Category: Detik.com Kesehatan

  • Sosok Dr Marwan Al-Sultan, Direktur RS Indonesia di Gaza yang Dibunuh Israel

    Sosok Dr Marwan Al-Sultan, Direktur RS Indonesia di Gaza yang Dibunuh Israel

    Jakarta

    Serangan keji Israel kembali menargetkan tim medis di Gaza. Terbaru, Direktur RS Indonesia di Gaza Dr Marwan Al Sultan tewas dibom Israel.

    Dokter Marwan tewas bersama dengan istri, anak perempuan, dan menantu laki-lakinya di apartemennya. Jenazah dokter tersebut dibawa ke Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, tempat para pelayat berkumpul di sekitarnya.

    “Wajahnya tidak dapat dikenali, kami hampir tidak dapat mengenalinya,” kata direktur fasilitas tersebut, Mohammad Abu Salmiya.

    Profil Dr Marwan Al Sultan

    Dr Marwan Al-Sultan adalah spesialis jantung yang terkenal dan sangat berpengalaman di Jalur Gaza. Dia termasuk petugas kesehatan ke-70 yang tewas akibat serangan Israel dalam 50 hari terakhir, menurut Healthcare Workers Watch (HWW), sebuah organisasi medis Palestina.

    “Pembunuhan Dr Marwan Al-Sultan oleh militer Israel merupakan kerugian besar bagi Gaza dan seluruh komunitas medis, dan akan berdampak buruk pada sistem perawatan kesehatan Gaza,” kata Muath Alser, direktur HWW.

    Dr Marwan Al-Sultan merupakan sumber informasi utama dari Gaza, yang melaporkan kondisi warga Palestina di wilayah utara yang terkepung tersebut. Ia telah berulang kali meminta masyarakat internasional untuk mendesak keselamatan tim medis, termasuk ketika tentara Israel mengepung atau menyerang Rumah Sakit Indonesia, fasilitas medis terbesar di utara Kota Gaza.

    Awal bulan ini, Dr Al-Sultan berbicara kepada Guardian tentang situasi kritis yang dihadapinya dan staf lain di rumah sakit Indonesia saat mereka berjuang mengatasi banyaknya korban sipil setelah meningkatnya serangan Israel pada bulan Mei.

    Di antara para petugas kesehatan yang terbunuh dalam 50 hari terakhir terdapat tiga orang dokter, kepala perawat di Rumah Sakit Indonesia dan Rumah Sakit Anak Al-Nasser, salah seorang bidan paling senior di Gaza, seorang teknisi radiologi senior, dan puluhan lulusan kedokteran muda serta perawat magang.

    (kna/kna)

  • 5 Kebiasaan Malam yang Diam-diam Merusak Gula Darah

    5 Kebiasaan Malam yang Diam-diam Merusak Gula Darah

    Jakarta

    Malam hari seharusnya menjadi waktu tubuh untuk beristirahat dan memulihkan energi. Tapi, tanpa disadari, beberapa kebiasaan yang tampak sepele bisa mengganggu kestabilan gula darah.

    Bagi orang dengan diabetes, maupun yang sehat, penting untuk memperhatikan rutinitas apa saja yang berdampak buruk pada gula darah. Kebiasaan ini bisa dihindari sebagai upaya untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil.

    Kebiasaan Malam yang Diam-diam Merusak Gula Darah

    Kebiasaan buruk di malam hari tak hanya karena makan makanan yang manis dan berat sebelum tidur, berikut ini kebiasaan-kebiasaan lainnya yang diam-diam merusak gula darah:

    1. Makanan Camilan Manis sebelum Tidur

    Apa yang dikonsumsi sebelum tidur bisa memengaruhi kadar gula darah sepanjang malam. Dikutip dari laman Healthsite, makanan manis bisa memicu lonjakan glukosa darah.

    Jadi, sebaiknya batasi asupan makanan beberapa jam sebelum tidur. Jika lapar pilih makanan kaya serat untuk membantu mengendalikan gula darah serta tidak menyebabkan lonjakan gula darah. Makanan ini juga menyehatkan jantung dan membuat rasa kenyang.

