Category: Bisnis.com Tekno

  • ERP Berbasis AI Jadi Kunci Efisiensi Perusahaan di Era Digital

    ERP Berbasis AI Jadi Kunci Efisiensi Perusahaan di Era Digital

    Bisnis.com, JAKARTA — Sistem manajemen bisnis perusahaan (Enterprise Resource Planning/ERP) dalam era transformasi digital dinilai memerlukan basis kecerdasan buatan atau AI untuk efisiensi anggaran.

    CEO Rimini Street, Seth Ravin mengatakan perusahaan dan pemerintah tengah menghadapi tantangan dalam hal pengelolaan biaya dan adaptasi terhadap teknologi baru. Perusahaan bisa mengurangi biaya dan mengalokasikan anggaran untuk inovasi melalui penerapan teknologi AI.

    “ERP tradisional sudah tidak lagi dapat menyelesaikan masalah bisnis secara efektif. Sebaiknya kita langsung menuju generasi berikutnya yang lebih efisien, yaitu ERP berbasis AI,” kata Seth dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).

    Dia menjelaskan salah satu keuntungan dari teknologi AI adalah kemampuannya untuk diimplementasikan dalam proyek kecil yang terfokus, bukan melalui proyek besar yang memakan waktu bertahun-tahun dan berisiko tinggi.

    Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi pada tugas tertentu dengan biaya yang terjangkau dan risiko yang rendah.

    Seth menambahkan bahwa implementasi AI dalam proyek kecil dapat dilakukan dalam hitungan minggu, bukan bulan atau tahun, memungkinkan perusahaan melihat pengembalian investasi dengan cepat.

    Dia berpendapat bahwa untuk bertahan dalam dunia bisnis yang serba cepat dan berubah, perusahaan harus fokus pada tiga hal, yakni lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.

    “Dengan fokus pada peningkatan efisiensi dalam satu bagian proses, perusahaan dapat melihat hasilnya dengan cepat tanpa perlu mengeluarkan anggaran besar untuk proyek yang berisiko tinggi,” kata Seth.

    Dengan pendekatan yang lebih terukur dan fokus pada proyek kecil, perusahaan dapat memanfaatkan teknologi AI untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi operasional mereka, sekaligus tetap siap menghadapi tantangan teknologi di masa depan.

  • Google Bongkar Teknik Baru Serangan Hacker Korea Utara

    Google Bongkar Teknik Baru Serangan Hacker Korea Utara

    Bisnis.com, JAKARTA – Laporan tim Threat Intelligence Google mengungkapkan kelompok peretas asal Korea Utara kembali melancarkan serangan siber dengan teknik baru yang memanfaatkan teknologi blockchain.

    Menurut laporan, para pelaku menggunakan metode bernama EtherHiding, yaitu cara menyembunyikan kode berbahaya di dalam smart contract blockchain agar lolos dari sistem deteksi dan mencuri aset kripto maupun data pribadi korban.

    Mengutip The Register, kelompok yang dilacak Google dengan nama sandi UNC5342 diketahui mulai menggunakan teknik ini sejak Februari 2025 dalam kampanye bernama Contagious Interview.

    Skemanya mirip dengan operasi terkenal Dream Job milik grup Lazarus, yang menipu para pencari kerja melalui lowongan palsu.

    Namun, kali ini target utamanya adalah pengembang perangkat lunak, terutama yang bekerja di bidang teknologi dan kripto. Para peretas berpura-pura menjadi perekrut dari perusahaan ternama di LinkedIn atau situs lowongan kerja lain.

    Setelah berhasil membangun kepercayaan, mereka mengajak korban berpindah komunikasi ke Telegram atau Discord dan mengirimkan tes pemrograman palsu berupa file yang ternyata berisi malware.

    File tersebut memicu proses infeksi bertahap. Pertama, downloader awal yang diunggah di repositori npm akan mengunduh malware tahap kedua seperti BEAVERTAIL atau JADESNOW. Kedua malware ini dirancang untuk mencuri dompet kripto, data ekstensi browser, serta kredensial login pengguna.

    Hal yang membuatnya lebih berbahaya, JADESNOW memanfaatkan EtherHiding untuk mengambil dan mengeksekusi muatan berbahaya dari smart contract di jaringan BNB Smart Chain dan Ethereum.

    Dari situ, sistem korban disusupi kembali oleh backdoor bernama INVISIBLEFERRET, yang memberi peretas akses jarak jauh dan kendali penuh terhadap komputer korban.

    Menurut Google, INVISIBLEFERRET — berbasis JavaScript dengan komponen tambahan Python — memungkinkan pelaku memata-matai aktivitas pengguna, mencuri aset digital, hingga berpindah ke jaringan internal perusahaan.

