Category: Detik.com Kesehatan

  • Kematian Mendadak karena GERD, Mungkinkah Terjadi? Begini Penjelasannya

    Kematian Mendadak karena GERD, Mungkinkah Terjadi? Begini Penjelasannya

    Jakarta

    Tidak sedikit yang khawatir penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) memicu kematian mendadak. Penyakit GERD sendiri terjadi ketika asam lambung naik kembali ke kerongkongan.

    Sempat beredar kabar kematian anak kost yang disebut-sebut dipicu GERD. Dokter memastikan GERD tidak menjadi pemicu kematian mendadak.

    “Gastroesophageal reflux disease atau GERD tidak mungkin menyebabkan kematian mendadak,” ucap spesialis penyakit dalam subspesialis gastroenterologi dr Imelda Maria Loho, SpPD, SubspGEH(K), FINASIM, Rabu (18/6/2025).

    dr Imelda mengatakan kematian mendadak yang terjadi pada seseorang biasanya dipicu serangan jantung. Gejala antara GERD dan serangan jantung memang mirip, mulai dari sensasi panas di dada hingga rasa berdebar.

    Tetapi serangan jantung biasanya disertai keluhan tambahan yang lebih khas seperti, nyeri yang menjalar ke leher dan lengan, keringat dingin, hingga sesak napas.

    “Kalau meninggal mendadak itu biasanya karena serangan jantung. Tapi karena jantung dan kerongkongan lokasinya berdekatan, banyak yang keliru mengira gejala serangan jantung sebagai GERD,” jelasnya.

    (kna/kna)

  • Kematian Mendadak karena GERD, Mungkinkah Terjadi? Begini Penjelasannya

    Kematian Mendadak karena GERD, Mungkinkah Terjadi? Begini Penjelasannya

    Jakarta

    Tidak sedikit yang khawatir penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) memicu kematian mendadak. Penyakit GERD sendiri terjadi ketika asam lambung naik kembali ke kerongkongan.

    Sempat beredar kabar kematian anak kost yang disebut-sebut dipicu GERD. Dokter memastikan GERD tidak menjadi pemicu kematian mendadak.

    “Gastroesophageal reflux disease atau GERD tidak mungkin menyebabkan kematian mendadak,” ucap spesialis penyakit dalam subspesialis gastroenterologi dr Imelda Maria Loho, SpPD, SubspGEH(K), FINASIM, Rabu (18/6/2025).

    dr Imelda mengatakan kematian mendadak yang terjadi pada seseorang biasanya dipicu serangan jantung. Gejala antara GERD dan serangan jantung memang mirip, mulai dari sensasi panas di dada hingga rasa berdebar.

    Tetapi serangan jantung biasanya disertai keluhan tambahan yang lebih khas seperti, nyeri yang menjalar ke leher dan lengan, keringat dingin, hingga sesak napas.

    “Kalau meninggal mendadak itu biasanya karena serangan jantung. Tapi karena jantung dan kerongkongan lokasinya berdekatan, banyak yang keliru mengira gejala serangan jantung sebagai GERD,” jelasnya.

    (kna/kna)

  • Stop Kaitkan Penyakit Kulit dengan Azab! Dokter Tegaskan Tak Ada Hubungannya

    Stop Kaitkan Penyakit Kulit dengan Azab! Dokter Tegaskan Tak Ada Hubungannya

    Jakarta

    Ada berbagai penyebab inflamasi atau radang pada kulit, alergi termasuk salah satu yang banyak dijumpai. Namun yang pasti, dokter kulit memastikan kondisi ini tidak ada kaitannya dengan hal-hal mistis.

    Hal itu ditegaskan oleh Spesialis dermatologi Dr dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpDVE, Subsp.OBK, FINSDV, FAADV. Menurutnya, alergi bisa terjadi kapan saja pada orang-orang tertentu yang memang memiliki bakat alergi.

