Category: Bisnis.com Tekno

  • Masih Berlaku! Ini Daftar Kode Redeem FF Hari Ini, Senin 5 Mei 2025

    Masih Berlaku! Ini Daftar Kode Redeem FF Hari Ini, Senin 5 Mei 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Garena memberikan update kode redeem Free Fire (FF) untuk diberikan kepada para pemain setia. Kode ini bisa langsung diklaim pada hari ini, Senin (5/5/2025).

    Pemain Free Fire tercepat yang menukarkannya dan beruntung bisa mendapat item menarik secara cuma-cuma, seperti senjata, skin, dan aneka voucher.

    Namun, perlu diketahui bahwa kode redeem FF terdiri dari 12 karakter berupa huruf kapital dan angka.

    Sehingga apabila kode tidak memenuhi kriteria tersebut, kemungkinan besar kode yang dimasukkan adalah palsu atau ada kesalahan.

    Kode redeem FF ini juga memiliki limit waktu dan kuota penggunaan. Dengan demikian, penukaran tak bisa dilakukan jika kode redeem telah melewati waktu yang ditentukan dan sebelumnya sudah pernah diklaim.

    Cara Klaim Kode Redeem FF

    Cara melakukan klaim kode redeem yakni dengan mengunjungi situs resmi Garena di reward.ff.garena.com/id.

    Setelah itu, lakukan login dengan masuk ke akun Anda. Masukkan kode redeem yang sudah ada dapatkan ke dalam kotak yang tersedia.

    Klik “Confirm” untuk me-redeem kodenya agar kita mendapat hadiah. Apabila berhasil, hadiah akan masuk melalui bagian Vault pada beranda gim.

    Hadiah pun bisa langsung digunakan oleh para pemain setelah kode berhasil di-redeem.

    Pemain juga bisa melakukan redeem melalui aplikasi Free Fire secara langsung. Caranya yakni masuk ke aplikasi dan pilih ikon Event di bagian atas paling kiri.

    Masuk ke info di dashboard dan pilih website kode redeem. Masukkan 12-16 digit kode redeem lalu klik tombol Konfirmasi.Kode redeem pun sudah ditukarkan.

    Kode Redeem FF Hari Ini

    Berikut ini adalah kode redeem Free Fire yang masih berlaku pada hari ini, Senin (5/5/2025):

    XN7TP5RM3K49
    FFPRAPM9TURK
    GZAPM8753PLK 
    DM457HJKLOPU
    FF5XZSZM6LEF
    OSCARGANTENG
    FFX6DI2F3B7L8K9R
    FNYJ8X55GRTHY14G
    F9C8IU2Q2Q54E1FH 
    FFR3H6V9Z2J8FX4C
    FYHR56YR56G5R6FT 
    ZRW3J4N8VX56

  • World Berhentikan Sementara Layanan Verifikasi di Indonesia, Kenapa?

    World Berhentikan Sementara Layanan Verifikasi di Indonesia, Kenapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Tools for Humanity (TFH) mengumumkan penghentian sementara layanan verifikasi World di Indonesia.

    Langkah ini dilakukan secara sukarela oleh perusahaan sembari menunggu kejelasan lebih lanjut terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan.

    “Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait. Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan kami, kami tentu akan menindaklanjutinya,” kata Juru Bicara TFH, Senin (5/5/2025).

    Pihak TFH menyadari bahwa teknologi baru kerap menghadapi tantangan berupa skeptisisme dan kekhawatiran sebelum diterima oleh masyarakat luas. 

    Fenomena serupa pernah terjadi pada ponsel, mobil, hingga komputer. Namun, teknologi-teknologi tersebut pada akhirnya terbukti membawa manfaat besar bagi umat manusia.

    Dengan semangat tersebut, TFH menyatakan bahwa pihaknya sangat berhati-hati dalam memperkenalkan World di Indonesia. Mereka menyebut telah melakukan diskusi mendalam dan berkelanjutan dengan pemerintah, mengedepankan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku.

    Selain itu, TFH aktif mengedukasi masyarakat melalui konferensi pers, acara publik, dan kampanye informasi sebelum peluncuran layanan. TFH juga menegaskan bahwa sistem verifikasi World tidak menyimpan data pribadi pengguna. 

    “Perlu kami tegaskan kembali bahwa kami memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terlebih ketika misinformasi dan disinformasi, termasuk pencurian identitas dan deep fake, merajalela,” tulis pihak TFH.

