Category: Detik.com Kesehatan

  • IDAI Soroti Cek Kesehatan Gratis, Anak Putus Sekolah Juga Perlu Dapat

    IDAI Soroti Cek Kesehatan Gratis, Anak Putus Sekolah Juga Perlu Dapat

    Jakarta

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyambut baik salah satu program quick win Presiden Prabowo Subianto. Program itu adalah Cek Kesehatan Gratis (CKG) bagi anak sekolah di Indonesia.

    Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr Hikari Ambara Sjakti, SpA, Subsp Hema-Onk(K), mengungkapkan cek kesehatan rutin ini dapat menjadi salah satu deteksi dini berbagai masalah kesehatan pada anak. Mulai dari malnutrisi, anemia, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, infeksi, atau penyakit kronis lainnya.

    “IDAI berharap program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) untuk anak usia sekolah yang sangat baik ini dapat dilakukan secara menyeluruh dan merata pada semua anak Indonesia dan bukan hanya di sekolah-sekolah perkotaan atau daerah dengan fasilitas kesehatan memadai,” tutur dr Hikari dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Jumat (8/8/2025).

    “Karena Program PKG dilakukan melalui sekolah, maka perlu juga dipikirkan bagaimana untuk menjangkau anak putus sekolah,” sambungnya.

    dr Hikari juga mendorong agar hasil pemeriksaan dari program ini dapat disertai dengan rujukan ke fasilitas kesehatan lain. Misalnya seperti ke puskesmas atau rumah sakit, terutama bagi anak yang kurang mampu untuk membantu terkait biaya dan aksesnya.

    Selain itu, kesiapan infrastruktur harus diperhatikan. Sebab, masih banyak daerah yang memiliki keterbatasan dari alat pemeriksaan dasar, seperti timbangan, stadiometer, atau alat ukur hemoglobin.

    Menurut dr Hikari, hal ini yang membuat cek kesehatan sering terbatas pada pengukuran tinggi badan, berat badan, dan tekanan darah, tanpa pemeriksaan lanjutan seperti tes hemoglobin (untuk anemia), pemeriksaan kesehatan gigi-mulut, atau skrining gangguan mental.

    “Tentunya ini akan mengurangi efektifitas program tersebut. Dalam jangka panjang, beberapa penyakit penting juga diharapkan menjadi bagian dari Pemeriksaan Kesehatan Gratis seperti skrining thalasemia yang pembiayaannya sangat besar. Skrining thalasemia sangat penting untuk mencegah terjadinya sakit thalasemia sehingga akan sangat mengurangi pembiayaan kesehatan,” tuturnya.

    Tantangan lainnya adalah bagaimana menyadarkan orang tua dan pihak sekolah soal pentingnya cek kesehatan pada anak-anak. IDAI berharap program ini dapat berjalan beriringan dengan edukasi masyarakat terkait upaya pencegahan penyakit.

    Selain itu, IDAI berharap program ini tidak hanya menjadi formalitas, tetapi dapat berjalan secara berkelanjutan.

    Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA, Subs Kardio(K), program ini dapat melibatkan dokter spesialis anak yang jumlahnya lebih dari 5.600 dokter.

    “IDAI juga telah mengembangkan panduan protokol pemeriksaan kesehatan anak sekolah yang terstandarisasi,” tambah dr Piprim.

    dr Hikari berharap semua pihak, termasuk masyarakat, untuk bersama-sama memastikan program ini berjalan efektif dan berkelanjutan.

    “Dengan kolaborasi semua pihak, program ini dapat memberi dampak yang lebih besar bagi kesehatan anak Indonesia,” tutup dr Hikari.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Ini Loh Alasan Telinga Nggak Boleh Dikorek Pakai Cotton Bud, Efeknya Serius

    Ini Loh Alasan Telinga Nggak Boleh Dikorek Pakai Cotton Bud, Efeknya Serius

    Jakarta

    Ajeng Dian Anggi Pertiwi (34) di Malang, Jawa Timur menceritakan pengalamannya operasi telinga akibat kupingnya terlalu bersih. Ini diduga disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga dengan cotton bud.

    Ketika diperiksa oleh dokter, awalnya didiagnosis terinfeksi jamur akibat telinga bersih. Lalu, ketika sudah sembuh, dokter justru menemukan kondisi lain di telinganya yaitu kolesteatoma, yang membuatnya terpaksa harus dioperasi.

