Category: Detik.com Kesehatan

  • Kasus Pneumonia di RI Masih Tinggi, PAPDI Rekomendasikan Vaksin untuk Usia 18+

    Kasus Pneumonia di RI Masih Tinggi, PAPDI Rekomendasikan Vaksin untuk Usia 18+

    Jakarta

    Beban penyakit pneumonia di Indonesia masih tergolong tinggi, khususnya pada kelompok usia dewasa dan lansia, serta individu dengan penyakit penyerta. Di Indonesia pneumonia masih termasuk dalam 10 besar penyebab kematian berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2022, dengan angka kematian berkisar 5 hingga 7 persen, bahkan lebih tinggi pada populasi lansia.

    Oleh karena itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) menekankan pentingnya perlindungan terhadap populasi dewasa dari pneumonia melalui vaksinasi.

    Ketua Umum Pengurus Pusat PAPDI 2025-2028, Dr dr Eka Ginanjar, Sp.PD-KKV, FINASIM, FACP, FICA, MARS, SH, menyebut upaya memperluas cakupan vaksinasi pneumonia menjadi bagian dari strategi pencegahan penyakit menular di Indonesia.

    “Vaksinasi merupakan langkah preventif yang sangat penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia,” ucap dr Eka dalam konferensi pers di Rumah PAPDI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025).

    Selain mencegah kesakitan dan kematian, vaksinasi juga diyakini mampu menurunkan beban biaya perawatan kesehatan akibat pneumonia khususnya pada kelompok rentan.

    Sementara itu, Ketua Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI, Dr dr Sukamto Koesnoe, menyampaikan pembaruan terkait Jadwal Imunisasi Dewasa 2025.

    PAPDI telah merekomendasikan vaksinasi pneumokok pada orang dewasa. Vaksin pneumokok yang saat ini tersedia dan dapat diberikan kepada orang dewasa antara lain vaksin pneumokok jenis konjugat untuk orang dewasa mulai usia 18 tahun atau vaksin pneumokok polisakarida untuk orang dewasa mulai usia 50 tahun.

    Vaksin pneumokok konjugat terbaru yaitu PCV-20 telah mendapatkan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada September 2024 dan kini telah tersedia di berbagai rumah sakit di Indonesia.

    “Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI terus melakukan kajian dan telaah terhadap perkembangan vaksin-vaksin baru yang tersedia di Indonesia kemudian secara berkala memperbarui Jadwal Imunisasi Dewasa agar tetap relevan dan aplikatif, sehingga dapat memudahkan para tenaga kesehatan dalam menerapkan vaksinasi di praktik klinis sehari-hari.” ujar Sukamto.

    (suc/naf)

  • Respons BPOM RI soal Viral Temuan Belatung di Menu MBG Tuban

    Respons BPOM RI soal Viral Temuan Belatung di Menu MBG Tuban

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menanggapi viral temuan belatung di menu makan bergizi gratis di dua sekolah di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Dia mengatakan pihaknya tengah turun tangan untuk mencegah kejadian serupa.

    “Kami sudah dapat laporan dan tentu tim kami akan turun ke lokasi tersebut,” kata Ikrar saat ditemui di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).

    BPOM berharap para petugas di lapangan untuk lebih memerhatikan kualitas makanan yang diberikan kepada siswa. Selain itu, jika ada siswa yang melihat adanya kejanggalan dalam makanan, seperti ada ulat, untuk tidak mengonsumsi agar terhindar dari keracunan.

    Ikrar menambahkan, peran BPOM di program MBG ini sebagai adalah pendukung Badan Gizi Nasional (BGN). Seperti menyiapkan dapur serta sumber daya manusia (SDM).

    “Menyiapkan sumber daya manusia, termasuk menyiapkan dapur-dapurnya. Kami sudah menyiapkan sekitar 900 tenaga pembantu dari Sabang sampai Merauke,” sebut dia.

    Sebelumnya viral di media sosial, menu makan bergizi gratis (MBG) di Kecamatan Tambakboyo, Tuban ada belatungnya. Makanan dengan belatung tersebut divideo oleh siswa.

    “Hahaha, iki loh makanan bergizi, makanan bergizi guys! Mbok gedene ngene (hahaha, ini loh makanan bergizi, makanan bergizi guys! Wow, besar begini (belatungnya),” kata siswa seorang siswa dalam rekaman video, dikutip dari detikJatim Kamis (17/7/2025).

    Camat Tambakboyo Ari Wibowo Waspodo mengatakan hewan yang menggeliat di makanan itu adalah larva, bukan belatung. Menurutnya ini bisa berasal dari buah atau sayuran.

