Category: Bisnis.com Tekno

  • Perusahaan Keamanan Siber F5 Alami Peretasan, Penjualan Terganggu Saham Anjlok

    Perusahaan Keamanan Siber F5 Alami Peretasan, Penjualan Terganggu Saham Anjlok

    Bisnis.com, JAKARTA— Saham perusahaan keamanan siber F5 Inc. (NASDAQ: FFIV) anjlok 5,8% dalam perdagangan setelah jam bursa pada Senin (27/10), setelah perusahaan memperingatkan insiden peretasan yang memicu kekhawatiran di kalangan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Inggris akan menekan penjualan serta permintaan layanan mereka.

    Dikutip dari laman Reuters pada Selasa (28/10/2025) F5 sebelumnya mengungkapkan peretas telah memperoleh akses jangka panjang dan persisten ke sejumlah sistem internal, termasuk kode sumber dari salah satu layanan keamanan sibernya yang utama. 

    Menurut laporan Reuters, dua sumber yang mengetahui penyelidikan menyebut pelaku diduga merupakan peretas yang didukung oleh pemerintah China. Pejabat AS mengatakan jaringan federal turut menjadi target dalam insiden tersebut dan telah mendesak tindakan cepat untuk mengamankan sistem yang terdampak.

    “F5 memperkirakan akan terjadi gangguan jangka pendek terhadap siklus penjualan karena pelanggan fokus menilai dan memperbaiki sistem mereka setelah insiden keamanan baru-baru ini,” kata perusahaan itu dalam pernyataannya.

    Meski begitu, eksekutif F5 menyebut sejauh ini belum melihat adanya penurunan permintaan. CEO F5 Francois Locoh-Donou mengatakan insiden tersebut terutama berdampak pada pelanggan BIG-IP. 

    Sebagian pelanggan harus segera memperbarui sistem mereka ke versi terbaru, sementara sebagian kecil lainnya mengalami kebocoran data terbatas yang menurut perusahaan tidak bersifat sensitif. F5 memproyeksikan pertumbuhan pendapatan tahun fiskal 2026 hanya di kisaran 0% hingga 4%, di bawah perkiraan rata-rata analis sebesar 4,8% menurut data LSEG. 

    Dampak terhadap permintaan diperkirakan akan lebih terasa pada paruh pertama tahun fiskal, sebelum kembali normal pada paruh kedua. Untuk kuartal pertama, perusahaan memperkirakan pendapatan di kisaran US$730 juta–US$780 juta atau sekitar Rp12,1 triliun–Rp12,97 triliun dengan asumsi kurs Rp16.620 per dolar AS. 

    Angka tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraan analis sebesar US$791 juta atau Rp13,15 triliun. F5 juga menambahkan proyeksi tersebut telah memperhitungkan potensi gangguan akibat kemungkinan penutupan pemerintahan AS atau government shutdown. 

  • Komdigi Targetkan Penetrasi 5G Sentuh 32% pada 2030, Masih Tertinggal dari Malaysia

    Komdigi Targetkan Penetrasi 5G Sentuh 32% pada 2030, Masih Tertinggal dari Malaysia

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyampaikan penetrasi internet 5G pada 2030 ditargetkan dapat menyentuh 32% dari total populasi. Adapun pada awal 2025, penetrasi 5G Tanah Air masih berkisar 4%-5%.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan pemerintah berupaya mendorong internet yang lebih baik kepada masyarakat, termasuk melalui jaringan 5G.

    “Pemerintahan mencanangkan 32 persen setidaknya jaringan 5G di itu bisa tersambung hingga tahun 2030,” kata Nezar, Senin (28/10/2025).

    Dia menjelaskan saat ini ketersediaan koneksi internet 5G di Indonesia masih sangat rendah. Per Oktober 2025, jumlahnya masih 10 persen dari total populasi, atau tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 80 persen.

    Komdigi mendorong kerja sama seluruh pemangku kepentingan dalam menghadirkan teknologi internet yang lebih baik ke depan.

    Sebelumnya, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan pada satu tahun pertama, pemerintahan Prabowo-Gibran cenderung fokus pada perbaikan ketahanan pangan melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), pemerataan pendidikan berkualitas, dan pemerataan ekonomi melalui koperasi.

    Adapun harapan akan terobosan serupa di sektor telekomunikasi (telko) dan teknologi informasi komunikasi (TIK) belum terwujud.

    Sigit menekankan bahwa sektor telko memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mencerdaskan bangsa di era digital, serta memperkuat ketahanan dan kedaulatan siber. Meski demikian, setelah satu tahun pemerintahan hingga Oktober 2025, perkembangan 5G di Indonesia hanya bergerak sedikit.

