Category: Bisnis.com Tekno

  • Bos Telegram Bagikan Warisan Rp230 Triliun ke 100 Anaknya

    Bos Telegram Bagikan Warisan Rp230 Triliun ke 100 Anaknya

    Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan akan membagikan harta warisan ke 100 anaknya.

    Taipan teknologi asal Rusia tersebut mengatakan tak menyangka akan menjadi jutawan dalam waktu singkat. Dalam sebuah wawancara, ia pun mengaku tak membeda-bedakan anaknya.

    Ia akan membagikan harta warisan senilai US$13,9 miliar atau hampir Rp230 triliun kepada 100 anaknya.

    Harta tersebut akan diberikan kepada enam anak dari hasil hubungan dengan sejumlah wanita dan sejumlah anak lainnya yang ia lahirkan melalui donor sperma.

    Dalam sebuah wawancara luas yang diterbitkan pada Kamis (19/6) di majalah politik Prancis, Le Point, Durov mengungkapkan bahwa ia tidak membedakan antara anak-anaknya yang sah dari tiga wanita yang berbeda dan mereka yang dikandung dari sperma yang disumbangkannya.

    Durov telah menyumbang ke klinik sperma selama 15 tahun, yang memberi tahu dia bahwa dia telah membantu mengandung lebih dari 100 bayi di 12 negara.

    Beruntung bagi mereka, karena mereka baru saja dimasukkan dalam surat wasiat Durov, meskipun mungkin tidak mengenal ayah biologis mereka yang kaya raya.

    “Saya menulis surat wasiat saya baru-baru ini. Saya tidak membuat perbedaan antara anak-anak saya, baik yang dikandung secara alami dan yang berasal dari sumbangan sperma saya. Mereka semua adalah anak-anak saya dan semuanya akan memiliki hak yang sama! Saya tidak ingin mereka saling mencabik setelah kematian saya,”kata Durov kepada publikasi Prancis Le Point, dilansir Fortune, Sabtu (21/6/2025).

    Artinya akan ada setidaknya 106 anaknya masing-masing bisa mendapatkan sekitar US$132 juta karena memiliki hubungan dengan pengusaha kelahiran Rusia tersebut.

    Namun, mereka harus menunggu lama sebelum mewarisi kekayaan itu.

    “Saya memutuskan bahwa anak-anak saya tidak akan memiliki akses ke kekayaan saya hingga jangka waktu tiga puluh tahun ke depan, mulai dari hari ini,” lanjut Durov.

    Dia masih ingin mereka hidup seperti orang normal, membangun diri mereka sendiri, belajar untuk percaya pada diri mereka sendiri, mampu berkarya, dan tidak bergantung pada rekening bank.

    “Karena saya tidak menjual Telegram, tidak masalah. Saya tidak memiliki uang ini di rekening bank. Aset likuid saya jauh lebih rendah – dan itu tidak berasal dari Telegram: aset tersebut berasal dari investasi saya di bitcoin pada tahun 2013,” ujarnya.

    Kemudian terkait menulis wasiat, Durov mengatakan bahwa pekerjaannya ini mengundang banyak musuh. Untuk itu ia ingin melindungi Telegram dan anak-anaknya.

    Untuk diketahui, Give Legacy, sebuah klinik sperma dan kesuburan, memberi tahu Fortune apakah mereka tahu atau tidak bahwa mereka akan mendapatkan rejeki nomplok dari ayah kandung mereka bergantung pada apakah Durov adalah “donor langsung”, yang dikenal oleh orang tua kandung, atau “donor anonim” dengan peraturan yang lebih ketat.

  • AI Agentik Tawarkan Fleksibilitas, Keamanan jadi Sorotan

    AI Agentik Tawarkan Fleksibilitas, Keamanan jadi Sorotan

    Bisnis.com, JAKARTA — Keamanan teknologi Agentik Kecerdasan Buatan (AI) yang bergerak cepat di berbagai sektor di dunia, menarik perhatian. Fleksibiklitas yang dan kemudahan yang ditawarkan teknologi memiliki tantangan yang harus diantisipasi. 