    “Kami berharap penyedia mengecek kembali, agar tidak ada keluhan lagi,” kata Ari.

    (dpy/kna)

  • Menkes Tanggapi Gaduh Kolegium Tak Terbitkan Sertifikat Kompetensi Mulai 8 Agustus

    Menkes Tanggapi Gaduh Kolegium Tak Terbitkan Sertifikat Kompetensi Mulai 8 Agustus

    Jakarta

    Belum lama ini beredar surat yang mewakili kolegium dokter, keperawatan, kebidanan, hingga farmasi menyatakan menolak menerbitkan sertifikat kompetensi terhitung mulai 8 Agustus 2025. Keputusan tersebut dilatarbelakangi belum adanya standar prosedur operasional (SPO) yang ditetapkan Menteri Kesehatan juga Menteri Pendidikan.

    Diatur dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2023 dan turunannya PP No. 28 Tahun 2024, uji kompetensi harus dilandasi dengan SPO tersebut.

    “Namun, hingga saat ini, SPO final yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan pada 28 Mei 2025 belum disahkan bersama,” tutur mereka dalam pernyataan surat tersebut.

    Mereka mendesak Kemenkes RI juga Kemendiktisaintek segera menetapkan SPO yang sesuai dengan ketentuan UU baru, agar tidak menghambat pendidikan atau studi mahasiswa.

    Menkes Angkat Bicara

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku belum mendapatkan informasi mengenai surat tersebut. Meski begitu, menurutnya, selama SPO yang baru belum disahkan, pelaksanaan uji kompetensi seharusnya masih berjalan mengacu SPO sebelumnya.

    Penerbitan surat uji kompetensi pasca disahkannya UU No. 17 Tahun 2023 juga terus berjalan dan diklaim Menkes tidak ada masalah.

    “Aku kemarin ditanya, aku bingung. Aku tidak tahu itu yang ngomong kolegium mana ya?” kata Menkes kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).

    Aturannya jelas, kalau SPO baru belum keluar, kita masih gunakan SPO yang lama. Jadi tidak benar kalau dikatakan tidak bisa terbit. Sertifikat kompetensi sudah bisa keluar dan sudah ada lebih dari sepuluh yang diterbitkan,” lanjutnya.

    (naf/kna)

  • Menkes Tanggapi Gaduh Kolegium Tak Terbitkan Sertifikat Kompetensi Mulai 8 Agustus

    Menkes Tanggapi Gaduh Kolegium Tak Terbitkan Sertifikat Kompetensi Mulai 8 Agustus

    Jakarta

    Belum lama ini beredar surat yang mewakili kolegium dokter, keperawatan, kebidanan, hingga farmasi menyatakan menolak menerbitkan sertifikat kompetensi terhitung mulai 8 Agustus 2025. Keputusan tersebut dilatarbelakangi belum adanya standar prosedur operasional (SPO) yang ditetapkan Menteri Kesehatan juga Menteri Pendidikan.

    Diatur dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2023 dan turunannya PP No. 28 Tahun 2024, uji kompetensi harus dilandasi dengan SPO tersebut.

    “Namun, hingga saat ini, SPO final yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan pada 28 Mei 2025 belum disahkan bersama,” tutur mereka dalam pernyataan surat tersebut.

    Mereka mendesak Kemenkes RI juga Kemendiktisaintek segera menetapkan SPO yang sesuai dengan ketentuan UU baru, agar tidak menghambat pendidikan atau studi mahasiswa.

    Menkes Angkat Bicara

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku belum mendapatkan informasi mengenai surat tersebut. Meski begitu, menurutnya, selama SPO yang baru belum disahkan, pelaksanaan uji kompetensi seharusnya masih berjalan mengacu SPO sebelumnya.

    Penerbitan surat uji kompetensi pasca disahkannya UU No. 17 Tahun 2023 juga terus berjalan dan diklaim Menkes tidak ada masalah.

    “Aku kemarin ditanya, aku bingung. Aku tidak tahu itu yang ngomong kolegium mana ya?” kata Menkes kepada wartawan, Selasa (15/7/2025).

    Aturannya jelas, kalau SPO baru belum keluar, kita masih gunakan SPO yang lama. Jadi tidak benar kalau dikatakan tidak bisa terbit. Sertifikat kompetensi sudah bisa keluar dan sudah ada lebih dari sepuluh yang diterbitkan,” lanjutnya.

    (naf/kna)

  • 5 Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa, Jangan Sampai Salah Obat

    5 Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa, Jangan Sampai Salah Obat

    Jakarta

    Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi TBC sebenarnya bisa menyerang banyak organ, seperti otak, tulang belakang, dan getah bening. Namun, kasus yang paling banyak ditemukan menginfeksi paru-paru.

    Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, TBC dapat menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, tanpa menutup mulut. Ini membuat bakteri penyebab TBC menyebar dan bisa berpindah ke orang lain.

    Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa

    Pengobatan TBC bisa berlangsung sangat lama. Penting untuk mengetahui ciri-ciri TBC agar penanganan bisa dilakukan secara efektif dan lebih dini.

    Seringkali, gejala yang ditimbulkan TBC disalahartikan sebagai flu biasa atau common flu. Ini dikarenakan adanya kemiripan beberapa gejala seperti batuk dan demam yang muncul. Berikut ini beberapa ciri-ciri yang berbeda dari TBC dan kondisi flu biasa:

    1. Batuk Durasi Lama dan Berdarah

    Batuk akibat TBC biasanya akan berlangsung sangat lama. Bila gejala batuk terjadi lebih dari dua minggu, ada baiknya pemeriksaan segera dilakukan. Ini untuk memastikan apakah gejala batuk yang dialami berkaitan dengan TBC atau tidak.

    “Kalau dia batuk lebih dari 2 minggu dia harus periksakan ke tenaga kesehatan. Batuk dua minggu, lalu berdahak. Kemudian kalau ada batuk darah itu cepat untuk dicurigai sebagai TB, jadi harus diperiksakan secara lebih lanjut,” kata spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) dalam sebuah wawancara.

    Sedangkan untuk batuk akibat flu biasanya muncul secara tiba-tiba, cenderung parah, dan tidak memunculkan darah. Batuk akibat flu biasanya juga lebih cepat untuk sembuh.

    2. Keringat Malam

    Gejala TBC biasa disertai demam ringan dan keringat di malam hari. Meski kondisinya dingin, tubuh tetap mengeluarkan keringat.

    Keringat yang keluar merupakan respons imun tubuh yang berusaha melawan infeksi TBC. Proses ini meningkatkan suhu tubuh dan memicu keringat di malam hari.

    Sedangkan, untuk flu biasa biasanya demam cenderung lebih tinggi dan cepat mereda. Kondisi flu biasa juga jarang disertai keringat malam.

    3. Penurunan Berat Badan

    Pengidap TBC biasanya juga mengalami penurunan berat badan tidak wajar. Berat badan tetap turun meski tidak sedang menjalani diet penurunan berat badan tertentu. Kondisi ini biasanya disertai penurunan nafsu makan dan nyeri dada.

    Sedangkan, pada pengidap flu biasa penurunan berat badan tidak terjadi. Kalaupun muncul penurunan berat badan, cenderung tidak signifikan.

    4. Tidak Disertai Pilek

    Tidak seperti flu biasa, umumnya TBC tidak memunculkan gejala pilek. Ini dikarenakan Mycobacterium tuberculosis menyerang paru-paru, bukan saluran pernapasan atas seperti flu biasa.

    Flu biasa yang disebabkan oleh influenza biasanya menyerang saluran pernapasan atas, sehingga memicu gejala hidung meler atau pilek.

    5. Perkembangan Gejala Perlahan

    Masa inkubasi (durasi antara terinfeksi pertama sampai muncul gejala) TBC dan flu biasa berbeda. Dikutip dari Medical News Today, masa inkubasi TBC dalam sebuah studi di tahun 2018 disebut bisa mencapai beberapa bulan sampai 2 tahun.

    Sedangkan untuk flu biasa, masa inkubasi hanya memakan waktu 1-4 hari hari setelah paparan virus.

    Tahapan Lengkap Gejala TBC

    Dikutip dari Mayo Clinic, berikut gejala lengkap penyakit TBC yang harus diwaspadai. Segera lakukan pemeriksaan bila alami gejala ini, untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan efektif.

    Infeksi TBC Primer

    Tahap pertama disebut infeksi primer. Sel-sel sistem kekebalan tubuh menemukan dan menangkap kuman TB. Sistem kekebalan mungkin berhasil menghancurkan semua kuman, tetapi sebagian kuman yang tertangkap bisa tetap hidup dan berkembang biak.

    Umumnya gejala belum muncul pada fase ini. Tapi beberapa orang mungkin akan mengalami:

    Demam ringanMudah lelahBatuk

    Infeksi TB Laten

    Tahap selanjutnya disebut infeksi TB laten. Sel-sel sistem kekebalan membentuk dinding di sekitar jaringan paru-paru yang mengandung kuman TB.

    Selama sistem kekebalan bisa mengendalikan, kuman tidak akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut, tapi kuman tetap hidup. Pada fase ini tidak ada gejala baru yang muncul.

    TB Aktif

    TB aktif terjadi ketika sistem kekebalan tidak dapat mengendalikan infeksi. Kuman menyebabkan penyakit di seluruh paru-paru atau bagian tubuh lainnya. Gejala yang muncul meliputi:

    BatukBatuk berdarah atau berdahakNyeri dadaNyeri saat bernapas atau batukDemamMenggigilBerkeringat di malam hariPenurunan berat badanTidak nafsu makanMudah lelahMerasa tidak enak badan secara umum

    Jika mengalami gejala batuk selama dua minggu, disertai dengan gejala-gejala di atas, segera lakukan pemeriksaan ke dokter.

    Langkah Pencegahan TBC

    TBC bisa dicegah dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Dikutip dari laman Kemenkes, berikut ini beberapa langkah pencegahan TBC yang bisa dilakukan secara pribadi.

    Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.Melakukan olahraga rutin.Mencuci tangan dengan sabun.Memastikan rumah mendapatkan sinar matahari yang cukup.Memastikan memiliki ventilasi yang baik sehingga sirkulasi baik dan udara segar bisa masuk.Menggunakan masker ketika bertemu orang yang memiliki gejala TBC.

    Selain itu, penting juga untuk menerapkan etika batuk yang benar. Aturannya meliputi:

    Menggunakan masker saat batuk.Tutup mulut dan hidung dengan lengan ketika batuk.Tutup mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk.Buang tisu atau masker bekas ke di tempat sampah.Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah batuk.

    (avk/tgm)

  • Ternyata Jenis Olahraga Ini Bisa Perpanjang Umur, Cegah Sakit Jantung-Kanker

    Ternyata Jenis Olahraga Ini Bisa Perpanjang Umur, Cegah Sakit Jantung-Kanker

    Jakarta

    Olahraga rutin yang meningkatkan detak jantung dan laju pernapasan bisa mengurangi risiko kematian dini akibat penyakit apapun termasuk masalah jantung hingga 40 persen, menurut sebuah meta-analysis dari 85 studi yang melibatkan 7 juta orang di seluruh dunia.

    “Aktivitas fisik mungkin lebih penting untuk kesehatan jangka panjang daripada yang kita duga sebelumnya,” kata Gregore Mielke, salah satu penulis studi dan dosen senior di School of Public Health, University of Queensland, Brisbane, Australia, melalui email.

    Usia tampaknya tidak berpengaruh. Orang yang mulai berolahraga di usia tua juga dapat meningkatkan harapan hidup mereka, demikian penjelasan Ruyi Yu, mahasiswa doktoral di bidang kesehatan masyarakat di University of Brisbane.

    Faktanya, dampak positif dari peningkatan aktivitas fisik sering kali lebih kuat pada lansia. Mengurangi risiko kematian awal hingga 10 sampai 15 persen.

    “Ini menegaskan bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk mulai aktif secara fisik, dan memulai kapan saja di masa dewasa masih dapat menghasilkan hidup yang lebih panjang dan sehat,” kata Mielke, dikutip dari CNN.

    Hasil tersebut sebenarnya tidak mengejutkan lantaran aktivitas fisik adalah kunci nomor satu kesehatan, sebut dr Andrew Freeman, direktur pencegahan penyakit jantung dan kebugaran di National Jewish Health, Denver, yang tidak terlibat dalam studi ini.

    “Olahraga benar-benar menurunkan risiko dengan cara yang tidak bisa dicapai dengan obat-obatan. Ini luar biasa,” kata Freeman.

    “Saya selalu bilang ke pasien saya bahwa aktivitas fisik adalah benar-benar kunci awet muda.”

    Harus Seberapa Sering?

    Studi yang diterbitkan Kamis lalu di British Journal of Sports Medicine ini adalah analisis paling komprehensif yang pernah dilakukan mengenai aktivitas fisik sejak masa dewasa awal.

    “Yang membedakan studi ini adalah analisis terhadap penelitian yang memantau aktivitas fisik dalam beberapa titik waktu,” jelasnya. “Ini memungkinkan kami mempelajari pola jangka panjang, seperti tetap aktif, mulai aktif di kemudian hari, atau berhenti berolahraga dan bagaimana pola tersebut memengaruhi risiko kematian.”

    Meskipun pedoman olahraga berbeda-beda di tiap negara, meta-analysis ini mengacu pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni setidaknya 150 sampai 300 menit aktivitas aerobik intensitas sedang atau 75 sampai 150 menit aktivitas aerobik intensitas tinggi, bisa juga dikombinasi, selama sepekan.

    Olahraga intensitas tinggi seperti jogging atau jalan cepat akan secara signifikan meningkatkan detak jantung, bahkan bisa membuat berkeringat hanya dalam beberapa menit, menurut Mayo Clinic.

    Jenis Olahraga untuk Jantung-Kanker

    Olahraga aerobik teratur paling bermanfaat untuk penyakit jantung, penyebab kematian nomor satu di dunia. Dibandingkan dengan mereka yang sedikit atau tidak aktif sama sekali, orang yang paling aktif berolahraga memiliki risiko kematian akibat penyakit jantung sekitar 40 persen lebih rendah. Risiko kematian akibat kanker juga turun sebesar 25 persen.

    Manfaat paling besar terhadap umur panjang diperoleh saat seseorang berolahraga secara moderat minimal 300 menit per minggu, kata Yu. “Melakukan lebih dari itu tampaknya tidak memberikan manfaat tambahan yang signifikan untuk umur panjang.”

    Bahkan mereka yang sebelumnya tidak aktif dan mulai berolahraga secara konsisten mengalami manfaat penurunan risiko kematian dini sebesar 22 persen.

    Orang yang melakukan aktivitas fisik di waktu senggang juga mengalami penurunan risiko sebesar 27 persen.

    Sayangnya, mereka yang berhenti berolahraga tampaknya kehilangan manfaat umur panjang, risiko kematian dini mereka menjadi mirip dengan mereka yang tidak pernah aktif.

    “Hasil ini menarik karena menimbulkan pertanyaan penting: apakah manfaat dari aktivitas fisik di masa lalu tetap bertahan jika seseorang berhenti aktif?” kata Yu.

    “Penelitian lebih lanjut jelas dibutuhkan untuk menjawab ini.”

    Cara Memulai Lebih Aktif: Perbanyak Jalan Cepat

    Beberapa orang mungkin merasa kesulitan mengubah kebiasaan dan menjadi lebih aktif.

    Para pakar menyarankan untuk memulai secara perlahan dan hanya setelah berkonsultasi dengan dokter. Cara simpel yang efektif adalah memperbanyak berjalan cepat, minimal 30 menit sehari.

    Setelahnya, bisa menambahkan latihan kekuatan untuk meningkatkan intensitas olahraga.

    “Ketika saya menyarankan orang untuk berjalan, bersepeda, berenang, atau joging, saya biasanya merekomendasikan agar mereka juga menambahkan latihan kekuatan,” ujar Freeman.

    “Bawa beban tangan, gunakan tas punggung berbobot, bersepeda di tanjakan, atau gunakan sirip tangan saat berenang agar ada resistensi di dalam air. Lakukan apa pun yang bisa menggabungkan kardio dengan latihan kekuatan.”

    (naf/kna)

  • Riset: Gen Z Lebih Percaya Info Kesehatan dari Influencer TikTok daripada Dokter

    Riset: Gen Z Lebih Percaya Info Kesehatan dari Influencer TikTok daripada Dokter

    Jakarta

    Sebuah riset yang dilakukan oleh perusahaan komunikasi Edelmen menemukan sekitar 45 persen kelompok usia muda lebih percaya informasi kesehatan yang disebarkan lewat media sosial dibandingkan dokter.

    Edelmen melakukan survei kepada responden berusia 18-34 tahun yang termasuk kelompok milenial muda dan Gen Z dari 16 negara tentang kepercayaan mereka terhadap dokter.

    Pertumbuhan media sosial ternyata memperparah ketidakpercayaan terhadap tenaga medis, membuat mereka lebih mencari informasi kesehatan lewat internet.

    “Sebagai seorang dokter, saya telah menyaksikan lebih banyak anak muda yang menggunakan TikTok dan obrolan grup daripada sebelumnya yang mengambil ponsel dan menghubungi dokter,” kata Dr Charles Carlsen, yang saat ini menjabat sebagai Chief Technology Officer di DRSONO Medical, kepada Newsweek.

    Survei Edelman memperkuat apa yang kami lihat di klinik: hampir separuh Gen Z memprioritaskan nasihat kesehatan dari influencer dan rekan sejawat daripada dokter.

    Sepertiga Gen Z mengatakan mereka sudah mengikuti saran dari influencer, dengan 33 persen melaporkan bahwa mereka telah membiarkan kreator konten tanpa pelatihan medis memengaruhi keputusan kesehatan pribadi. Gen Z juga dua kali lebih mungkin dibandingkan orang dewasa yang lebih tua untuk membiarkan orang tanpa kredensial medis formal memengaruhi keputusan kesehatan mereka.