    “Ada kemajuan kebijakan seperti lelang pita 1,4 GHz untuk Broadband Wireless Access (BWA) dan konsultasi 2,6 GHz, tetapi penetrasi 5G masih rendah, berada di angka single-digit persentase sejak peluncuran komersial pada 2021, Indonesia tercatat tertinggal dalam peringkat performa broadband dibanding tetangga Asean,” kata Sigit kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025).

    Speedtest Global Index mengungkap pada Juli 2025 mengungkap kecepatan internet Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, baik untuk internet seluler maupun fixed broadband.

    Dalam hal internet seluler, Indonesia berada di peringkat 8 di Asia Tenggara dengan kecepatan rata-rata 42,85 Mbps pada Juli 2025, hanya unggul tipis dari Laos.

    Tidak hanya, Sigit, merujuk penilaian kualitas kematangan regulasi ITU. Menurut dashboard ICT Regulatory Tracker (Gen5 / ITU), Indonesia tercatat sebagai Generation 2 (G2) dengan skor ~57 pada 2024. Nilai ini masuk dalam kategori “Early open markets”. 

    Untuk diketahui, ITU ICT Regulatory Tracker adalah alat berbasis bukti yang dikembangkan oleh ITU untuk membantu pembuat kebijakan dan regulator memahami evolusi regulasi ICT.

    Tracker ini terdiri dari 50 indikator yang dikelompokkan dalam empat pilar: otoritas regulasi, mandat regulasi, rezim regulasi, dan kerangka kompetisi. Klasifikasi generasi (G1–G5) mencerminkan kemajuan dari regulasi monopoli tertutup ke pasar digital yang matang dan kolaboratif.

    Adapun “Early Open Market” (G2) berarti suatu negara masih dalam tahap di mana regulasi mulai membuka pasar untuk kompetisi, tetapi masih didominasi oleh pendekatan tradisional dengan intervensi pemerintah yang kuat.

  • Ekosistem Digital Kurang Kuat Topang AI Berdaulat, RI Butuh Unicorn Baru

    Ekosistem Digital Kurang Kuat Topang AI Berdaulat, RI Butuh Unicorn Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Twimbit, perusahaan riset yang berfokus pada pemberdayaan bisnis dan inovasi, mengungkapkan tantangan terbesar Indonesia dalam membangun kecerdasan buatan (AI) berdaulat adalah ketidaksiapan ekosistem. Dibutuhkan unicorn baru yang berfokus pada AI.

    CEO Twimbit Manoj Menon mengatakan untuk menghadirkan AI Berdaulat bagi negara sebesar Indonesia bukanlah hal yang mudah. Untuk membangun infrastruktur AI berdaulat yang dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat, Indonesia harus menciptakan ekosistem dan perusahaan AI besar.

    Manoj Menon menekankan bahwa Indonesia, sebagai ekonomi digital terbesar di Asia, perlu melahirkan unicorn AI baru seperti Gojek, atau Tokopedia, yang membawa AI untuk menyelesaikan masalah nasional.

    Adapun saat ini Indonesia belum memiliki ekosistem dan unicorn AI yang kuat, sehingga AI Berdaulat belum terlihat.

    “Indonesia baru memulai perjalanan ini, sehingga peluang terbesar terletak pada pengembangan perusahaan AI yang inovatif dan skalabel,” kata Manoj kepada Bisnis, Senin (27/8/2025). 

    Manoj juga mengatakan Indonesia telah menjadi salah satu negara pertama yang membahas sovereign AI sejak 2024. Adapun secara global, topik ini masih baru secara global. Manoj menyarankan Indonesia untuk belajar dari India, China, dan Singapura, dengan menggabungkan keunggulan pada masing-masing negara untuk menciptakan AI yang kuat di Indonesia.

    Namun, dia juga menekankan pengalaman di negara-negara tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia. Tidak adil menggunakan keberhasilan di Singapura, negara yang luasnya seperti Jakarta, untuk diimplementasikan di Indonesia.

    “Jadi strategi harus disesuaikan dengan tantangan negara besar seperti Indonesia, bukan sekadar meniru model negara kecil,” kata Manoj.

    Dalam laporan Empowering Indonesia Report 2025 bertema “AI Berdaulat jadi Fondasi Pertumbuhan Menuju Indonesia Emas 2045” yang dirilis oleh Indosat bekerja sama dengan Komdigi, dan Twimbit, disebutkan bahwa  AI berdaulat diproyeksikan menambah hingga US$140 miliar atau Rp2.321,3 triliun terhadap PDB Indonesia pada 2030. 

    AI berdaulat juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 6,8%. Namun, untuk mencapai angka tersebut terdapat beberapa pilar yang perlu disiapkan, termasuk investasi pada teknologi komputasi. 

