Category: Detik.com Kesehatan

  • Ini Cara Membedakan Batuk Flu dan Batuk TBC

    Ini Cara Membedakan Batuk Flu dan Batuk TBC

    Jakarta

    Sama seperti influenza atau flu dan penyakit pernapasan pada umumnya, Tuberkulosis (TB) atau populer dengan sebutan TBC juga ditandai dengan gejala batuk. Namun ada beberapa perbedaan yang bisa dikenali di antara keduanya.

    Selain perlu mengenali perbedaan gejala di antara keduanya, penting juga untuk mengetahui cara penularan influenza dan TBC. Pada kondisi tertentu, keduanya sama-sama bisa berakibat fatal.

    Flu Vs TBC

    Meski identik dengan penyakit sehari-hari, flu juga bisa mematikan. Awal Februari 2025, aktris Taiwan pemeran Shancai dalam serial lawas Meteor Garden, Barbie Hsu meninggal dunia setelah terinfeksi flu yang berujung komplikasi pneumonia.

    Pada periode waktu yang sama, Kementerian Kesehatan RI juga sama-sama mewaspadai peningkatan kasus influenza. Vaksin flu dapat mengurangi risiko penularan di tengah adanya tren peningkatan kasus.

    “Berdasarkan data beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan kasus pada akhir ke awal tahun, pada musim hujan,” ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI dr Ina Agustina Isturini, MKM saat dihubungi detikcom Selasa (4/2/2025).

    Dikutip dari The US Center for Disease Control and Prevention (US CDC), flu merupakan penyakit menular pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza. Ada 4 tipe virus flu yakni tipe A, B, C, dan D. Flu musiman disebabkan oleh virus influenza tipe A dan B, meskipun di wilayah tropis bersirkulasi sepanjang tahun.

    Di sisi lain, TBC merupakan infeksi pernapasan yang dipicu oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini menempati peringkat kedua di dunia setelah India sebagai negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak, dengan lebih dari 1 juta kasus dan 125 ribu kematian setiap tahun.

    Perbedaan Batuk Flu dan TBC

    Beberapa ciri yang membedakan gejala batuk akibat flu dan TBC terangkum sebagai berikut.

    1. Penyebab

    Batuk karena flu disebabkan oleh infeksi bakteri influenza, sedangkan TBC disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.

    2. Durasi

    Sebagaimana pada infeksi virus pada umumnya, batuk karena influenza umumnya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari. Lain halnya dengan infeksi TBC, batuk yang dialami pasien bisa berlangsung dalam waktu lama.

    “Batuk yang terus menerus selama paling nggak hampir sampai dua minggu dan berdahak itu yang menjadi ciri khas (TBC),” kata dr Henry Diatmo, MKM dari Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dalam sebuah wawancara dengan detikcom.

    3. Bercak darah

    Bercak darah dalam dahak merupakan salah satu pembeda batuk pada TBC dari batuk biasa, termasuk flu. Seperti dialami Budi Hermawan, seorang penyintas TBC resisten obat, sebagaimana diungkap dalam wawancara dengan detikcom.

    “Di malam itu, saya berkeringat banyak, dan beberapa hari kemudian, saya mulai batuk darah. Saya pergi ke klinik untuk berobat. Hasil rontgen saya menunjukkan bahwa saya positif TBC, jadi dokter meresepkan beberapa obat TBC,” kata Budi, Rabu (7/8/2024).

    4. Gejala penyerta

    Pada pasien TBC, batuk bisa disertai nyeri dada dan penurunan berat badan. Namun pada TB-dormant, yakni ketika bakteri dalam kondisi tidak aktif, pasien bisa saja tidak bergejala.

    Sementara itu, influenza bisa disertai dengan demam dan menggigil, nyeri telan, serta hidung meler. Rasa letih bisa ditemukan baik pada TBC maupun influenza.

    5. Media penularan

    US CDC menyebut, para pakar meyakini penularan flu utamanya terjadi melalui droplet atau bercak dahak saat pasien batuk, bersin, atau berbicara.