    “Akhirnya sama dokternya, aku disarankan untuk CT scan dan hasil nya ada penumpukkan cairan di telinga tengah. Dokter bilang harus diambil karena kalau menyebar bisa kena otak atau meningitis, muka penceng dan lain-lain. Pikiran sudah kacau nggak karuan, dokter menyarankan harus operasi penambalan sama pengangkatan kolesteatoma tersebut,” cerita Anggi pada detikcom, Kamis (7/8/2025).

    Terlepas dari kondisi yang dialami Anggi, spesialis telinga hidung tenggorokan (THT) dr Ahmad Wahyudin THT-KL menjelaskan terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton bud, memang dapat meningkatkan risiko infeksi jamur.

    Secara umum, liang telinga dilindungi oleh asam yang menghambat perkembangan patogen. Ini membuat telinga sebenarnya tidak perlu dibersihkan setiap hari.

    Ketika terlalu sering dibersihkan, maka ini akan merusak lapisan asam yang ada di dalam liang telinga.

    “(Lapisan asam) ini menjadi tergerus dan lama kelamaan habis sehingga pH (tingkat asam-basa) liang telinga menjadi basa. Hal ini yang mengakibatkan bakteri mudah berkembang,” ujar dr Ahmad ketika dihubungi detikcom, Jumat (8/8/2025).

    dr Ahmad menyarankan pembersihan telinga dengan cotton bud sebaiknya dilakukan pada 1/3 luar liang telinga atau sekitar 1 cm. Untuk pembersihan telinga sebaiknya cukup dilakukan 6-12 bulan.

    Sedangkan, untuk kolesteatoma sendiri merupakan kondisi yang terjadi ketika sel-sel kulit mati menumpuk di belakang gendang dan membentuk benjolan atau kista.

    “Dalam bahasa awam berarti peradangan pada telinga akibat penumpukan lapisan sel kulit yang menggumpal serta dapat menembus tulang. Penyebabnya adalah infeksi pada telinga yang terus menerus sehingga membentuk kolesteatoma,” ujar dr Ahmad.

    Meski kondisi ini juga berkaitan dapat berkaitan dengan infeksi, menurut dr Ahmad kondisi ini tidak disebabkan oleh kebiasaan membersihkan telinga. dr Ahmad mengatakan 80 persen masalah pada telinga tengah, termasuk kolesteatoma, disebabkan oleh gangguan fungsi tuba eustachius, saluran penghubung telinga dan rongga hidung bagian belakang.

    Meski begitu, ada kemungkinan cotton bud juga dapat memicu peradangan pada area liang telinga, yang disebut otitis eksterna. Ini meningkatkan risiko kolesteatoma jenis lain, yaitu kolesteatoma eksternal, yang terjadi pada liang telinga.

    Meski begitu, ia mengingatkan kondisi ini juga dipengaruhi faktor risiko lain seperti seperti diabetes dan usia lanjut.

    “Pertanyaannya, apakah semua infeksi telinga adalah kolesteatoma, jawabannya tidak,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Situasi China yang Dilanda Wabah Chikungunya, Kasusnya Tembus 7 Ribu

    Situasi China yang Dilanda Wabah Chikungunya, Kasusnya Tembus 7 Ribu

    Foto Health

    Rafida Fauzia – detikHealth

    Jumat, 08 Agu 2025 14:23 WIB

    China – China mencatat lebih dari 7.000 kasus chikungunya. Pemerintah menindak tegas warga yang membiarkan genangan air untuk cegah penyebaran.

  • Awal Mula Wanita Malang Jalani Operasi gegara Telinganya Terlalu Bersih

    Awal Mula Wanita Malang Jalani Operasi gegara Telinganya Terlalu Bersih

    Jakarta

    Viral di media sosial curhatan seorang wanita di Malang bernama Ajeng Dian Anggi Pertiwi (34) yang terpaksa dioperasi usai keseringan bersihkan telinga dengan cotton bud. Ia harus menjalani perawatan serius setelah dokter menemukan infeksi jamur dan penyakit kolesteatoma, pertumbuhan abnormal jaringan kulit di telinga tengah yang menyebabkan kerusakan pada tulang telinga dan gangguan pendengaran.

    Kepada detikcom, Anggi menceritakan ini semua berawal dari kebiasaannya suka membersihkan telinga empat tahun lalu. Sampai suatu waktu, ia mulai merasakan gejala nyeri tiap selesai membersihkan telinga.