    2. Tidak Mendapat Tidur yang Cukup

    Tidur yang cukup bisa menurunkan kadar gula darah yang tidak sehat dengan meningkatkan kesehatan. Sebaliknya, kurang tidur merupakan faktor risiko yang meningkatkan kadar gula darah. Bahkan, dikutip dari laman Sleep Foundation, kurang tidur dikaitkan dengan diabetes dan gangguan gula darah.

    3. Stres

    Stres merupakan pemicu lonjakan gula darah akibat pelepasan hormon stres seperti kortisol. Untuk mengelolanya di malam hari, tetapkan rutinitas yang menyenangkan untuk mengurangi stres dan persiapkan tubuh untuk tidur yang nyenyak.

    4. Makan Makanan Tinggi Karbohidrat dan Lemak

    Dikutip dari laman Nutrition, makanan tinggi karbohidrat dan lemak, seperti gorengan, pizza, serta pasta bisa memperlambat pencernaan dan menyebabkan glukosa dilepaskan ke aliran dalam dalam jangka waktu yang lama. Seringkali hal ini mengakibatkan kadar glukosa meningkat selama 5 jam atau lebih.

    Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa mengonsumsi karbohidrat di malam hari bisa menyebabkan kadar gula darah yang lebih tinggi di pagi hari. Dikutip dari laman Health, hal ini disebabkan oleh penurunan sensitivitas tubuh terhadap insulin, yaitu hormon yang menyangkut gula darah ke dalam sel dan penurunan fungsi sel beta (sel penghasil insulin di pankreas) di malam hari.

    5. Kurang Minum Air

    Dikutip dari Healthline, tidak cukup minum bisa menyebabkan lonjakan gula darah. Dehidrasi menyebabkan tubuh memproduksi hormon yang disebut dengan vasopresin. Hal ini mendorong hati untuk melepaskan lebih banyak gula ke dalam darah.

    Menurut The U.S. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine, asupan cairan harian yang cukup adalah 3,7 liter sehari untuk pria dan sekitar 2,7 liter cairan sehari untuk wanita. Rekomendasi ini berasal cairan dari air, minuman lainnya dan makanan.

    Berapa Kisaran Kadar Gula Darah Normal?

    Kadar gula darah bisa berubah-ubah karena sejumlah faktor, seperti tingkat aktivitas dan makanan atau minuman yang dikonsumsi. Sebab itu, kadar gula darah seseorang saat dan sebelum makan bisa berbeda.

    Dikutip dari laman Cleveland Clinic, berikut kadar gula darah normal saat puasa (sebelum makan) dan setelah makan.

    Kadar gula darah normal puasa, atau setidaknya delapan jam tanpa makan: 70-99 mg/dLKadar gula darah dua jam setelah makan: kurang dari 140 mg/dL

    Saat kadar gula darah puasa berada di angka 100-125 mg/dL, seseorang bisa dikatakan mengalami prediabetes. Orang tersebut memiliki peluang hingga 50 persen terkena diabetes tipe 2 dalam waktu 10 tahun ke depan.

    Jika kadar gula darah mencapai 126 mg/dL, maka orang tersebut dikatakan mengalami diabetes.

    (elk/tgm)

  • Menggigil Tapi Gak Demam? Bisa Jadi Gejala Autoimun

    Menggigil Tapi Gak Demam? Bisa Jadi Gejala Autoimun

    Jakarta

    Ketika mulai terserang flu atau pilek, kemungkinan gejala yang menyertai adalah menggigil. Biasanya, kondisi ini disertai demam.

    Meski demikian, menggigil juga bisa terjadi tanpa demam. Menurut kepala Staf Medis di Well Now Urgent Care, Hannah Cohan, NP, gejala ini tidak terlalu umum.

    Rasa dingin dan demam biasanya saling berkaitan, kecuali jika ada kondisi medis atau keadaan lainnya. Salah satu kondisi yang menyebabkan menggigil tapi tidak demam adalah autoimun.

    Menggigil Tanpa Demam Bisa Jadi Gejala Autoimun?

    Menggigil tanpa demam bisa menjadi gejala dari kondisi autoimun seperti lupus yang mengganggu mekanisme pengaturan suhu tubuh. Dikutip dari laman My Lupus Team, biasanya, tubuh memproduksi protein yang disebut antibodi untuk melawan bakteri dan virus. Namun, pada kelainan autoimun seperti lupus, antibodi keliru dengan menargetkan organ serta jaringan tubuh.