    AI Agentik adalah sistem AI yang dirancang untuk menjalankan tugas secara mandiri atas nama pengguna atau sistem lain. Berbeda dengan AI Generatif atau chatbot tradisional yang hanya merespons perintah. 

    AI Agentik memiliki kemampuan untuk mengakses data real-time dan memanfaatkan informasi terkini untuk mengambil keputusan hingga bertindak secara otonom tanpa pengawasan manusia.

    Implementasi teknologi memunculkan peluang efisiensi bagi bisnis model perusahaan, namun di sisi lain terdapat tantangan keamanan data,

    Presiden dan Chief Product Officer Cisco Jeetu Patel mengatakan dunia memasuki lonjakan inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika berbagai organisasi menerapkan AI agentik untuk mengotomatisasi alur kerja dan menyelesaikan masalah-masalah kompleks. 

    Kondisi tersebut menghadirkan tantangan dalam memastikan kualitas yang diberikan dan keamanan jaringan melalui teknologi AI generasi baru, dengan salah satu sektor yang telah mengadopsi adalah sektor manufaktur. 

    “Infrastruktur makin vital pada era AI—yakni jaringan dan pengalaman yang aman, yang dioptimalkan untuk AI dan menghubungkan dunia serta menggerakkan ekonomi global,” kata Patel, dikutip Selasa (24/6/2025).

    Patel juga mengatakan bahwa keamanan yang kuat kini makin kritikal karena perusahaan menghadapi kompleksitas akibat makin banyaknya aplikasi, tenaga kerja yang sangat tersebar dan beraktifitas secara mobile, serta ancaman-ancaman yang canggih berbasis AI. 

    Dalam mengatasi hal tersebut, Cisco memperkenalkan inovasi di seluruh produk Hybrid Mesh Firewall dan Universal Zero Trust Network Access (ZTNA); mengumumkan dua Firewall baru, seri 6100 dan seri 200, yang memberikan kinerja dan harga terbaik di kelasnya bagi para pelanggan. 

    “Cisco Security Cloud membantu para pelanggan menghadapi tantangan dalam mengamankan AI Agentik,” kata Patel.

    Cisco menyasar perusahaan kelas atas melalui seri 6100. Perusahaan memberikan kinerja Layer 7 400 Gbps dalam desain dua unit rak (RU) yang ringkas, Cisco 6100 memberikan kinerja yang unggul dengan jejak yang lebih kecil dibandingkan dengan peralatan unit lima rak pesaing yang hanya mencapai 180 Gbps. 

    Sementara itu, dengan seri 200, firewall Cisco yang lebih kecil, yang dirancang untuk cabang. Seri 200 menawarkan lebih dari 1,5Gbps inspeksi ancaman on-box bertenaga AI dalam paket yang ringkas. 

  • AS Waspadai Serangan Siber Iran Terhadap Sektor Keuangan hingga Jaringan Listrik

    AS Waspadai Serangan Siber Iran Terhadap Sektor Keuangan hingga Jaringan Listrik

    Bisnis.com, JAKARTA—  Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) mengeluarkan peringatan kepada pelaku bisnis dan lembaga di AS untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi serangan siber yang disponsori pemerintah Iran serta gangguan digital skala kecil dari kelompok hacktivist pro-Iran, menyusul serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.

    “Baik kelompok hacktivist maupun aktor siber yang terkait dengan pemerintah Iran secara rutin menargetkan jaringan AS yang lemah dan perangkat yang terhubung ke internet guna melakukan serangan siber yang mengganggu,” demikian bunyi peringatan tersebut dikutip dari laman The Register pada Selasa (24/6/2025). 

    DHS menyebut, meski Iran memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan siber destruktif, tingkat keberhasilan dan kecanggihan teknis mereka sejauh ini masih tergolong terbatas. 

    Salah satu insiden besar terjadi pada 2023, ketika kelompok siber Iran bernama CyberAv3ngers yang dikaitkan dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) berhasil mengakses beberapa sistem air di AS melalui kata sandi bawaan pada pengendali logika yang terhubung ke internet.