    “Dari sisi kesiapan infrastruktur, Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$3,2 miliar hingga 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional,” kata Founder and CEO Twimbit Manoj Menon di Jakarta, Senin (27/10/2025). 

    Manoj mengatakan selain investasi pada komputasi, Indonesia juga butuh pengembangan 400.000 talenta AI pada 2030, dengan investasi sebesar US$968 juta untuk pendidikan, pelatihan, dan reskilling tenaga kerja. 

    Manoj menyampaikan lima pilar utama yang harus diperkuat menuju kedaulatan AI yaitu infrastruktur digital andal, tenaga kerja AI berkelanjutan, industri AI yang tumbuh, riset dan pengembangan yang mumpuni, serta regulasi dan etika yang kokoh.

    Selain itu menurut laporan Empowering 2025, penerapan AI berdaulat juga dapat mendorong peningkatan produktivitas hingga 18% di sektor jasa, 15–20% di manufaktur, dan 5–8% di pertanian, menjadikannya faktor utama dalam memperkuat daya saing dan efisiensi nasional.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kemandirian bangsa. Dia menekankan kedaulatan AI adalah membangun teknologi AI yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila. 

    “Selain itu menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat,” kata Nezar. 

    Sementara itu President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha mengatakan kedaulatan AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri. 

  • 9 Langkah Mengatasi iPhone yang Tidak Mau Mengisi Daya

    9 Langkah Mengatasi iPhone yang Tidak Mau Mengisi Daya

    Bisnis.com, JAKARTA— Salah satu situasi yang kerap membuat panik pengguna iPhone adalah ketika ponsel tiba-tiba tidak bisa diisi daya. Namun, pengguna tidak perlu langsung khawatir. 

    Dalam banyak kasus, penyebabnya bukanlah kerusakan serius dan dapat diatasi dengan langkah-langkah sederhana.

    Perlu diketahui, proses pengisian daya iPhone melibatkan sejumlah komponen yang saling terhubung. Oleh karena itu, untuk menemukan sumber masalah, pengguna perlu memeriksa setiap kemungkinan penyebab secara bertahap.

    Dikutip dari Business Insider, Senin (27/10/2025), berikut sembilan langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi iPhone yang tidak mau mengisi daya:

    1. Mulai dengan mematikan dan menyalakan kembali ponsel

    Langkah paling dasar untuk mengatasi berbagai gangguan perangkat adalah melakukan restart. Jika baterai masih tersisa, matikan iPhone, tunggu beberapa detik, lalu nyalakan kembali dan coba isi daya seperti biasa.

    2. Pastikan perangkat benar-benar tidak mengisi daya

    Sambungkan iPhone ke sumber daya, bisa melalui kabel Lightning, adaptor, atau port USB komputer. Jika baterai benar-benar habis, biarkan ponsel terhubung selama sekitar dua jam sebelum diperiksa.

    Tanda pengisian berjalan adalah munculnya ikon petir di dalam atau di samping simbol baterai di layar. Jika ikon tersebut tidak terlihat, kemungkinan besar ponsel belum mengisi daya.

    3. Hindari pengisian nirkabel sementara waktu

    Bagi pengguna iPhone yang mendukung wireless charging, sebaiknya hentikan sementara metode tersebut untuk memastikan sumber masalah. 

    Lepas ponsel dari casing pengisian nirkabel dan coba isi daya menggunakan kabel Lightning. Jika berhasil, gangguan kemungkinan berasal dari fitur nirkabel atau casing yang digunakan.

    4. Periksa port Lightning

    Debu atau serat kain dari saku dan tas sering kali menyumbat port pengisian. Periksa bagian port dengan hati-hati, dan bila terlihat kotor, bersihkan perlahan menggunakan tusuk gigi plastik atau alat nonlogam berujung runcing.

    Pengguna juga dapat menggunakan semprotan udara bertekanan (compressed air) untuk membersihkan bagian dalam port sebelum mencoba mengisi daya kembali.

    5. Periksa kondisi kabel

    Kabel Lightning menjadi salah satu sumber masalah paling umum. Kabel yang sudah lama digunakan bisa retak, terkelupas, atau bahkan putus di bagian dalam meski tampak utuh.

    Jika kabel terlihat rusak, segera ganti dengan kabel baru dan sebaiknya kabel resmi Apple. 

    Untuk memastikan, coba gunakan kabel lain yang sudah terbukti berfungsi dengan baik di perangkat lain.

    6. Pastikan sumber daya berfungsi dengan baik

    Bila mengisi daya melalui port USB komputer, pastikan perangkat dalam keadaan menyala dan tidak dalam mode tidur. Coba juga port USB lain atau gunakan adaptor daya langsung ke stopkontak.

    Jika tetap tidak berfungsi, gunakan adaptor lain yang masih berfungsi dengan baik, misalnya dari iPhone atau iPad lain.