    “Alergi nggak ada kaitannya dengan azab atau hal mistis,” tegas dr Darma, sapaannya, saat dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    “Kadang alerginya baru muncul pas usia tua, padahal sebelumnya belum pernah alergi,” tambahnya.

    Menurutnya, pada usia tua, alergi bisa muncul meski sebelumnya tak pernah timbul gejala. Hal ini terjadi karena sistem imun melemah dan menjadi kurang seimbang, sehingga tubuh lebih mudah bereaksi terhadap alergen.

    “Selain itu, paparan alergen yang berlangsung lama, perubahan kulit dan mukosa yang makin tipis, konsumsi banyak obat, serta gangguan mikrobioma juga ikut memicu timbulnya alergi di usia lanjut,” imbuhnya lagi.

    Di sisi lain, dr Darma mengatakan alergi kulit adalah reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing yang seharusnya tak berbahaya, seperti debu, makanan, logam, atau kosmetik.

    Ketika tubuh ‘salah mengenali’ zat ini sebagai ancaman, maka sistem imun akan melepaskan senyawa seperti histamin, yang memicu peradangan di kulit.

    “Inilah yang menyebabkan gejala seperti kemerahan, bengkak, dan gatal. Jadi, peradangan itu adalah respons tubuh yang ‘overprotektif’,” lanjutnya lagi.

    (up/up)

  • BPJS Kesehatan Rilis Sederet Ketentuan Aktifkan Kembali Status Peserta PBI JK

    BPJS Kesehatan Rilis Sederet Ketentuan Aktifkan Kembali Status Peserta PBI JK

    Jakarta

    Ramai kabar 7,3 juta peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) dinonaktifkan. Kementerian Sosial sebelumnya mengungkap hal ini dilandasi peserta tidak tercatat dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

    Walhasil, dinilai sudah sejahtera dan keluar dari ketentuan PBI. Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menekankan peserta yang masuk dalam penonaktifan tersebut bisa kembali mengurus PBI JK dengan sejumlah kriteria baru.

    Berikut ketentuannya:

    Masuk dalam daftar peserta PBI JK yang dinonaktifkan pada Mei 2025Mengikuti verifikasi di lapangan dan dinyatakan termasuk kategori miskin dan rentan miskinMemiliki kondisi darurat medis yang mengancam keselamatan jiwa

    Peserta diimbau Rizzky untuk melapor ke Dinas Sosial dengan membawa surat keterangan membutuhkan layanan kesehatan. Setelah melewati tahap tersebut, Dinas Sosial akan mengusulkan peserta ke Kementerian Sosial, untuk melakukan verifikasi status peserta.

    “Jika peserta lolos verifikasi, maka BPJS Kesehatan akan mengaktifkan kembali status JKN peserta tersebut, sehingga peserta yang bersangkutan dapat kembali mengakses layanan kesehatan,” kata Rizzky dalam keterangan tertulis yang diterima Senin (23/6/2025).

    Dia menjelaskan penonaktifan tersebut dilandasi oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Mengacu pada regulasi tersebut, katanya, mulai bulan Mei 2025 penetapan peserta PBI akan menggunakan basis data DTSEN.

    “Dengan berubahnya acuan penetapan peserta PBI JK dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi DTSEN sebagai landasannya, maka tak heran jika ada sejumlah peserta PBI JK yang dinonaktifkan status JKN-nya karena nama-namanya tidak ada dalam DTSEN,” ucapnya.

    Untuk mengecek apakah status kepesertaan JKN masih aktif atau tidak, kata Rizzky, peserta yang bersangkutan dapat menghubungi BPJS Kesehatan Care Center 165, Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA) di nomor 08118165165, Aplikasi Mobile JKN, atau melalui Kantor BPJS Kesehatan terdekat.

    “Bagi peserta JKN yang sedang berobat di rumah sakit, jika perlu informasi atau butuh bantuan, kami juga siapkan petugas BPJS SATU untuk membantu,” katanya.