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. 

    Komdigi berniat akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.

    “Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” tegas Alexander Sabar di Jakarta, Minggu (4/4/2025).

    Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. 

    Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.

    “Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara,” ungkap Alexander.

  • Pakar Sebut World ID Dapat Dioptimalkan untuk Melawan Buzzer

    Pakar Sebut World ID Dapat Dioptimalkan untuk Melawan Buzzer

    Bisnis.com, JAKARTA — Kehadiran Worldcoin dan World ID berpotensi memberikan manfaat besar dalam meningkatkan keamanan digital di Indonesia, khususnya untuk melawan buzzer. 

    Dalam konteks online, buzzer sering digunakan untuk merujuk pada akun atau pengguna yang sengaja memposting komentar atau konten provokatif untuk memancing reaksi atau memanipulasi opini publik. Buzzer dapat digunakan untuk mempromosikan suatu produk, ide, atau agenda tertentu, atau untuk mengganggu diskusi online.

    Istilah buzzer sering digunakan dalam diskusi tentang media sosial, politik, atau kampanye online.

    Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya mengatakan potensi tersebut bisa tercapai asalkan World ID dikelola dengan baik, transparan, dan sesuai standar keamanan data.

    Apalagi, transparansi dalam pengelolaan data dan audit dari lembaga independen sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

    “Harusnya kalau dikelola dengan baik World ID akan sangat berguna,” kata Alfons kepada Bisnis, Minggu (4/5/2025).

    Menurut Alfons, sistem World ID dapat menjadi alat yang efektif untuk menghadapi masalah bot dan buzzer yang sering disalahgunakan untuk kepentingan negatif. 

    Dirinya juga menyebut sistem ini dapat mencegah akun-akun palsu atau bot yang memberikan kesan seolah-olah mewakili banyak individu, padahal dikendalikan oleh segelintir pihak.

    Tak hanya itu, Alfons menilai World ID juga berpotensi membantu mencegah penyalahgunaan identitas ganda seperti pembuatan KTP, SIM, atau paspor lebih dari satu kali oleh individu yang sama.

    “Meskipun orangnya bisa ganti nama dan identitasnya tetapi biometriknya akan tetap sama dan terdeteksi oleh sistem,” ujarnya.

    Mengenai kekhawatiran soal kebocoran data, Alfons menekankan pentingnya pengelolaan dan enkripsi yang baik, serta pengawasan dari institusi yang terpercaya. 

    Dirinya juga menyoroti bahwa data pribadi warga Indonesia saat ini sudah banyak yang dikelola oleh perusahaan asing, seperti Google Maps dan Waze.

    “Demikian pula dengan data kita di cloud, Microsoft apps, WhatsApp, Meta itu semua data berharga. Jadi agak memperihatinkan kalau pemerintah kurang menyadari hal ini,” ucap Alfons.

    Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi mengingatkan pentingnya menjaga data biometrik, seperti sidik jari dan terutama iris mata, dari potensi penyalahgunaan. 

    Diringa menyoroti potensi penyalahgunaan oleh aplikasi yang tidak bertanggung jawab, salah satunya World ID.

    “Alih-alih untuk keamanan, bisa saja aplikasi nakal memanfaatkannya untuk hal-hal negatif, termasuk kejahatan siber,” pungkas Heru.

  • Mengenal Worldcoin, Proyek Kripto yang Dibekukan Sementara oleh Komdigi

    Mengenal Worldcoin, Proyek Kripto yang Dibekukan Sementara oleh Komdigi

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menjadi salah satu tujuan ekspansi proyek uang kripto Worldcoin milik CEO OpenAI Sam Altman.

    Fenomena Worldcoin mulai nampak pada awal 2024, ketika perusahaan Tools for Humanity secara agresif membuka titik-titik pendaftaran Worldcoin di kota besar Indonesia.

    Dengan iming-iming token yang bisa menjadi uang, ribuan warga rela antre untuk memindai bola mata mereka di perangkat berbentuk bulat futuristik yang disebut “Orb”.

    Sebab, setelah memindai iris mata melalui perangkat Orb, pengguna akan mendapatkan World ID, serta hadiah token Worldcoin (WLD) yang nilainya berkisar ratusan ribu rupiah.