    7. Perbarui perangkat lunak (iOS)

    Gangguan pengisian daya kadang disebabkan oleh bug pada sistem operasi. Pastikan iPhone sudah menjalankan versi iOS terbaru dengan membuka Settings > General > Software Update, lalu pilih Install Now bila pembaruan tersedia.

    8. Lakukan reset atau pemulihan pabrik

    Jika semua cara di atas belum berhasil, pengguna bisa melakukan factory reset untuk mengembalikan pengaturan ke kondisi awal. Langkah ini dapat membantu menghapus gangguan sistem yang memengaruhi proses pengisian daya.

    Sebelum melakukannya, pastikan seluruh data penting sudah dicadangkan.

    9. Bawa ke layanan resmi Apple

    Apabila iPhone tetap tidak bisa diisi daya setelah semua langkah dicoba, besar kemungkinan terjadi kerusakan pada perangkat keras. Solusinya, bawa ponsel ke Apple Store atau pusat layanan resmi Apple untuk pemeriksaan lebih lanjut.

  • Digital Realty Tegaskan AI Butuh Data Center di Pusat Kota

    Digital Realty Tegaskan AI Butuh Data Center di Pusat Kota

    Bisnis.com, JAKARTA— Digital Realty menilai keberadaan pusat data (data center) di kawasan pusat kota (in-town) masih memiliki peran strategis, terutama untuk mendukung layanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang membutuhkan latensi rendah.

    CFO Digital Realty, Krishna Worotikan, menjelaskan perkembangan teknologi AI telah mendorong peningkatan kebutuhan daya secara signifikan. 

    Jika sebelumnya beban kerja non-AI hanya berada di kisaran 10 kilowatt, kini angkanya melonjak menjadi lebih dari 100 kilowatt. 

    Kondisi ini menuntut ketersediaan dan distribusi daya yang jauh lebih besar, terutama dengan adanya perbedaan antara kawasan pusat Jakarta dan wilayah di luar kota.

    Dia menambahkan, kebutuhan infrastruktur juga berbeda untuk setiap jenis beban kerja, seperti pelatihan AI (AI training) dan penerapan AI (AI inference).

    “Untuk pelatihan AI, lokasi yang agak jauh dari pusat kota masih bisa digunakan. Tapi untuk penerapan AI di tahap produksi yang membutuhkan waktu respons cepat, pusat kota Jakarta menjadi pilihan untuk mengurangi latensi. Itu salah satu tantangannya,” kata Krishna dalam acara Citi Data Center Day Senin (27/10/2025).

    Lebih lanjut, Krishna juga menekankan pentingnya mencari solusi berkelanjutan bagi kebutuhan daya dan pengelolaan panas yang dihasilkan pusat data. 

    Dia mencontohkan beberapa inisiatif yang telah dilakukan Digital Realty di luar negeri. Salah satunya melalui proyek di kampus Frankfurt dan Seattle, di mana panas buangan dimanfaatkan kembali untuk mendukung fasilitas lain. 

    Di Seattle, misalnya, kampus Amazon menggunakan sebagian panas dari pusat data Digital Realty sebagai sumber pemanas. 

    Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi panas buangan, tetapi juga menekan waktu dan energi yang sebelumnya dibutuhkan untuk mengatasinya, sehingga masalah tersebut kini berhasil diubah menjadi solusi.

    Lebih lanjut, dia menyebut Singapura sebagai salah satu contoh penerapan energi hijau yang sudah berjalan efektif di kawasan Asia Tenggara.

    “Mulai 2025, seluruh operasi kami di sana sudah 100% menggunakan energi terbarukan. Ada beberapa cara yang kami lakukan,” katanya. 

    Krishna mengungkapkan untuk mencapai operasi berbasis 100% energi terbarukan di Singapura, Digital Realty menerapkan sejumlah langkah, mulai dari penggunaan biomassa hingga pemasangan panel surya di atap dua kampusnya, yakni. 

    Sisa kebutuhan energi hijau dipenuhi melalui pembelian kredit karbon (public credits) sebagai kompensasi.

    Dia menambahkan, upaya tersebut sejalan dengan regulasi pemerintah Singapura yang mewajibkan penggunaan energi terbarukan bagi operator pusat data baru. Menurutnya, Indonesia masih memiliki perjalanan panjang menuju target serupa, tetapi dapat banyak belajar dari pengalaman negara tetangga yang sudah lebih dulu menerapkannya.

    Di sisi lain, Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) memperkirakan dalam tiga hingga lima tahun mendatang, tren pembangunan pusat data di Indonesia akan bergeser dari kawasan pusat kota menuju wilayah pinggiran atau suburban.