    TBC juga menular dengan cara yang sama, namun penularan paling umum terjadi pada orang-orang yang tinggal lama dengan pasien TBC aktif atau di area yang banyak kasus TBC.

    Rangkuman

    Perbedaan dan persamaan batuk karena flu dan TBC dapat dirangkum sebagai berikut:

    PerbedaanTBCFluDurasilebih dari 2 minggulebih singkat, self limitingPenyebabMycobacterium tuberculosisvirus influenzaBercak darahumum ditemukanjarangGejala penyertaberat badan turun, dada sesak, letihdemam, nyeri telan, hidung melerMedia penularandropletdroplet

    (up/up)

  • Ternyata Jalan Kaki Seperti Ini Bisa Turunkan Risiko Sakit Jantung

    Ternyata Jalan Kaki Seperti Ini Bisa Turunkan Risiko Sakit Jantung

    Jakarta

    Jalan kaki ternyata bisa menjadi cara sederhana dan efektif untuk menjaga kesehatan jantung. Adalah pola jalan kaki 6-6-6, yang membagi waktu jalan di 6 pagi, 6 sore, selama 60 menit, dengan 6 menit pemanasan dan 6 menit pendinginan. Total sekitar 72 menit sehari yang bisa membawa perubahan besar pada kesehatan jantung.

    Jalan kaki pagi hari, tepatnya pukul 6 pagi, punya efek luar biasa, mengacu penelitian The Heart Foundation, berjalan kaki selama 30 menit saja bisa menurunkan risiko penyakit jantung hingga 35 persen.

    Udara yang masih segar di pagi hari membantu paru-paru bekerja lebih baik, dan oksigen yang masuk ke dalam darah lebih maksimal. Jalan kaki pagi juga bisa mempercepat detak jantung secara alami, tanpa membuat jantung ‘kaget’. Ini sangat baik untuk memperkuat otot jantung secara bertahap.

    Selain itu, aktivitas fisik pagi hari juga berperan dalam menurunkan tekanan darah dan menjaga kadar kolesterol tetap stabil, dua faktor penting dalam mencegah penyakit jantung koroner.

    Stres adalah salah satu musuh utama jantung. Setelah seharian beraktivitas, tubuh sering membawa sisa ketegangan yang memengaruhi sistem kardiovaskular. Nah, jalan kaki pukul 6 sore bisa menjadi waktu terbaik untuk menurunkannya.

    Saat kamu berjalan di sore hari, tubuh secara alami mengurangi kadar hormon stres seperti kortisol. Ini membuat tekanan darah turun dan denyut jantung menjadi lebih tenang. Aktivitas fisik ringan seperti ini juga membantu memperbaiki ritme sirkadian tubuh, yang berperan besar dalam kualitas tidur dan pemulihan fungsi jantung di malam hari.

    Kombinasi jalan pagi dan sore ini membentuk siklus sehat, pagi untuk aktivasi, sore untuk relaksasi. Keduanya memberi manfaat langsung ke kesehatan jantung.

    Kelebihan dari aturan 6-6-6 adalah konsistensinya. Kamu tidak perlu olahraga berat, tidak perlu alat, dan tidak harus ke gym. Cukup jalan kaki secara teratur, dan biarkan tubuh bekerja memperkuat jantung secara perlahan tapi pasti.

    Dengan 60 menit jalan kaki per sesi, tubuh memasuki fase pembakaran lemak dan peningkatan sirkulasi darah. Ini berarti aliran darah ke jantung dan organ vital menjadi lebih lancar, mencegah penumpukan plak pada pembuluh darah.

    Tak hanya itu, pemanasan 6 menit sebelum jalan membantu mempersiapkan jantung agar tidak kaget dengan aktivitas fisik. Sedangkan pendinginan 6 menit setelahnya membantu jantung kembali ke ritme normal secara bertahap, keduanya mengurangi risiko aritmia dan tekanan darah melonjak tiba-tiba.