    (naf/naf)

  • Luka Susah Sembuh? Bisa Jadi Gejala Diabetes Ringan

    Luka Susah Sembuh? Bisa Jadi Gejala Diabetes Ringan

    Jakarta

    Pada pengidap diabetes, luka di kulit bisa membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh. Kondisi ini biasanya umum terjadi di area kaki atau tungkai.

    Penyembuhannya yang lambat dapat meningkatkan risiko timbulnya infeksi dan komplikasi lainnya.

    Luka Sulit Sembuh Jadi Tanda Diabetes

    Pengidap diabetes yang memiliki luka sulit sembuh, lebih rentan terkena infeksi. Infeksi dapat menyebar ke jaringan dan tulang di sekitar luka.

    Sebenarnya apa penyebab penyakit diabetes dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan luka? Berikut penjelasan lengkapnya.

    1. Penurunan Sirkulasi Darah

    Dikutip dari Healthline, kadar gula darah tinggi pada pengidap diabetes memicu penyempitan dan pengerasan pembuluh darah seiring waktu. Ini mengakibatkan berkurangnya aliran darah, terutama ke anggota tubuh bagian bawah (lengan dan kaki).

    Ketika aliran darah berkurang, suplai oksigen dan nutrisi penting yang dibutuhkan area luka juga menurun.

    2. Neuropati

    Kadar gula darah tinggi secara kronis dapat memicu kerusakan saraf atau neuropati. Neuropati perifer yang terjadi pada lengan dan kaki, sering terjadi pada pengidap diabetes.

    Kerusakan saraf memicu berkurangnya kemampuan tubuh untuk merasakan nyeri atau luka. Orang dengan diabetes mungkin tidak menyadari saat terluka atau lukanya semakin parah. Akibatnya, luka bisa dibiarkan tanpa pengobatan dalam waktu lama.

    3. Respons Imun Terganggu

    Diabetes juga mempengaruhi respons imun. Ketika luka mulai mengalami infeksi, sistem imun tidak mampu melawan infeksi secara efektif.

    Selain itu, bakteri berkembang lebih cepat di lingkungan dengan kadar gula darah tinggi, sehingga infeksi bakteri muncul lebih cepat dan parah. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat berujung pada gangren (kematian jaringan tubuh) atau sepsis (respons imun ekstrem).

    4. Peningkatan Peradangan

    Diabetes telah dikaitkan dengan peradangan kronis dan kerusakan jaringan akibat stres oksidatif. Meski peradangan bagian penting dalam proses penyembuhan, peradangan kronis dapat memperlambat pemulihan.

    Ini terutama disebabkan oleh adanya zat peradangan, seperti sitokin, yang berkepanjangan dan fungsi sel yang terganggu.

    Cara Mempercepat Penyembuhan Luka

    Berikut ini beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi komplikasi masalah luka kulit pada pengidap diabetes:

    1. Pemeriksaan rutin

    Periksa tubuh setiap hari terutama di bagian kaki untuk mendeteksi luka secara dini dan mencegah infeksi serta komplikasi. Jangan lupa memeriksa sela-sela dan bawah jari kaki.

    2. Kelola diabetes

    Menjaga kadar gula darah dan menjalani pengobatan diabetes secara teratur merupakan cara terbaik untuk mencegah komplikasi.

    3. Perawatan luka tepat

    Jika ada luka baru, bersihkan area tersebut dan rutin mengganti perban. Segera cari bantuan medis bila luka tidak membaik, muncul pembengkakan, nanah, atau muncul nyeri.

    4. Hindari tekanan pada luka

    Hindari penggunaan pakaian, perban, atau pembalut yang terlalu ketat karena menghambat proses penyembuhan.