    Rasa nyeri biasanya muncul selama 2-3 hari sebelum akhirnya mereda. Tapi pada suatu waktu, rasa nyerinya tidak hilang selama beberapa minggu.

    “Akhirnya aku ke dokter umum, karena takut dokter THT (telinga hidung tenggorokan), terus dokter bilang di dalam bengkak, nggak ada kotor, akhirnya aku cuma dikasi obat anti-nyeri, sembuhlah 3 harian, tapi obat habis brerasa lagi nyerinya, aku belikan lagi obat yang sama gitu terus kurang lebih 2-3 bulanan,” cerita Anggi, Kamis (7/8/2025).

    Setelah berulang kali menggunakan obat tersebut, salah satu temannya yang juga dokter memberikan obat tetes telinga khusus. Semenjak saat itu, nyerinya hilang sama sekali.

    Ia mengaku sempat merasakan gejala ‘kuping bocor’ selama satu bulan. Meski gejala itu sudah hilang, pendengaran di telinga kanannya menurun.

    Pada pertengahan tahun 2024, ia akhirnya memberanikan diri ke dokter THT dan dokter saat itu menemukan ada infeksi jamur di telinga Anggi. Infeksi tersebut diduga disebabkan oleh kondisi yang telinga yang terlalu bersih akibat sering menggunakan cotton bud.

    Beberapa bulan perawatan, Anggi sembuh dari infeksi jamur. Namun, dokter justru juga menemukan kolesteatoma yang membuatnya harus dioperasi.

    Meski takut, Anggi tetap memberanikan diri untuk operasi. Dokter yang memeriksanya saat itu mengatakan kondisinya akan semakin parah jika tidak segera dioperasi. Bahkan bisa berdampak fatal pada keselamatan Anggi.

    “Di saat aku tunggu jadwal operasi makin kesini sepertinya makin memburuk, makin sering tiba-tiba keluar darah segar seperti mimisan tapi lewat telinga, 3-4 kalian itu terjadi. Aku juga disuruh untuk tes pendengaran yang hasilnya pendengaran aku menurun 65 persen untuk telinga kanan dan yang kiri masih normal,” ceritanya.

    Anggi akhirnya dioperasi pada April 2025. Operasi berjalan lancar dan kini dirinya sedang proses pemulihan.

    Ia berharap apa yang dialaminya bisa menjadi pelajaran berharga bagi banyak orang. Salah satunya, untuk tidak terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton bud, apalagi terlalu dalam.

    “Intinya jangan mengorek telinga terlalu dalam, jangan menyepelekan penyakit apapun itu. Segera ke dokter jika merasakan sakit biar segera tertolong dan nggak fatal,” ujar Anggi.

    “Lebih ke cara menggunakan cotton bud yg benar aja si kak, boleh di bersihkan pake cotton bud itu hanya di liang telinga tidak boleh sampai masuk,” tandasnya menyampaikan pesan dokter padanya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Pentingnya Kesehatan Mental pada Ibu Hamil dan Menyusui

    Pentingnya Kesehatan Mental pada Ibu Hamil dan Menyusui

    Jakarta

    Kelahiran seorang bayi bisa memunculkan beragam emosi yang kuat, mulai dari kebahagiaan dan antusiasme, hingga rasa takut dan cemas. Namun, di balik momen penuh haru ini, tak jarang muncul kondisi yang tak terduga: depresi.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 10 persen Ibu hamil dan 13 persen Ibu yang baru melahirkan mengalami gangguan mental, terutama depresi. Di negara berkembang, angka ini bahkan lebih tinggi, yakni 15,6 persen selama kehamilan dan 19,8 persen setelah melahirkan.

    Sebagian besar Ibu baru akan mengalami kondisi yang dikenal sebagai baby blues setelah melahirkan. Gejalanya mencakup perubahan suasana hati, mudah menangis, rasa cemas, hingga gangguan tidur. Baby blues biasanya muncul dalam 2 hingga 3 hari pertama setelah persalinan dan dapat berlangsung hingga dua minggu.

    Namun, pada beberapa Ibu, gejala tersebut berkembang menjadi kondisi yang lebih serius dan berlangsung lebih lama, yaitu depresi pascapersalinan atau disebut postpartum depression, karena bisa muncul sejak masa kehamilan dan berlanjut setelah melahirkan. Dalam kasus yang sangat jarang, Ibu dapat mengalami gangguan suasana hati yang ekstrem yang dikenal sebagai postpartum psychosis atau psikosis pascapersalinan.