    Aturan 6-6-6 bukan cuma soal olahraga. Ini soal menjaga ritme hidup yang mendukung kerja jantung. Dengan jalan kaki rutin dua kali sehari, kamu memberi waktu bagi jantung untuk bekerja optimal dan pulih dengan baik. Tanpa sadar, kamu juga menurunkan risiko hipertensi, stroke, hingga serangan jantung.

    (naf/naf)

  • Kenapa Bau Mulut Tak Hilang Meski Sudah Gosok Gigi?

    Kenapa Bau Mulut Tak Hilang Meski Sudah Gosok Gigi?

    Jakarta

    Gosok gigi dapat mencegah penumpukan bakteri pada partikel makanan yang membusuk, yang bisa menempel pada gigi atau gusi. Bakteri ini menghasilkan senyawa sulfur yang bisa menyebabkan bau mulut, terutama jika tidak dibersihkan.

    Kendati demikian, menyikat gigi tidak selalu bisa mengatasi bau mulut. Lantas apa yang menyebabkan bau mulut padahal sudah sikat gigi?

    Penyebab Bau Mulut Meski Sudah Sikat Gigi

    Di dunia medis, bau mulut yang tidak sedap disebut dengan istilah halitosis. Ada beberapa penyebab mengapa masih bau mulut padahal sudah menggosok gigi dengan benar. Dikutip dari laman Healthline, berikut kemungkinannya.

    1. Gigi Berlubang dan Sakit Gusi

    Bakteri yang menyebabkan bau mulut bisa bersembunyi di rongga gigi. Hal ini membuat bakteri sulit dihilangkan saat menggosok gigi, sebab bakteri bersembunyi di tempat yang tidak bisa dijangkau. Selain itu, bakteri tersebut juga bisa bersembunyi akibat penyakit gusi.

    2. Mulut Kering

    Air liur memiliki banyak peran. Mulai dari membantu memecah makanan di mulut, membantu mengunyah, menelan, hingga berbicara.

    Tak hanya itu, air liur juga menjaga bakteri di mulut tetap terkendali, membersihkan sisa-sisa makanan, dan menjaga mulut tetap lembab.

    Jika kelenjar ludah tidak memproduksi air liur yang cukup, mulut bisa kering. Mulut kering bisa menyebabkan penumpukan bakteri pada gigi. Hal ini bisa menyebabkan bau mulut dan meningkatkan risiko kerusakan gigi dan penyakit gusi.

    Adapun beberapa hal yang meningkatkan mulut kering adalah beberapa jenis obat-obatan, penggunaan tembakau, dan alkohol.

    3. Gastroesofageal refluks disease (GERD)

    GERD atau refluks asam kronis merupakan gangguan pencernaan yang menyebabkan isi lambung mengalir balik ke kerongkongan. Muntahan makanan yang belum dicerna dan asam lambung bisa menjadi penyebab bau mulut.

    GERD juga bisa menimbulkan sensasi panas di dada (heartburn) dan rasa asam atau pahit di mulut.

    4. Kondisi Kesehatan Lain

    Sejumlah kondisi kesehatan bisa menyebabkan bau mulut. Hal ini disebabkan karena perubahan kimia dalam aliran darah atau perubahan kadar bakteri dalam tubuh.

    Beberapa kondisi kesehatan yang menyebabkan bau mulut di antaranya:

    DiabetesGagal ginjalGagal hatiTukak lambung

    5. Konsumsi Makanan Tertentu

    Aroma makanan tertentu, seperti bawan merah dan bawang putih bisa tersisa meskipun sudah menggosok gigi. Misalnya, butuh satu hari atau lebih agar bau bawang putih hilang.

    Begitu bawang putih mencapai perut, minyaknya masuk ke aliran darah dan paru-paru, serta napas. Menurut studi tahun 2016, apel, selada, dan daun mint bisa menghilangkan bau mulut akibat bawang putih.