    (avk/tgm)

  • Kata Dokter soal Alergi yang Dialami Jokowi Hingga Memicu Radang

    Kata Dokter soal Alergi yang Dialami Jokowi Hingga Memicu Radang

    Jakarta

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini disebut tengah menjalani pemulihan akibat alergi kulit. Ajudan Jokowi, Syarif Fitriansyah menyebut Presiden ketujuh RI itu mengalami peradangan akibat alergi kulit.

    “Kondisi Bapak membaik, sedang proses pemulihan, kalau memang secara visual kita bisa lihat kulit Bapak memang agak berubah. Secara fisik oke beliau, nggak ada masalah. Beliau sangat-sangat sehat walafiat,” kata ajudan Jokowi, Kompol Syarif Fitriansyah, di kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Minggu (22/6/2025).

    “Nggak ada (sakit selain alergi), memang secara medis disampaikan dokter ke kami juga, alerginya beliau itu menyebabkan adanya peradangan, tapi saat ini proses pemulihannya membaik, sangat membaik,” sebut dia.

    Spesialis dermatologi Dr dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpDVE, Subsp.OBK, FINSDV, FAADV, mengatakan alergi kulit adalah reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing yang seharusnya tidak berbahaya, seperti debu, makanan, logam, atau kosmetik. Ketika tubuh ‘salah mengenali’ zat ini sebagai ancaman, maka sistem imun akan melepaskan senyawa seperti histamin, yang memicu peradangan di kulit. Inilah yang menyebabkan gejala seperti kemerahan, bengkak, dan gatal.

    “Jadi, peradangan itu adalah respons tubuh yang ‘overprotektif’,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    Menurut dr Darma, ada sejumlah jenis-jenis alergi kulit dan masing-masing memiliki gejala khas. Antara lain:

    Urtikaria (biduran): bentol-bentol merah yang timbul-tenggelam, terasa sangat gatal.Dermatitis kontak alergik: ruam kemerahan dan gatal yang muncul di area kulit yang terkena alergen langsung, seperti logam atau kosmetik.Erupsi makulopapular: ruam menyebar ke tubuh berupa bintik-bintik kecil, biasanya akibat reaksi obat.Eksim atopik: kondisi kronis dengan kulit kering dan gatal, sering terjadi pada anak-anak atau orang dengan riwayat alergi.

    Apabila alergi sampai mengenai bagian wajah, lanjut dr Darma, biasanya penyebab tersering adalah dermatitis kontak alergik.

    “Biasanya karena bahan dalam kosmetik, sunscreen, sabun muka, atau bahkan masker wajah. Tapi bisa juga bagian dari reaksi sistemik seperti erupsi obat yang menyebar ke wajah. Karena kulit wajah lebih sensitif, gejala di area ini cenderung lebih cepat terlihat dan lebih mengganggu secara estetis,” imbuhnya lagi.

    dr Darma mengatakan, jika alergi yang dialami pasien termasuk ringan dan segera ditangani, biasanya dapat membaik dalam beberapa hari hingga satu minggu.

    “Tapi kalau pemicunya terus digunakan, atau terjadi komplikasi, maka penyembuhannya bisa lebih lama, bahkan meninggalkan bekas kehitaman atau memucat pada kulit (hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pascaperadangan),” lanjut lagi.

    Tonton juga “Jokowi Ultah ke-64, Warga Solo Tumpengan-Doakan Cepat Sembuh” di sini:

    (suc/up)

  • Kesaksian Dokter Tangani Pasien Termuda Alzheimer, Umurnya Masih 19 Tahun

    Kesaksian Dokter Tangani Pasien Termuda Alzheimer, Umurnya Masih 19 Tahun

    Jakarta

    Seorang ahli saraf di klinik memori di China menceritakan pengalaman pasiennya yang didiagnosis mengidap Alzheimer di usia 19 tahun. Pada saat itu, ia menjadi pasien termuda yang pernah didiagnosis penyakit itu di dunia.

    Remaja pria yang tidak disebutkan namanya itu mulai mengalami penurunan ingatan sekitar usia 17 tahun. Dikutip dari Science Alert, masalah kognitifnya semakin memburuk selama bertahun-tahun.

