyak yang Tahu, Sering Makan Pepaya Bisa Cegah 6 Penyakit Ini

    Jakarta – Pepaya menjadi salah satu buah yang menjadi favorit banyak orang. Ini karena pepaya memiliki kandungan yang baik untuk kesehatan, sehingga mampu mencegah tubuh terserang penyakit-penyakit tertentu.

    Dalam satu buah pepaya berukuran kecil (152 gram) mengandung sekitar:

    59 kalori15 gram karbohidrat3 gram serat1 gram proteinVitamin C 157 persen dari RDI (Recommended Dietary Intakes)Vitamin A 33 persen dari RDIFolat (vitamin B9) 14 persen dari RDIKalium 11 persen dari RDISejumlah kecil kalsium, magnesium, dan vitamin B1, B3, B5, E, dan K.

    Di sisi lain, pepaya memiliki vitamin B, alfa dan beta-karoten, lutein dan zeaxanthin, vitamin E, kalsium, kalium, vitamin K, dan likopen, antioksidan kuat paling umum dikaitkan dengan tomat.

    Berikut adalah sederet penyakit yang bisa dicegah saat rutin mengonsumsi pepaya.

    1. Masalah Mata

    Beberapa senyawa organik yang ada dalam pepaya dapat membantu mencegah peradangan dan stres oksidatif penyakit mata yang berkaitan dengan usia, seperti degenerasi makula.

    Senyawa bernama likopen dapat membantu melindungi epitel pigmen retina, yakni bagian retina yang penting untuk penglihatan sehat dari peradangan dan stres oksidatif.

    Pepaya juga mengandung karoten, senyawa yang memberi warna oranye khas pada pepaya. Karoten memiliki kaitan dengan peningkatan penglihatan dan pencegahan rabun senja.

    Zeaxanthin, antioksidan dalam pepaya, menyaring sinar biru yang berbahaya. Zat ini dianggap berperan dalam melindungi kesehatan mata dan dapat menangkal degenerasi makula.

    2. Asma

    Pepaya juga bisa menjadi makanan yang dapat membantu menurunkan risiko asma, dan mencegah kondisi tersebut kian memburuk. Ini karena pepaya mengandung antioksidan, serat, dan vitamin D.

    Nutrisi ini juga membantu fungsi sistem kekebalan tubuh yang biasanya bekerja berlebihan pada pengidap asma.

    Sebuah studi pada 2022 juga mengaitkan asupan karoten, likopen, dan zeaxanthin yang lebih tinggi dengan risiko yang lebih rendah terkena asma pada orang dewasa. Sementara, pepaya mengandung ketiga senyawa organik ini.

    3. Kanker

    Senyawa-senyawa yang ada di dalam pepaya seperti likopen, zeaxanthin, dan lutein, memiliki efek antikanker.

    Sebuah tinjauan pada 2022 menjelaskan beberapa penelitian menunjukkan likopen memiliki sifat antikanker, terutama terhadap kanker prostat, zeaxanthin memiliki efek menguntungkan pada sel kanker lambung. Sementara lutein secara selektif memperlambat pertumbuhan sel kanker payudara.

    4. Diabetes

    Penelitian menunjukkan pengidap diabetes tipe 1 yang mengonsumsi makanan berserat tinggi memiliki kadar glukosa darah lebih rendah. Selain itu, pengidap diabetes tipe 2 yang mengikuti diet tinggi serat mungkin mengalami peningkatan kadar gula darah, lipid, dan insulin.

    Sebagai informasi, satu buah pepaya kecil (152 gram) mengandung 3 gram serat, dengan hanya 15 gram karbohidrat.

    5. Masalah Pencernaan

    Kandungan serat dan air yang cukup banyak dalam pepaya dapat membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan. Ini dapat membantu mencegah sembelit dan meningkatkan keteraturan, serta kesehatan saluran pencernaan.

    6. Penyakit Jantung

    Antioksidan dalam pepaya, seperti likopen, dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke. Pepaya juga mengandung serat, yang juga dapat membantu menurunkan kolesterol.

    Kalium dalam pepaya juga bermanfaat bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi.

    Peningkatan asupan kalium bersamaan dengan penurunan asupan natrium adalah perubahan pola makan terpenting yang dapat dilakukan seseorang untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

    (dpy/naf)