    Berbeda dengan server pusat biasa, blockchain bersifat terdesentralisasi sehingga tidak bisa dimatikan atau dilacak dengan mudah oleh aparat penegak hukum. Penyerang dapat menyembunyikan kode berbahaya di dalam smart contract dan mengambil data lewat read-only call, tanpa meninggalkan jejak transaksi.

    “EtherHiding menandai pergeseran ke arah bentuk bulletproof hosting generasi baru, di mana fitur bawaan blockchain justru dimanfaatkan untuk tujuan jahat,” tulis peneliti Google Blas Kojusner, Robert Wallace, dan Joseph Dobson dalam laporan mereka, dikutip Bisnis, Jumat (17/10/2025).

    Google merekomendasikan beberapa langkah mitigasi, termasuk memblokir unduhan berbahaya dengan membatasi jenis file seperti .exe, .msi, .bat, dan .dll.

    Selain itu, administrator sistem disarankan untuk memblokir akses ke situs atau node blockchain berisiko tinggi, serta menerapkan kebijakan safe browsing yang memanfaatkan real-time threat intelligence untuk memperingatkan pengguna terhadap situs phishing dan file mencurigakan.

    Dengan metode EtherHiding ini, serangan siber berbasis blockchain diperkirakan akan semakin sulit diberantas, mengingat teknologi yang awalnya dirancang untuk keamanan dan transparansi kini dimanipulasi menjadi alat kejahatan digital.

  • Indonesia Bakal Beli 42 Jet Tempur J-10C Rakitan China

    Indonesia Bakal Beli 42 Jet Tempur J-10C Rakitan China

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan akan membeli jet tempur rakitan China yang diperkirakan hadir dalam waktu dekat di Tanah Air.

    Melansir Airdatanews.com, Jumat (17/10/2025), Indonesia berencana mengakuisisi 42 jet tempur Chengdu J-10C rakitan China. Indonesia juga menjadi negara pertama yang membeli pesawat asal Negeri Tirai bambu itu. 

    Pembahasan pembelian jet tempur telah berlangsung sejak Mei. Akuisisi J-10C dinilai dapat memengaruhi pengadaan regional dan ekspor Pertahanan China di Asia Tenggara.

    Sebelumnya, Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang mengatakan pesawat tempur Chengdu J-10 yang ingin dibeli Kemenhan, masih dikaji oleh TNI AU.

    Proses pengkajian tersebut dilakukan untuk memastikan pembelian pesawat tempur J-10 tepat untuk memperkuat pertahanan udara Indonesia. 

    Melansir Bisnis, pesawat jet tempur J-10C memiliki panjang 16,9 meter, rentang sayap 11,3 meter, tinggi 5,7 meter dan berat ketika kosong tanpa awak yaitu 9.750 kg. J-10C merupakan pesawat generasi 4.5 bermesin tunggal jenis WS-10 Taihang.

    Jangkauan jelajah mencapai maksimum 1.850 km (tanpa tangki bahan bakar tambahan). J-10C mampu mengangkut 

    rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15 (200-300 km),  rudal jarak pendek PL-10 dan Bom presisi berpemandu laser/GPS, rudal anti-kapal dan bom konvensional.

    Selain itu, J-10C disisipi teknologi radar AESA yang dapat melacak dengan jangkauan jauh dan mampu mengunci banyak target. Radar ini digadang bisa menangkal gangguan elektronik yang memengaruhi sistem pelacakan.

    Dari segi akselerasi, J-10C memiliki desain sayap canard-delta dan fly-by-wire membuatnya sangat lincah di dogfight jarak dekat, bahkan setara F-16 dalam kecepatan dan manuver.

    Pesawat ini juga memiliki rekam jejak pertempuran yang cukup banyak. Salah satunya, dalam konflik Pakistan dengan India.

  • Membandingkan Biaya Frekuensi 1,4 GHz vs 2,1 GHz: WIFI Bayar Kemahalan?

    Membandingkan Biaya Frekuensi 1,4 GHz vs 2,1 GHz: WIFI Bayar Kemahalan?

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), melalui anak usahanya Telemedia Komunikasi Pratama, memenangkan penawaran lelang spektrum frekuensi 1,4 GHz untuk regional I.

    WIFI mengajukan penawaran tertinggi dengan Rp403 miliar untuk dapat mengoptimalkan spektrum selebar 80 MHz guna melayani pelanggan di Pulau Jawa, Pulau Maluku, dan Pulau Papua saja. Tantangannya ekosistem yang belum matang.

    Sementara itu, jika dibandingkan dengan lelang frekuensi terakhir pada 2022, Telkomsel mengeluarkan Rp600 miliar-an untuk memberikan layanan seluruh nasional dengan ekosistem yang telah matang, nilai Rp400 miliar yang dikeluarkan menjadi perdebatan.

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan dengan diperbolehkan berjualan di Jawa, WIFI diuntungkan karena Jawa paling layak secara bisnis untuk produk internet. 

    Dengan kondisi tersebut, biaya Rp400 miliar adalah nilai yang murah, yang dikeluarkan WIFI untuk menyewa pita 1,4 GHz di Pulau Jawa selama 10 tahun menurut Ian. 

    Dia juga mengatakan penggelaran jaringan di Papua tidak akan menjadi masalah bagi WIFI mengingat jaringan tulang punggung di Papua sudah tersedia.

    “Tidak masalah karena backbone optik sudah sampai ke Papua. Layanan minimal 100 Mbps tentu dengan backbone optik. Jadi sudah jelas bukan yang dilayani oleh satelit. Kewajiban tersebut tentu harus melihat kondisi lapangan,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Sekolah di daerah 3T menggunakan satelit untuk mendapat layanan internet

    Ian juga mengatakan bahwa dibandingkan 2×5 MHz di pita 2,1 GHz yang dimenangkan oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pada 2022 lalu, biaya yang dikeluarkan oleh WIFI relatif lebih murah dengan pita yang lebih besar.

    WIFI mendapat 80 MHz di pita 1,4 GHz dengan biaya Rp400 miliar-an, sementara itu Telkomsel harus mengeluarkan Rp600 miliar demi 2×5 MHz. Namun perlu diingat, saat Telkomsel mendapat 2,1 GHz, smartphone masyarakat di seluruh Indonesia sudah siap untuk menangkap sinyal 2,1 GHz. Sementara itu perangkat yang kompatibel dengan pita 1,4 GHz masih sangat terbatas.

    Sementara itu, Dosen ITB yang juga Mantan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo menyoroti mengenai beban yang akan dikeluarkan para pemenang pita 1,4 GHz. Selain membayar ratusan miliar per tahun, WIFI dan MyRepublik juga harus mengeluarkan ongkos layaknya menggelar layanan seluler seperti menara, elemen radio, listrik, dan lain sebagainya.

    Di tengah ongkos yang tinggi, sempat tercetus janji menjual layanan internet Rp100.000 dengan kecepatan hingga 100 Mbps.

    “Seluruh masyarakat mesti  ikut mengawasi dan menagih janji mereka sejak sekarang,” kata Agung.

    Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tidak bisa dibandingkan apple to apple antara harga lelang di pita 1,4 GHz dengan 2,1 GHz.

    Pertama, memang frekuensi yang dialokasikan lebih besar. Namun, kedua, lelang menggunakan sistem regional, bukan nasional. Kemudian, di lelang 1,4 GHz ini banyak komitmen yang harus dijalankan sesuai dengan kepentingan nasional yang ditetapkan Komdigi seperti kecepatan 100 Mbps dan juga tarif lebih terjangkau

    “Frekuensi 1,4 GHz ini berbeda dengan konsep misal frekuensi yang dipakai 3G dulu, 4G atau 5G dimana dari MSC ke BTS hingga pengguna menggunakan nirkabel. Sementara untik 1,4 GHz ini, hybrid. Dimana 1,4 GHz hanya dipakai untuk jaringan akses ke pengguna, sementara dari backbone dan back haul pakai serat optik,” kata Heru.

    Pekerja memperbaiki BTS

    Heru menambahkan jika dalam mengukur  berdasarkan lebar frekuensi, memang 1,4 GHz lebih luas dan lebih murah. Pita 1,4 GHz juga memiliki jangkauan yang lebih luas ketimbang 2,1 GHz.

    “Jadi nanti pemenang 1,4GHz akan menyasar pasar residensial. Dimana jika sebelumnya ke rumah-rumah pakai serat optik yang mahal, maka nanti serap optik ke rumah-rumah atau biasa diistilahkan homepass menggunakan frekuensi 1,4 GHz. Dan pasar residensial akan sangat besar ke depannya,” kata Heru.

    Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan tantangan utama pengembangan frekuensi 1,4 GHz di Indonesia terletak pada belum terbentuknya ekosistem perangkat dan pasar, karena Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang menggunakannya untuk layanan komersial.

    “Kondisi ini akan membuat ketersediaan chipset, perangkat, dan dukungan vendor global masih terbatas, sehingga biaya investasi dan waktu adopsi berpotensi tinggi,” kata Tesar kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Tesar menambahkan untuk membangun ekosistem, seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama.

    Dia menambahkan dengan kolaborasi lintas sektor, dukungan pemerintah, serta keterlibatan vendor global, ekosistem ini dapat berkembang dalam 2–3 tahun. Selama ekosistem belum terbentuk, WIFI-DSSA sulit mendapat pengembalian investasi yang maksimal dari pita 1,4 GHz.

    “Namun tanpa arah kebijakan dan koordinasi yang kuat, pembentukannya bisa melambat hingga 5–7 tahun,” kata Tesar.

    Sebelumnya, Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi yang mewadahi operator telekomunikasi di seluruh dunia, mengungkap tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim.

    Di berbagai belahan dunia, pita frekuensi paling populer yang lebih dulu diadopsi secara masif adalah 3,5 GHz, diikuti dengan 2,6 GHz dan 2,1 GHz. Pita-pita ini mendapat sambutan luas karena didukung oleh rantai pasok global yang matang dan biaya produksi perangkat yang efisien karena skala adopsi yang besar.

    Sebaliknya, pita 1,4 GHz hanya digunakan secara sporadis di beberapa wilayah dunia, sehingga keberadaan perangkat, chip, dan dukungan teknis lainnya masih relatif terbatas. 

  • Salesforce Andalkan Agentic AI, Bantu Pebisnis RI Bangun Interaksi Pelanggan

    Salesforce Andalkan Agentic AI, Bantu Pebisnis RI Bangun Interaksi Pelanggan

    SAN FRANCISCO, Bisnis.com — Salesforce, raksasa perangkat lunak Customer Relationship Management (CRM) global, menempatkan kecerdasan buatan agentik (Agentic AI) sebagai kunci utama mengakselerasi transformasi digital dan mengatasi tantangan skala bisnis yang besar di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia.

    Agentic AI adalah bentuk kecerdasan buatan lanjutan yang mampu bertindak secara mandiri untuk mencapai tujuan tertentu dengan otonomi tinggi, termasuk menetapkan sasaran, membuat rencana, dan menyesuaikan tindakan tanpa intervensi manusia yang intensif. Tidak seperti AI tradisional yang hanya merespons perintah, Agentic AI berfungsi sebagai agen otonom yang mengoordinasikan tugas kompleks untuk hasil optimal.

    Gavin Barfield, Chief Technology Officer (CTO) & Vice President Solutions Salesforce untuk kawasan ASEAN, mengatakan bahwa teknologi Agentic AI ini bukan sekadar tren, melainkan solusi untuk menangani kebutuhan basis konsumen yang masif di pasar yang besar seperti Indonesia dan Filipina.

    “Di pasar seperti Indonesia, perusahaan telekomunikasi dan perbankan melayani hingga puluhan juta pelanggan. Tentu sulit untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi kepada basis 80-90 juta kustomer dan itu tidak efisien secara biaya jika hanya mengandalkan agen manusia,” ujar Barfield ketika ditemui Bisnis di ajang Dreamforce 2025 di San Francisco-AS, Rabu (15/10/2025).

    Barfield menjelaskan kompleksitasnya terletak pada pencapaian skala bisnis dengan biaya yang efektif. Menurut dia, menangani puluhan juta touch point pelanggan hanya dengan tenaga manusia akan memakan biaya yang tidak terjangkau, terutama untuk layanan dengan margin tipis, seperti layanan top-up prabayar.

    Dia mengilustrasikan betapa kritisnya situasi ini saat terjadi krisis. Dia mencontohkan pengalaman Meralco, perusahaan utilitas di Filipina, yang pernah dibanjiri 1 juta panggilan pelanggan di pusat kontak saat negara itu dilanda topan badai besar.

    “Tidak ada cara bagi perusahaan manapun untuk menjawab [panggilan sebanyak itu]. Dengan AI agentik, potensinya adalah setiap panggilan dapat dijawab,” tegasnya.

    Menurut Barfield, Indonesia memiliki kombinasi sempurna yang membuat adopsi Agentic AI sangat prospektif. Faktor utamanya , ujarnya, adalah populasi yang sangat besar, yang didukung oleh generasi konsumen yang melek digital (digitally savvy) dan cepat dalam mengadopsi kanal serta alat berbasis AI.

    “AI agentik akan memacu adopsi digital yang masif karena menawarkan kemampuan unik untuk memberikan pengalaman pelanggan yang personal di tengah basis konsumen yang berjumlah puluhan hingga ratusan juta,” paparnya.

    Tak hanya solusi untuk korporasi, Barfield menekankan bahwa AI agentik justru membuka peluang signifikan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dia menganalogikannya dengan sebuah toko roti yang hanya dioperasikan oleh dua atau tiga orang.

    “Mereka biasanya akan selalu berada di dapur, membuat kue. Namun, sebagian besar waktu mereka justru habis untuk menjawab pertanyaan pelanggan yang berulang,” katanya.

    Karena itu, kata Barfield, dengan membangun agen layanan pelanggan sederhana yang dapat diintegrasikan dengan platform seperti WhatsApp, pelaku UKM dapat mengalihkan fungsi dan waktu untuk menjawab pertanyaan sederhana tentang harga, status pesanan, atau jadwal pengiriman kepada AI yang bekerja 24/7 tanpa lelah.

    Barfield mengingatkan, adopsi AI kini telah menjadi masalah daya saing. “Jika Anda kehilangan bisnis karena toko di sebelah sudah memiliki agen [AI], dan mereka bisa melayani pada pukul tiga pagi, maka Anda akan kehilangan pelanggan,” tegasnya.

  • Telkomsel Hadirkan iPhone 17 Series dengan Paket Bundling Halo+

    Telkomsel Hadirkan iPhone 17 Series dengan Paket Bundling Halo+

    Bisnis.com, JAKARTA – Setelah periode pre-order yang disambut antusias oleh pelanggan, Telkomsel kini menawarkan produk terbaru Apple termasuk iPhone 17, iPhone Air, iPhone 17 Pro, dan iPhone 17 Pro Max. Pelanggan dapat melakukan pemesanan untuk model iPhone terbaru mulai 17 Oktober 2025. Untuk informasi lengkap mengenai harga dan ketersediaan, silakan kunjungi tsel.id/iPhone17.

    Paket bundling Halo+ iPhone Bold 100k 24 Bulan hadir dengan ragam keuntungan, yakni:

    Buy 12 Get 24. Cukup membayar 12 bulan bisa mendapatkan langganan 24 bulan.
    Penawaran dari Halo+ dengan harga spesial Rp1.332.000 (termasuk pajak) dari harga normal Rp2.109.000.
    Paket data 58 GB dan data eSIM 10 GB tiap bulan.
    Kuota telpon 80 menit dan 80 SMS tiap bulan, yang dapat digunakan ke semua operator.
    1 Extra Benefit tanpa biaya tambahan untuk menikmati langganan layanan digital Disney+ Hotstar, Google Play Pass, Vidio, Capsyl, TREND, Noice, WeTV, Langit Musik Premium, atau Fita melalui tsel.id/halolifestyle.

    Pelanggan dapat membeli di ragam channel pembelian, seperti GraPARI Kota Kasablanka Jakarta, GraPARI Mall Kelapa Gading Jakarta, Blibli offline store, Blibli.com, Digimap, Digiplus, Erafone, Hello Store, dan iBox dengan cara:

    Channel pembelian offline:

    Kunjungi tsel.id/iPhone17, pilih varian iPhone 17, dan pilih lokasi pembelian mitra offline pilihan Anda.
    Kunjungi mitra offline dan beli iPhone 17 pilihan Anda.
    Beli promo “Halo+ iPhone bold 100k 24 bulan bayar 12 bulan”.

    Selesaikan pembayaran, dan nikmati bundling terbaru Telkomsel dengan Apple.

    Channel pembelian online:

    Kunjungi tsel.id/iPhone17, pilih varian iPhone 17, dan pilih lokasi pembelian di “Blibli.com”.
    Pilih iPhone 17 pilihan dan pilih promo Telkomsel yang ada pada link produk.
    Pilih promo “Halo+ iPhone bold 100k 24 bulan bayar 12 bulan”.
    Selesaikan pembayaran di Blibli.com, dan nikmati bundling terbaru Telkomsel dengan Apple.

    Direktur Marketing Telkomsel, Derrick Heng, mengungkapkan, “Promo paket bundling Halo+ iPhone Bold 100k 24 Bulan secara resmi Telkomsel hadirkan mulai hari ini. Kami harap seluruh pelanggan Telkomsel dapat memanfaatkan promo istimewa ini. Telkomsel berharap kehadiran paket bundling ini dapat menjadi solusi bagi seluruh pelanggan yang ingin memaksimalkan penggunaan iPhone terbaru mereka dengan dukungan jaringan Telkomsel.”

    Untuk menambah keuntungan, pelanggan yang melakukan pembelian di mitra penjualan seperti GraPARI Kota Kasablanka Jakarta, GraPARI Mall Kelapa Gading Jakarta, Blibli offline store, Erafone, Hello Store, dan iBox dapat menukarkan Telkomsel Poin untuk mendapatkan tambahan potongan harga hingga Rp2.000.000. Selain itu, tambahan benefit khusus bagi pelanggan yang melakukan pembelian di GraPARI Kota Kasablanka Jakarta dan GraPARI Mall Kelapa Gading Jakarta (selama persediaan masih ada).

    Semua rangkaian iPhone 17, iPhone Air, iPhone 17 Pro, dan iPhone 17 Pro Max telah didukung layanan eSIM Telkomsel yang memungkinkan akses ke jaringan 4G dan 5G tanpa kartu SIM fisik. Selain itu, kecanggihan lineup iPhone 17 juga semakin optimal dengan dukungan jaringan broadband 5G tercepat dan terluas milik Telkomsel yang memiliki lebih dari 3.000 BTS 5G Telkomsel di seluruh wilayah Indonesia.

  • iPhone 17 Resmi Meluncur di RI, Fans Apple Semangat Unboxing Tengah Malam

    iPhone 17 Resmi Meluncur di RI, Fans Apple Semangat Unboxing Tengah Malam

    Bisnis.com, JAKARTA – Seri terbaru iPhone yakni iPhone 17, iPhone 17 Pro, iPhone 17 Pro Max, dan iPhone Air resmi diluncurkan di Indonesia pada Jumat 17 Oktober 2025 tepat pukul 00.01 WIB 

    Berdasarkan pantauan Antara, sejumlah toko resmi Apple Premium Reseller dipadati pembeli yang telah melakukan pre-order sejak 10 Oktober, Salah satunya iBox, yang menggelar acara peluncuran dan unboxing seri iPhone 17 dengan para pembeli pertamanya di Senayan City, Jakarta Selatan.

    Ratna Ayu Kharisma menjadi pembeli pertama iPhone 17 di iBox Indonesia. Pengusaha di bidang marine supplier ini mendapatkan unit iPhone 17 Pro Max 1TB warna oranye seharga lebih dari Rp30 juta.

    Tak tanggung-tanggung, Ratna sudah mengantre sejak 16 Oktober pukul 03.00 WIB dini hari dan akhirnya mendapat ponsel iPhone impiannya pada 17 Oktober setelah pukul 00:01 WIB.

    “Senang banget karena memang aku suka produk iPhone dan setiap tahun aku selalu ganti,” kata dia usai unboxing produk iPhone 17. 

    Antusiasme tinggi juga terlihat dari puluhan orang pertama lainnya yang ikut membuka kemasan lini terbaru iPhone tersebut.

    Salah satu pembeli pertama lain, Agam, mengaku senang dengan gawai barunya tersebut, yakni iPhone 17 Pro Max. Ia mengaku telah menabung kurang lebih tiga bulan untuk mengganti perangkat lamanya iPhone 11 yang ia beli pada tahun 2019.

    “Sudah lumayan lama juga tidak ganti, sudah butuh daily drive baru untuk menunjang kerjaan juga yang butuh kamera video compact yang bagus,” kata dia.

    Pembeli pertama lain Dina, berseri-seri ketika pertama kali memegang langsung iPhone Pro Max idamannya. Bahkan ia datang pada acara peluncuran mengenakan gaun berwarna oranye yang sama persis dengan iPhone-nya.

    “Senang sekali, kebetulan dibelikan suami, dan saya memang sangat suka dengan bentuk dan desain iPhone 17 Pro Max ini,” kata Dina.

    iPhone 17, iPhone Air, iPhone 17 Pro, dan iPhone 17 Pro Max secara resmi akan tersedia di toko offline ataupun online pada Jumat 17 Oktober 2025 di iBox dan reseller Apple resmi lainnya.

    Menyoal spesifikasi memang seri iPhone 17 mengalami peningkatan klaim Apple, termasuk daya tahan baterai, sistem kamera Dual Fusion 48 MP, fitur Center Stage di kamera depan, serta upgrade refresh rate (ProMotion) hingga 120Hz.

    Pada model Air, pengganti dari Plus di seri iPhone 17 juga menghadirkan desain tipis dan bobot ringan. Pada iPhone 17 Pro dan 17 Pro Max juga mengalami peningkatan performa dengan dibenamkan chip baru A19 Pro.

    Harga iPhone 17 Series di Indonesia

    Berikut ini daftar harga iPhone 17 series yang dijual di iBox:

    iPhone 17

    256GB Rp17.249.000
    512GB RP21.999.000

    iPhone 17 Air

    256GB Rp21.249.000
    512GB Rp25.999.000
    1TB Rp30.249.000

    iPhone 17 Pro

    256GB Rp23.749.000
    512GB Rp28.249.000
    1TB Rp32.999.000

    iPhone 17 Pro Max

    256GB Rp25.749.000
    512GB Rp30.249.000
    1TB Rp34.999.000
    2TB Rp43.999.000

  • Ekosistem Masih Hijau, Butuh Berapa Tahun untuk Matang?

    Ekosistem Masih Hijau, Butuh Berapa Tahun untuk Matang?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekosistem menjadi sorotan dalam pemanfaatan pita frekuensi 1,4 GHz, yang belum lama dimenangkan oleh PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) dan PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA).

    Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi yang mewadahi operator telekomunikasi di seluruh dunia, mengungkap tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim.

    Di berbagai belahan dunia, pita frekuensi paling populer yang lebih dulu diadopsi secara masif adalah 3,5 GHz, diikuti dengan 2,6 GHz dan 2,1 GHz. Pita-pita ini mendapat sambutan luas karena didukung oleh rantai pasok global yang matang dan biaya produksi perangkat yang efisien karena skala adopsi yang besar.

    Sebaliknya, pita 1,4 GHz hanya digunakan secara sporadis di beberapa wilayah dunia, sehingga keberadaan perangkat, chip, dan dukungan teknis lainnya masih relatif terbatas. 
    Sependapat dengan GSMA, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan tantangan utama pengembangan frekuensi 1,4 GHz di Indonesia terletak pada belum terbentuknya ekosistem perangkat dan pasar, karena Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang menggunakannya untuk layanan komersial.

    “Kondisi ini akan membuat ketersediaan chipset, perangkat, dan dukungan vendor global masih terbatas, sehingga biaya investasi dan waktu adopsi berpotensi tinggi,” kata Tesar kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Tesar menambahkan untuk membangun ekosistem, seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama.

    Dia menambahkan dengan kolaborasi lintas sektor, dukungan pemerintah, serta keterlibatan vendor global, ekosistem ini dapat berkembang dalam 2–3 tahun “Namun tanpa arah kebijakan dan koordinasi yang kuat, pembentukannya bisa melambat hingga 5–7 tahun,” kata Tesar.

    Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan jika kedua pemenang bekerja sama, cukup 2 tahun untuk membangun ekosistem di pita 1,4 GHz. Apalagi teknologi Broadband Wireless Acces (BWA), menurutnya, bukanlah hal yang sulit untuk dibentuk.

    Adapun ekosistem 1,4 GHz nantinya harus meliputi kesiapan di vendor, operator, pengguna, dan pemerintah. Dia menjelaskan karena proses akan lelang 1.4 GHz bukan dadakan maka sudah ada beberapa vendor 1,4 GHz dan sudah diujicobakan dengan hasil layak sesuai dengan internet 100 Mbps.

    “BWA akan mempercepat penetrasi layanan. User pasti ada, hanya pasti banyak saingan karena ada ISP lain. Dukungan pemerintah pasti ada mendukung kesuksesan ekosistem,” kata Ian.

    Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan ketika operator berminat dan berani menawar angka yang besar dalam lelang, itu artinya operator tersebut sudah menyiapkan strategi dan langkah ke depannya, yang bahkan  berani berkomitmen menjual layanan 100 Mbps sekitar Rp100.000-Rp150.000.

    Dia menekankan bahwa Indonesia ini unik. Di negara lain sukses, di Indonesia belum tentu. Di luar negeri gagal, di Indonesia sukses.

    “Waktu 3G, di Eropa banyak mengembalikan izin, eh di Indonesia sukses malah minta nambah frekuensi beberapa kali. Di negara lain Blackberry tidak laku, di Indonesia sempat laris laksana kacang goreng Jadi kita tunggu saja. Sebab, masyarakat pasti menanti tarif internet yang terjangkau dan ngebut sampai 100 Mbps. Ini baru bisa dilihat 2-3 tahun ke depan apakah akan mature atau gagal,” kata Heru.

  • WIFI Diuntungkan Hanya Bangun di Jawa dan Papua

    WIFI Diuntungkan Hanya Bangun di Jawa dan Papua

    Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi menilai PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) diuntungkan dengan memegang lisensi regional pada frekuensi 1,4 GHz. WIFI tidak perlu menggelar jaringan secara nasional dan cukup bangun di Pulau Jawa, Maluku, dan Papua.

    Berdasarkan data APJII tahun 2025, penetrasi internet di Pulau Jawa adalah 84,69% dan kontribusinya terhadap total pengguna internet nasional adalah 58,14%. Artinya, pasar Pulau Jawa cukup matang untuk mengadopsi layanan internet.

    Sementara itu Maluku dan Papua, merupakan wilayah dengan penetrasi internet terendah di Indonesia yaitu 69,26%. Adopsi digital di wilayah ini paling kecil dengan jumlah infrastruktur yang juga terbatas.

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan dengan diperbolehkan berjualan di Jawa, WIFI diuntungkan karena Jawa paling layak secara bisnis untuk produk internet. 

    Dengan kondisi tersebut, biaya Rp400 miliar adalah nilai yang murah, yang dikeluarkan WIFI untuk menyewa pita 1,4 GHz di Pulau Jawa selama 10 tahun menurut Ian. 

    Dia juga mengatakan penggelaran jaringan di Papua tidak akan menjadi masalah bagi WIFI mengingat jaringan tulang punggung di Papua sudah tersedia.

    “Tidak masalah karena backbone optik sudah sampai ke Papua. Layanan minimal 100 Mbps tentu dengan backbone optik. Jadi sudah jelas bukan yang dilayani oleh satelit. Kewajiban tersebut tentu harus melihat kondisi lapangan,” kata Ian kepada Bisnis, Kamis (16/10/2025).

    Ian juga mengatakan bahwa dibandingkan 2×5 MHz di pita 2,1 GHz yang dimenangkan oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) pada 2022 lalu, biaya yang dikeluarkan oleh WIFI relatif lebih murah dengan pita yang lebih besar.

    WIFI mendapat 80 MHz di pita 1,4 GHz dengan biaya Rp400 miliar-an, sementara itu Telkomsel harus mengeluarkan Rp600 miliar demi 2×5 MHz. Namun perlu diingat, saat Telkomsel mendapat 2,1 GHz, smartphone masyarakat di seluruh Indonesia sudah siap untuk menangkap sinyal 2,1 GHz.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tidak bisa dibandingkan apple to apple antara pita 1,4 GHz dengan 2,1 GHz.

    Pertama, memang frekuensi yang dialokasikan lebih besar. Namun, kedua, lelang menggunakan sistem regional, bukan nasional. Kemudian, di lelang 1,4 GHz ini banyak komitmen yang harus dijalankan sesuai dengan kepentingan nasional yang ditetapkan Komdigi seperti kecepatan 100 Mbps dan juga tarif lebih terjangkau

    “Frekuensi 1,4 GHz ini berbeda dengan konsep misal frekuensi yang dipakai 3G dulu, 4G atau 5G dimana dari MSC ke BTS hingga pengguna menggunakan nirkabel. Sementara untik 1,4 GHz ini, hybrid. Dimana 1,4 GHz hanya dipakai untuk jaringan akses ke pengguna, sementara dari backbone dan back haul pakai serat optik,” kata Heru.

    Heru menambahkan jika dalam mengukur  berdasarkan lebar frekuensi, memang 1,4 GHz lebih luas dan lebih murah. Pita 1,4 GHz juga memiliki jangkauan yang lebih luas ketimbang 2,1 GHz.

    “Jadi nanti pemenang 1,4GHz akan menyasar pasar residensial. Dimana jika sebelumnya ke rumah-rumah pakai serat optik yang mahal, maka nanti serap optik ke rumah-rumah atau biasa diistilahkan homepass menggunakan frekuensi 1,4 GHz. Dan pasar residensial akan sangat besar ke depannya,” kata Heru.

  • BSSN Amerika Serikat Peringatkan Ancaman Serius di Balik Peretasan F5

    BSSN Amerika Serikat Peringatkan Ancaman Serius di Balik Peretasan F5

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur Amerika Serikat atau CISA mengeluarkan peringatan darurat kepada Federal Civilian Executive Branch (FCEB) agar segera melakukan pendataan dan penambalan (patch) pada produk F5 di sistem teknologi mereka.

    Mengutip Tech Radar, Kamis (16/10/2025), langkah ini diambil setelah perusahaan teknologi F5 mengalami kebocoran data serius akibat serangan siber.

    Dalam Emergency Directive (ED) 26-01, CISA mengungkapkan kelompok peretas yang diduga berafiliasi dengan negara berhasil mencuri sejumlah berkas sensitif, termasuk sebagian kode sumber dari produk BIG-IP milik F5, serta informasi terkait dengan kerentanan keamanan.

    Dengan data tersebut, pelaku disebut dapat menganalisis sistem F5 untuk menemukan celah keamanan baru (zero-day vulnerabilities) dan mengembangkan eksploit atau malware berbahaya.

    CISA menegaskan insiden ini menimbulkan ancaman dalam waktu dekat bagi jaringan pemerintah federal yang menggunakan produk F5. Risiko tersebut mencakup potensi pencurian kunci API, penyusupan data, hingga pengambilalihan penuh sistem target.

    Sebagai langkah mitigasi, lembaga federal diminta segera mengidentifikasi dan memperkuat keamanan semua perangkat F5, termasuk BIG-IP iSeries, rSeries, serta perangkat lain yang telah mencapai akhir masa dukungan.

    Pembaruan serupa juga diwajibkan untuk perangkat yang menjalankan BIG-IP (F5OS), BIG-UP (TMOS), Virtual Edition (VE), BIG-IP Next, BIG-IQ, serta BIG-IP Next for Kubernetes (BNK)/Cloud-Native Network Functions (CNF).

    “Langkah-langkah dalam direktif ini ditujukan untuk mengatasi risiko langsung dan mempersiapkan lembaga menghadapi potensi serangan lanjutan terhadap perangkat F5,” tulis CISA dalam pernyataannya dikutip Bisnis dari Tech Radar.

    Walaupun identitas pelaku belum terungkap, perusahaan F5 telah mengonfirmasi kebocoran tersebut melalui laporan resmi ke otoritas pasar modal AS (SEC).

    Menurut laporan CyberInsider, data yang dicuri mencakup berkas dari lingkungan pengembangan internal, sebagian kode sumber BIG-IP, serta informasi tentang kerentanan keamanan yang belum diperbaiki.

    Namun, F5 menegaskan bahwa tidak ada kerentanan kritis atau celah yang dapat dieksploitasi dari jarak jauh di antara berkas yang dicuri, dan hingga kini belum ditemukan bukti penyalahgunaan data tersebut di dunia maya.