    Dari CT scan, pasien menunjukkan penyusutan di hippocampus, yang terlibat dalam ingatan, dan cairan serebrospinal-nya. Ini mengisyaratkan tanda umum dari bentuk demensia.

    Umumnya, penyakit Alzheimer (AD) dianggap sebagai penyakit yang terjadi pada kelompok lansia. Tetapi, kasus awal yang meliputi pasien di bawah usia 65 tahun ditemukan sekitar 10 persen dari semua diagnosis.

    Hampir semua pasien di bawah 30 tahun dapat membuat Alzheimer mereka dijelaskan oleh mutasi gen patologis, menempatkan mereka ke dalam kategori penyakit Alzheimer familial (FAD). Semakin muda seseorang ketika mereka menerima diagnosis, semakin besar kemungkinan hasil dari gen yang salah yang mereka warisi.

    Namun, para peneliti di Capital Medical University di Beijing, China, tidak dapat menemukan mutasi biasa yang bertanggung jawab atas awal kehilangan memori, atau gen yang dicurigai saat mereka melakukan pencarian genome-wide.

    Tak Ada Genetik Alzheimer

    Kasus yang dilaporkan di China ini masih menjadi misteri. Sebab, tidak ada satupun keluarga remaja 19 tahun itu yang memiliki riwayat demensia atau Alzheimer, yang membuatnya sulit untuk dikategorikan sebagai FAD. Tetapi, remaja itu tidak memiliki penyakit, infeksi, atau trauma kepala lain yang bisa menjelaskan penurunan kognitif yang tiba-tiba ini.

    Sekitar dua tahun sebelum dirujuk ke klinik memori, pasien remaja itu berjuang untuk fokus di kelas. Ia mulai merasa kesulitan untuk membaca dan ingatan jangka pendeknya menurun.

    Sering kali, ia tidak bisa mengingat peristiwa dari hari sebelumnya dan selalu salah dalam menempatkan barang-barangnya.

    Pada akhirnya, penurunan kognitif menjadi sangat buruk. Ia tidak dapat menyelesaikan sekolah menengah, meskipun ia masih bisa hidup secara mandiri.

    Setahun setelah dirujuk ke klinik memori, ia menunjukkan masalah dalam penarikan langsung, penarikan pendek pendek setelah tiga menit, dan penarikan panjang penundaan setelah 30 menit.

    NEXT: Skor memori buruk

    Skor memori skala penuh pasien adalah 82 persen lebih rendah dari rekan seusianya sendiri. Sementara skor memori langsungnya adalah 87 persen lebih rendah.

    Tindak lanjut jangka panjang diperlukan untuk mendukung diagnosis pemuda itu, tetapi tim medisnya mengatakan pada saat pasien ‘mengubah pemahaman kita tentang usia yang khas dari onset AD’.

    “Pasien memiliki AD onset yang sangat awal tanpa mutasi patogen yang jelas, yang menunjukkan bahwa patogenesisnya masih perlu dieksplorasi,” tulis ahli saraf Jianping Jia dan rekannya dalam penelitian mereka.

    Studi kasus, yang diterbitkan pada bulan Februari 2023, hanya menunjukkan bahwa Alzheimer tidak mengikuti satu jalur tunggal, dan jauh lebih kompleks daripada yang kita kira, muncul melalui berbagai jalan dengan berbagai efek.

    “Menjelajahi misteri anak muda dengan penyakit Alzheimer mungkin menjadi salah satu pertanyaan ilmiah yang paling menantang di masa depan,” kata mereka dalam laporan yang dipublikasikan dalam Journal of Alzheimer’s Disease.

    Sebelum kasus ini, pasien termuda dengan Alzheimer dilaporkan terjadi pada orang di usia 21 tahun. Mereka membawa mutasi gen PSEN1, yang menyebabkan protein abnormal menumpuk di otak, membentuk rumpun plak beracun, yang merupakan fitur umum Alzheimer.