    Pada akhir tahun 2023, kelompok yang sama kembali menyerang sistem pengelolaan air dan bahan bakar di AS dan Israel menggunakan malware khusus. Meski berhasil menembus sistem vital tersebut, kelompok ini tidak menyebabkan kerusakan besar dan hanya membagikan video keberhasilan mereka di kanal Telegram.

    Mantan agen FBI dan wakil presiden di perusahaan keamanan siber Optiv, James Turgal memperkirakan balasan Iran akan diwujudkan dalam bentuk serangan siber destruktif, termasuk peluncuran malware penghancur (wiper), terhadap situs pemerintah AS, sektor jasa keuangan, serta infrastruktur penting seperti pembangkit listrik dan instalasi pengolahan air.

    “Iran juga mungkin kembali menggunakan serangan DDoS [Distributed Denial of Service]. Tim peretas pro-Iran ‘313 Team’ telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan DDoS terhadap platform Truth Social hanya beberapa jam setelah serangan udara AS,” kata Turgal.

    Selain itu, serangan siber diperkirakan mencakup kampanye disinformasi dan manipulasi media, termasuk perusakan situs web dan penyebaran video propaganda deepfake, serupa dengan taktik yang digunakan Rusia saat awal invasi ke Ukraina.

    Think tank keamanan nasional Foundation for Defense of Democracies mengungkap Iran telah menjalankan kampanye psikologis melalui akun-akun palsu yang menyamar sebagai warga Israel di platform Telegram dan X (dahulu Twitter), dengan menyebarkan pesan-pesan yang bersifat merusak moral dalam bahasa Ibrani. 

    Meski menyasar publik Israel, Turgal memperingatkan warga AS juga berpotensi menjadi target kampanye psikologis serupa.

    “Dengan sekitar 62% warga Amerika mendapatkan berita dari media sosial, platform-platform tersebut akan dibanjiri narasi tandingan, misinformasi, dan disinformasi terkait dampak serangan udara AS dan sentimen anti-Amerika lainnya,” imbuhnya.

    Selain serangan siber terbuka, Iran juga terus menjalankan operasi spionase dunia maya. Menurut John Hultquist, analis utama di Google Threat Intelligence Group, kelompok siber yang didukung pemerintah Iran secara rutin memata-matai individu dan organisasi yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan luar negeri AS terhadap Iran.

    “Mereka kerap menargetkan individu melalui akun pribadi dan organisasi, serta memanfaatkan data dari perusahaan telekomunikasi, maskapai, dan perhotelan untuk melacak pergerakan dan aktivitas sasaran,” ujar Hultquist.

    Taktik utama mereka meliputi rekayasa sosial dan spear phishing untuk mendapatkan akses terhadap data sensitif. Ancaman ini diperburuk dengan fakta bahwa IRGC pernah terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap warga AS, termasuk mantan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton.

    “Penegak hukum AS telah beberapa kali menggagalkan rencana pembunuhan yang disponsori Iran sejak 2020,” kata DHS dalam pernyataannya. 

    Selain itu, Iran juga tercatat beberapa kali mencoba menargetkan pengkritik rezimnya di AS dalam upaya serangan mematikan. DHS mendesak seluruh lembaga dan pelaku usaha untuk memperketat keamanan siber dan mengambil langkah pencegahan yang sama seperti dalam menghadapi ancaman ransomware, mengingat dampaknya tetap bisa sangat serius bagi masing-masing institusi, meskipun skala serangan secara umum mungkin dilebih-lebihkan oleh pelaku.

  • Para Ahli Menduga Trump Mobile Diproduksi dari China

    Para Ahli Menduga Trump Mobile Diproduksi dari China

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah menggalakkan bisnisnya di sektor telekomunikasi dengan mengeluarkan smartphone senilai US$499 atau sekitar Rp8,1 jutaan.

    Ponsel tersebut digadang-gadang akan menjadi ponsel buatan AS bermerek Trump Mobile dengan seri T1, dan bersiap menjadi pesaing iPhone.