    Namun, kehadiran Worldcoin mulai menuai sorotan dari otoritas dan pakar teknologi di Indonesia. Kekhawatiran utama adalah pengumpulan data biometrik, terutama retina mata, yang sangat sensitif dan tidak bisa diubah jika bocor.

    Lalu, apa itu Worldcoin?

    Worldcoin adalah proyek uang kripto di bawah naungan Tools for Humanity yang berbasis di San Fransisco dan Berlin. Menariknya, proyek yang satu ini hanya dapat dibuat dan digunakan oleh manusia sungguhan. 

    Diketahui, untuk mendapatkan World ID atau akun kripto Worldcoin, para calon pengguna harus melakukan pemindaian iris mata, dengan tujuan agar pengguna dapat membedakan antara orang sungguhan dengan robot AI daring. 

    Meski memindai iris mata, dalam situs resminya pihak World memastikan data pribadi yang dibagikan dengan World dienkripsi selama transit dan saat disimpan.

    Selain itu, World Foundation dan perusahaan kontributor Tools for Humanity tidak pernah dan tidak akan pernah menjual data pribadi apa pun, termasuk data biometrik.

    Dibekukan Komdigi

    Kekhawatiran kebocoran data masyarakat yang dilakukan Worldcoin, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bergerak cepat dengan membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. 

    Komdigi berniat akan memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.

    “Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” tegas Alexander Sabar di Jakarta, Minggu (4/4/2025).

    Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. 

    Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.

  • Apple Gandeng Anthropic Kembangkan Vibe Coding Berbasis AI, Ada Sentuhan Google?

    Apple Gandeng Anthropic Kembangkan Vibe Coding Berbasis AI, Ada Sentuhan Google?

    Bisnis.com, JAKARTA — Apple dilaporkan menjalin kemitraan dengan perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI) Anthropic. Kemitraan ini bakal mengembangkan platform pengodean baru bertenaga artificial intelligence (AI) yang dikenal dengan sebutan “Vibe Coding”.

    Adapun Anthropic pada 2023 mendapat pendanaan dari puluhan triliun rupiah dari Google dan Amazon. 

    Melansir dari Reuters, Minggu (4/5/2025) platform ini dirancang untuk menulis, mengedit, dan menguji kode secara otomatis atas nama programmer, menurut laporan Bloomberg News yang mengutip sumber internal.

    Vibe Coding merupakan pendekatan baru dalam dunia pemrograman, di mana agen AI menghasilkan dan menyempurnakan kode, mencerminkan tren yang tengah naik daun dalam industri teknologi.

    Proyek terbaru ini kabarnya merupakan versi lanjutan dari Xcode yang akan mengintegrasikan model Claude Sonnet milik Anthropic. 

    Meskipun belum ada komentar resmi dari kedua perusahaan, laporan tersebut menyebutkan bahwa Apple akan terlebih dahulu menguji sistem ini secara internal, tanpa jadwal pasti untuk peluncuran publik.

    Sebelumnya, Apple pernah memperkenalkan Swift Assist, sebuah alat pengodean berbasis AI untuk Xcode yang direncanakan rilis pada 2024. 

    Namun, alat tersebut tidak pernah diluncurkan, menyusul kekhawatiran teknis terkait potensi perlambatan pengembangan aplikasi.

    Langkah ini memperlihatkan strategi Apple dalam memperkuat posisinya di tengah persaingan ketat industri AI generatif. 

    Perusahaan teknologi raksasa ini secara aktif membenamkan fitur-fitur AI ke dalam ekosistem perangkatnya, termasuk penggunaan chip AI canggih serta integrasi layanan seperti ChatGPT untuk pengalaman pengguna yang lebih cerdas.

    Sementara itu Anthropic sempat mendapat pendanaan jumbo dari Google pada 2023.

    Google, telah menyepakati untuk berinvestasi sebesar $2 miliar atau setara Rp31,8 triliun (kurs: Rp15.910) di Anthropic, sebuah startup kecerdasan buatan yang didirikan oleh Mantan petinggi OpenAI.

    Perusahaan tersebut telah berkomitmen untuk melakukan investasi dengan uang muka sekitar $500 juta setara Rp7,9 triliun dan tambahan dana sebesar $1,5 miliar atau Rp23,8 triliun yang diinvestasikan secara bertahap.