  • Kata Dokter soal Alergi yang Dialami Jokowi Hingga Memicu Radang

    Ramai di Medsos Dikaitkan dengan Kondisi Jokowi, Apa Itu Penyakit Autoimun?

    Jakarta

    Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo atau Jokowi disebut sedang menjalani perawatan akibat penyakit alergi. Penyakit tersebut memunculkan perubahan di kulit Jokowi.

    Ajudan Jokowi Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah menjelaskan Jokowi tidak memiliki penyakit lain selain alergi. Disinggung mengenai spekulasi terkait Jokowi terkena autoimun, Syarif menegaskan yang berhak menjelaskan adalah dokter.

    “Nah, itu mungkin dokter nanti yang lebih detail menjelaskan (disebut kena autoimun),” jelas Syarif kepada detikJateng, Minggu (22/6/2025).

    Terlepas dari sakit kulit Jokowi, warganet juga menyoroti terkait penyakit autoimun yang mungkin diidapnya. Lantas, apa sih penyakit autoimun itu?

    Dijelaskan laman Very Well Health, penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem imun tubuh menyerang jaringan sehatnya sendiri, umumnya memengaruhi kulit dan area tubuh lainnya, seperti sendi, otot, dan organ.

    Biasanya, sistem imun secara otomatis mendeteksi zat-zat yang seharusnya tidak ada di dalam tubuh seperti virus, bakteri, atau racun dan mengirimkan sel darah putih untuk membuangnya sebelum zat-zat tersebut dapat merusak tubuh atau membuat seseorang sakit.

    Pada orang dengan penyakit autoimun, sistem imun lebih aktif daripada yang seharusnya. Karena tidak ada penyerang yang dapat diserang, sistem imun bisa menyerang tubuh dan merusak jaringan yang sehat.

    Jenis-jenis penyakit autoimun kulit

    Ada lebih dari 100 penyakit autoimun. Penyakit-penyakit ini dapat memengaruhi hampir semua jaringan atau organ dalam tubuh, tergantung pada bagian mana sistem imun tidak berfungsi. Jika menyerang kulit, beberapa yang bisa muncul yakni:

    Psoriasis

    Psoriasis adalah kelainan autoimun kronis yang menyebabkan sistem imun menjadi terlalu aktif dan mempercepat pertumbuhan sel kulit. Sel-sel kulit akan terbentuk dalam lapisan plak merah yang ditutupi bercak-bercak kulit mati berwarna putih keperakan yang mengelupas, yang dikenal sebagai sisik.

    Siapa pun dapat mengalami psoriasis, tetapi paling sering dimulai antara usia 10 dan 35 tahun, atau seiring bertambahnya usia.

    Skleroderma

    Skleroderma adalah penyakit jaringan ikat yang ditandai dengan penebalan dan pengerasan kulit. Jaringan ikat adalah jaringan yang menghubungkan, menyokong, dan memisahkan semua jenis jaringan tubuh. Skleroderma bersifat lokal atau sistemik (di seluruh tubuh).

    Lupus kulit

    Lupus kulit adalah kondisi kulit autoimun ketika sistem imun menyerang sel-sel kulit yang sehat dan merusak kulit. Gejala kulit meliputi perubahan warna, gatal, nyeri, dan jaringan parut.

    Sindrom Sjögren

    Sindrom Sjögren adalah penyakit autoimun yang terjadi ketika sistem imun merusak kelenjar yang memproduksi dan mengendalikan kelembapan dalam tubuh. Gejala yang paling umum adalah kekeringan kronis yang tidak biasa pada mata, mulut, tenggorokan, atau vagina.

    Pemfigoid bulosa

    Pemfigoid bulosa adalah kondisi kulit autoimun langka yang menyebabkan lepuh besar berisi cairan. Lepuh ini sering kali muncul di lengan, kaki, badan, dan mulut.