    Ketua IDPRO, Hendra Suryakusuma, mengatakan saat ini geliat pembangunan pusat data di pusat kota, khususnya Jakarta, masih sangat intens. 

    Namun dalam jangka menengah hingga panjang, arah pengembangan akan beralih ke luar kota.

    “Kita juga tidak bisa mengabaikan bahwa dalam mungkin jangka menengah, menengah itu artinya 3–5 tahun ya, hingga panjang itu 10 tahun, akan terjadi pergeseran ke arah suburban atau daerah luar kota ya,” katanya.

    Menurutnya, pergeseran ini didorong oleh harga tanah yang tinggi di Jakarta serta keterbatasan kapasitas energi dan lahan di ibu kota. Kini, wilayah seperti Bekasi, Jababeka, Karawang, dan Tangerang menjadi magnet baru bagi pelaku industri pusat data berkat dukungan infrastruktur kelistrikan dan konektivitas yang memadai.

    Selain itu, kawasan ekonomi khusus seperti Nongsa Digital Park di Batam juga semakin menarik perhatian industri.

    “Di Nongsa Digital Park, 42 hektare khusus untuk pelaku industri data center. Ada 9 pemain di sana dan lahannya sudah laku semua. Kalau ada wilayah seperti di Nongsa, itu juga karena tidak ada import duty[bea masuk], tidak ada pajak penambahan nilai, itu juga menarik gitu ya,” kata Hendra.

  • Maxim Berharap Penyusunan Perpres Ojol Libatkan Seluruh Pihak

    Maxim Berharap Penyusunan Perpres Ojol Libatkan Seluruh Pihak

    Bisnis.com, JAKARTA — Maxim Indonesia berharap seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam pembahasan Peraturan Presiden (Perpres) tentang transportasi online, termasuk kesejahteraan pengemudi ojek online (ojol) dan persaingan usaha di sektor tersebut.

    Development Director Maxim Indonesia, Dirhamsyah, mengatakan pihaknya belum dapat berkomentar banyak mengenai rencana penerbitan aturan tersebut. Terlebih Maxim juga belum menerima undangan ataupun dokumen resmi untuk melakukan pembahasan bersama terkait penyusunan Perpres transportasi daring tersebut.

    Namun demikian, Dirhamsyah mengatakan pihaknya berharap agar proses penyusunan aturan ini dilakukan secara inklusif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan

    “Termasuk didalamnya adalah perusahaan e-hailing agar terciptanya regulasi yang berimbang dan berkelanjutan,” kata Dirhamsyah kepada Bisnis pada Senin (27/10/2025).

    Menurut dia, Maxim siap berpartisipasi aktif memberikan masukan dari perspektif industri untuk mewujudkan keputusan terbaik demi keberlanjutan ekosistem transportasi daring di Indonesia. 

    Sebagai penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi, lanjut Dirhamsyah, Maxim percaya kebijakan yang tepat dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi para mitra pengemudi tanpa mengurangi fleksibilitas kerja yang selama ini menjadi keunggulan utama model kemitraan di sektor ini.

    Terkait dengan pengaturan tarif, dia mengatakan Maxim berkomitmen untuk terus menyesuaikan kebijakan internal sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan Republik Indonesia dengan tetap menjaga keterjangkauan harga bagi masyarakat dan keberlanjutan pendapatan bagi mitra pengemudi.

    Dia juga menekankan pentingnya keselarasan antara regulasi tarif yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar tercipta peraturan yang adil bagi semua pihak.

    “Serta berimbang, untuk menjaga stabilitas pasar, pendapatan mitra pengemudi, dan keberlanjutan perusahaan e-hailing,” tutur Dirhamsyah.

    Sebelumnya, pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur kesejahteraan para pengemudi ojol sekaligus menciptakan persaingan usaha yang lebih sehat antarperusahaan aplikasi transportasi daring. Hal tersebut diungkapkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi saat ditemui di Kantor Sekretariat Negara (Kemensesneg), Jakarta, Jumat (24/10/2025).

    “Sedang dikomunikasikan semua. Ya makanya kan dari draft itu. Kemudian kami pelajari. Kemudian ada yang masih perlu dikomunikasikan dengan semua pihak. Kami cari jalan keluar terbaik,” kata Prasetyo.

    Menurutnya, penyusunan aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna, yang sebelumnya meminta agar dua perusahaan besar penyedia jasa ojek online dipanggil untuk membahas kesejahteraan pengemudi dan persaingan usaha yang adil.

    Prasetyo menegaskan regulasi ini akan mencakup berbagai aspek, mulai dari status kerja pengemudi, pengaturan tarif, hingga perlindungan sosial bagi para mitra ojol.

    “Iya, terutama juga perlindungan kepada teman-teman ojol,” ujarnya.

    Dia menambahkan, bentuk regulasi yang sedang dirancang kemungkinan besar berupa Peraturan Presiden (Perpres) agar proses penyusunannya dapat dilakukan dengan cepat. Sementara ketika ditanya soal target waktu penerbitan aturan tersebut, Prasetyo memastikan penyelesaiannya akan dilakukan dalam waktu dekat. 

    “Secepatnya, [tahun ini] sangat mungkin. Sudah ada tinggal ada [bahannya] beberapa yang masih kami harus cari titik temunya. Tapi secara umum kan sudah hampir semua,” tegasnya.

  • INA Dorong Pemerintah Siapkan Insentif, Tarik Investor Asing ke Bisnis Data Center

    INA Dorong Pemerintah Siapkan Insentif, Tarik Investor Asing ke Bisnis Data Center

    Bisnis.com, JAKARTA— Indonesia Investment Authority (INA) menilai pemerintah perlu memperkuat pemberian insentif bagi investor asing agar minat penanaman modal di sektor pusat data (data center) tetap terjaga.

    Head of Digital Infrastructure, Transportation & Logistics Investments INA, Johan Batubara, mencontohkan kawasan Batam yang memiliki keunggulan sebagai free trade zone, sehingga biaya impor peralatan dapat ditekan.

    “Jika diberlakukan bea masuk 10–15%, itu bisa langsung menaikkan biaya secara signifikan bukan hanya untuk operator, tapi juga penyewa,” kata Johan dalam acara Citi Data Center Day 2025 di Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Johan menjelaskan, secara fundamental daya tarik Indonesia sebagai lokasi pengembangan pusat data terus meningkat, terutama di Pulau Jawa yang dinilai unggul dari sisi ketersediaan listrik, lahan, serta infrastruktur pendukung seperti konektivitas dan pasokan air.

    Menurutnya, pembangunan pusat data membutuhkan modal yang besar. Untuk membangun pusat data saja dibutuhkan sekitar US$10 juta atau sekitar Rp166,21 miliar per megawatt.

    Dia menambahkan, bagi penyewa pusat data, biaya yang harus ditanggung bisa mencapai tiga hingga lima kali lipat lebih besar. Karena itu, kebijakan insentif menjadi krusial untuk menjaga daya tarik investasi.

    Selain faktor biaya, Johan menilai Indonesia juga memiliki keunggulan lain dari sisi efisiensi energi dan fleksibilitas regulasi, terutama di kawasan perdagangan bebas.

    Indonesia memang memiliki biaya energi yang lebih murah, dan kawasan perdagangan bebas membuat proses implementasi lebih mudah dan fleksibel, termasuk dalam hal regulasi data. 

    “Kami sudah berkomunikasi dengan berbagai instansi pemerintah agar ada kompromi kebijakan,” katanya.

    Dari sisi pendanaan, Johan menyampaikan bahwa minat investor global terhadap sektor pusat data sangat tinggi. 

    Dia menilai modal pada dasarnya sudah tersedia, namun tantangan utama saat ini adalah pada keahlian dan kemampuan eksekusi dari pelaku lokal.

    Karena itu, INA juga membuka peluang kemitraan strategis dengan pemerintah, termasuk dalam pengembangan energi terbarukan. 

    “Kami juga membuka peluang kerja sama dengan pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan, karena sektor pusat data bisa menjadi anchor buyer listrik yang besar, menjaga keseimbangan suplai energi nasional,” tuturnya.

    Johan menambahkan, pembiayaan industri pusat data saat ini masih didominasi oleh bank-bank regional yang memiliki jaringan lintas negara.

    “Untuk saat ini, karena industri pusat data masih relatif baru di kawasan ini, sebagian besar pembiayaan masih bersifat lokal berdasarkan aset lokal. Bank-bank regional dengan cakupan dan kehadiran di berbagai pasar memiliki keunggulan. Biasanya mereka menggunakan neraca mereka sendiri untuk pembiayaan, dan pihak yang memiliki jaringan lintas negara akan menjadi pemenang,” ujarnya.

  • AI jadi Berkah dan Tantangan bagi Pemain Data Center, Ini Sebabnya

    AI jadi Berkah dan Tantangan bagi Pemain Data Center, Ini Sebabnya

    Bisnis.com, JAKARTA — ST Telemedia Global Data Centres (STT GDC) Indonesia menyebut kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI) membuat kebutuhan terhadap layanan data center meningkat. Namun, sejalan dengan peningkatan itu, ongkos yang harus disiapkan juga membesar. 

    Country Head ST Telemedia Global Data Centres (STT GDC) Indonesia, Hendrikus Gozali, mengatakan perubahan kebutuhan kapasitas menjadi salah satu indikator utama pergeseran teknologi di industri pusat data.