    6. Postnasal Drip

    Postnasal drip atau lendir yang menetes dari bagian belakang hidung ke tenggorokan juga bisa menyebabkan bau mulut. Lendir tersebut bisa menarik bakteri yang pada gilirannya bisa menyebabkan napas berbau tidak sedap.

    Beberapa kemungkinan penyebab postnasal drip yaitu infeksi sinus, pilek, flu, dan radang tenggorokan.

    7. Merokok

    Merokok bisa menyebabkan bau mulut, karena asap tembakau menempel di napas. Tak hanya itu, merokok juga bisa membuat mulut kering dan meningkatkan risiko terkena penyakit gusi. Seperti yang sudah dijelaskan, mulut kering dan penyakit gusi bisa menyebabkan bau mulut.

    Cara Mengatasi Bau Mulut

    Umumnya, bau mulut bisa diatasi dengan meningkatkan kebersihan gigi. Berikut rekomendasi dari American Dental Association atau Asosiasi Dokter Gigi Amerika:

    Menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluorideMembersihkan sela-sela gigi setiap hari dengan benang gigi atau tusuk gigiMengonsumsi makanan sehat dan membatasi minuman dan makanan ringan yang manisMengunjungi dokter gigi secara teratur untuk pemeriksaan dan perawatanMenyikat dan membersihkan lidahKapan Harus Mendapat Perawatan Medis?

    Jika bau mulut tetap ada meski sudah menjaga kebersihan mulut dengan baik, maka alangkah baiknya periksakan diri ke dokter gigi. Dokter gigi bisa membantu mengidentifikasi tanda-tanda penyakit gusi atau mulut kering yang mungkin menjadi penyebab bau mulut.

    Tindakan yang dilakukan akan bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Misalnya, jika mengidap penyakit gusi, dokter gigi akan memberikan pembersihan menyeluruh. Sementara, jika GERD adalah penyebabnya, maka, mengubah pola makan yang mengonsumsi obat bisa membantu.

    (elk/up)

  • Hasil Autopsi Diungkap, Juliana Marins Meninggal 20 Menit Usai Jatuh di Rinjani

    Hasil Autopsi Diungkap, Juliana Marins Meninggal 20 Menit Usai Jatuh di Rinjani

    Jakarta

    Hasil autopsi terhadap jenazah Juliana Marins menjawab sejumlah spekulasi terkait kecelakaan tragis pendaki asal Brasil tersebut. Marins disebut meninggal 20 menit usai terperosok ke dalam jurang.

    Hal itu diungkap oleh Ida Bagus Putu Alit, dokter forensik dari RSUP Prof IGNG Ngoerah, Denpasar. Menurutnya, perempuan 27 tahun tersebut mengalami luka parah akibat benturan keras di beberapa bagian tubuh.

    “Perkiraan 20 menit,” ujarnya terkait perkiraan lamanya korban bertahan hidup, seperti dikutip dari detikBali, Jumat (27/6/2025).

    Sesaat setelah terjatuh ke dalam jurang pada Sabtu (21/6), Marins tertangkap kamera drone milik sesama turis yang melintas dalam kondisi masih bergerak, mengindikasikan korban masih sempat bertahan hidup. Namun saat tim SAR mencarinya lagi dengan drone thermal, kondisi Marins sudah tidak bergerak.

    Marins akhirnya ditemukan dalam kondisi sudah meninggal dunia pada Selasa (24/6) pada kedalaman jurang 600 meter dari Last Known Position (LKP).

    “Kami tidak menemukan tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu lama. Jadi kita perkiraan paling lama 20 menit,” kata Alit.

    NEXT: Meninggal bukan karena hipotermia

    Hasil autopsi juga mengindikasikan Marins meninggal bukan karena hipotermia, melainkan karena benturan benda keras. Benturan tersebut menyebabkan patah tulang di bagian dada belakang, tulang punggung, dan paha dan memicu perdarahan di dalam tubuh.