    Respon imun yang salah arah tersebut bisa menyebabkan berbagai gejala. Meski menggigil bukan gejala umum lupus, kondisi ini memiliki banyak tanda yang bisa terlihat, seperti nyeri sendi, kelelahan, nyeri dada, dan nyeri otot. Secara teori, ada kemungkinan bahwa menggigil bisa menjadi salah satu dari gejala tersebut.

    Penyebab Menggigil Tanpa Demam selain Lupus

    Selain karena penyakit autoimun, lupus, menggigil tanpa demam bisa disebabkan oleh berbagai penyakit lainnya seperti:

    1. Hipotiroidisme

    Hipotiroidisme mengacu pada kelenjar tiroid yang kurang aktif. Kelenjar tiroid memainkan peran penting dalam membuat dan melepaskan hormon yang terlibat dalam metabolisme.

    “Hormon tiroid Anda adalah yang benar-benar bertanggung jawab untuk mengatur metabolisme dalam tubuh Anda, dan pada akhirnya, metabolisme Anda membantu mengendalikan seberapa dingin atau hangatnya perasaan Anda,” kata Ketua dan pejabat eksekutif dari Department of Family Medicine di University of Iowa Carver College Medicine, Jeffrey Quinlan, MD.

    Dikutip dari laman Men’s Health, pada hipotiroidisme, kelenjar tiroid kurang aktif dan metabolisme melambat. Terkadang hal ini membuat tubuh menggigil.

    2. Hipoglikemia

    Hipoglikemia terjadi saat kadar gula darah seseorang turun terlalu rendah. Kondisi ini menyebabkan menggigil disertai gejala seperti berkeringat dan jantung berdebar. Dalam mencegah hipoglikemia, penting untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil.

    3. Serangan Panik

    Ketakutan atau kecemasan yang menyebabkan serangan panik bisa menyebabkan menggigil. Perawat di Medical Offices of Manhattan, Hannah Cohan, NP, rasa cemas atau takut mengaktifkan respons tubuh untuk melawan atau lari. Hal tersebut memicu pelepasan hormon, seperti adrenalin.

    Hormon stres bisa mempersempit pembuluh darah, mengalirkan darah ke area tubuh yang paling membutuhkannya dan menyebabkan suhu ekstremitas turun.

    “Perubahan pada tubuh ini dapat menyebabkan gemetar atau menggigil, dan lain sebagainya.” kata Cohan.

    Selain iu, saat terjadi serangan panik, pernapasan mungkin menjadi dangkal atau cepat, sehingga mengganggu keseimbangan oksigen dan karbon dioksida tubuh. Kondisi tersebut membuat jantung berdetak lebih cepat.

    “Ini mungkin membuat Anda berkeringat atau menggigil,” tambahnya.

    4. Perubahan Tekanan Darah

    Quinlan mengatakan, menggigil bisa terjadi karena tekanan darah turun secara tiba-tiba. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute, saat tekanan darah terlalu rendah, organ-organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan nutrisi yang bisa menyebabkan syok.

    Tanda-tanda syok meliputi, kulit dingin dan berkeringat, napas cepat, serta denyut nadi lemah dan cepat.

    5. Reaksi terhadap Obat

    Rasa menggigil juga seringkali bisa dikaitkan dengan reaksi obat. Menurut Quinlan, hal ini terkadang juga menjadi tanda beberapa alergi yang cukup serius.

    “Jadi, jika Anda baru saja memulai pengobatan baru dan mulai mengalami rasa menggigil yang berulang, itu adalah alasan untuk segera berkonsultasi dengan dokter,” kata Quinlan.

    Obat diabetes, anestesi umum untuk operasi, serta obat kemoterapi lebih mungkin menyebabkan rasa menggigil.

    6. Infeksi Bakteri

    Seringkali, infeksi bakteri yang tidak diobati terlalu lama menyebabkan demam, namun pernah juga dilaporkan ada gejala menggigil tanpa demam.

    Salah satu contoh penyakit yang berkaitan dengan infeksi bakteri adalah meningitis. Penyakit ini bisa menyebabkan menggigil dengan atau tanpa demam, disertai dengan leher kaku, kepekaan terhadap cahaya dan suara, serta rasa lesu.

    7. Hipotermia

    Saat terpapar suhu dingin selama beberapa waktu, seseorang berisiko mengalami hipotermia. Paparan dingin menyebabkan tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada kemampuannya menghasilkan panas, sehingga pada akhirnya menyebabkan suhu tubuh turun.