    Pemfigoid bulosa terjadi ketika sistem imun menyerang lapisan tipis jaringan kulit tepat di bawah lapisan luar. Terkadang, kondisi ini hilang dengan sendirinya, tetapi bisa juga butuh waktu bertahun-tahun untuk sembuh.

    (kna/kna)

  • Kata Dokter soal Alergi yang Dialami Jokowi Hingga Memicu Radang

    Potret Jokowi Idap Alergi Kulit

    Foto Health

    Rafida Fauzia – detikHealth

    Senin, 23 Jun 2025 12:15 WIB

    Solo – Jokowi mengalami alergi kulit dan kini dalam masa pemulihan. Ajudan menyebut kondisinya membaik dan secara fisik tetap sehat walafiat.

  • Haus Terus dan Sering Buang Air? Cek Gula Darahmu!

    Haus Terus dan Sering Buang Air? Cek Gula Darahmu!

    Jakarta

    Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa memproduksi atau menggunakan insulin secara efektif. Akhirnya glukosa menumpuk dalam darah dan tidak bisa masuk dalam sel untuk menjadi sumber energi.

    Kadar gula darah tinggi yang terus menerus terjadi dapat merusak organ dan memicu berbagai komplikasi serius.

    Haus Terus dan Sering Buang Air Tanda Diabetes

    Gampang haus dan sering buang air kecil merupakan beberapa tanda masalah diabetes. Jika mengalami gejala tersebut, tidak ada salahnya memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui diagnosis sebenarnya.

    Kenapa masalah diabetes memicu gampang haus dan sering buang air? Dikutip dari Healthline, begini penjelasan lengkapnya.

    1. Gampang Haus

    Mudah haus atau polidipsia merupakan kondisi yang umum terjadi pada pengidap diabetes, karena kadar glukosa darah meningkat. Ketika kadar glukosa darah meningkat, ginjal memproduksi lebih banyak urine sebagai upaya untuk membuang kelebihan glukosa dari tubuh.

    Karena tubuh banyak kehilangan cairan tubuh, otak memberi sinyal rasa haus ke tubuh. Selain karena masalah gula darah, polidipsia juga bisa disebabkan oleh dehidrasi, peningkatan buang air kecil diuresis osmotik, hingga kelainan kesehatan mental polidipsia psikogenik.

    2. Sering Buang Air

    Umumnya, manusia menghasilkan 1-2 liter urine per hari. Orang dengan kondisi poliuria atau sering buang air bisa menghasilkan urine lebih dari 3 liter tiap hari.

    Ketika glukosa darah terlalu tinggi, tubuh mencoba membuang sebagian kelebihan glukosa melalui buang air kecil. Hal ini membuat ginjal juga menyaring lebih banyak air, yang meningkatkan kebutuhan buang air kecil.

    Selain karena diabetes, masalah sering buang air kecil juga bisa disebabkan oleh kehamilan, penyakit ginjal, hiperkalsemia, polidipsia psikogenik, dan konsumsi obat-obatan.

    3. Gampang Lapar

    Gejala mudah lapar atau polifagia juga bisa menjadi salah satu tanda untuk memeriksakan kadar gula darah. Pada pengidap diabetes, glukosa tidak dapat masuk ke sel tubuh untuk dijadikan energi.

    Ini dipicu kadar insulin yang rendah atau resistensi insulin. Karena tubuh tidak mengubah glukosa menjadi energi, tubuh akan mudah merasa lapar.

    Rasa lapar terkait polifagia biasanya tidak akan hilang meski sudah makan. Pada pengidap diabetes yang tidak terkelola, makan lebih banyak justru berkontribusi pada kadar glukosa darah yang semakin tinggi.

    Selain karena diabetes, polifagia juga bisa disebabkan oleh stres, konsumsi obat tertentu, sindrom pramenstruasi, hingga tiroid yang terlalu aktif.

    (avk/tgm)