    “Jadi kalau kita lihat yang paling terparah, itu adalah yang berhubungan dengan pernapasan. Yaitu ada luka-luka terutama di dada-dada, terutama di dada-dada bagian belakang tubuhnya. Itu yang merusak organ-organ di dalamnya,” beber Alit dikutip dari CNN Indonesia.

    Alit mengatakan, tanda-tanda hipotermia berupa ujung jari menghitam tidak ditemukan.

    “Bahkan di dalam organ tubuh terutama organ spleen (limpa), tidak ditemukan mengkerut akibat hipotermia,” jelasnya, dikutip dari detikBali.

    Simak Video “Video: Hasil Autopsi Penyebab Kematian Juliana Marins”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Cegah dan Atasi Anak Kecanduan Gadget, Ini Jurus Jitu Kak Seto

    Cegah dan Atasi Anak Kecanduan Gadget, Ini Jurus Jitu Kak Seto

    Jakarta

    Gadget menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, bahkan bagi anak-anak. Namun, penggunaan yang berlebihan tanpa pengawasan bisa memberikan dampak yang buruk.

    Fenomena ini patut menjadi perhatian serius bagi banyak orang tua. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Pusat, Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto memberikan beberapa tips untuk orang tua dalam mengatasi anak yang kecanduan gadget.

    Dampak Kecanduan Gadget pada Anak

    Dikutip dari laman Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V Yogyakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), ada sejumlah dampak negatif yang bisa dirasakan oleh anak yang kecanduan gadget. Berikut di antaranya:

    1. Dampak Fisik

    Masalah penglihatan: Paparan layar yang lama bisa menyebabkan kelelahan mata, sakit kepala, dan kerusakan mataGangguan tidur: Gadget yang digunakan sebelum tidur bisa mengganggu kualitas dan durasi tidur anakObesitas: Saat kecanduan gadget, anak cenderung kurang aktif secara fisik dan mengalami kenaikan berat badan.

    2. Dampak Psikologis

    Depresi: Anak yang kecanduan gadget berisiko mengalami depresi serta harga diri yang rendahKecemasan: Ketika sudah ketergantungan pada gadget, anak merasa cemas saat tidak bisa mengaksesnyaAttention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH): Penggunaan gadget berlebihan bisa mengganggu kemampuan anak dalam berkonsentrasi pada tugas yang diberikan

    3. Dampak Sosial

    Isolasi sosial: Cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan lingkungan sekitarnya.Komunikasi buruk: Anak kesulitan dalam menjalin komunikasi yang efektif dengan orang sekitarJurus Jitu Kak Seto Atasi Anak Kecanduan Gadget

    Kak Seto mengatakan bahwa permasalahan gadget pada anak masih menjadi hal yang pelik di kalangan orang tua. Kak Seto mewajibkan orang tua harus kreatif dalam menyelesaikan permasalahan gadget.

    1. Beri Edukasi bahwa Gadget Bisa Berbahaya

    Orang tua harus menarik perhatian anak agar terlepas dari gadget. Misalnya, dengan mendongeng, main sulap, atau menyanyi dengan edukasi tentang gadget.

    “Kalau bisa nyanyi, misalnya gadget dikenalkan dengan lagu. Misalnya ‘gadget-gadget banyak manfaatnya, tapi juga bisa bahaya. Ayo adik bermain gadget dengan cerdas dan bijaksana’,” kata Kak Seto kepada detikcom, Rabu (5/6/2024).

    2. Membatasi Penggunaan Gadget

    Sejak dini, orang tua harus mengajarkan soal kebijaksanaan pada anak. Salah satunya dengan membatasi penggunaan gadget. Dalam hal ini, orang tua harus berperan aktif memberikan waktunya kepada anak sebagai pengganti bermain gadget.

    “Anak bisa bermain yang lain atau jalan-jalan sama Ayah sama Bunda. Jadi gadget bukan satu-satunya pilihan,” terang Kak Seto.

    3. Kenalkan dengan Permainan Tradisional

    Orang tua juga bisa mengenalkan anak tentang permainan-permainan tradisional. Kak Seto mengatakan, permainan ni jauh akan lebih memberikan manfaat yang positif dibandingkan dengan hanya bermain gadget.

    “Kalau perlu mempopulerkan lagi permainan tradisional. Ada engklek, ada gobak sodor, ada main egrang, bekel, dan lainnya,” kata Kak Seto.

    Dengan begitu, ada keseimbangan. Anak bisa mengembangkan kecerdasan fisik, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, moral, dan lain sebagainya.

    “Sehingga anak berkembang secara utuh dan lengkap,” tutupnya.

    (elk/tgm)

  • Umur 20-an Tapi Gampang Pegal? Bisa Jadi Gangguan Metabolik

    Umur 20-an Tapi Gampang Pegal? Bisa Jadi Gangguan Metabolik

    Jakarta

    Umur masih 20-an tahun, tapi gampang pegal dan kelelahan? Hati-hati, gangguan metabolik mulai banyak menyerang usia muda muda, tak terkecuali Gen-Z.

    Seorang wanita 26 tahun dengan inisial YY mengaku sering kram di bagian kaki, tepatnya di bagian betis. Melalui rubrik konsultasi detikHealth, ia menanyakan penyebab dan cara mengatasinya.

    Untuk mengurangi keluhan tersebut, praktisi kesehatan dr Aru Ariadno, SpPD menyarankan untuk mencoba olahraga berenang. Jika masih ada keluhan, maka ia menyarankan untuk kontrol agar dapat dievaluasi.

    “Kondisi ini bisa terjadi karena masalah otot atau adanya gangguan metabolik,” katanya dalam jawaban singkat yang diberikan.

    Dikutip dari Medical News Today, gangguan metabolik atau metabolic disorder adalah semua kondisi yang mempengaruhi segala aspek metabolisme. Termasuk di antaranya adalah penyakit-penyakit berikut:

    Diabetes mellitusGaucher’s diseaseHemochromatosis.Apa Saja Gejalanya?

    Beberapa gejala yang dapat menyertai gangguan metabolik adalah:

    Rasa letihPerubahan berat badan, naik maupun turunMual dan muntah.

    Karena gangguan metabolik merupakan konsep yang luas dan mencakup berbagai jenis penyakit, gejala bisa sangat bervariasi dan bisa mempengaruhi banyak aspek dari fungsi tubuh. Di antaranya:

    Melemahnya ototPerubahan warna kulitNyeri perutNafsu makan berkurangMasalah perkembangan pada bayi dan balita

    Dikutip dari Cleveland Clinic, sindrom metabolik atau metabolic syndrome merupakan sekelompok kondisi yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, maupun stroke. Nama lain untuk sindrom ini adalah:

    Syndrome XInsulin resistance syndromeDysmetabolic syndrome

    John Hopkins Medicine menyebut, National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) dan American Heart Association (AHA) mendefinisikan sindrom metabolik ketika 3 dari 5 faktor risiko berikut terpenuhi:

    Obesitas abdominal atau obesitas sentral. Artinya, lingkar perut di atas 90 cm untuk wanita dan di atas 100 cm untuk pria.Tekanan darah tinggi. Didefinisikan sebagai tekanan di atas 130/80 mmHgKadar gula darah puasa tinggi. Didefinisikan sebagai kadar 100 mg/dL atau lebihKadar trigliserida tinggi. Yakni di atas 150 mg/dLLDL (Low Density Cholesterol) rendah. Disebut juga kolesterol baik. Termasuk faktor risiko jika kadarnya di bawah 40 mg/dL untuk pria dan di bawah 50 mg/dL untuk wanita

    Dengan kata lain, gangguan metabolik lebih luas cakupannya dibanding sindrom metabolik yang lebih spesifik terkait penyakit tertentu saja.

    Apakah Usia 20-an Bisa Mengalaminya?

    Jika sindrom metabolik dilihat sebagai bagian dari gangguan metabolik yang lebih luas, maka kondisi ini tidak lagi didominasi usia lanjut. Sebuah riset di jurnal medis JAMA menunjukkan, prevalensi sindrom metabolik meningkat dari 32,5 persen di 2011 menjadi 36,9 persen di 2016.

    Peningkatan yang signifikan antara lain terjadi pada kelompok usia dewasa muda, yakni 20-39 tahun. Peningkatannya tercatat dari 16,2 persen menjadi 21,3 persen.

    (up/up)

  • Video KuTips: 2 Langkah Awal Penanganan Alergi di Kulit, Harus Apa?

    Video KuTips: 2 Langkah Awal Penanganan Alergi di Kulit, Harus Apa?

    Jakarta – Pernah merasa gatal-gatal, ruam, atau kulit bentol-bentol? Mungkin kamu lagi mengalami alergi kulit, detikers. Menurut dokter kulit, alergi itu bentuk respons tubuh terhadap sesuatu yang berlebihan.

    Terus ketika alergi itu muncul pada kulit, apa yang harus dilakukan? Nah di video KuTips kali ini, dokter kulit memberikan informasi langkah yang perlu dilakukan sama detikers…

    Masih banyak video tips dan trik lain yang bisa detikers tonton di sini!

    (/)

  • Riset Ungkap Pekerjaan dengan Risiko Kanker Ovarium Tertinggi, Ini Hasilnya

    Riset Ungkap Pekerjaan dengan Risiko Kanker Ovarium Tertinggi, Ini Hasilnya

    Jakarta

    Para peneliti di University of Montreal di Kanada mengaitkan beberapa pekerjaan dengan risiko kanker ovarium. Untuk setiap pekerjaan yang dilakukan selama minimal 6 bulan, peserta melaporkan jabatan, jam kerja, termasuk kerja shift, hingga tugas utama yang dilakukan.

    Mereka membandingkan 491 wanita Kanada yang mengidap kanker ovarium dan membandingkannya dengan 897 wanita tanpa penyakit. Peneliti juga membandingkan data ini dengan potensi paparan di tempat kerja. Misalnya, apakah mereka lebih mungkin bersentuhan dengan bahan kimia tertentu saat bekerja.

    Setelah memperhitungkan berbagai faktor yang berpotensi berpengaruh, para peneliti menemukan beberapa pekerjaan yang mungkin terkait dengan peningkatan risiko penyakit. Mereka yang bekerja sebagai penata rambut atau ahli kecantikan tampak memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi.

    Wanita yang bekerja di bidang akuntansi selama 10 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terserang penyakit ini. Sementara, mereka yang bekerja di bidang konstruksi memiliki kemungkinan tiga kali lipat lebih besar.

    Asisten toko dan pramuniaga memiliki risiko 45 persen lebih tinggi, sementara mereka yang membuat pakaian tampak memiliki risiko 85 persen lebih tinggi.

    Para peneliti mengatakan, pekerjaan yang memiliki risiko lebih tinggi lebih mungkin terpapar sejumlah ‘agen’, seperti bedak kosmetik, amonia, hidrogen peroksida, serat sintetis, serat poliester, pewarna organik, serta pigmen dan pemutih.

    “Kami mengamati hubungan yang menunjukkan bahwa akuntan, tata rambut, penjualan, menjahit, dan pekerjaan terkait mungkin terkait dengan risiko berlebih,” tulis para peneliti.

    Meski demikian, para peneliti mencatat bahwa belum bisa memastikan apakah peningkatan risiko ini disebabkan oleh satu zat kimia tertentu, kombinasi berbagai bahan, atau faktor lainnya di tempat kerja.

    “Penelitian berbasis populasi lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan bahaya bagi pekerja perempuan dan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh perempuan,” tambahnya.

    (elk/up)

  • Video: Benarkah Kucing Berbahaya buat Ibu Hamil?

    Video: Benarkah Kucing Berbahaya buat Ibu Hamil?

    Jakarta – Anak kucing yang menggemaskan ternyata bisa berbahaya bagi janin lho! Alasannya, karena kucing bisa membawa parasit Toksoplasma.

    Lalu gimana sih caranya agar tetap aman selama masa kehamilan tanpa harus mengusir kucingmu? Yuk cari tahu!

    Tonton video-video menarik lainnya di 20detik.

    (/)

  • Hati-hati, Pola Tidur Siang Seperti Ini Bisa Tingkatkan Risiko Kematian

    Hati-hati, Pola Tidur Siang Seperti Ini Bisa Tingkatkan Risiko Kematian

    Jakarta

    Sebuah penelitian skala besar dari Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital mengungkapkan, beberapa pola tidur siang berhubungan dengan risiko kematian.

    Dikutip dari laman Times of India, studi ini melibatkan 86.000 orang dengan rata-rata berusia 63 tahun. Peserta mengenakan perangkat yang bisa dikenakan untuk melacak pola aktivitas mereka. Dalam penelitian tersebut tidur siang digambarkan sebagai tidur yang terjadi antara pukul 9 pagi dan 7 malam. Selama periode 11 tahun sebanyak 5.819 peserta meninggal dunia.

    Para peneliti menemukan bahwa pola tidur siang tertentu, seperti tidur yang lebih lama dan tidak teratur dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi karena semua penyebab. Keterkaitan pola tidur siang dan risiko kematian dihasilkan setelah menyesuaikan faktor-faktor seperti indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan lamanya waktu tidur semalaman.

    “Tidur siang yang lebih lama atau lebih tidak teratur bisa mencerminkan tidur malam yang buruk, gangguan ritme sirkadian, atau kondisi kesehatan yang mendasarinya, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan metabolisme, depresi, atau perubahan neurodegeneratif dini,” kata peneliti utama studi, Chenlu Gao, PhD.

    Dikutip dari laman Health, penelitian memang tidak secara langsung menemukan bahwa tidur siang bisa menyebabkan risiko kematian yang lebih tinggi. Meski demikian, para ahli mengatakan bahwa penelitian ini menambahkan lebih banyak bukti bahwa kebiasaan tidur siang tertentu berhubungan dengan kematian.

    Pola Tidur Siang yang Perlu Dihindari

    Beberapa kebiasaan tidur siang yang bisa memberikan dampak buruk bagi kesehatan antara lain:

    1. Tidur Siang Lebih dari 30 Menit

    Orang yang tidur siang lebih dari 30 menit secara teratur dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Risiko ini dikaitkan dengan masalah metabolisme, seperti obesitas dan hipertensi.

    Pada penelitian lainnya yang melibatkan 300.000 peserta, dikatakan bahwa tidur siang yang lama dikaitkan dengan risiko kematian dan sakit jantung 19-30 persen lebih tinggi.

    2. Tidur Siang Tidak Teratur

    Durasi tidur siang yang bervariasi dari hari-ke hari juga berkorelasi dengan peningkatan angka kematian. Ketidakkonsistenan ini bisa mengganggu ritme sirkadian dan menutupi masalah kesehatan yang ada di dalam tubuh.

    Mengganggu siklus tidur-bangun alami tubuh bisa memengaruhi berbagai faktor yang berkaitan dengan mortalitas, seperti peradangan, metabolisme, dan kesehatan kardiovaskular.

    3. Lebih Banyak Tidur Siang Tengah Hari dan Awal Sore (11.00-15.00)

    Peserta yang paling sering tertidur antara tengah hari dan awal sore memiliki risiko kematian paling besar.

    Bagaimana Pola Tidur Siang yang Baik?

    Dikutip dari Health, tidur siang yang kurang dari 30 menit adalah yang ideal. Tidur siang ini bisa membuat seseorang merasa fresh tanpa rasa lesu yang bisa terjadi jika tertidur lelap.

    Waktu untuk tidur siang juga penting diperhatikan. Tidur siang yang lebih awal bisa mencegah kemampuan untuk mengganggu kemampuan untuk tidur di malam hari.

    (elk/up)