    Menggigil bisa menjadi tanda awal hipotermia. Gejala lainnya meliputi rasa bingung, mengantuk, lelah, atau bicara tidak jelas.

    Cara Mengatasi Menggigil Tanpa Demam

    Ada beberapa hal yang bisa dilakukan saat merasa menggigil tanpa demam. Dikutip dari laman Cleveland Clinic, berikut di antaranya:

    Kenakan pakaian hangatGanti pakaian yang berkeringat atau basah sesegera mungkinMinum banyak air untuk mencegah dehidrasi

    (elk/tgm)

  • Studi Ungkap Kebiasaan Minum Teh Ini Bisa Turunkan Risiko Gagal Jantung-Stroke

    Studi Ungkap Kebiasaan Minum Teh Ini Bisa Turunkan Risiko Gagal Jantung-Stroke

    Jakarta

    Teh menjadi salah satu minuman yang digemari banyak orang di seluruh dunia. Menariknya, kenikmatan dari secangkir teh ternyata juga bisa berdampak baik bagi kesehatan jantung dan mencegah stroke. Bagaimana caranya?

    Sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan di International Journal of Cardiology Cardiovascular Risk and Prevention, menunjukkan minum dua cangkir teh per hari tanpa tambahan pemanis dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hingga 21 persen.

    “Namun, bila teh ditambahkan gula atau pemanis, manfaatnya akan hilang,” kata peneliti yang dikutip dari Daily Mail, Selasa (1/7/2025).

    Peneliti dari Nantong University, China, menganalisis data dari 177.810 orang dewasa di Inggris dengan usia rata-rata sekitar 55 tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 147.903 orang tercatat rutin mengonsumsi teh, dan sekitar 68,2 persen di antaranya tidak menambahkan gula atau pemanis.

    Semua partisipan dalam kondisi sehat saat awal penelitian. Namun, selama masa tindak lanjut rata-rata 12,7 tahun, tercatat 15.003 orang mengalami penyakit kardiovaskular.

    Dalam studi tersebut, diketahui sebanyak 2.679 orang juga mengalami stroke dan 2.908 orang didiagnosis gagal jantung.

    “Mereka yang minum hingga dua cangkir teh tanpa pemanis sehari memiliki risiko gagal jantung sebesar 21 persen lebih rendah, peluang 14 persen lebih rendah untuk terserang stroke, dan 7 persen lebih kecil kemungkinannya untuk didiagnosis menderita penyakit jantung koroner,” tulis peneliti.

    “Tidak ditemukan efek seperti itu pada teh yang diberikan pemanis,” sambungnya.

    Menurut penelitian, diperkirakan secangkir teh tanpa pemanis lebih baik dalam mengawetkan senyawa aktif biologis. Itu termasuk polifenol dalam teh yang memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi.

    Para ahli mengungkapkan baik gula maupun pemanis buatan dapat meningkatkan resistensi insulin dan disregulasi metabolik. Hal itu merupakan salah satu faktor dari penyakit kardiovaskular.

    (sao/suc)

  • Pandangan Sosiolog Melihat Fenomena Anak Titipkan Ortu ke Panti Jompo

    Pandangan Sosiolog Melihat Fenomena Anak Titipkan Ortu ke Panti Jompo

    Menitipkan orang tua ke panti jompo kini menjadi fenomena. Berbagai alasan pun melatarbelakangi seorang anak menitipkan orang tuanya ke panti.

    Lantas, bagaimana pandangan Sosiolog terkait fenomena anak yang menitipkan orang tua ke panti jompo ini?

    Tonton video menarik lainnya di link ini!

  • Merinding! 2 Tubuh Pasien Ini Dipenuhi Cacing Setelah Terima Donor Ginjal

    Merinding! 2 Tubuh Pasien Ini Dipenuhi Cacing Setelah Terima Donor Ginjal

    Jakarta

    Sebuah laporan kasus mencatat dua pasien pria yang tubuhnya dipenuhi cacing parasit. Sebelumnya, keduanya telah menerima transplantasi ginjal di dua rumah sakit berbeda di Amerika Serikat (AS).

    Menurut laporan yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine pada 18 Juni 2025, kedua ginjal tersebut berasal dari donor organ yang sama, yang tinggal di Karibia sebelum meninggal.

    Kasus Pasien Pertama

    Pasien pertama merupakan pria berusia 61 tahun yang menjalani operasi transplantasi di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MassGen). Sekitar 10 minggu pasca transplantasi, ia dipindahkan kembali ke MassGen setelah menjalani rawat inap di rumah sakit lain.

    Pasien dilaporkan mengalami mual, muntah, rasa haus yang berlebihan, ketidaknyamanan perut, nyeri punggung, dan demam. Di rumah sakit pertama, dokter menemukan cairan menumpuk di paru-parunya.

    Kondisi tersebut membuatnya bernapas dengan cepat, merasa seolah-olah ia tidak bisa mendapatkan cukup udara, dan kadar oksigennya menurun.

    Saat ia mengalami gagal napas dan syok, kondisi yang membuat tekanan darahnya sangat rendah, pasien harus dipindahkan ke unit perawatan intensif di MassGen. Dokter mendokumentasikan ruam ungu seperti memar menyebar di kulit perut pasien.

    Para dokter memulai penyelidikan ekstensif terhadap riwayat medis pasien dan menjalankan serangkaian tes untuk menentukan penyebab gejalanya. Pasien mengonsumsi obat imunosupresif untuk mencegah tubuhnya menolak ginjal barunya, yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi.

    Tim medis, termasuk ahli penyakit menular dan transplantasi organ Dr Camille Kotton, memiliki tantangan untuk menyaring daftar panjang kemungkinan infeksi untuk menemukan penyebabnya. Tim dokter menyingkirkan infeksi bakteri, karena pasien telah diberikan antibiotik dan tidak membaik.

    Pasien juga mengonsumsi antivirus dan hasil tesnya negatif terkait COVID-19. Itu menyisakan semacam parasit sebagai kemungkinan penyebabnya.

    “Hal ini didukung fakta bahwa kadar eosinpofil pasien, sejenis sel darah putih yang melawan infeksi parasit, juga meningkat. Sel-sel ini juga dapat meningkat karena reaksi obat atau penolakan transplantasi, tetapi penyebab tersebut tidak mungkin terjadi mengingat gejala yang dialami pria tersebut,” terang Dr Kotton dikutip dari Live Science, Rabu (2/7/2025).

    Ia menghubungi New England Donor Services, sebuah organisasi pengadaan organ regional, tentang potensi kontaminasi cacing gelang kecil yang disebut Strongyloides stercoralis, pasca transplantasi. Meskipun donor ginjal tersebut telah meninggal, mereka dapat menguji sebotol darah donor yang memiliki antibodi untuk Strongyloides, yang berarti sistem kekebalan donor pada suatu saat telah terpapar cacing tersebut.

    Pengujian sampel darah pasien menunjukkan bahwa ia tidak memiliki antibodi terhadap Strongyloides sebelum transplantasi, tetapi ia memilikinya setelahnya. Saat tim medis mengambil sampel dari tubuh pasien, mereka menemukan cacing tersebut telah menyebar jauh ke perut, paru-paru, dan kulitnya.

    Tim medis MassGen merawat pasien dengan ivermectin, obat antiparasit yang kuat. Mereka mendapat izin khusus untuk memberikan obat tersebut langsung di bawah kulitnya untuk melawan infeksi seluruh tubuh, yang akhirnya dapat menyembuhkan pasien.

    Saksikan Live DetikPagi:

    Kasus Pasien Kedua

    Sementara itu, pusat medis lain telah mentransplantasikan organ dari donor yang sama. Hal ini dialami oleh pria berusia 66 tahun yang dirawat di Albany Medical Center.

    Pasien dirawat karena mengalami kelelahan sel darah putih rendah, dan fungsi ginjal yang memburuk setelah operasi transplantasi. Berbagi catatan dengan MassGen, para dokter akhirnya berhasil merawat pasien kedua yang telah menerima donor ginjal lainnya.

    “Transplantasi organ menyelamatkan nyawa. Dalam kasus langka seperti ini, komunikasi dan koordinasi antara rumah sakit kami dan keterlibatan dokter penyakit menular di kedua rumah sakit sangat penting, seperti halnya peringatan yang diberikan organisasi pengadaan organ regional kami,” jelas juru bicara Albany Medical Center.

    Saksikan Live DetikPagi:

    Simak Video “Dokter Tegaskan Kematian Pasien Tak Terkait dengan Transplantasi Ginjal Babi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/suc)

  • Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

    Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

    Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

  • Astaga! Pria Ini Suntik Punggung dengan Air Maninya Sendiri, Begini Nasibnya

    Astaga! Pria Ini Suntik Punggung dengan Air Maninya Sendiri, Begini Nasibnya

    Jakarta

    Seorang pria berusia 33 tahun mengeluhkan sakit pada punggungnya bawahnya saat memindahkan baja berat. Ia pun mencari metode atau ‘obat’ untuk mengatasi rasa sakit yang tidak biasa itu.

    Namun, pria yang tidak disebutkan namanya itu mengalami menghindari bantuan medis. Ia nekat menyuntikkan air maninya demi mengatasi keluhannya itu.

    Dalam laporan yang dipublikasikan di Irish Medical Journal (IMJ) pada 2019, akhirnya pria itu pergi ke rumah sakit. Setelah memeriksanya, dokter melihat lengan pasien itu merah dan bengkak.

    Dokter pun bertanya tentang penyebabnya. Pria 33 tahun itu mengaku telah menyuntikkan dirinya sendiri dengan air maninya selama 19 bulan terakhir.

    Hal itu dilakukannya terus-menerus dan percaya kalau air maninya bisa menjadi ‘obat’ untuk rasa sakitnya. Ia menggunakan jarum suntik yang dibelinya sendiri secara daring untuk menyuntiknya.

    Bahkan, sebelum pergi ke rumah sakit ia menyuntik sebanyak tiga ‘dosis’ air mani sekaligus.

    Hasil Pemeriksaan Dokter

    Pasien itu kemudian menjalani rontgen yang menemukan bahwa ia mengidap emfisema subkutan dan kumpulan air mani di ototnya. Akibatnya, pria itu membutuhkan perawatan antibakteri secepatnya.

    Emfisema subkutan merupakan kondisi langka yang terjadi saat udara terperangkap di bawah kulit. Saat sakit punggung pria itu mereda, ia melanjutkan perjalannya keluar dari rumah sakit sebelum lengannya dikeringkan.

    “Setelah diinterogasi lebih lanjut mengenai terapi alternatif ini, ia mengungkapkan telah menyuntikkan satu ‘dosis’ air mani setiap bulan selama 18 bulan berturut-turut menggunakan jarum suntik yang dibelinya secara daring,” tulis penulis utama laporan, Dr Lisa Dunne, dikutip dari Unilad, Rabu (2/7/2025).

    Insiden tersebut disimpulkan sebagai kasus pertama yang dilaporkan mengenai suntikan air mani pada manusia. Tetapi, sebelumnya metode ini telah digunakan pada beberapa hewan.

    “Meskipun ada laporan mengenai efek penyuntikkan air mani secara subkutan pada tikus dan kelinci, tidak ada kasus penyuntikan air mani secara intravena pada manusia yang ditemukan dalam literatur,” demikian pernyataan laporan tersebut.

    “Pencarian di situs internet dan forum yang lebih beragam tidak menemukan dokumentasi lain mengenai penyuntikan air mani untuk pengobatan sakit punggung atau penggunaan lainnya,” sambungnya.

    Laporan dari IMJ itu pun mengeluarkan peringatan keras tentang upaya mencoba metode pengobatan tidak konvensional, seperti yang dilakukan pria dalam kasus ini di rumah.

    “Bahaya tusuk vena saat dilakukan oleh orang awam yang tidak terlatih disorot serta bahaya pembuluh darah dan jaringan lunak yang terkait dengan upaya penyuntikan zat yang tidak dimaksudkan untuk penggunaan intravena,” tulis laporan tersebut.

    “Kasus ini juga menunjukkan risiko yang terlibat dalam eksperimen medis sebelum penelitian klinis ekstensif dalam bentuk uji coba bertahap yang mencakup penilaian keamanan dan kemanjuran,” pungkasnya.

    (sao/kna)

  • Ini yang Terjadi Pada Otak Orang yang Keseringan Nonton Video Porno

    Ini yang Terjadi Pada Otak Orang yang Keseringan Nonton Video Porno

    Jakarta

    Video porno saat ini semakin banyak dan mudah untuk mendapatkan aksesnya. Padahal, kecanduan pornografi dapat berdampak buruk ke otak.

    Dikutip dari Psypost, sebuah studi terkini yang diterbitkan dalam ‘Frontiers in Human Neuroscience’ menawarkan wawasan baru tentang seberapa sering konsumsi pornografi internet dapat memengaruhi fungsi otak, respons emosional, dan kinerja kognitif.

    Para peneliti menemukan bahwa mahasiswa yang melaporkan bahwa mereka kecanduan film porno menunjukkan pola konektivitas otak yang berubah saat menonton materi eksplisit, respons fisiologis dan emosional, serta berkinerja lebih buruk pada tugas kontrol kognitif dibandingkan dengan mereka yang tidak kecanduan.

    Penelitian ini menggunakan alat bernama functional near-infrared spectroscopy (fNIRS). Alat ini mengukur aktivitas otak dengan melacak perubahan kadar oksigen dalam darah.

    Alat ini bekerja dengan cara menyinari cahaya inframerah dekat ke kulit kepala dan mendeteksi seberapa banyak cahaya yang diserap oleh hemoglobin yang teroksigenasi dan terdeoksigenasi di otak. Perubahan ini mencerminkan aktivitas saraf, yang memungkinkan peneliti memantau bagaimana berbagai daerah otak berfungsi selama tugas atau rangsangan, seperti menonton video atau memecahkan masalah.

    Percobaan ini melibatkan serangkaian langkah. Pertama, peserta menyelesaikan tes ‘Stroop Color and Word’, yakni pengukuran umum untuk kontrol kognitif dan waktu reaksi. Kemudian, mereka menonton video pornografi internet berdurasi 10 menit. Selama waktu ini, para peneliti menggunakan fNIRS untuk memantau perubahan aliran darah dan konektivitas otak.

    Efek Nonton Porno ke Otak

    Pengukuran fisiologis, termasuk denyut jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen, direkam bersama ekspresi wajah. Setelah menonton video, peserta menyelesaikan tes stroop lagi dan mengisi tiga kuesioner psikologis yang mengukur penggunaan pornografi, kecemasan, dan depresi.

    Hasilnya, mereka yang jarang menonton video porno memiliki fungsi otak yang lebih baik di area yang terkait dengan pemrosesan bahasa, koordinasi gerakan, dan pemrosesan sensorik, seperti area Broca, korteks premotorik, dan korteks somatosensori.

    Sebaliknya, mereka yang kecanduan pornografi menunjukkan konektivitas yang lebih besar di area yang terkait dengan fungsi eksekutif, termasuk korteks prefrontal dorsolateral dan area frontopolar, yakni area yang sering terlibat dalam kecanduan dan pengaturan emosi.

    Selain itu, paparan pornografi mungkin telah mengganggu kemampuan mereka untuk mengatur perhatian dan mengelola informasi yang saling bertentangan, setidaknya dalam jangka pendek. Pornografi juga dapat berkaitan dengan kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.

    Pornografi juga dapat memengaruhi ekspresi emosi seseorang. Mereka tampak lebih datar secara emosional, dengan ekspresi yang lebih kosong atau netral dibandingkan dengan yang tidak kecanduan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Laura Theux Alami Baby Blues gegara Baca Komentar Netizen “
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Waspadai Sering Gatal di Malam Hari, Bisa Jadi Gejala Liver

    Waspadai Sering Gatal di Malam Hari, Bisa Jadi Gejala Liver

    Jakarta

    Gatal atau pruritus bisa menjadi gejala umum dari penyakit hati kronis. Meskipun, tidak semua orang dengan penyakit hati mengalami gejala tersebut.

    Rasa gatal sesekali yang terasa ringan mungkin tidak perlu dikhawatirkan. Namun, gatal yang terus menerus tentunya bisa mengganggu tidur.

    Gejala gatal yang berkaitan dengan penyakit liver dialami oleh seorang wanita asal Tangerang Selatan bernama Villda yang mengidap gangguan fungsi liver pada tahun 2022. Dia merasa seperti masuk angin dan gatal di tubuhnya.

    “Gejala yang pertama keliatan itu setiap makan pasti muntah, nafsu makan berkurang, lemes, dan parahnya ruas di badan yang gatel banget,” kata Villda saat dihubungi detikcom, Senin (21/4/2025).

    Gejala Gatal pada Pengidap Penyakit Liver Sering Terjadi di Malam Hari

    Gatal yang berhubungan dengan penyakit liver cenderung lebih parah di malam hari. Dikutip dari Healthline, beberapa orang mungkin merasa gatal di satu area tubuh, namun kebanyakan gatal dirasakan di seluruh tubuh.

    “Seringkali gatalnya bertambah parah di malam hari karena berbagai alasan. Jadi, penderitanya akan baik-baik saja sepanjang hari, tapi saat tidur, gatalnya tidak berhenti,” kata direktur program penyakit hati terkait alkohol di Cleveland Clinic Dr Shreya Sengupta, dikutip dari laman Today.

    Gatal yang terkait dengan penyakit hati pada umumnya tidak disertai ruam. Namun, ada iritasi yang terlihat, perubahan warna kulit. dan infeksi akibat garukan yang berlebihan.

    Penyebab Gatal pada Penyakit Liver

    Dikutip dari Healthline, para ilmuwan belum mengidentifikasi zat apa yang memberikan rasa gatal pada pengidap penyakit hati. Namun, berikut beberapa teori yang diteliti oleh ilmuwan.

    1. Garam Empedu

    Menurut penelitian tahun 2022, penyakit hati bisa meningkatkan garam empedu, yang kemudian terkumpul di bawah kulit dan menyebabkan gatal. Meski demikian, gatal tidak dirasakan oleh semua orang yang menderita penyakit liver dan dengan kadar garam empedu tinggi. Para ilmuwan belum mengkonfirmasi hubungan antara tingkat keparahan gatal dan konsentrasi garam empedu

    2. Bahan Kimia Alami Lainnya

    Menurut beberapa penelitian, beberapa zat yang ada secara alami di dalam tubuh bisa memicu rasa gatal, seperti:

    HistaminKalsiumHormon seks wanitaKalsiumFosforHormon paratioid

    3. Sel Kulit Sensitif

    Pada tahun 2021, beberapa penelitian menemukan bahwa gatal akibat Primary Biliary Cirrhosis (PBC) kemungkinan melibatkan reaksi saraf pada keratinosit, sel lapisan luar kulit. Orang dengan PBC memiliki kadar lipid (lemak) yang tinggi yang beredar dalam darah. Saat ilmuwan menyuntikkan zat ini ke kulit tikus, ada peningkatan rasa gatal.

    Penyakit Liver dengan Gejala Gatal

    Dikutip dari laman Medical News Today, secara keseluruhan, gatal dikaitkan dengan penyakit hati intrahepatik, kondisi yang memengaruhi struktur dalam hati. Namun, gatal paling sering dikaitkan dengan beberapa penyakit seperti:

    1. Primary Biliary Cirrhosis (PBC)

    Primary Biliary Cirrhosis (PBC) atau sirosis bilier primer adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan saluran empedu di hati. Kondisi ini memungkinkan empedu menumpuk di hati.

    Seiring waktu, empedu yang terkumpul akan merusak hati. Hal tersebut menyebabkan jaringan parut permanen dan sirosis.

    2. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)

    Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah peradangan pada saluran empedu. Jika PBC hanya memengaruhi saluran empedu di dalam hati, PSC bisa memengaruhi saluran empedu di dalam dan luar hati. Penyakit ini juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko timbulnya kanker saluran empedu.

    3. Intrahepatic Cholestasis of Pregnancy (ICP)

    Intrahepatic Cholestasis of Pregnancy (ICP) merupakan kolestasis yang terjadi pada ibu hamil. Kolestasis merupakan kondisi yang mengganggu pelepasan empedu. Pada orang dengan kolestasis, empedu menumpuk di hati, sehingga mengganggu fungsinya. Dalam kondisi ICP, biasanya, gangguan hati ini terjadi selama paruh kedua kehamilan.

    Gatal yang Tidak Berhubungan dengan Penyakit Hati

    Gatal memang bisa disebabkan oleh penyakit hati. Kendati demikian ada beberapa penyebab kulit gatal lainnya yang tidak berhubungan dengan hati:

    Eksim atopikPsoriasisKulit keringAlergiInfeksi jamurInfeksi parasitPerubahan hormonalKondisi kesehatan lain, seperti masalah tiroid atau ginjal.

    (elk/tgm)