    “Ketika kami memulai pembangunan fasilitas di Indonesia, desainnya masih berdasarkan kebutuhan cloud 2.0, yaitu satu rak dengan kapasitas 8 kilowatt. Namun ketika pembangunan selesai, kebutuhannya bukan 8 lagi,” kata Hendrikus dalam City Data Centre Day 2025 di Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Menurut Hendrikus, peningkatan permintaan daya terus terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Hendrikus menuturkan bahwa saat ini pihaknya telah menyiapkan kapasitas hingga 40 kilowatt dan sebagian dari kapasitas tersebut sudah mulai terisi.

    Dia menjelaskan, tren peningkatan kapasitas ini semakin pesat seiring dengan perkembangan chip dan teknologi AI. 

    Hendrikus mengatakan saat ini sudah muncul teknologi baru seperti Blackwell yang memiliki kapasitas hingga 130–150 kilowatt. Bahkan, menurutnya, Nvidia telah mengumumkan rencana meluncurkan chip dengan kebutuhan daya mencapai 600 kilowatt pada 2027.

    Dia menilai perubahan ini sangat signifikan dan menjadi momentum penting bagi pertumbuhan bisnis data center. 

    “Itu benar-benar berbeda. Jadi, soal kapasitas ini sangat menarik karena di sinilah kita bisa terus bertumbuh,” ujarnya.

    Hendrikus menambahkan, skala kebutuhan kini meningkat berkali lipat. 

    “Kebutuhan yang dulu hanya 2 megawatt kini menjadi 20 megawatt, dan sekarang kita berbicara tentang perusahaan yang ingin memiliki fasilitas hingga 100 megawatt. Hal ini karena pelatihan AI membutuhkan latensi yang sangat rendah,” tuturnya. 

    Hendrikus menjelaskan tantangan utama bagi industri pusat data saat ini adalah memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan, termasuk dalam hal pengadaan lahan (land banking) dan ketersediaan pasokan listrik (power banking).

    Menurutnya, dua hal tersebut kini menjadi fokus utama investasi industri data center. 

    “Di situlah biaya investasi akan berfokus. Saya melihat land banking dan power banking sebagai sesuatu yang menarik. Power banking berarti kita harus memiliki pasokan listrik yang memadai,” katanya.

    Dia juga menekankan pentingnya kesiapan infrastruktur dasar untuk mendukung ekspansi data center di kawasan Asia Tenggara. 

    “Kita juga harus memiliki lahan. Misalnya, seperti yang Anda lihat di Thailand, mereka pindah dari Johor ke Thailand. Tapi sekarang di Thailand muncul masalah baru, pasokan listrik terbatas. Karena itu, mereka kini melirik Jakarta, bukan Batam. Sebab biaya listrik bukan satu-satunya pertimbangan di sini,” ujar Hendrikus.

    Lebih lanjut, dia menilai faktor geopolitik dan dukungan lembaga keuangan lokal turut berperan dalam menentukan arah ekspansi industri ini. 

    “Jadi, hal ini juga penting bagi pihak perbankan, yakni menentukan lokasi mana yang layak didukung, di mana bisnis akan bertumbuh. Ketika bisnis tidak berkembang, seperti yang saya katakan, itu seperti koloni energi, mereka pindah dari satu negara ke negara lain, mengekspor sumber daya, dan selesai,” katanya.

  • STT GDC Incar Pembiayaan Hijau, Modal untuk Ekspansi Data Center

    STT GDC Incar Pembiayaan Hijau, Modal untuk Ekspansi Data Center

    Bisnis.com, JAKARTA— Industri pusat data atau data center di Indonesia tengah memasuki fase baru dengan pembiayaan hijua sebagai salah satu kanal mendapatkan modal untuk ekspansi. 

    Country Head ST Telemedia Global Data Centres (STT GDC) Indonesia, Hendrikus Gozali, mengatakan bank-bank lokal kini mulai merangkul pembiayaan untuk infrastruktur digital. 

    Hal ini menandai pergeseran dari pola pembiayaan tradisional yang selama ini lebih banyak mengalir ke sektor pertambangan dan infrastruktur fisik.

    Menurut Hendrikus, terdapat dua perubahan besar dalam model pembiayaan yang kini menguntungkan pengembang pusat data, yakni adopsi konsep pembiayaan hijau dan struktur pembayaran yang lebih fleksibel.

    “Mereka juga beralih dari amortisasi kaku ke model pembayaran penuh. Jadi ini sangat membantu pusat data untuk berkembang,” kata Hendrikus dalam acara Citi Data Center Day di Jakarta pada Senin (27/10/2025).

    Lebih lanjut, Hendrikus mengungkapkan STT GDC secara global berkomitmen terhadap inisiatif hijau dan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). 

    Baginya, komitmen terhadap ESG bukan hanya kewajiban korporasi, tetapi juga tanggung jawab moral. 

    Pendekatan tersebut, kata Hendrikus, membuat STT GDC semakin menarik bagi lembaga keuangan yang mencari proyek-proyek berkelanjutan.

    Hendrikus menilai dorongan adopsi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan beban kerja GPU (graphics processing unit) telah mengubah kebutuhan teknis pusat data secara drastis.

    Kenaikan kebutuhan daya terus berlanjut seiring perkembangan teknologi chip AI. 

    Perubahan cepat ini membuat pengembang pusat data tidak hanya memikirkan modal proyek, tetapi juga strategi land banking (pengamanan lahan) dan power banking (jaminan pasokan listrik).

    “Di sinilah biaya akan diinvestasikan. Jadi, saya pikir menarik, land banking dan power banking. Power banking artinya Anda perlu memiliki daya,” ucap Hendrikus.

    Menurut Hendrikus, lembaga keuangan perlu memahami karakteristik bisnis pusat data yang sangat dinamis, baik dari sisi teknis maupun model kepemilikan dan kemitraan teknologi. 

    Tidak semua bank merespons dengan cara yang sama. Beberapa bank regional atau berbasis Tiongkok dinilai masih berhati-hati, sementara lembaga keuangan dari Timur Tengah dan Eropa menunjukkan minat lebih besar tergantung pada struktur proyek dan mitra teknologinya.

    Hendrikus menyebut tantangan terbesar industri pusat data bukan berasal dari sisi teknologi, melainkan faktor eksternal seperti geopolitik, tarif, dan kebijakan kedaulatan data. Selain itu, perubahan kebijakan energi dan tarif di negara tetangga dapat berdampak pada efisiensi dan valuasi aset.

    Karena itu, Hendrikus menilai penting adanya koordinasi kebijakan publik dan dukungan pemerintah terhadap investor.

    Meski menghadapi berbagai tantangan, Hendrikus optimistis terhadap prospek industri pusat data di Indonesia. Dia melihat perhatian pemerintah terhadap pengembangan pusat data dan AI semakin meningkat.

    “Indonesia sekarang, pemerintah sangat tertarik dengan pusat data. Mereka sedang banyak bekerja. Mereka benar-benar ingin menjadi negara AI pertama di Asia Tenggara,” ujarnya.

  • RI Butuh Investasi Rp53,2 Triliun di Komputasi untuk Kembangkan AI Berdaulat

    RI Butuh Investasi Rp53,2 Triliun di Komputasi untuk Kembangkan AI Berdaulat

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia butuh investasi sebesar US$3,2 miliar atau Rp53,21 triliun untuk memenuhi kebutuhan komputasi awan Indonesia, yang berdampak pada tumbuhnya AI Berdaulat, 

    Dalam laporan Empowering Indonesia Report 2025 bertema “AI Berdaulat jadi Fondasi Pertumbuhan Menuju Indonesia Emas 2045” yang dirilis oleh Indosat bekerja sama dengan Komdigi, dan Twimbit, disebutkan bahwa  AI berdaulat diproyeksikan menambah hingga US$140 miliar atau Rp2.321,3 triliun terhadap PDB Indonesia pada 2030. 

    AI berdaulat juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 6,8%. Namun, untuk mencapai angka tersebut terdapat beberapa pilar yang perlu disiapkan, termasuk investasi pada teknologi komputasi. 

    “Dari sisi kesiapan infrastruktur, Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$3,2 miliar hingga 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional,” kata Founder and CEO Twimbit Manoj Menon di Jakarta, Senin (27/10/2025). 

    Manoj mengatakan selain investasi pada komputasi, Indonesia juga butuh pengembangan 400.000 talenta AI pada 2030, dengan investasi sebesar US$968 juta untuk pendidikan, pelatihan, dan reskilling tenaga kerja. 

    Manoj menyampaikan lima pilar utama yang harus diperkuat menuju kedaulatan AI yaitu infrastruktur digital andal, tenaga kerja AI berkelanjutan, industri AI yang tumbuh, riset dan pengembangan yang mumpuni, serta regulasi dan etika yang kokoh.

    Selain itu menurut laporan Empowering 2025, penerapan AI berdaulat juga dapat mendorong peningkatan produktivitas hingga 18% di sektor jasa, 15–20% di manufaktur, dan 5–8% di pertanian, menjadikannya faktor utama dalam memperkuat daya saing dan efisiensi nasional.

    Penekanan Komdigi

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kemandirian bangsa. Dia menekankan kedaulatan AI adalah membangun teknologi AI yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila. 

    “Selain itu menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat,” kata Nezar. 

    Sementara itu President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha mengatakan kedaulatan AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri.