Category: Bisnis.com Tekno

  • Catalyst Policy Works Beberkan 6 Prasyarat untuk Capai AI Berdikari

    Catalyst Policy Works Beberkan 6 Prasyarat untuk Capai AI Berdikari

    Bisnis.com, JAKARTA— Catalyst Policy Works mendorong Indonesia untuk menerapkan sovereign artificial intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial berdikari.

    Sovereign AI merujuk pada kemampuan sebuah bangsa untuk menciptakan, mengelola, dan mengamankan teknologi AI dengan sumber daya sendiri, mulai dari infrastruktur data hingga talenta manusia.

    Executive Director Catalyst Policy Works Wahyudi Djafar menjelaskan terdapat sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai sovereign AI.

    Prasyarat pertama berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur digital. Menurutnya, Indonesia membutuhkan infrastruktur yang memadai dan berada di dalam negeri untuk mendukung pengembangan AI.

    “Seperti seberapa besar kapasitas GPU ya, graphic positioning unit yang bisa digunakan untuk learning AI dan sebagainya,” kata Wahyudi dalam editor meeting bertajuk Menjelajah Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional: Pijakan untuk Berdikari di Kantor Bisnis Indonesia, Kamis (18/12/2025).

    Prasyarat berikutnya menyangkut pengembangan tenaga kerja (workforce development), khususnya terkait talenta.

    Wahyudi menekankan pentingnya menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dan mampu mengembangkan model AI serta teknologi turunannya. Selanjutnya, prasyarat lain adalah research development and innovation.

    Dia menjelaskan aspek ini menuntut adanya koordinasi dan hubungan yang solid antarpemangku kepentingan.

    “Hubungan yang pas gitu, antara dunia academic, universitas, lembaga-lembaga riset, BRIN, dan sebagainya, dengan industri, dengan inovasi,” katanya.

    Wahyudi mencontohkan Arab Saudi yang secara serius memanfaatkan sovereign fund untuk mengembangkan riset model AI berbasis bahasa Arab. “Nah disini kan Danantara belum melakukan itu kayaknya gitu kan, itu satu hal,” katanya.

    Prasyarat berikutnya berkaitan dengan regulatory and ethical framework yang mencakup regulasi serta prinsip etika.

    Menurut Wahyudi, Indonesia masih berada pada tahap awal karena baru mengandalkan pendekatan sukarela melalui surat edaran, tanpa regulasi yang lebih mengikat. Menurutnya, di tingkat regulasi, pengaturan AI di Indonesia juga masih sangat terbatas.

    “Karena basis regulasi undang-undang informasi dan transaksi elektronik, maupun juga undang-undang pelindung data pribadi, itu masih sangat terbatas bicara tentang artificial intelligence, bicara tentang kecerdasan artifisial,” katanya.

    Direktur Eksekutif Catalyst Policy-Works Wahyudi Djafar (dari kanan), SVP Regulatory and Government Affairs PT Indosat Tbk. Ajar A. Edi, dan Asisten Manajer Konten Bisnis Indonesia Leo Dwi Jatmiko berbincang seusai Editor Meeting di Jakarta, Kamis (18/12/2025).

    Selain itu, Wahyudi menyoroti pentingnya stimulating AI industry atau pemberian stimulus bagi industri AI, termasuk dalam bentuk kebijakan perpajakan, insentif fiskal lainnya, serta dukungan terhadap pengembangan sumber daya manusia.

    “Nah terakhir tentu international cooperation, jadi meskipun pada akhirnya ingin mencapai apa namanya, kecerdasan artifisial berdikasi. Tapi kerjasama internasional itu tetap diperlukan,” katanya.

    Menurutnya, pemenuhan seluruh elemen yang dibutuhkan dalam pengembangan kecerdasan artifisial berdikari tetap membutuhkan keterlibatan banyak negara. Setiap negara, lanjut Wahyudi, memiliki fokus yang berbeda dalam pengembangan AI.

    PERANG DINGIN AI

    Dia menyebutkan saat ini terdapat tiga kekuatan utama dalam “perang dingin” AI global, yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China.

    Wahyudi menjelaskan Amerika Serikat memprioritaskan investasi besar dalam riset teknologi canggih untuk mempercepat inovasi AI yang berkelanjutan dan kompetitif.

    “Nah menariknya adalah, kompetisi itu terjadi antar perusahaan Amerika Serikat sendiri, bagaimana investasi jor-joran yang dilakukan oleh Meta, Google, IBM, termasuk Microsoft gitu kan untuk berkejaran satu sama lain dalam konteks pengembangan AI ini,” katanya.

    Selain itu, Amerika Serikat juga menempatkan perlindungan kekayaan intelektual sebagai prioritas utama guna menjaga keunggulan kompetitif dalam pengembangan AI.

    “Nah ini yang kita juga masih mencari sebenarnya ya. Misalnya ketika kita bicara perlindungan kekayaan intelektual di dalam surat edaran Menkominfo 9/2023, itu kira-kira fokusnya kan seperti apa sih gitu kan,” katanya.

    Sementara itu, Uni Eropa menekankan regulasi perlindungan data yang ketat. Wahyudi menyebut Uni Eropa menetapkan standar tinggi dalam perlindungan privasi data untuk memastikan penggunaan AI berjalan secara etis.

    Dengan penerapan EU GDPR, Eropa juga menurunkan berbagai panduan yang dikembangkan oleh European Data Protection Board, khususnya dalam pemrosesan data pribadi untuk pengembangan AI. Selain itu, aspek etika menjadi perhatian utama dalam penerapan teknologi tersebut.

    “Karena di sana kalau kita baca EU AI Act, mereka kan sebenarnya mencoba untuk balancing, menyeimbangkan antara kepentingan inovasi dan ekonomi Uni Eropa dengan perlindungan terhadap fundamental rights dari warga negara Eropa gitu ya,” katanya.

    Menurut Wahyudi, negara-negara Uni Eropa juga mendorong kolaborasi lintas negara guna mencapai kedaulatan digital bersama di bidang AI. Adapun China, lanjut Wahyudi, memiliki tiga prioritas utama.

    Pertama adalah riset AI terpadu yang telah dilakukan dalam jangka panjang untuk memperkuat fondasi teknologi dan inovasi kecerdasan buatan. Termasuk di dalamnya pengembangan dan produksi chip khusus AI guna mendukung ekosistem AI yang mandiri.

    “Ini juga satu hal yang sedang digelut oleh pemerintah Indonesia kalau kita mengikuti kementerian koordinator bidang perekonomian yang itu sedang menyusun draft meta jalan semiproductor ya,” katanya.

    Wahyudi menambahkan ketersediaan chip menjadi faktor krusial bagi pengembangan AI. Selain itu, China juga mendorong aplikasi komersial AI melalui implementasi di berbagai sektor untuk mempercepat adopsi teknologi dan memperkuat kemandirian pasar.

    “Jadi ini tiga contoh yang apa namanya three peak ya di dalam konteks pertarungan dari AI,” ungkapnya.

  • RI Butuh Kendali Data untuk Capai Kecerdasan Artifisial Berdikari

    RI Butuh Kendali Data untuk Capai Kecerdasan Artifisial Berdikari

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. (ISAT) menekankan bahwa ambisi Indonesia untuk mencapai kedaulatan di bidang Kecerdasan Artifisial (AI) atau Sovereign AI harus ditopang oleh ekosistem yang kuat. 

    Kedaulatan ini dinilai krusial untuk memperkuat daya saing nasional dan menutup celah pertumbuhan ekonomi digital di masa depan.

    SVP Regulatory and Government Indosat Ajar Edi menyatakan Indonesia harus memegang kendali penuh atas komponen-komponen krusial dalam rantai nilai AI, terutama terkait infrastruktur dan pengelolaan data di dalam negeri.

    “Kita yakin kita punya backbone-nya, talentanya juga ada. Namun, negara harus memiliki kendali atas infrastruktur dan data yang dikelola agar benar-benar berdaulat,” ujar Ajar Edi di Kantor Wisma Bisnis Indonesia Jakarta, Kamis (18/12/2025).

    Ajar menegaskan penguatan ekosistem AI nasional setidaknya harus bertumpu pada tiga fondasi utama yaitu, investasi infrastruktur, pengembangan talenta, dan komitmen regulasi yang jelas. 

    Ketersediaan infrastruktur digital yang mumpuni adalah syarat mutlak, menurutnya. Pemerintah dan pelaku industri perlu memastikan bahwa sebanyak mungkin infrastruktur AI, termasuk kapasitas GPU dan data center, berada di bawah yurisdiksi hukum Indonesia.

    Menurutnya, makin banyak pusat data yang beroperasi di dalam negeri, maka kerangka AI nasional akan makin kuat. Dia mengibaratkan infrastruktur ini sebagai tulang penyangga sistem yang menentukan seberapa jauh AI dapat diimplementasikan secara efektif untuk kebutuhan nasional.

    Namun, untuk menarik minat investasi swasta pada perangkat keras yang mahal seperti GPU, Ajar menilai pemerintah perlu menghadirkan berbagai insentif. 

    Insentif yang dimaksud adalah dengan adanya harga energi yang kompetitif hingga keringanan pajak saat mendatangkan barang-barang teknologi yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

    Selain itu, kepastian regulasi juga sangat dinantikan oleh pelaku industri. Hal ini mencakup jaminan bahwa data harus diolah dan disajikan menggunakan infrastruktur AI yang berada di wilayah Indonesia demi menjaga keamanan dan kedaulatan data nasional.

    Selanjutnya, ekosistem AI yang kuat memerlukan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Ajar menyoroti peran strategis perguruan tinggi dan universitas yang menjadi fasilitator bagi kebutuhan industri. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Era AI dan Tantangan Bisnis di Indonesia

    Era AI dan Tantangan Bisnis di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa tahun terakhir, dunia bisnis Indonesia menghadapi percepatan teknologi yang tidak dapat lagi diabaikan. Prediksi Goldman Sachs (2025) mengenai potensi gelombang pengurangan tenaga kerja akibat artificial intelligence (AI) memang menimbulkan kekhawatiran, tetapi bagi para pemimpin perusahaan, isu ini seharusnya dibaca sebagai momentum untuk meninjau kembali arah bisnis dan kesiapan organisasi.

    Kita memasuki fase di mana kemampuan membaca tanda-tanda zaman menjadi sama pentingnya dengan kemampuan mengelola operasi. Perusahaan tidak lagi cukup hanya efisien; mereka harus adaptif, presisi, dan bergerak dengan kecepatan yang sejalan dengan perubahan teknologi.

    Klaus Schwab, melalui konsep Fourth Industrial Revolution, mengingatkan bahwa teknologi bukan lagi sekadar elemen pendukung operasional, tetapi faktor struktural yang membentuk lanskap kompetisi. Namun kenyataannya, banyak organisasi masih menempatkan teknologi sebagai alat, bukan sebagai bagian dari strategi inti.

    Situasi ini menyebabkan perusahaan hanya memperbaiki permukaan, tetapi tidak mengubah fondasi. Padahal, dalam era yang penuh ketidakpastian, ketepatan membaca arah perubahan menentukan keberlanjutan perusahaan.

    Evolusi Pemikiran Digital: Dari Perubahan Bentuk ke Perubahan Logika

    Para pemikir seperti Yoo et al. (2010) telah membedakan secara jelas antara digitizing dan digitalization: yang pertama hanya memindahkan bentuk analog menjadi digital, sementara yang kedua mengubah proses dan logika organisasi.

    Digital transformation, sebagaimana dijelaskan oleh Westerman, McAfee, dan Brynjolfsson (MIT, 2014), merupakan fase ketika teknologi bukan lagi pelengkap, tetapi menjadi pusat strategi perusahaan. Perusahaan yang berhasil bertransformasi adalah perusahaan yang memahami bahwa teknologi membentuk cara baru untuk menciptakan dan menangkap nilai.

    Memasuki era AI, Soni (2019), Holmström (2021), dan Davenport (2018) menekankan bahwa AI membawa perubahan yang jauh lebih mendasar. AI tidak hanya melakukan otomatisasi; ia menjadi cognitive enabler yang memperluas kemampuan organisasi menganalisis, memahami pola, dan mengambil keputusan.

    Dengan kata lain, AI mengubah cara perusahaan berpikir, bekerja, dan berkompetisi. Bagi perusahaan Indonesia, ini berarti membangun kemampuan baru yang lebih dalam daripada sekadar membeli teknologi.

    Tiga Fondasi Strategis di Era AI

    Pertama, Data Advantage. Keunggulan bersaing hari ini bertumpu pada kualitas data. Bukan sekadar banyaknya data, tetapi kemampuan organisasi mengumpulkan, membersihkan, menghubungkan, dan menggunakan data untuk pengambilan keputusan.

    Davenport serta Brynjolfsson & McAfee menegaskan bahwa tanpa fondasi data yang kuat, AI tidak akan memberikan nilai strategis. Data bukan hanya aset, melainkan sumber augmented intelligence. Perusahaan yang menunda membangun fondasi data akan tertinggal jauh.

    Kedua, Network Effects. Ekonomi digital dibangun di atas logika jaringan. Nilai perusahaan meningkat seiring bertambahnya pengguna dan interaksi. Parker dan Van Alstyne menyebutnya sebagai “mesin pertumbuhan eksponensial.” AI pun bekerja dalam logika yang sama: semakin banyak input, semakin tajam kemampuan analitisnya.

    Pemimpin bisnis perlu memahami ini, karena network effects menjadi pengungkit pertumbuhan yang tidak mungkin dicapai oleh model linear tradisional. Keunggulan kompetitif hari ini bukan hanya soal produk, tetapi soal jejaring.

    Ketiga, Ecosystem Power. Menurut Richard Adner, keberhasilan inovasi tidak ditentukan hanya oleh kompetensi internal, tetapi oleh kemampuan perusahaan mengorkestrasi kolaborasi lintas pihak.

    Pemenang masa depan bukan lagi perusahaan yang paling kuat secara individual, tetapi perusahaan yang mampu menjadi pusat gravitasi dalam sebuah ekosistem. Dalam konteks Indonesia, kemampuan menghubungkan mitra, pelanggan, regulator, dan teknologi menjadi faktor penentu keberhasilan transformasi.

    Pergeseran Pola Pikir Pemimpin: Dari Alat ke Arah Strategis

    Di tengah perubahan besar ini, pemimpin perusahaan dituntut meninggalkan pemikiran lama yang melihat teknologi hanya sebagai alat efisiensi. Era AI memerlukan pemimpin yang mengintegrasikan teknologi ke dalam inti strategi yang dimulai dari perumusan visi, pemetaan model bisnis, penataan struktur organisasi, hingga pola pengambilan keputusan.

    Pertanyaan kunci bagi pemimpin hari ini bukan lagi “teknologi apa yang harus dibeli,” tetapi “bagaimana teknologi mengubah model bisnis saya?”

    Era AI tidak bergerak pelan dan bertahap. Ia bersifat eksponensial. Menunggu hingga semuanya jelas justru membuat perusahaan kehilangan momentum. Transformasi bukan lagi pilihan tambahan; ia adalah keharusan strategis. Organisasi yang mampu bergerak cepat akan memimpin. Yang ragu-ragu akan tertinggal. Keberanian untuk melakukan lompatan menjadi kunci.

    Inilah waktu bagi para pemimpin perusahaan Indonesia untuk bergerak dan berani berpikir lebih jauh, berinovasi lebih berani, dan berkolaborasi lebih luas. Karena masa depan tidak menunggu untuk terjadi; masa depan harus dipimpin agar terwujud.

    Di tengah derasnya teknologi dan melimpahnya data, kita diingatkan oleh kerangka DIKW dari Russell Ackoff bahwa data, informasi, dan pengetahuan hanya menjadi keputusan yang benar ketika dipadukan dengan wisdom dan discernment.

    Di sinilah pemimpin tetap membutuhkan hikmat Tuhan agar setiap langkah bisnis tidak hanya cerdas, tetapi juga membawa kebaikan bagi manusia dan masa depan Indonesia yang sedang kita bangun bersama.

  • Tips Facebook Pro agar Cuan dan Cepat Monetisasi

    Tips Facebook Pro agar Cuan dan Cepat Monetisasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Banyak pengguna Facebook yang mengalihkan akunnya menjadi Facebook Pro untuk menghasilkan cuan dan keuntungan.

    Facebook Pro tidak lagi sekadar platform media sosial untuk berbagi foto, status, atau berinteraksi dengan teman dan keluarga. Facebook dengan fitur Profesional memungkinkan akun pribadi beralih ke mode profesional untuk menjangkau audiens lebih luas sekaligus membuka peluang monetisasi dari konten.

    Fitur ini dirancang untuk menjawab kebutuhan pengguna yang ingin membangun audiens, memperkuat personal branding, serta memperoleh penghasilan tanpa harus membuat Halaman (Page) terpisah. Dengan satu akun, pengguna dapat mengelola identitas pribadi sekaligus profesional secara lebih efisien.

    Apa Itu Facebook Pro?

    Dikutip dari laman Facebook, Kamis (18/12/2025), Facebook Pro adalah mode profesional pada akun Facebook pribadi, sehingga profil ditampilkan secara publik, dengan fitur khusus kreator. Mode ini memberikan akses ke statistik performa konten, jumlah pengikut, serta fitur monetisasi tertentu apabila syarat terpenuhi.

    Berbeda dengan Halaman Facebook, FB Pro tidak memisahkan identitas pengguna. Semua aktivitas tetap dilakukan melalui akun pribadi, tetapi dengan kontrol audiens yang lebih luas. Oleh karena itu, Facebook Pro banyak dipilih oleh individu yang ingin tampil profesional tanpa harus mengelola banyak akun sekaligus.

    FB Pro cocok digunakan oleh:

    Influencer, yang ingin memperluas jangkauan dan meningkatkan engagement.
    Pengguna yang membangun personal branding, seperti profesional, pembicara publik, atau edukator.
    Konten kreator, yang aktif membagikan video, Reels, atau konten informatif.
    Pebisnis kecil, yang ingin mempromosikan produk atau jasa secara personal.

    Seluruh aktivitas tersebut dapat dilakukan dari satu akun pribadi, tanpa perlu akun bisnis tambahan atau pengelolaan Page terpisah.

    Cara Daftar dan Aktivasi Facebook Pro

    Aktivasi Facebook Pro merupakan langkah paling penting dalam proses perubahan akun. Tanpa aktivasi ini, seluruh fitur profesional dan monetisasi tidak akan tersedia. Berikut langkah-langkah mengaktifkan Facebook Pro:

    Buka aplikasi Facebook dan login ke akun pribadi.
    Langkah ini memastikan bahwa perubahan dilakukan langsung dari akun yang akan diubah ke mode profesional.
    Masuk ke halaman profil pribadi (bukan Page).
    Facebook Pro hanya dapat diaktifkan dari profil individu, bukan dari halaman bisnis atau komunitas.
    Ketuk ikon tiga titik (…) atau menu pengaturan di bawah foto profil.
    Menu ini berisi berbagai pengaturan akun, termasuk opsi mode profesional jika tersedia.
    Pilih opsi “Aktifkan Mode Profesional” atau “Turn On Professional Mode”.
    Jika opsi ini belum muncul, kemungkinan fitur belum tersedia untuk akun tersebut atau aplikasi perlu diperbarui.
    Konfirmasi aktivasi dan ikuti petunjuk yang ditampilkan.
    Setelah dikonfirmasi, akun akan langsung berubah ke mode profesional.
    Lengkapi profil profesional.
    Pengguna disarankan memperbarui bio, foto profil, dan informasi publik agar terlihat lebih kredibel di mata audiens.

    Setelah aktivasi berhasil, pengguna akan melihat status profesional, jumlah pengikut (followers), serta insight atau statistik konten di profil mereka.

    Cara Mengubah Facebook Biasa ke Facebook Pro

    Mengubah Facebook biasa ke Facebook Pro pada dasarnya sama dengan mengaktifkan mode profesional. Tidak ada proses pendaftaran ulang atau pembuatan akun baru. Setelah diaktifkan:

    Akun tetap menjadi akun pribadi.
    Konten dapat ditampilkan ke publik.
    Pengguna bisa mendapatkan pengikut tanpa harus berteman.
    Profil dapat diakses sebagai kreator.

    Perubahan ini bersifat fleksibel. Artinya, pengguna juga dapat menonaktifkan Facebook Pro kapan saja melalui menu yang sama jika ingin kembali ke akun pribadi biasa.

    Pengertian Monetisasi di Facebook Pro

    Monetisasi Facebook Pro adalah kemampuan menghasilkan uang dari konten yang dibagikan melalui profil profesional. Namun, penting untuk dipahami bahwa aktivasi FB Pro tidak otomatis membuka monetisasi.

    Monetisasi hanya tersedia bagi akun yang dinilai layak oleh sistem Meta berdasarkan kebijakan dan performa akun. Oleh karena itu, pengguna perlu membangun aktivitas dan reputasi akun secara bertahap.

    Syarat Monetisasi Facebook Pro

    Agar bisa mengakses fitur monetisasi, akun Facebook Pro harus memenuhi syarat umum berikut:

    Berusia minimal 18 tahun.
    Ketentuan ini berkaitan dengan kebijakan hukum dan finansial Meta.
    Akun aktif dan mematuhi kebijakan komunitas Facebook.
    Konten yang melanggar aturan dapat menyebabkan pembatasan atau penolakan monetisasi.
    Konsisten mengunggah konten publik.
    Aktivitas konten menjadi indikator utama kelayakan monetisasi.

    Tanpa memenuhi kriteria tersebut, fitur monetisasi tidak akan muncul meskipun akun sudah menggunakan mode profesional.

    Tips Supaya Monetisasi Lebih Cepat Aktif

    Agar peluang monetisasi terbuka lebih cepat, pengguna Facebook Pro disarankan untuk:

    Konsisten mengunggah konten berkualitas.
    Konten yang relevan dan menarik akan mendorong pertumbuhan audiens.
    Menggunakan format populer seperti Reels dan video.
    Format ini memiliki jangkauan lebih luas di algoritma Facebook.
    Mendorong interaksi dengan pengikut.
    Komentar, reaksi, dan bagikan meningkatkan performa konten.
    Selalu mematuhi kebijakan Facebook.
    Kepatuhan menjadi faktor utama agar akun tidak dibatasi oleh sistem.

  • Transaksi Judi Online 2025 Turun 57%, Menkomdigi: Capaian Kolektif

    Transaksi Judi Online 2025 Turun 57%, Menkomdigi: Capaian Kolektif

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap penurunan transaksi judi online di Indonesia yang cukup signifikan terjadi berkat kerja sama seluruh pemangku kepentingan. 

    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa pada 2025 perputaran uang judol turun drastis hingga 57% dibandingkan tahun lalu.

    Menurut laporan terbaru PPATK, pada 2025 dana judi online di Indonesia sebesar Rp155,4 triliun, sementara pada 2024 sebesar Rp359,8 triliun.

    Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menjelaskan data penurunan itu adalah dampak dari kebijakan dan komitmen pemerintah dalam menekan praktik judi online.

    Dia juga menyampaikan bahwa pemerintah senantiasa akan berusaha melindungi masyarakat dari jerat destruktif judi online. 

    “Ini adalah capaian kolektif pemerintah dan masyarakat, menunjukkan juga negara hadir secara serius untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok rentan, dari jeratan judi online,” jelas Menkomdigi Meutya Hafid di Jakarta, dikutip Kamis (18/12/2025).

    Secara teknis, upaya pemerintah dalam membasmi dan mencegah judi online yang sudah menjamur di masyarakat Indonesia adalah dengan memutus akses konten yang terkena pelanggaran mempromosikan judol, serta mengawasi infrastruktur digitalnya.

    Aliran dana dari transaksi judol juga jadi salah satu metode pemerintah guna melacak dan menghentikan bandar industri tersebut. 

    Pemerintah juga berjanji bahwa capaian saat ini tidak akan melambatkan upaya mereka dalam melambatkan laju judol di Indonesia. Setiap laporan dari masyarakat dan temuan di sistem akan segera ditindaklanjuti dengan cepat agar terlaksana ruang digital yang aman dan sehat, ujar Meutya.

    Di sisi lain, PPATK juga menghitung penurunan dari jumlah pemain judi online di Indonesia pada 2025. Pemain judol di Indonesia turun 68,32% dibandingkan tahun lalu. Di 2025, pemain judol terhitung sebanyak 3,1 juta orang, sementara di 2024 sebanyak 9,7 orang.

  • Pengusaha Minta Pajak Internet Dikurangi Agar 5G Ngebut

    Pengusaha Minta Pajak Internet Dikurangi Agar 5G Ngebut

    Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan pungutan dan pajak di sektor telekomunikasi agar pengembangan jaringan generasi kelima (5G) di Indonesia dapat melaju lebih cepat.

    Direktur Eksekutif ATSI Marwan O Baasir menegaskan 5G bukan sekadar teknologi baru, melainkan bagian dari peta jalan (roadmap) pengembangan jaringan yang tidak bisa dihentikan oleh operator. Menurutnya, keberlanjutan pembangunan jaringan menjadi keniscayaan seiring meningkatnya peran internet dalam kehidupan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi digital.

    “Continuity-nya harus terjadi. Operator harus jalan di 5G,” kata Marwan ditemui usai talkshow bertajuk ‘Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition’ yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama ATSI di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Namun, Marwan menilai terdapat dua tantangan utama yang dihadapi operator dalam mengakselerasi 5G, yakni model bisnis dan struktur biaya, khususnya terkait harga spektrum serta beban pajak dan pungutan.

    Dia mempertanyakan konsistensi kebijakan pemerintah yang di satu sisi menekankan pentingnya internet bagi masyarakat, tetapi di sisi lain masih membebani layanan tersebut dengan pajak yang tinggi.

    Menurut Marwan, internet kini telah menjadi kebutuhan fundamental masyarakat sekaligus tulang punggung ekonomi digital nasional. Oleh karena itu, kebijakan fiskal seharusnya lebih berpihak pada perluasan akses dan peningkatan keterjangkauan layanan.

    “Internet itu penting banget. Udah nomor tiga. Masa masih pajak terus sih? Pajak masih tinggi, gitu. Cukup lah ambil kemewahan pajak dari kuota-kuota internet ini,” ujarnya.

    Dia menambahkan, pembebanan pajak yang berlebihan justru berpotensi menghambat adopsi layanan digital di masyarakat. ATSI pun mendorong agar kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi diturunkan ke level yang lebih rasional.

    Dia mengungkapkan, ATSI bersama sejumlah asosiasi lain telah mengusulkan penurunan PNBP dari kisaran 12,4% menjadi lebih rendah agar ruang investasi operator semakin longgar. Penurunan PNBP dinilai penting untuk mendorong percepatan pembangunan jaringan 5G.

    “Iya lah, PNBP-nya turunin lah, gitu. [supaya lebih cepat] Iya kan? Di bawah 10%?” kata Marwan.

    Di sisi lain, Marwan menyampaikan bahwa operator masih menunggu kepastian pemerintah terkait dokumen dan jadwal lelang spektrum untuk 5G. Meski demikian, dia menilai pemerintah akan mempertimbangkan kondisi terkini, termasuk upaya pemulihan konektivitas di wilayah terdampak bencana di Sumatra dan Aceh.

    “Mungkin pemerintah punya pemikiran sendiri, mungkin ditarik awal tahun kan. Saya rasa si pemerintah cukup bijak,” katanya.

    Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan penetrasi internet 5G di Indonesia mencapai 32% dari total populasi pada 2030. Pada awal 2025, penetrasi 5G masih berada di kisaran 4%–5%, dan per Oktober 2025 baru mencapai sekitar 10% dari total populasi. Angka tersebut masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang penetrasi 5G-nya telah mencapai 80%.

    Untuk mempercepat adopsi 5G, Komdigi menyiapkan lelang sejumlah pita frekuensi strategis, termasuk 700 MHz dan 2,6 GHz, selain pita 1,4 GHz. Pita 700 MHz merupakan frekuensi low band dengan jangkauan luas, sedangkan 2,6 GHz termasuk mid band yang menawarkan keseimbangan antara cakupan dan kapasitas. Kedua spektrum tersebut diharapkan menjadi katalis percepatan pembangunan dan pemerataan jaringan 5G di Tanah Air.

  • Google Bakal Bangun Data Center AI di Luar Angkasa pada 2027

    Google Bakal Bangun Data Center AI di Luar Angkasa pada 2027

    Bisnis.com, JAKARTA — Google sedang merencanakan proyek bernama Project Suncatcher, yaitu rencana membangun pusat data di luar angkasa, dengan tujuan menjalankan sistem Artificial Intelligence (AI) menggunakan satelit yang mengorbit bumi.

    Dalam proyek ini Google ingin menggunakan satelit bertenaga surya yang dilengkapi dengan chip TPU (chip khusus AI buatan Google). Satelit-satelit ini akan saling mengirim data menggunakan laser, bukan kabel atau sinyal radio biasa.

    Chip TPU ini sebenarnya sudah dipakai Google di pusat data di Bumi untuk menjalankan AI seperti Gemini 3. Sekarang Google ingin menguji apakah chip tersebut bisa bertahan di luar angkasa, yang penuh dengan radiasi, suhu ekstrem, dan kondisi keras lainnya.

    Rencananya pada awal 2027, Google akan meluncurkan dua satelit percobaan ke orbit rendah Bumi, sekitar 640 km di atas permukaan.

    Alasan utama pusat data dipindahkan ke luar angkasa adalah karena di Bumi pusat data membutuhkan listrik besar dan sistem pendinginan yang rumit. Di luar angkasa energi matahari tersedia hampir terus-menerus dan tidak terganggu awan atau malam hari, sehingga dianggap lebih efisien dan ramah lingkungan.

    Dilansir dari Space.com Rabu (17/12/2025), menurut CEO Google, Sundar Pichai, ke depan pusat data di luar angkasa bisa menjadi hal yang biasa, walaupun sekarang masih dalam tahap uji coba.

    “Bagi saya, tidak ada keraguan bahwa, sekitar satu dekade lagi, kita akan melihatnya sebagai cara yang lebih normal untuk membangun pusat data,” kata Sundar.

    Namun itu semua tidak lepas dari tantangan besar membangun pusat data di luar angkasa.

    Satelit dalam proyek ini akan ditempatkan di orbit khusus yang selalu terkena sinar matahari. Dengan posisi ini, panel surya bisa menghasilkan listrik hampir tanpa henti, tidak terganggu awan atau malam seperti di Bumi. 

    Karena itu sumber energi di luar angkasa dianggap lebih stabil dan efisien untuk menjalankan sistem AI yang membutuhkan daya besar.

    Google juga akan menguji chip AI (TPU) yang biasanya dipakai di pusat data di Bumi. 

    Hasil uji laboratorium menunjukkan chip ini cukup kuat menghadapi radiasi, tetapi tantangan sesungguhnya adalah memastikan chip tersebut bisa bekerja dengan stabil selama bertahun-tahun di luar angkasa, yang penuh dengan radiasi, suhu ekstrem, dan risiko kerusakan.

    Masalah besar lainnya adalah pendinginan dan komunikasi. Di luar angkasa tidak ada udara, sehingga panas dari komputer sulit dibuang dan harus menggunakan radiator besar dan berat. 

    Selain itu, data antar satelit akan dikirim lewat laser yang harus sangat presisi, karena satelit bergerak cepat dan sedikit kesalahan bisa membuat koneksi terputus.

    Lalu soal biaya dan perawatan. Memperbaiki satelit di orbit sangat mahal dan rumit, berbeda dengan pusat data di Bumi. 

    Uji coba dua satelit pada 2027 hanya langkah awal untuk melihat apakah teknologi dasarnya bisa bekerja. Walaupun berhasil, pusat data besar di luar angkasa masih membutuhkan waktu panjang, bahkan puluhan tahun, untuk benar-benar terwujud. (Nur Amalina)

  • Pengiriman Smartphone Diprediksi Merosot pada 2026, Komponen Makin Mahal

    Pengiriman Smartphone Diprediksi Merosot pada 2026, Komponen Makin Mahal

    Bisnis.com, JAKARTA — Laporan terbaru firma analis Counterpoint Research memprediksi pengiriman smartphone di seluruh dunia akan turun 2,1% pada 2026. Hal ini dipicu oleh kenaikan biaya komponen yang membebani produsen dan melemahkan daya beli konsumen.

    Counterpoint mengungkapkan angka penurunan 2,1% ini merupakan revisi ke bawah sebesar 2,6% poin dari perkiraan sebelumnya untuk tahun 2026.

    Pabrikan smartphone asal China, seperti HONOR, OPPO, dan vivo diperkirakan mengalami perubahan estimasi terbesar dibandingkan prediksi sebelumnya. 

    Kenaikan biaya material atau Bill of Materials (BoM) menjadi faktor utama yang menekan industri. Direktur Riset Counterpoint MS Hwang menjelaskan segmen pasar kelas bawah dengan harga di bawah US$200 atau Rp 3,3 juta adalah yang paling parah terkena dampaknya.

    “Apa yang kita lihat sekarang adalah segmen pasar kelas bawah terkena dampak paling parah, dengan biaya BoM meningkat sebesar 20%-30% sejak awal tahun,” ujar Hwang dikutip dari laman resmi Counterpoint Rabu (17/12/2025).

    Sementara itu, segmen pasar menengah dan atas juga mengalami kenaikan dengan peningkatan harga komponen mencapai kisaran 10% hingga 15%.

    Tekanan biaya ini diperburuk oleh kenaikan harga RAM yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dalam laporan terpisah berjudul ‘Memory Solutions for GenAI’, Counterpoint memprediksi harga RAM masih bisa naik lagi sebesar 40% hingga kuartal kedua 2026. 

    Kenaikan ini diperkirakan akan mendongkrak total biaya BoM antara 8% hingga lebih dari 15% di atas tingkat harga yang sudah tinggi saat ini.

    Situasi ini menempatkan para produsen smartphone atau Original Equipment Manufacturers (OEM) dalam posisi dilematis, terutama untuk produk di rentang harga terjangkau atau low range. 

    Analis Senior Counterpoint Yang Wang menegaskan kenaikan harga yang tajam pada smartphone kelas bawah tidak akan bertahan lama.

    “Jika pembebanan biaya ke konsumen tidak memungkinkan, OEM akan mulai memangkas bagian-bagian dari portofolio mereka,” kata Wang. Dia menambahkan fenomena ini sudah mulai terlihat di pasar, di mana volume Stock Keeping Unit (SKU) atau varian produk kelas bawah telah berkurang secara signifikan.

    Sebagai konsekuensi dari upaya produsen membebankan biaya kepada konsumen dan restrukturisasi portofolio produk, harga jual rata-rata atau Average Selling Prices (ASP) smartphone diperkirakan meningkat. Counterpoint memproyeksikan ASP akan naik 6,9% pada 2026, merevisi naik dari prediksi September 2025 yang memperkirakan kenaikan hanya 3,9%.

    Di tengah tekanan biaya ini, tidak semua pemain industri memiliki ketahanan yang sama. Menurut laporan tersebut, pembuat smartphone yang berada dalam posisi terbaik untuk menghadapi kekurangan pasokan dan kenaikan harga adalah mereka yang memiliki skala ekonomi besar, portofolio produk luas terutama di segmen high-end, dan integrasi vertikal yang ketat.

    “Apple dan Samsung berada di posisi terbaik untuk menghadapi beberapa kuartal ke depan,” lanjut Wang. 

    Sebaliknya, situasi akan sulit bagi produsen lain yang tidak memiliki cukup ruang gerak untuk menyeimbangkan antara mempertahankan pangsa pasar dan menjaga margin keuntungan. Dinamika ini diprediksi akan sangat terlihat pada kinerja OEM China seiring berjalannya tahun.

    Di sisi lain, Analis Senior Shenghao Bai mengungkapkan produsen mulai melakukan penurunan spesifikasi pada komponen-komponen tertentu sebagai strategi mitigasi sejak beberapa bulan lalu.

    “Pada beberapa model, kami melihat penurunan spesifikasi pada komponen seperti modul kamera dan solusi periskop, layar, komponen audio, dan tentu saja, konfigurasi memori,” jelas Bai. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tetapkan registrasi SIM card dengan biometrik pengenalan wajah mulai 1 Juli 2026, namun sejumlah hambatan harus diantisipasi agar program ini berjalan lancara.

    Pakar Keterbukaan Informasi Publik dan Pelindungan Data Pribadi Alamsyah Saragih, menilai masih banyak aspek yang harus dipertimbangkan secara serius sebelum kebijakan tersebut diterapkan.

    Menurut Alamsyah, biometrik memiliki risiko yang cukup besar. Biometrik bukanlah kata sandi yang bisa diganti apabila terjadi kebocoran data. Jika data biometrik bocor, risikonya bersifat seumur hidup.

    “Ada tiga risiko yang harus diperhatikan bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga eksklusi sosial dan mission creep,” ujarnya di acara talkshow bertajuk Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition yang digelar Komdigi di Jakarta, Rabu (17/12/2025)

    Mantan Komisioner Ombudsman RI periode 2016–2021 itu menambahkan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, pekerja informal, serta masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil berpotensi mengalami kesulitan dalam mengakses sistem biometrik.

    Keterbatasan infrastruktur dan literasi digital di sejumlah daerah juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, kesiapan akses teknologi biometrik di Indonesia dinilai belum merata. Alamsyah mencontohkan potensi persoalan dalam kondisi darurat.

    “Kalau ini tidak dimitigasi, ini akan jadi sumber keributan. Tidak kebayang misalnya ada bencana, handphone hilang, lalu orang harus pakai face recognition, tapi sistemnya belum jalan,”

    Untuk menghindari berbagai risiko tersebut, Alamsyah menyarankan pemerintah melakukan simulasi kebijakan dengan berbagai skenario kasus sebelum implementasi penuh dilakukan. Simulasi ini penting untuk mengidentifikasi potensi masalah dan menyiapkan solusi yang adil bagi seluruh masyarakat.

    Alamsyah juga menekankan pentingnya pembatasan tujuan penggunaan data biometrik secara tegas. Menurutnya, tanpa pembatasan yang ketat, data biometrik yang awalnya digunakan untuk verifikasi kepemilikan SIM berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

    “Kalau tidak ada pembatasan, niscaya bisa digunakan untuk yang lain. Mau tidak mau pemerintah harus membatasi dengan sangat ketat dan membangunnya bersama pihak-pihak lain,” ujarnya.

    Selain itu, jaminan hukum atas opsi non biometrik juga dinilai penting. Opsi ini diperlukan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu atau tidak memungkinkan menggunakan sistem biometrik, seperti lansia dan penyandang disabilitas.

    Alamsyah menilai mitigasi harus menjadi prioritas utama sebelum kebijakan ini dijalankan.

    Beberapa langkah mitigasi yang perlu dilakukan antara lain dasar hukum khusus dan pembatasan tujuan penggunaan biometrik, pemisahan database biometrik dan data komunikasi, penerapan enkripsi serta prinsip irreversibility, penguatan hak subjek data, penyediaan opsi non biometrik dan kebijakan inklusif, pengawasan independen, sanksi tegas, serta audit berkala, dan larangan penggunaan biometrik untuk surveillance massal

    Perlu diperhatikan praktik pengawasan massal selama ini justru paling banyak dilakukan oleh aparat negara.

    “Perilaku surveillance massal ini paling banyak dilakukan oleh aparat. Be careful kalau untuk tujuan itu. Kalau mau dilakukan, harus ada aturan yang jelas, sementara aturan untuk surveillance massal itu belum ada,” tegasnya.

    Alamsyah juga menguraikan sejumlah poin regulasi yang dinilai belum siap. Pertama, belum adanya pasal eksplisit yang membatasi penggunaan biometrik SIM card hanya untuk registrasi SIM, sehingga membuka risiko function creep ke ranah lain seperti perpajakan, intelijen, dan profiling.

    Kedua, belum terdapat larangan tegas terkait integrasi database biometrik dengan data komunikasi.

    Ketiga, opsi nonbiometrik belum dijamin secara eksplisit dalam regulasi yang ada.

    Keempat, hak warga sudah diatur dalam UU PDP, namun mekanisme implementasinya masih lemah dan penegakannya belum teruji.

    Terakhir, pengawasan independen masih menjadi persoalan. Otoritas pelindungan data pribadi saat ini masih berada di bawah eksekutif dan belum setara dengan Data Protection Authority (DPA) di Eropa yang bersifat independen.

    Diketahui, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah,mengatakan sistem biometrik akan ditetapkan mulai 1 Juli 2026 dan wajib digunakan untuk seluruh pendaftaran kartu baru.

    Kebijakan ini diambil sebagai respons atas kondisi keamanan digital Indonesia yang dinilai memprihatinkan.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga saat ini kerugian akibat kejahatan digital atau digital scam telah mencapai Rp8,7 triliun. Sebanyak 399.780 konsumen tercatat telah melaporkan kasus penipuan digital kepada OJK. (Nur Amalina)

  • PDN Belum Beroperasi, IDPRO Singgung Interoperabilitas Sistem hingga Tata Kelola

    PDN Belum Beroperasi, IDPRO Singgung Interoperabilitas Sistem hingga Tata Kelola

    Bisnis.com, JAKARTA— Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) menilai faktor keamanan, tata kelola operasional, hingga interoperabilitas menjadi penyebab Pusat Data Nasional (PDN) di Cikarang tak kunjung menyala.

    Ketua IDPRO Hendra Suryakusuma mengatakan proses penilaian PDN memang melibatkan aspek yang jauh lebih kompleks dibanding sekadar kesiapan fisik infrastruktur, seperti bangunan, listrik, atau sistem pendingin.

    “Tetapi mencakup verifikasi yang komprehensif terhadap cyber security posture, tata kelola operasional, interoperabilitas sistem,” kata Hendra kepada Bisnis, Rabu (17/12/2025).

    Interoperabilitas sistem data centern merujuk pada kemampuan berbagai sistem atau aplikasi untuk saling berkomunikasi, bertukar data, dan bekerja sama secara efektif tanpa intervensi manusia yang signifikan. Konsep ini penting dalam teknologi informasi untuk memastikan kolaborasi antar platform yang berbeda.

    Selain itu, menurut Hendra, kesiapan sumber daya manusia yang akan mengoperasikan PDN juga menjadi bagian penting dalam proses penilaian.

    “Jadi memang melibatkan komponen; people, process dan teknologi,” tambahnya.

    Dia menegaskan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai otoritas yang berwenang melakukan uji kelayakan keamanan siber memiliki mandat untuk memastikan PDN tidak hanya secure by design, tetapi juga secure in operation.

    Penilaian tersebut mencakup pengujian kontrol akses, sistem deteksi dan respons insiden, enkripsi data, segmentasi jaringan, serta berbagai aspek teknis lainnya.

    Seiring meningkatnya risiko dan kompleksitas ancaman siber, terutama terhadap fasilitas vital seperti PDN, Hendra menilai kehati-hatian dan ketelitian dalam proses uji kelayakan menjadi sangat krusial.

    Karena itu, lanjut dia, durasi penilaian yang relatif panjang bukan merupakan bentuk keterlambatan, melainkan wujud tanggung jawab untuk memastikan PDN benar-benar tangguh dan tepercaya sebagai tulang punggung transformasi digital nasional.

    Berdasarkan pengamatan IDPRO, standar keamanan PDN dirancang mengacu pada praktik terbaik global serta regulasi nasional. Beberapa kerangka kerja yang menjadi rujukan antara lain ISO/IEC 27001, ISO/IEC 20000, NIST Cybersecurity Framework, serta berbagai regulasi BSSN dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    “Selain itu, penerapan prinsip zero trust architecture, multi-layered security, serta keberadaan Security Operation Center yang aktif 24/7 menjadi bagian integral dari sistem pertahanan PDN. Ini untuk menghindari terjadinya kebocoran data dan juga cyber security incident lainnya Mbak,” tutur Hendra.

    Dia menegaskan IDPRO mendukung penuh langkah BSSN dan Komdigi dalam memastikan seluruh aspek keamanan PDN dipenuhi secara menyeluruh. Menurutnya, PDN harus menjadi rujukan praktik terbaik dalam pengelolaan pusat data nasional.

    “PDN harus menjadi contoh nyata best practice dalam pengelolaan data center yang aman, andal, dan berdaulat,” katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital mengungkapkan proses penilaian kelayakan PDN oleh BSSN masih berlangsung sehingga fasilitas tersebut belum dapat dioperasikan. Direktur Jenderal Teknologi Pemerintah Digital Komdigi Mira Tayyiba mengatakan PDN masih berada pada tahap evaluasi keamanan.

    “Untuk PDN doakanlah. Kami sudah siap tetapi kan masih dinilai sama BSSN. [kenapa lama?] Ya kan ada remedial segala sudah kayak orang ujian,” kata Mira kepada Bisnis, dikutip Minggu (14/12/2025).