    Google sudah menjadi investor di Anthropic, dan investasi baru ini akan menyoroti upayanya yang makin besar untuk bersaing lebih baik dengan Microsoft (MSFT.O). Salah satu pendukung utama pencipta ChatGPT OpenAI, ketika perusahaan teknologi besar berlomba untuk mengintegrasikan AI ke dalam perusahaan mereka.

    Amazon.com (AMZN.O) juga menyatakan bahwa pihaknya akan berinvestasi hingga $4 miliar di Anthropic untuk bersaing dengan pesaing cloud yang berkembang di bidang AI, pada bulan lalu.

    Menurut laporan triwulanan Amazon kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS minggu ini, pengecer online tersebut merinci investasinya dalam surat utang Anthroponic senilai $1,25 miliar yang dapat dikonversi menjadi saham.

    Sementara itu, kemampuan untuk berinvestasi hingga $2,75 miliar dalam surat utang kedua akan berakhir kuartal pertama tahun 2024. 

    Sayangnya, Google menolak untuk berkomentar, dan Amazon juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters terkait aksi korporasi tersebut. Bahkan, The Wall Street Journal sebelumnya memberitakan kabar perjanjian terbaru dengan Anthropic. 

  • Temu Hanya Jual Produk Buatan AS Imbas Aturan Trump, Berkah Pedagang Lokal?

    Temu Hanya Jual Produk Buatan AS Imbas Aturan Trump, Berkah Pedagang Lokal?

    Bisnis.com, JAKARTA — Raksasa e-commerce asal China, Temu, telah menghentikan pengiriman barang-barang murah dari China ke Amerika Serikat (AS), imbas Presiden AS Donald Trump memotong celah perdagangan untuk menghindari tarif dan pemeriksaan bea cukai.

    Temu saat ini hanya menjual produk dari pedagang yang berasal dari AS, yang diperkirakan berdampak pada perekonomian para pedagang lokal.

    Melansir dari New York Post, Minggu (4/5/2025), situs Temu di AS kini hanya menampilkan produk yang mereka sebut sebagai barang “lokal”, yakni produk yang sebelumnya dikirim dalam jumlah besar dari luar negeri dan disimpan di gudang-gudang di AS untuk menghindari tarif Trump.

    “Semua penjualan di AS kini ditangani oleh penjual yang berbasis lokal, dengan pesanan yang dipenuhi dari dalam negeri,” kata juru bicara Temu kepada The Post dalam pernyataan.

    Adapun, berakhirnya pengecualian de minimis menjadi pukulan besar bagi Temu, yang dimiliki oleh PDD Holdings yang berbasis di China, serta pesaingnya Shein.

    Kedua platform ini memanfaatkan celah untuk mengirim paket bernilai kurang dari US$800 ke AS tanpa dikenai bea masuk.

    Namun, seiring dengan meroketnya popularitas dua raksasa e-commerce asal China ini—berkat pengiriman cepat dan murah seperti kaus seharga US$5 atau gaun US$10—penggunaan aturan de minimis juga ikut melonjak.

    Menurut Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, sebanyak 1,36 miliar pengiriman masuk ke AS melalui pengecualian tersebut pada 2024, atau naik dari 637 juta hanya empat tahun sebelumnya.

    Namun, Trump menghapuskan pengecualian tersebut untuk barang yang dibuat di China dan Hong Kong. Di sisi lain, Temu telah bersiap menghadapi tekanan tarif ini secara bertahap.

    Minggu lalu, mereka mulai menampilkan barang “lokal” di bagian atas laman situs untuk pelanggan AS dan mengumumkan rencana menaikkan harga. Serta, mulai mengenakan “biaya impor” khusus pada produk-produk dari luar negeri.

    Selain menghadapi tarif baru dengan besaran tinggi mencapai 145% untuk barang dari China, paket Temu dan Shein kini juga harus melewati proses bea cukai tanpa adanya pengecualian, yang dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman.

    Menurut The Wall Street Journal, pejabat bea cukai kini harus memeriksa secara acak tambahan 1 juta paket per hari, di mana jumlah barang yang dikirim kedua perusahaan tersebut ke AS setiap harinya.

    Namun sekitar satu tahun yang lalu, menurut laporan The Journal, saat bersiap menghadapi berakhirnya celah ini, Temu mulai merekrut penjual asal AS yang mengimpor stok mereka sendiri dari China. Hingga kini, Temu masih secara aktif merekrut penjual-penjual AS.

    Produk-produk Temu sebelumnya 20%—30% dijual lebih murah dibandingkan pesaing AS seperti Amazon, namun kini Temu diperkirakan akan kehilangan sebagian besar keunggulan harganya, terutama karena stok yang tersisa di AS semakin menipis.

  • E-Commerce Temu Hentikan Pengiriman Produk dari China ke AS, Imbas Tarif Trump

    E-Commerce Temu Hentikan Pengiriman Produk dari China ke AS, Imbas Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Platform e-commerce asal China, Temu, menghentikan pengiriman langsung produk dari China ke Amerika Serikat (AS).

    Hal ini dilakukan menyusul perubahan besar dalam kebijakan perdagangan AS terhadap barang-barang impor murah.

    Melansir dari Techcrunch, Minggu (4/5/2025) langkah ini merupakan bagian dari strategi baru perusahaan dalam merespons peningkatan tarif dan berakhirnya aturan de minimis oleh pemerintah AS.

    Melalui perintah eksekutif, Presiden AS Donald Trump menghapus aturan de minimis yang sebelumnya memungkinkan barang senilai hingga US$800 masuk ke AS tanpa dikenakan tarif.

    Dalam sebuah laporan ditemukan pelanggan Temu di AS mulai melihat penambahan biaya impor sebesar 130% hingga 150% pada tagihan mereka. 

    Menghadapi lonjakan biaya ini, Temu memutuskan untuk menghentikan pengiriman produk langsung dari China. Saat ini, hanya produk yang tersedia di gudang dalam negeri AS yang ditampilkan di platform, sementara barang dari China ditandai sebagai stok habis.

    Sebagai bagian dari strategi adaptifnya, Temu kini mulai fokus merekrut penjual lokal di Amerika Serikat. 

    “Temu telah secara aktif merekrut penjual AS untuk bergabung dengan platform tersebut,” ujar juru bicara perusahaan,”

    Sebelumnya, Temu dan Shein dilaporkan memangkas tajam belanja iklan digital mereka di Amerika Serikat.

    Melansir dari Reuters, Kamis (17/4/2025) pemangkasan ini menyusul kebijakan tarif baru dari pemerintah AS yang mengancam model bisnis pengiriman barang murah langsung dari China ke konsumen Amerika.

    Langkah kedua perusahaan ini menandai pukulan tersendiri bagi platform teknologi besar seperti Facebookmilik Meta, YouTube milik Google, serta aplikasi lain seperti TikTok, Snapchat, dan X (dulu Twitter), yang sebelumnya mendapat manfaat besar dari gencarnya iklan Temu dan Shein.

    Perubahan mendadak ini dipicu oleh perintah eksekutif dari Presiden Donald Trump yang menghapus pengecualian tarif untuk barang impor bernilai di bawah US$800 dari China dan Hong Kong, berlaku mulai 2 Mei 2025.

    Aturan ini mengakhiri situasi yang selama ini menjadi celah hukum yang memungkinkan Temu dan Shein mengirimkan produk murah tanpa beban tarif.

    Dampaknya, kedua perusahaan dikabarkan akan menaikkan harga produk mulai pekan depan untuk menyesuaikan dengan meningkatnya biaya impor. 

  • Komdigi Bekukan Izin Worldcoin dan World ID

    Komdigi Bekukan Izin Worldcoin dan World ID

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. 

    Komdigi berniat akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi dan  PT. Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.

    “Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” tegas Alexander Sabar di Jakarta, Minggu (4/4/2025).

    Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT. Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. 

    Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT. Sandina Abadi Nusantara.

    “Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT. Sandina Abadi Nusantara,” ungkap Alexander.

    Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.

    Sabar menambahkan, Komdigi berkomitmen untuk mengawasi ekosistem digital secara adil dan tegas demi menjamin keamanan ruang digital nasional. Dalam hal ini, peran aktif masyarakat juga sangat dibutuhkan.

    “Komdigi juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap layanan digital yang tidak sah, serta segera melaporkan dugaan pelanggaran melalui kanal resmi pengaduan publik,” tandasnya.

    Adapun, proyek uang kripto Worldcoin di bawah naungan Tools for Humanity yang berbasis di San Fransisco dan Berlin. Menariknya, proyek yang satu ini hanya dapat dibuat dan digunakan oleh manusia sungguhan. 

    Diketahui, untuk mendapatkan World ID atau akun kripto Worldcoin, para calon pengguna harus melakukan pemindaian iris mata, dengan tujuan agar pengguna dapat membedakan antara orang sungguhan dengan robot AI daring. 

  • Komdigi Andalkan Pendekatan Sandboxing Dorong Penguatan AI di Sektor Kesehatan

    Komdigi Andalkan Pendekatan Sandboxing Dorong Penguatan AI di Sektor Kesehatan

    Bisnis.com, JAKARTA  — Wakil Menteri Komunikasi dan Digita (Wamenkomdigi), Nezar Patria menegaskan pentingnya pengembangan dan pengawasan teknologi kecerdasan buatan (AI) di sektor kesehatan melalui pendekatan sandboxing.

    Sandboxing adalah teknik yang memungkinkan eksekusi program dalam lingkungan terisolasi, yang disebut “sandbox”. Lingkungan ini membatasi akses terhadap sumber daya lainnya.

    Dalam konteks AI untuk kesehatan maka teknologi AI dapat diterapkan terbatas pada wilayah atau sektor tertentu sebelum akhirnya siap dieksplorasi ke dunia yang lebih luas. 

    Nezar Patria menyatakan sebelum sistem AI diimplementasikan secara luas, sistem tersebut harus melewati tahap pengujian dalam lingkungan terbatas dan terkontrol sebelum terintegrasi ke sistem yang lebih besar.

    “Saya kira penting sekali. AI itu harus lolos dulu dari proses ini. Di situ kita bisa lihat bagaimana sistem itu comply dengan regulasi, mitigasi risikonya seperti apa, dan apakah cocok dengan use case yang diajukan, dengan trial yang dibuat,” kata Nezar, Minggu (4/5/2025).

    Menurut Nezar melalui proses sandboxing, para pemangku kepentingan dapat menilai berbagai aspek teknis dan etis, termasuk kesiapan operasional dan potensi dampaknya terhadap masyarakat.

    Dia mencontohkan China sebagai negara yang unggul dalam pengembangan AI karena menerapkan sandboxing di level domestik sebelum go global.

    “China itu sudah sampai pada level advanced AI-nya, lebih banyak robot diciptakan dengan AI di sana untuk melakukan tugas-tugas. Dan sebelum go global, mereka mencoba di pasar domestik dulu, jadi sandboxing nya sudah berlangsung di negara mereka lebih dulu,” tuturnya.

    Nezar juga mengingatkan tantangan dalam penerapan model Agentic AI yang mampu membuat keputusan sendiri. 

    Risiko ini, lanjutnya, tidak dapat dihindari dalam pengembangan teknologi mutakhir, terutama dalam konteks kesehatan, di mana risiko AI bukan hanya teknis, tetapi juga sosial dan etis.

    “Kalau masih butuh campur tangan manusia, kita harus punya kebijakan soal human in the loop. AI di sektor kesehatan tantangannya besar sekali. Disinformasi misalnya, itu sektor kesehatan adalah yang tertinggi kedua setelah politik. Belum lagi ada bias dengan kepentingan komersial. Bisa saja muncul rekomendasi medis yang tidak pernah melewati uji klinis,” jelasnya.

    Oleh karena itu, Nezar Patria menekankan pentingnya pengembangan AI kesehatan yang berbasis pada data nasional yang telah dikurasi dan divalidasi oleh para ahli dalam negeri.

    “Dengan pendekatan ini, Indonesia bisa membangun sistem AI yang tidak hanya inovatif, tetapi juga aman, etis, dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.

  • Maxim Kompak Berharap Driver Tetap Berstatus Mitra, Bukan UMKM

    Maxim Kompak Berharap Driver Tetap Berstatus Mitra, Bukan UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan penyedia layanan transportasi online Maxim dan Grab angkat suara terkait dengan wacana pemerintah tentang status kerja pengemudi yang bekerja dengan platform digital seperti ojek online (ojol) maupun pengemudi taksi online. 

    Sebelumnya, Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berencana memasukkan pengemudi transportasi online sebagai bagian dari UMKM. Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempertimbangkan pengemudi transportasi online untuk ditetapkan sebagai karyawan tetap.

    Menanggapi hal itu, pihak Maxim meminta pemerintah berhati-hati dan mengkaji kembali secara komprehensif dengan turut memperhatikan konsekuensi yang terjadi untuk pengemudi maupun untuk perekonomian Indonesia jika pengemudi ojol dimasukkan ke dalam bagian UMKM. .

    Menyoal Revisi Undang-Undang untuk memasukkan mitra pengemudi menjadi bagian dari UMKM, Maxim menegaskan perusahaan ingin memastikan kebijakan tersebut benar-benar dapat membantu para mitra pengemudi, serta tetap menghargai aspek fleksibilitas dan kemandirian.

    Menurut Government Relation Maxim Indonesia Rafi Assagaf, skema klasifikasi UMKM ini menawarkan alternatif yang inklusif, strategis, dan selaras dengan semangat transformasi digital, tapi harus dikelola dengan posisi yang jelas dan koordinasi antar seluruh pemangku kepentingan. 

    “Pendekatan kebijakan yang seimbang dengan melibatkan masukan dari berbagai stakeholder sangat penting untuk menjamin kesejahteraan tanpa mengorbankan inovasi, akses hingga ekosistem transportasi online,” kata Rafi, dikutip Minggu (4/5/2025).

    Dia menambahkan perusahaan akan menghargai dan mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem transportasi online yang efektif serta upaya untuk memperkuat posisi para mitra pengemudi di dalamnya, salah satunya dengan wacana klasifikasi pengemudi sebagai UMKM. 

    Dalam hal ini, model kemitraan yang dimasukkan ke dalam kategori UMKM dinilai dapat menjadi solusi yang cocok untuk mendukung kesejahteraan dan perlindungan pengemudi transportasi online.

    “Model Kemitraan dengan klasifikasi UMKM saat ini lebih selaras dengan struktur ekonomi digital Indonesia. Konsep ini memungkinkan fleksibilitas, akses pendapatan, dan kemandirian tetap terjaga, sekaligus membuka ruang bagi perlindungan sosial dan dukungan pembinaan yang lebih terstruktur, termasuk kemungkinan integrasi ke dalam skema UMKM secara fungsional,” jelasnya.

    Selain itu, tambah Rafi, pengemudi bisa mendapatkan beberapa kemudahan dari pemerintah sehingga beban untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi tidak hanya dilimpahkan seluruhnya kepada aplikator.

    Ilustrasi driver Maxim

    Terkait dengan rancangan untuk memasukkan pengemudi transportasi online sebagai pekerja tetap, dia menilai rencana tersebut bukan merupakan gagasan yang tepat dan bertentangan dengan sifat hubungan kerja antara perusahaan dan pengemudi. 

    Secara khusus, status karyawan menyiratkan jam kerja minimal 40 jam seminggu, jadwal kerja yang jelas, dan pemenuhan pesanan hanya dari satu aplikator.

    “Status karyawan justru akan memberatkan pengemudi yang tidak dapat memenuhi syarat sebagai pekerja tetap yang juga akan menghilangkan fleksibilitas dan kenyamanan sistem kerja bagi pengemudi,” jelasnya. 

    Perubahan status mitra pengemudi menjadi karyawan dianggap berpotensi mengurangi daya serap kerja yang selama ini mampu menampung jutaan pencari nafkah di sektor ini dan juga dapat menambah beban operasional bagi perusahaan. 

    Pada akhirnya, kata Rafi, hal ini membuat banyak orang akan kehilangan mata pencaharian mereka yang juga akan berdampak pada menurunnya perekonomian secara keseluruhan.

    Dia menegaskan kebijakan yang berhubungan dengan sektor transportasi online ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan banyak faktor. Hal tersebut dikarenakan ride-hailing merupakan industri yang telah mendorong pertumbuhan perekonomian digital di Indonesia secara signifikan. 

    Selain untuk mendukung mobilitas masyarakat, kata dia, sektor ini juga telah memberikan kesempatan untuk jutaan masyarakat agar dapat memperoleh penghasilan baik sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan pendukung.

    Sementara itu, Grab menilai pengalihan status akan menghilangkan fleksibilitas yang selama ini dimiliki oleh mitra driver. 

    Mitra lebih sulit dalam mengatur waktu kerja ketika beralih status. Sementara itu, dengan menjadi mitra mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan secara mandiri dan berkelanjutan.  

    “Bahkan, menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan di masa transisi atau saat menghadapi tantangan ekonomi,” ujar Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy.