Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. memperkenalkan infrastruktur Radio Access Network (RAN) berbasis kecerdasan buatan atau AI-RAN, hasil kolaborasi dengan Nokia dan NVIDIA. Lantas apa itu AI RAN dan manfaatnya?
AI RAN pertama kali diuji coba pada 12 November 2025 di Surabaya, sekaligus menjadikan Indosat sebagai operator pertama di Asia Tenggara yang menerapkan AI-RAN secara komersial. Indonesia juga menjadi negara ketiga di dunia yang menguji teknologi tersebut, setelah Amerika Serikat dan Jerman.
AI-RAN adalah pendekatan baru dalam jaringan seluler dengan menyisipkan kecerdasan buatan ke dalam fungsi RAN.
Teknologi ini memungkinkan optimalisasi pengelolaan spektrum, pengaturan daya, beamforming, prediksi trafik, hingga efisiensi energi jaringan.
Dalam arsitektur teknis 5G, modul AI dapat ditempatkan pada RAN Intelligent Controller, Centralized Unit, Distributed Unit, hingga edge computing yang berdekatan dengan base transceiver station (BTS).
Selama ini BTS identik dengan menara pemancar dan penerima sinyal yang digunakan ponsel untuk berkomunikasi. Kehadiran AI pada level BTS bukan berarti GPU komponen utama pemrosesan AI dipasang di menaranya.
GPU ditempatkan pada fasilitas edge compute di lokasi site BTS, beberapa meter dari perangkat radio. Dengan struktur yang sangat dekat dengan sumber trafik, pemrosesan AI terjadi secara real-time. Pendekatan ini dikenal sebagai AI on the Edge.
Secara teknis, model ini menjadi lompatan signifikan dibandingkan pemrosesan AI terpusat di pusat data.
Selama bertahun-tahun, hampir seluruh pemrosesan AI yakni teks, gambar, video, prediksi, maupun analitik dilakukan di pusat data atau komputasi awan yang jaraknya bisa ratusan kilometer dari pengguna.
Untuk aplikasi yang tidak membutuhkan respons cepat, hal tersebut tidak menjadi kendala. Namun, untuk layanan real-time seperti robot industri, monitoring pelabuhan, VR/AR pendidikan, hingga sistem keamanan publik, jeda beberapa milidetik dapat menghasilkan perbedaan besar.
Dengan AI yang berjalan di edge, latensi dapat ditekan drastis. Analoginya, jika GPU di pusat data adalah “presiden”, maka edge-AI di BTS adalah “kepala desa” yang mengambil keputusan langsung di lapangan, lebih cepat, dan lebih relevan.
AI-RAN juga memungkinkan jaringan bekerja lebih efisien. Misalnya, saat akhir pekan, kapasitas jaringan di pusat perbelanjaan dapat dinaikkan sebelum kepadatan terjadi.
Sebaliknya, saat trafik sepi, sistem dapat menurunkan daya pemancar atau menonaktifkan sebagian fungsi radio demi penghematan energi.
Pada skala nasional, langkah ini berpotensi menurunkan biaya operasional secara signifikan. Dari sisi keamanan, pemrosesan di edge memastikan data sensitif tidak perlu keluar dari area jaringan lokal.
Lebih jauh, penerapan AI-RAN menyiapkan Indonesia untuk memperkuat talenta digital lokal dan menciptakan inovasi berbasis kebutuhan domestik.
Pemerintah dapat mengadopsinya untuk solusi kota pintar (smart city), seperti CCTV jalan raya yang mendeteksi kecelakaan dalam hitungan detik, lampu lalu lintas yang menyesuaikan kepadatan kendaraan, sensor banjir real-time, serta pengelolaan energi yang lebih efisien.
Di sektor industri, manufaktur dapat memanfaatkan kamera berbasis edge-AI untuk mendeteksi cacat produk dalam milidetik.
Pelabuhan bisa mengoptimalkan aktivitas bongkar muat dengan analitik real-time, sementara sektor pertanian dapat mengandalkan sensor dan drone yang memproses data langsung di area perkebunan.
Dengan ribuan site BTS yang tersebar di seluruh Indonesia, teknologi AI on the Edge berpotensi menjadi jaringan “node kecerdasan” baru.
Jika diperluas secara nasional, Indonesia dapat memiliki jaringan saraf digital terdistribusi dari Sumatra hingga Papua. Komputasi awan tetap berfungsi sebagai “otak besar”, namun edge menjadi jutaan “neuron” yang bekerja dekat aktivitas ekonomi masyarakat.