    Di TikTok, tagar #medicaladvice memiliki lebih dari 39.000 unggahan, sementara #healthtok memiliki lebih dari 153.000 unggahan. Menurut survei Edelman, hampir separuh orang dewasa muda percaya bahwa seseorang yang meneliti suatu kondisi secara daring dapat memahaminya sebaik seorang dokter.

    Kesehatan mental adalah area lain di mana TikTok tampaknya memainkan peran yang semakin besar. Para dokter melaporkan semakin banyak anak muda yang mencari diagnosis ADHD atau Gangguan Spektrum Autisme setelah terpapar konten media sosial.

    Bagi para dokter, peningkatan jumlah orang yang mencari nasihat medis melalui media sosial merupakan sebuah kekhawatiran.

    “Terus terang, ini masalah kesehatan masyarakat. Meskipun dukungan sebaya dan papan buletin daring bermanfaat, hal tersebut bukanlah pengganti pengobatan berbasis bukti,” kata Dr.Carlsen.

    “Saya pernah menangani pasien yang menunda pengobatan untuk penyakit serius karena ‘seseorang daring mengatakan itu normal,’ dan mereka akhirnya dirawat di UGD beberapa minggu kemudian.

    (kna/kna)

  • Bukan Sabotase, Ini Alasan Karyawan Gold’s Gym Putuskan Mogok Kerja

    Bukan Sabotase, Ini Alasan Karyawan Gold’s Gym Putuskan Mogok Kerja

    Jakarta

    PT Fit and Health Indonesia atau Gold’s Gym menuding beberapa karyawan mereka sebagai dalang tutupnya beberapa cabang klub. Menurut kuasa hukum manajemen, ada tiga oknum karyawan yang melakukan sabotase internal dan menghasut para pekerja lain.

    “Upaya perbaikan bisnis ini sangat terganggu oleh sabotase di dalam internal perusahaan yang merugikan perusahaan. Perusahaan menemukan fakta ada tiga oknum dari Personal Trainer (PT) dan customer experience,” kata kuasa hukum Gold’s Gym Indonesia, Aditya Bagus Anggariyadi di Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).

    Merespons hal ini, kuasa hukum karyawan Albertus Siregar menegaskan penutupan beberapa cabang klub ini karena dua faktor, pertama adalah tunggakan ke landlord atau pemberi sewa.

    “Terkait penutupan klub oleh oknum seperti yang disampaikan oleh perwakilan manajemen, hal ini bisa dilakukan proses check & recheck ke karyawan dan manajemen gedung/mal terkait,” kata Albertus kepada detikcom, Rabu (16/7/2025).

    “Untuk klub Gold’s Gym Bintaro Xchange misalnya, klub yang seharusnya masih beroperasi ini harus ditutup paksa oleh manajemen/pemilik gedung pada tanggal 16 Juni karena ada outstanding/tunggakan yang belum dibayarkan oleh management. Jadi sama sekali tidak ada unsur sabotase atau penutupan sepihak oleh karyawan,” sambungnya.

    Faktor kedua, lanjut Albertus, adalah karyawan yang memutuskan untuk mogok kerja. Bukan tanpa alasan, ini karena para pegawai sudah lelah mental, imbas haknya tak kunjung diberikan oleh Gold’s Gym.

    “Contoh kedua, club Gold’s Gym Mall of Indonesia. Hingga tanggal 30 Juni, klub masih buka meskipun situasi sudah tidak kondusif. Tidak ada satu pun perwakilan dari management yang memberikan arahan dan tindakan konkret,” kata Albertus.

    “Sebuah hal yang wajar, ketika karyawan terutama tim di klub mengalami lelah mental setelah menjadi martir untuk kesalahan yang tidak kami lakukan. Karena tidak ada komunikasi mengenai pembayaran gaji hingga 30 Juni malam hingga 1 Juli, karyawan klub memutuskan untuk tidak bekerja sampai adanya kepastian terkait pembayaran gaji dan komisi,” sambungnya.

    Albertus menambahkan mengenai klub Gold’s Gym The Breeze yang katanya ditutup sepihak oleh karyawan tanggal 25 Juni, itu juga tidak benar. Tanggal 28 Juni, klub masih buka, jadwal kelas group exercise masih berjalan. Karyawan juga masih menyimpan bukti bahwa klub masih beroperasi.

    (dpy/up)

  • Apakah Autoimun Bisa Dideteksi dari Sakit Sendi? Ini Kata Dokter

    Apakah Autoimun Bisa Dideteksi dari Sakit Sendi? Ini Kata Dokter

    Jakarta

    Nyeri sendi kerap dianggap sebagai tanda penuaan atau akibat dari aktivitas fisik yang berlebihan. Tapi, tak banyak yang menyadari bahwa gejala ini bisa menjadi sinyal dari penyakit autoimun.

    Penyakit autoimun terjadi saat sistem pertahanan alami tubuh tidak bisa membedakan antara sel tubuh sendiri dan sel asing. Hal ini membuat tubuh keliru menyerang sel normal.

    Beberapa jenis autoimun memang ada yang berkaitan dengan sendi. Berikut penjelasannya.

    Apakah Autoimun Bisa Dideteksi dari Sakit Sendi?

    Dikutip dari laman Hopkins Medicine, salah satu gejala penyakit autoimun adalah nyeri dan pembengkakan sendi. Seorang rheumatologist di Johns Hopkins Arthritis Center, Ana-Maria Orbai, MD, MHS juga mengingatkan untuk tidak meremehkan gejala kaku sendi.

    “Jika Anda sehat dan tiba-tiba merasa lelah atau kaku sendi, jangan remehkan,” kata Ana.

    “Memberi tahu dokter akan membantunya memeriksa gejala Anda lebih teliti dan menjalankan tes untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan penyakit autoimun.” tambahnya.

    Penyakit Autoimun yang Berkaitan dengan Sendi

    Ada beberapa penyakit autoimun yang berkaitan dengan sendi. Berikut di antaranya:

    1. Rheumatoid Arthritis

    Salah satu penyakit autoimun yang berkaitan dengan sendi adalah rheumatoid arthritis. Dikutip dari Healthline, rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun kronis yang menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan kekakuan pada lapisan sendi.

    Penyakit ini paling sering menyerang sendi-sendi di jari tangan, tangan, pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki, dan jari kaki. Biasanya rheumatoid arthritisterjadi pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh. Adapun gejala lain dari rheumatoid arthritisadalah kelelahan, lemas, dan demam.

    2. Lupus

    Dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada, lupus adalah penyakit autoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh. Gejala lupus bisa dirasakan berbeda pada orang-orang yang mengalaminya. Namun, dikutip dari laman Lupus Foundation of America, kebanyakan pengidapnya memiliki masalah pada persendian, otot, atau tulang.

    Peradangan persendian pada sendi disebut dengan inflammatory arthritis atau radang sendi inflamasi. Kondisi ini membuat persendian terasa nyeri dan kaku, hangat, dan bengkak.

    Seringkali nyerinya memengaruhi persendian yang terletak jauh dari bagian inti tubuh, seperti jari tangan, pergelangan tangan, siku, lutut pergelangan kaki, dan jari kaki. Tetapi, nyeri sendi yang terjadi pada lupus ini lebih kecil kemungkinannya menyebabkan kerusakan sendi dibandingkan dengan rheumatoid arthritis.

    3. Ankylosing Spondylitis

    Ankylosing spondylitis adalah jenis artritis yang memengaruhi sendi-sendi di tulang belakang. Dikutip dari laman Cleveland Clinic, arthritis adalah penyakit yang menyebabkan kerusakan pada persendian.

    Biasanya kondisi ini berkembang di sendi sakroiliaka (titik pertemuan antara tulang belakang dan panggul).

    Ankylosing spondylitis menyebabkan gejala artritis yang umum, seperti nyeri dan kaku. Namun, gejala lainnya juga bisa meliputi ruam, diare, masalah penglihatan sesak napas, dan kelelahan.

    4. Psoriasis Arthritis

    Psoriasis arthritis adalah jenis gangguan umum terkait sendi yang berkaitan dengan psoriasis, kondisi yang menyebabkan peradangan pada kulit. Penyakit ini dapat memengaruhi sendi manapun di tubuh.

    Gejalanya bisa ringan, seperti nyeri dan kaku dengan sedikit tanda psoriasis pada kulit. Namun, gejala yang lebih parah bisa membuat orang yang mengalaminya tidak bisa menggerakkan dan menggunakan sendi. Selain nyeri dan kaku sendi, gejala lainnya meliputi:

    Perubahan warna atau kemerahan di dekat sendi yang sakitNyeri di tendon dan ligamen pada tulangPembengkakan pada jari tangan dan kakiRuam psoriasis, yaitu bercak bersisik pada kulit, terutama pada kulit kepala, siku, lutut, dan punggung bawahPerubahan warna atau pengelupasan pada kuku tangan atau kuku kakiKelelahan

    5. Sindrom Sjogren

    Dikutip dari Mayo Clinic, sindrom sjogren adalah gangguan sistem kekebalan tubuh yang ditandai dengan mata kering dan mulut kering. Kendati demikian, orang dengan sindrom sjogren juga bisa merasakan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, ruam kulit, batuk terus menerus, hingga kelelahan yang berkepanjangan.

    Faktor Risiko Penyakit Autoimun

    Para peneliti belum mengetahui penyebab penyakit autoimun, namun beberapa teori menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif menyerang tubuh setelah terkena infeksi atau cedera. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan risiko berkembangnya gangguan autoimun di antaranya:

    1. Kelebihan Berat Badan

    Obesitas dan kelebihan berat badan meningkatkan risikorheumatoid arthritis atau psoriasis arthritis. Hal tersebut bisa jadi karena berat badan berlebih memberi tekanan lebih besar pada sendi atau karena jaringan lemak menghasilkan zat yang memicu peradangan.

    2. Merokok

    Merokok juga menjadi faktor risiko terkena penyakit autoimun. Sebuah penelitian menghubungkan merokok dengan sejumlah penyakit autoimun, seperti lupus, rheumatoid arthritis dan hipertiroidisme. Hipertiroidisme adalah kondisi kelenjar tiroid yang hiperaktif, sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.

    3. Genetika

    Gangguan tertentu, seperti lupus cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun, meski ada keluarga yang mengalami autoimun, bukan berarti keturunannya akan mengidap penyakit tersebut.

    Jika ada riwayat autoimun dalam keluarga, sebaiknya anggota keluarga lainnya memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui kondisi kesehatan secara menyeluruh.

    (elk/tgm)

  • Tips Diet Wanita yang Sukses Pangkas BB 45 Kg Tanpa Obat, Bisa Ditiru!

    Tips Diet Wanita yang Sukses Pangkas BB 45 Kg Tanpa Obat, Bisa Ditiru!

    Jakarta

    Georgina Bailey (31) berhasil menemukan cara diet alami yang membantunya menurunkan berat badan secara signifikan. Dalam 18 bulan, Bailey sukses memangkas berat badan hingga 45 kg.

    Dikutip dari Times of India, berat badan awal Bailey adalah 114 kg, kini saat berdiri di atas timbangan, dirinya akan melihat angka 69 kg. Georgina melaporkan bahwa momen kesadarannya adalah ketika ia menyadari bahwa berat badannya memiliki dampak besar pada kehidupan sehari-hari. Ia terus-menerus merasa lelah. Sendi-sendinya terasa nyeri, dan ia merasa tidak nyaman.

    Bukan dengan diet ekstrem, Bailey mengaku memiliki formula ajaib alami untuk proses dietnya. Apa saja ‘rahasia’ diet dari Bailey?

    1. Konsumsi Protein Tanpa Lemak

    Banyak orang menganggap diet adalah tentang makan lebih sedikit. Namun, rutinitas Bailey berbeda. Ia melakukan perubahan cerdas, yakni memahami peran protein.

    Alih-alih mengonsumsi protein tinggi lemak, Bailey memilih makanan tinggi protein rendah lemak seperti dada ayam, ikan putih, dan udang. Protein tanpa lemak memungkinkan porsi yang lebih besar tanpa takut melebihi target kalori.

    2. Makanan Sederhana tapi Berprotein Tinggi

    Bailey rutin berbagi resep melalui Instagram miliknya @georginabaileyfit seperti nasi goreng udang, yang mengandung 28 gram protein dengan 512 kalori.

    Makanan ini dibuat dengan bahan sehari-hari seperti nasi, kacang polong, udang, kecap, dan pasta miso, serta selesai dalam waktu kurang dari 10 menit.

    3. Rutin Berolahraga

    Konsistensi merupakan faktor penting dari sebuah proses penurunan berat badan. Salah satunya adalah rutin berolahraga.

    Bailey tidak langsung melakukan latihan ekstrem seperti angkat beban. Ia memulainya dengan jogging perlahan, hingga akhirnya bisa mengikuti full marathon.

    4. Menikmati Prosesnya

    Salah satu tantangan dalam penurunan berat badan adalah mengubah pola pikir seseorang. Hal inilah yang menjadi kunci apakah seseorang akan lanjut atau berhenti di tengah jalan.

    Bailey mengaku dirinya menikmati setiap proses yang dilalui. Di akhir 18 bulan, ia tidak hanya menurunkan berat badan, tapi jatuh cinta di setiap upaya agar tubuhnya tetap bugar dan sehat.

    (dpy/kna)