    Perlu dipahami bahwa depresi pascapersalinan bukanlah tanda kelemahan atau kekurangan pribadi. Ini adalah salah satu bentuk komplikasi medis yang dapat terjadi setelah melahirkan. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, gejala dapat dikelola, dan hubungan emosional antara Ibu dan bayi tetap dapat terjalin dengan kuat.

    Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) melaporkan 57 persen Ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Persentase ini disebut menjadikan angka Ibu yang mengalami baby blues di Indonesia tertinggi se-Asia.

    “Lima puluh tujuh persen Ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues, angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat tertinggi di Asia dengan risiko baby blues,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Kemendukbangga/BKKBN Nopian Andusti dalam sebuah sesi diskusi daring.

    Sementara itu menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sekitar 9,1 persen Ibu mengalami keluhan saat masa nifas, 1,1 persen di antaranya mengalami baby blues.

    Guru Besar Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Endang Retno Surjaningrum, S.Psi, M.Appa, Psych, PhD, mengatakan pada 2019 tercatat prevalensi depresi postpartum pada rentang 20,5 hingga 25,4 persen, menjadikan satu dari lima perempuan mengalami kondisi kesehatan mental yang buruk.

    Ada berbagai faktor yang membuat seorang Ibu mengalami depresi dan gangguan mental, misalnya, perubahan hormon, stres fisik dan emosional, komplikasi kehamilan, hingga kurangnya dukungan sosial.

    “Ibu dengan masalah kesehatan mental berisiko mengalami komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Menyebabkan kunjungan ke perawatan antenatal dan postnatal terganggu, cakupan gizi yang tidak memadai, peningkatan risiko preeklamsia, melahirkan prematur, dan kesulitan menyusui,” papar Prof Endang, dikutip dari laman Universitas Airlangga (Unair).

    Ibu yang mengalami depresi setelah melahirkan dapat mengalami penderitaan yang mendalam, hingga kesulitan untuk menjalani aktivitas dasar seperti makan, mandi, atau merawat diri sendiri. Kondisi ini meningkatkan risiko gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental.

    Menurut WHO, bayi baru lahir sangat sensitif terhadap lingkungan sekitarnya dan kualitas pengasuhan yang diterima. Karena itu, bayi sangat mungkin terdampak jika diasuh oleh Ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental.

    Depresi atau gangguan mental yang berat dan berkepanjangan dapat menghambat ikatan emosional antara Ibu dan bayi, termasuk mengganggu proses menyusui dan pemberian Air Susu Ibu (ASI).

    Hubungan Kesehatan Mental Ibu dengan Kelancaran ASI

    Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada dasarnya dimulai dalam satu jam pertama setelah kelahiran dan dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan. Artinya, bayi hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain, termasuk air putih.

    Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan RI, dr Lovely Daisy, MKM, menjelaskan, ASI eksklusif sejak usia 0 hingga 6 bulan merupakan sumber gizi utama yang mengandung zat gizi terlengkap dan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.

    “ASI mengandung zat antibodi yang penting untuk kekebalan tubuh bayi dalam mencegah ataupun melawan penyakit infeksi,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (21/7/2025).

    “Di dalam ASI terdapat kandungan Asam Lemak (DHA dan ARA) yang penting untuk perkembangan otak sehingga pemberian ASI Eksklusif sangat disarankan pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan. Menghemat pengeluaran keluarga dan negara jika dibandingkan dengan minuman selain ASI,” lanjutnya.

    Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, cakupan ASI eksklusif di Indonesia mencapai 68,6 persen. Provinsi dengan cakupan tertinggi antara lain Nusa Tenggara Barat (87,9 persen), Jambi (81,3 persen), dan Nusa Tenggara Timur (79,7 persen). Sementara itu, provinsi dengan cakupan terendah adalah Gorontalo (47,4 persen), Papua Barat Daya (47,7 persen), dan Sulawesi Utara (52 persen).

    Pentingnya Kesehatan Mental pada Ibu Hamil dan Menyusui Foto: infografis detikHealth

    Sementara itu, menurut data terbaru dari Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2024 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 74,73 persen anak usia 0-5 bulan mendapatkan ASI eksklusif.

    Meski angkanya cukup tinggi, masih ada bayi yang mungkin tak mendapatkan ASI eksklusif. Kondisi ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah gangguan kesehatan mental yang dialami Ibu pasca melahirkan.

    Gangguan seperti baby blues maupun depresi pascapersalinan dapat menghambat proses menyusui. Ibu yang mengalami kondisi ini sering kali merasa cemas, sedih, atau kelelahan secara emosional, sehingga kesulitan memberikan ASI secara optimal.

    Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Clinical Nutrition yang berjudul ‘Maternal stress in the Postpartum Period is Associated with Altered Human Milk Fatty Acid Composition’, stres yang dialami Ibu pada bulan pertama setelah melahirkan berhubungan dengan penurunan kadar total asam lemak (fatty acid) dalam ASI. Temuan ini mengindikasikan perubahan dalam komposisi ASI bisa menjadi salah satu jalur penularan dampak stres dari Ibu ke bayi.

    “Asam lemak dalam ASI sangat krusial untuk perkembangan anak, termasuk neurologis,” tulis para ilmuwan dalam jurnal tersebut.

    Meski begitu, penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan apakah perubahan ini berdampak terhadap perkembangan anak di masa depan.

    Studi lainnya yang dipublikasikan di International Breastfeeding Journal dengan judul ‘Association Between Postpartum Anxiety and Depression and Exclusive and Continued Breastfeeding Practices: a Cross-Sectional Study in Nevada, USA,’ juga mengatakan gejala kecemasan dan depresi pasca-persalinan Ibu sebagai faktor yang terkait dengan praktik menyusui yang lebih rendah di antara anak-anak di bawah usia dua tahun (0-23 bulan).

    “Adanya depresi serta adanya komorbiditas gejala kecemasan dan depresi pascapersalinan dikaitkan dengan Exclusive Breastfeeding (EBF) yang lebih rendah. Selain itu, gejala kecemasan pascapersalinan dikaitkan dengan (Continuous Breastfeeding) yang lebih rendah,” demikian laporan jurnal tersebut.

    Senada, Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr dr Naomi Esthernita, SpA, SubspNeo(K) menjelaskan kesehatan mental Ibu sangat memengaruhi kelancaran menyusui, baik dari segi kuantitas maupun kualitas ASI yang dihasilkan.

    “Literatur banyak sekali yang membahas terutama mental. Itu ada anxiety, stress, dan depresi postpartum. Ibu-Ibu yang mengalami stress postpartum itu akan berbeda dalam hal ASI-nya berbeda kualitas dari efek fatty acid-nya. Jadi asam lemaknya beda. Dan setelah diteliti banyak hal, beberapa case juga kan skor stresnya tingginya si Ibu nih,” ucapnya kepada detikcom, Senin (21/7).

    Tak hanya itu, stres emosional juga menyebabkan peningkatan kadar hormon kortisol, yang pada gilirannya dapat menurunkan kadar prolaktin, hormon utama untuk produksi ASI. Bahkan, stres yang berkelanjutan juga bisa mengubah komposisi mikrobiota dalam ASI, yang penting untuk membentuk kekebalan tubuh bayi.

    “Berarti memang masalah kesehatan mental ini baik baby blues atau postpartum depression ini sangat mempengaruhi kualitas dan produksi ASI itu sendiri. Jadi komposisi ASI juga menurut literatur akan berbeda. Terus juga dengan stress volume asinnya juga bisa berkurang karena stres, cortisol nya naik, hormon prolaktinnya jadi turun,” lanjutnya.

    Karena itu, menurut dr Naomi, isu kesehatan mental seperti baby blues dan depresi pascapersalinan perlu mendapat perhatian serius karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Tanpa dukungan yang tepat, gangguan mental pada Ibu dapat menghambat keterikatan Ibu dan bayi, serta menurunkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

    Terlebih, anak yang tak mendapatkan ASI dikaitkan dengan risiko kesehatan, termasuk stunting. Menurut studi yang dipublikasikan di Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia dengan judul ‘Tinjauan Sistematis: Faktor Pelindung dari Risiko Stunting pada Masa Menyusui’, ASI mengandung berbagai nutrisi penting, mulai dari makronutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan karnitin, hingga mikronutrien seperti vitamin, mineral, serta zat bioaktif yang dIbutuhkan oleh bayi dan anak di bawah lima tahun.

    “Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan risiko stunting, karena bayi dan anak di bawah lima tahun sangat membutuhkan nutrisi yang terkandung dalam ASI,” demikian bunyi studi tersebut.

    Sebaliknya, rendahnya cakupan pemberian ASI dapat berdampak buruk terhadap kualitas hidup anak di masa depan dan bahkan memengaruhi kondisi ekonomi suatu negara.
    “Upaya penurunan stunting di mana satu di antaranya adalah pemberian ASI eksklusif,” ucap dr Daisy.

    dr Daisy juga mengatakan penting pula menekankan proses menyusui secara langsung atau Direct Breastfeeding (DBF), karena dapat membangun ikatan emosional (bonding) antara Ibu dan bayi. Jika ASI diberikan tidak secara langsung, maka perlu menggunakan perantara seperti botol dan dot yang berisiko terkontaminasi jika tidak dicuci dan disterilkan dengan benar.

    Selain manfaat dari sisi psikologis, menyusui secara langsung juga memberikan stimulasi pada otak Ibu melalui isapan bayi. Proses ini merangsang pelepasan hormon prolaktin yang berfungsi memproduksi ASI, serta hormon oksitosin yang membantu mengalirkan ASI. Dengan demikian, produksi ASI cenderung lebih optimal ketika bayi menyusu langsung dari payudara.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Jangan Panik Moms Jika ASI Tak Langsung Keluar Setelah Melahirkan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

  • 10 Tes Otak untuk Mengasah Logika, Benar Semua Tandanya Jago Matematika

    10 Tes Otak untuk Mengasah Logika, Benar Semua Tandanya Jago Matematika

    Jakarta

    Siapa bilang matematika itu membosankan? Lewat tes logika, angka dan pola bisa berubah jadi permainan seru yang menguji ketajaman otak.

    Soal-soalnya mengajak kamu menganalisis, menghubungkan pola, hingga mencari solusi dengan cara yang efektif. Coba buktikan kalau kamu jago matematika dengan menyelesaikan soal ini.

    Tes Logika Matematika

    Tes ini membutuhkan konsentrasi dan ketelitian. Jangan sampai kurang fokus.

    1. Simbol matematika apa yang bisa ditempatkan di antara 5 dan 9, untuk menghasilkan angka yang lebih besar dari 5, tapi lebih kecil dari 9
    2. Perhatikan pola penambahan angka tiap naik tangga. Angka berapa yang hilang?

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    3. Berapa hasil dari:

    6×6=9
    5×4=2
    3×8=6
    8×8=?

    Perhatikan polanya.

    4. Lihat pola berikut ini. Berapakah angka sebelum 50 dan sesudah 8?

    …, 50, 22, 8, …

    5. AAA+ AA+A+A+A=750

    Berapa nilai A?

    6. Perhatikan gambar bebek, burung oranye, dan gagak ini. Berapa hasilnya?

    asah otak Foto: DetikHealth

    7. Apa bangun datar selanjutnya?

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    8. Ganti tanda tanya berikut dengan angka yang cocok.

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    9. Coba tebak kolom yang masih kosong. Berapa angka yang tepat untuk menyelesaikan operasi bilangan ini?Gampang-gampang Susah, Seberapa Cepat Pecahkan Tes Logika Ini? Foto: DetikHealth/ Jieffa Nurhaliza

    10. Lihat pola angka berikut:

    3+6=45
    2+4=20
    4+7=65
    3+8=?

    Jawaban Tes Logika Matematika

    Apa kamu berhasil menyelesaikan 10 pertanyaan tadi? Coba lihat berapa jawaban yang benar.

    1. Koma atau simbol desimal (,) jadi 5,9
    2. Polanya adalah setiap naik satu tangga dikali dua, tiga, empat, dan terakhir lima

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    3. Jawabannya yaitu:

    6×6=9
    5×4=2
    3×8=6
    8×8=10

    Karena 8×8=64. Berarti 6+4=10

    4. 106, 50, 22, 8, 1. Caranya setiap angka dibagi 2 dan dikurangi 3. Hasilnya adalah angka setelahnya.

    5. 666+66+6+6+6=750. Jadi nilai A adalah 6

    6. Jawabannya adalah 26.

    Bebek=7Burung oranye=5Gagak=8

    Jadi, 1 bebek (7) +2 burung oranye (2×5) +1 Gagak (8)=25

    7. Jawabannya adalah segi enam

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    8. Jawabannya 20. Caranya dengan menambah semua bilangan dan mengalikannya dengan 2.

    Asah otak detikHealth. Foto: detikHealth

    9. Jawabanya adalah 9, 10, dan 25. Coba hitung lagi

    Gampang-gampang Susah, Seberapa Cepat Pecahkan Tes Logika Ini? Foto: DetikHealth/ Jieffa Nurhaliza

    10. Setiap bilangan harus dikuadratkan terlebih dahulu sebelum dijumlah.

    3+6=45
    2+4=20
    4+7=65
    3+8=73

    Karena, 32 + 82 = 9+64=73

    Halaman 2 dari 8

    (elk/up)

  • Video: Data WHO soal Jumlah Orang yang Tewas karena Malnutrisi di Gaza

    Video: Data WHO soal Jumlah Orang yang Tewas karena Malnutrisi di Gaza

    Video: Data WHO soal Jumlah Orang yang Tewas karena Malnutrisi di Gaza

  • Daftar Buah yang Aman dan Tidak Boleh Dimakan Pengidap Asam Urat

    Daftar Buah yang Aman dan Tidak Boleh Dimakan Pengidap Asam Urat

    Jakarta

    Gout atau penyakit asam urat adalah kondisi yang terjadi ketika kadar asam urat (uric acid) dalam darah terlalu tinggi, sehingga membentuk kristal pada persendian. Hal ini dapat memicu nyeri hebat, bengkak, dan peradangan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

    Meskipun ada berbagai penyebab yang mungkin terlibat, termasuk faktor genetik dan kondisi medis tertentu, pola makan memiliki pengaruh langsung terhadap gout dan tingkat keparahannya. Kasus gout lebih sering ditemukan pada budaya atau pola makan yang tinggi konsumsi daging merah, makanan olahan, gula, serta makanan lain yang kaya purin.

    Karenanya, penting untuk mengontrol kadar asam urat dengan memperhatikan pola makan, termasuk memilih buah yang tepat.

    Tidak semua buah dapat dikonsumsi pengidap penyakit asam urat. Beberapa buah justru dapat memperburuk kondisi karena kandungan gula alami atau zat tertentu yang dapat meningkatkan kadar asam urat. Di sisi lain, ada pula buah-buahan yang kaya nutrisi dan aman dikonsumsi, bahkan dapat membantu mengurangi peradangan.

    Buah yang Aman Dikonsumsi

    Dikutip Vinmec, berikut beberapa buah yang aman dikonsumsi pengidap penyakit asam urat.

    1. Buah Citrus

    buah-buahan sitrus bisa menjadi pilihan yang baik. untuk membantu mengatasi penyakit asam urat. Jeruk bali (grapefruit), jeruk, nanas, dan stroberi kaya akan vitamin C, yang dapat membantu menurunkan kadar asam urat serta mencegah serangan akut gout.

    2. Alpukat

    Mengonsumsi lemak sehat diyakini dapat meningkatkan kadar antioksidan dalam tubuh. Alpukat merupakan buah yang kaya vitamin E, yaitu senyawa antiinflamasi yang dapat membantu mengurangi risiko terjadinya serangan gout akut.

    3. Ceri

    Buah ceri mengandung pigmen ungu tua yang dikenal sebagai antosianin. Pigmen ini memiliki efek antioksidan sekaligus membantu mengurangi peradangan dalam tubuh.

    Buah yang Sebaiknya Dihindari

    Beberapa buah dapat memperburuk kondisi karena mengandung fruktosa dalam jumlah tinggi. Fruktosa adalah gula alami yang terdapat pada berbagai buah dan sayuran, yang memberikan rasa manis alami pada makanan.

    Menurut Nidhi S, Ahli Gizi sekaligus Pendiri Half Life to Health, fruktosa menjadi salah satu zat yang dapat meningkatkan produksi asam urat dalam darah.

    1. Kismis

    Fruktosa per 100 gram: 26,54 gram

    Golden raisin atau kismis emas terbuat dari buah anggur yang mengandung purin. Mengonsumsi makanan kaya purin dapat semakin meningkatkan masalah asam urat dan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

    Buah-buahan kering ini sebaiknya dihindari sepenuhnya oleh pengidap penyakit asam urat. Mengurangi konsumsi purin dapat membantu menjaga tingkat asam urat yang tepat dalam darah.

    2. Apel

    Fruktosa per 100 gram: 8,52 gram

    Apel juga kaya akan fruktosa alami. Terlalu banyak konsumsi apel bisa semakin memperburuk penyakit asam urat.

    3. Sawo

    Fruktosa per 100 gram: 8,6 gram

    Ini dianggap sebagai makanan tinggi fruktosa. Jadi, lebih baik hindari sawo untuk menjaga kadar asam urat tetap terkendali.

    (suc/suc)

  • Tren Fitness Makin Variatif, Gym Biasa Masih Laku Nggak Sih?

    Tren Fitness Makin Variatif, Gym Biasa Masih Laku Nggak Sih?

    Jakarta

    Tren olahraga di gym sepertinya tengah menghadapi tantangan. Setelah sebelumnya Superstar Fitness dilaporkan tutup, Gold’s Gym menyusul dengan sengkarut drama antara member dan karyawan dengan pihak manajemen.

    Di sisi lain, tren olahraga kebugaran atau fitness tidak benar-benar redup. Gym-gym berskala kecil dan menengah justru menjamur, mudah sekali ditemukan di deretan ruko-ruko di perkotaan.

    Begitupun variasinya, gym-gym alternatif kini tidak hanya menyediakan alat-alat fitness. Banyak variasi program yang makin memanjakan member, seperti Crossfit hingga yang belakangan tengah hits, Hyrox.

    Ketua Umum Persatuan Binaraga dan Fitness Indonesia (PBFI) Irwan Alwi menyeyut, tutupnya beberapa bisnis pusat kebugaran di satu sisi merupakan efek domino dari pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu.

    “Beberapa bisnis gym memang tutup mungkin karena tata kelola atau dampak dari adanya krisis COVID-19 yang lalu, sehingga untuk kembali survive (berjuang) agak sulit,” kata Irwan saat dihubungi detikcom, Kamis, (7/8/2025).

    “Terutama tempat gym yang bisnisnya besar seperti mega gym, Gold’s Gym dan yang lainnya,” sambungnya.

    Namun di sisi lain, lanjut Irwan, perkembangan dunia fitnes di Tanah Air saat ini tengah tumbuh sangat pesat. Menurutnya, ini ditandai dengan banyaknya masyarakat, khususnya anak muda yang mulai melek dengan gaya hidup sehat.

    “Dibarengi dengan gaya hidup sehat yang semakin merambah kepada masyarakat. Begitu juga tren untuk membentuk badan yang low fat di kalangan anak muda saat ini, membuat perkembangan fitnes semakin maju,” kata Irwan.

    Dengan makin banyaknya masyarakat yang antusias datang ke pusat kebugaran, membuat para pemilik bisnis gym memberikan variasi-variasi latihan. Tak ayal, kini bisa ditemukan tempat gym dengan pilihan ‘functional training’ seperti crossfit hingga hyrox.

    “Ini hak dari bisnis gym-nya ya, mau ke pola exercise apa high performance dengan kombinasi crossfit,” kata Irwan.

    “Itu sah-sah saja dan bebas, namun perlu diingat selalu dibarengin dengan personal trainer yang andal dan bersertifikasi,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Respons Doktif Usai Gaduh Izin Edar Skincare Miliknya Dicabut BPOM

    Respons Doktif Usai Gaduh Izin Edar Skincare Miliknya Dicabut BPOM

    Jakarta

    Doktif atau dokter Amira angkat bicara setelah skincare miliknya menjadi salah satu produk yang izin edarnya ditarik BPOM karena komposisi bahan dalam produk tidak sesuai dengan saat didaftarkan. Dia menanggapi dengan tenang perihal pencabutan izin edar itu.

    “Nggak apa-apa kan saya nggak pernah jualan keranjang produk berbahaya,” kata Doktif saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).

    Menurutnya, pencabutan izin edar ini justru menunjukkan bahwa BPOM bersikap adil dan tidak pilih kasih dalam menegakkan aturan. Ia menyampaikan rasa bangganya.

    “Itu membuktikan Badan POM tidak milih-milih kasih. Doktif bangga banget,” ucap dia.

    Namun, Doktif mengatakan keberatan jika kejadian tersebut dikaitkan dengan penggunaan bahan berbahaya.

    Salah satu produk yang dikaitkan dengan ‘dokter detektif’ adalah AMIRADERM Glowing Night Cream Series dengan nomor izin edar atau notifikasi NA18210101701. Pantauan detikcom di laman akun Instagram @amiraderm, tertera keterangan nama ‘Amiraderm by dr Amira Dipl AAAM’.

    Simak selengkapnya DI SINI

    (kna/kna)