    Peluncuran ponsel ini pun menyusul desakan Trump untuk membuat iPhone sepenuhnya diproduksi di AS.

    Melansir Yahoo, ponsel pintar ini berwarna emas dan akan menjalankan sistem operasi Android milik Google.

    Trump Organization pun mengatakan ponsel tersebut akan dibuat sepenuhnya di Amerika Serikat dan tersedia pada September mendatang.

    Namun kemunculan ponsel yang “sepenuhnya made in USA” ini membuat para ahli mempertanyakan dan menduga ponsel tersebut kemungkinan dirancang dan akan diproduksi oleh perusahaan China.

    Analis IDC Francisco Jeronimo mengatakan T1 kemungkinan akan didasarkan pada telepon yang sudah ada yang diproduksi di luar negeri.

    “Ponsel pintar tidak seperti Anda memutuskan untuk mencetak beberapa kaos oblong atau beberapa [jenis] barang dagangan lainnya,” kata Jeronimo kepada Yahoo Finance, dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Jeronimo mengatakan bahwa ponsel pintar adalah produk yang rumit.

    “Jadi pertama-tama, saya ragu mereka memproduksi atau membuat telepon sendiri. Ini tampak seperti produk label putih biasa yang Anda beli dari seseorang, lalu menempelkan logo di atasnya, tetapi hanya itu saja,” katanya.

    Sejalan dengan itu, Analis Counterpoint Research Blake Przesmicki memberikan penilaian serupa terhadap ponsel T1, dengan mengatakan dalam email bahwa “kemungkinan besar perangkat ini awalnya akan diproduksi oleh [produsen perangkat asli] Tiongkok.”

    Spesifikasi T1 Trump Mobile

    Adapun Trump Mobile diklaim akan memiliki layanan yang memang dibuat sepenuhnya di AS.

    T1 memiliki layar AMOLED 6,8 inci dan penyimpanan 256 GB. Perusahaan mencantumkan RAM-nya sebesar 12 GB.

    Ponsel tersebut juga akan hadir dengan tiga lensa, yang terdiri dari kamera utama 50 MP, sensor kedalaman 2 MP, dan lensa makro 2 MP.

    Kemudian baterainya sebesar 5.000 mAh. Lucunya, laporan sebelumnya mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut awalnya mengklaim ponsel tersebut akan menyertakan kamera 5.000 mAh, yang sebenarnya merupakan ukuran masa pakai baterai.

  • 3 Smartphone Murah Samsung Siap Meluncur Tahun Ini, Penerus Galaxy A06

    3 Smartphone Murah Samsung Siap Meluncur Tahun Ini, Penerus Galaxy A06

    Bisnis.com, JAKARTA — Samsung, produsen gawai asal Korea Selatan, dikabarkan segera meluncurkan tiga smartphone murah terbarunya: Galaxy A07, Galaxy F07, dan Galaxy M07 pada tahun ini. 

    Ketiganya diprediksi menjadi penerus dari Galaxy A06, F06, dan M06 yang dirilis tahun lalu di India.

    Informasi ini terungkap setelah ketiga perangkat tersebut lolos sertifikasi Bureau of Indian Standards (BIS), menandakan peluncuran yang semakin dekat—diperkirakan pada paruh kedua tahun 2025.

    Dilansir dari SamMobile, Senin (23/6/2025), tiga perangkat dengan nomor model SM-A075F/DS, SM-E075F/DS, dan SM-M075F/DS telah terdaftar di BIS India. Berdasarkan pola penamaan Samsung, perangkat ini hampir pasti akan dipasarkan sebagai Galaxy A07, Galaxy F07, dan Galaxy M07.

    Sebagai catatan, Galaxy A06 diluncurkan pada Agustus 2024, sementara varian 5G dari Galaxy A06, F06, dan M06 hadir pada Februari 2025. Jika mengikuti pola yang sama, peluncuran generasi penerusnya kemungkinan akan dilakukan dalam waktu dekat, dengan kemungkinan kehadiran varian 4G-only untuk pasar tertentu.

    Hingga kini, Samsung belum mengungkap detail spesifikasi untuk ketiga ponsel entry-level ini. Namun, banyak konsumen berharap Samsung akan meningkatkan kualitas layar menjadi Full HD+ dengan refresh rate 90Hz, menggunakan chipset yang lebih cepat, serta menghadirkan desain layar Infinity-O. Fitur pengisian daya lebih cepat juga diharapkan hadir untuk meningkatkan daya saing di segmen smartphone murah.

    Selain menggarap ponsel lipat baru yang akan dirilis bulan depan, Samsung tetap memperkuat lini smartphone murah untuk pasar negara berkembang, termasuk India dan Asia Tenggara. Langkah ini dinilai strategis untuk mempertahankan pangsa pasar di tengah persaingan ketat dengan merek-merek China.

    Sementara itu Phone Arena melaporkan bahwa Samsung lebih irit inovasi tahun ini untuk smartphone kelas premium. Perusahaan tidak akan melakukan lompatan besar pada model sektor baterai di flagship terbarunya, Galaxy S26 Ultra. 

    Meski peluncurannya masih cukup lama, bocoran dari sumber industri yang sangat kredibel mengonfirmasi bahwa Samsung akan mempertahankan kapasitas baterai 5.000 mAh pada model Ultra berikutnya, sama seperti beberapa generasi sebelumnya. Jika pun ada peningkatan, kapasitasnya diperkirakan tidak akan melebihi 5.400 mAh. 

    Keputusan Samsung ini dinilai sebagai langkah yang sangat lambat dalam menghadirkan inovasi baterai, terutama jika dibandingkan dengan para pesaing dari China. 

    Beberapa ponsel flagship dari Xiaomi, Oppo, hingga OnePlus kini sudah menggunakan baterai dengan kapasitas 6.000 hingga 7.000 mAh, bahkan ada yang mencapai 7.500 mAh berkat teknologi silicon-carbon yang lebih padat dan efisien. 

    Sementara itu, Galaxy S25 Edge yang baru saja dirilis pun hanya dibekali baterai 3.900 mAh, angka yang juga sempat dipertahankan oleh eksekutif Samsung dalam sebuah wawancara. Samsung diperkirakan masih trauma dengan insiden Galaxy Note 7 yang bermasalah pada sektor baterai, sehingga sangat berhati-hati dalam melakukan peningkatan kapasitas. 

  • AS Tuding DeepSeek Bantu Operasi Militer dan Intelijen China

    AS Tuding DeepSeek Bantu Operasi Militer dan Intelijen China

    Bisnis.com, JAKARTA — Pejabat tinggi Amerika Serikat menuding bahwa DeepSeek membantu operasi militer dan intelijen China, serta berupaya menggunakan perusahaan cangkangnya untuk bisa mengakses semikonduktor kelas atas yang tidak bisa dikirim ke China berdasarkan peraturan AS.

    Salah seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menjelaskan kepada Reuters bahwa pihaknya menduga DeepSeek secara sukarela memberikan dukungan kepada operasi militer dan intelijen China. Bahkan, dia menilai DeepSeek akan terus melakukannya.

    “Upaya ini melampaui akses sumber terbuka ke model AI DeepSeek,” kata pejabat tersebut, yang meminta disembunyikan identitasnya karena berbicara tentang informasi pemerintah AS, dilansir dari Reuters pada Senin (23/6/2025).

    Penilaian pemerintah AS terhadap aktivitas DeepSeek dan hubungannya dengan pemerintah China belum pernah dilaporkan sebelumnya. Isu itu muncul di tengah perang dagang AS-China yang meluas.

    Di antara tuduhan tersebut, pejabat tersebut mengatakan DeepSeek membagikan informasi dan statistik pengguna dengan aparat pengawasan Beijing.

    Anggota parlemen AS sebelumnya mengatakan, berdasarkan pernyataan pengungkapan privasinya, bahwa DeepSeek mengirimkan data pengguna Amerika ke China melalui “infrastruktur backend” yang terhubung ke China Mobile, raksasa telekomunikasi milik Negeri Panda.

    Pejabat itu juga mengklaim bahwa DeepSeek juga disebut lebih dari 150 kali dalam catatan pengadaan untuk Tentara Pembebasan Rakyat Cina dan entitas lain yang berafiliasi dengan pangkalan industri pertahanan China. Dia menambahkan tudingannya bahwa DeepSeek telah menyediakan layanan teknologi kepada lembaga penelitian tentara tersebut.

    Meskipun demikian, Reuters tidak dapat memverifikasi data pengadaan itu secara independen.

    Pihak DeepSeek pun tidak memberikan respons kepada Reuters atas pertanyaan terkait praktik privasinya.

    AS Tuding DeepSeek Turut Andil dalam Kontrol Ekspor

    Pejabat itu juga mengatakan bahwa DeepSeek menggunakan solusi untuk mengatasi kontrol ekspor AS agar memperoleh akses ke chip canggih buatan AS. Simpulan itu mencerminkan skeptisisme yang berkembang di Washington bahwa kemampuan di balik peningkatan pesat DeepSeek mungkin tak sebesar dugaan dan bergantung kepada teknologi AS.

    Menurutnya, DeepSeek memiliki akses ke sejumlah besar chip kelas atas H100 Nvidia. AS memberlakukan pembatasan chip terebut sejak 2022 karena khawatir China akan menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan militer utau menjadi lebih unggul dalam kompetisi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

    Namun demikian, pejabat itu menolak mengatakan apakah Deepeek berhasil menghindari kontrol ekspor. Dia juga enggan memberikan rincian soal tudingannya bahwa DeepSeek memanfaatkan erusahaan cangkang untuk bisa mendapatkan chip tersebut.

    “DeepSeek berusaha menggunakan perusahaan cangkang di Asia Tenggara untuk menghindari kontrol ekspor, dan DeepSeek berupaya mengakses pusat data di Asia Tenggara untuk mengakses chip AS dari jarak jauh,” kata pejabat itu kepada Reuters.

    Ketika ditanya apakah AS akan menerapkan kontrol ekspor lebih lanjut atau sanksi terhadap DeepSeek, pejabat tersebut mengatakan departemen tersebut “tidak memiliki apa pun untuk diumumkan saat ini.”

    Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan China tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.

    Sementara itu, juru bicara Nvidia menyatakan bahwa pihaknya tidak mendukung pihak-pihak yang telah melanggar kontrol ekspor AS atau yang tercantum dalam daftar entitas AS.

    “Dengan kontrol ekspor saat ini, kami secara efektif keluar dari pasar pusat data China, yang kini hanya dilayani oleh pesaing seperti Huawei,” jelas juru bicara Nvidia melalui pernyataan tertulis.

  • Indonesia Hadapi Lonjakan Serangan Siber Berbasis AI

    Indonesia Hadapi Lonjakan Serangan Siber Berbasis AI

    Bisnis.com, JAKARTA – Fortinet menyebut serangan siber berbasis kecerdasan buatan (AI) di Indonesia melonjak hingga tiga kali lipat dalam setahun terakhir.

    Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim mengatakan temuan tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan IDC. Adapun, jenis ancaman berbasis AI yang paling banyak dilaporkan di Indonesia mencakup malware canggih, pencurian data, hingga penyamaran deepfake dalam skema Business Email Compromise (BEC).

    “Ancaman ini berkembang sangat cepat. Teknologi AI memungkinkan pelaku kejahatan untuk melancarkan serangan secara otomatis, sangat terarah, dan sulit dideteksi,” kata Edwin dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).

    Data survei menemukan bahwa 54% organisasi di Indonesia mengaku telah mengalami serangan yang melibatkan AI. Bahkan, 36% dari mereka melaporkan peningkatan ancaman hingga tiga kali lipat, dan 62% lainnya mencatat peningkatan dua kali lipat hanya dalam 12 bulan terakhir.

    Dia menjelaskan ancaman siber yang dilaporkan mencakup pengintaian otomatis terhadap permukaan serangan, credential stuffing, serangan brute force berbasis AI, serta malware polimorfik dan data poisoning.

    Ironisnya, meski ancaman meningkat pesat, hanya 13% organisasi yang merasa sangat siap menghadapi serangan berbasis AI. Sebanyak 18% bahkan mengaku tidak memiliki kapabilitas sama sekali untuk mendeteksi ancaman ini, mengindikasikan kesenjangan kesiapan yang signifikan.

    Edwin menuturkan serangan siber tidak hanya berdampak pada operasional, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial dan reputasi yang besar. Survei menunjukkan bahwa 42% organisasi mengalami kerugian material lebih dari US$500.000 akibat serangan siber.

    “Bahkan, potensi hilangnya kepercayaan pelanggan dan tekanan regulasi juga menjadi beban berat bagi bisnis,” jelasnya.

    Survei IDC mencatat, 66% organisasi mengalami pencurian data dan pelanggaran privasi, 62% menghadapi sanksi regulasi, dan 60% kehilangan kepercayaan pelanggan. Selain itu, serangan yang makin canggih ini juga menyasar kelemahan mendasar seperti kesalahan manusia, konfigurasi cloud yang tidak tepat, dan eksploitasi celah zero-day.

    Tantangan lain yang mengemuka adalah keterbatasan sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Rata-rata, hanya 7% dari total tenaga kerja organisasi yang terlibat di bidang TI internal, dan hanya 13% dari jumlah tersebut yang fokus pada keamanan siber.

    Fortinet mendorong pendekatan keamanan berbasis platform yang terintegrasi. Pendekatan ini mencakup konvergensi antara keamanan dan jaringan, yang tidak hanya menyederhanakan arsitektur TI, tetapi juga mempercepat deteksi, respons, dan visibilitas terhadap serangan.

  • 3 Alasan Digicam Kembali Digandrungi Gen Z

    3 Alasan Digicam Kembali Digandrungi Gen Z

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamera digital, atau populer juga dengan istilah digicam, merupakan kamera yang sempat digandrungi pada masanya. Kamera ini umumnya memiliki bodi logam licin dan sekarang kembali digandrungi oleh generasi Z.

    Sekitar era 90-an hingga 2000-an, kamera ini hadir dengan beberapa fitur seperti lensa zoom internal, pengatur fokus dan pencahayaan otomatis, serta slot kartu memori untuk menyimpan foto, yang nantinya juga dapat dipindahkan ke komputer.

    Tidak seperti kamera masa kini, misalnya iPhone, yang menampilkan kualitas foto yang bersih dan jernih, digicam justru menghasilkan foto berbintik, buram, dan beresolusi rendah.

    Namun pada masa kini, sekitar tahun 2024, digicam kembali menjadi tren di kalangan Gen Z. Banyak bermunculan unggahan foto di media sosial yang diambil menggunakan digicam. 

    Pertanyaan yang muncul, mengapa tiba-tiba tren lama tersebut kembali digandrungi anak muda masa kini? Berikut ini 3 alasannya:

    1. Tren di media sosial

    Dikutip dari todayonline.com, sekitar bulan Februari 2024 lalu, lebih dari 75.000 video berkaitan dengan digicam telah diunggah di TikTok. Bahkan itu membuat salah satu aplikasi editing video, CapCut, ikut membuat template yang membuat foto/video seolah diambil menggunakan digicam.

    Tren Thrifting juga menjadi salah satu pemicu kenaikan tren digicam. Menurut laporan ThredUp, 40% pembeli dari generasi milenial dan Gen Z telah membeli barang bekas, termasuk gawai-gawai bekas, selama tahun 2024. 

    Alasannya adalah karena mayoritas konsumen Gen Z menyatakan bahwa keberlanjutan lebih penting daripada nama merek dalam membuat keputusan pembelian mereka. 

    Penggunaan digicam oleh para tokoh publik juga turut menjadi pemicunya, misalnya seperti Bella Hadid yang membawa digicam ke Emmy Awards, atau Alexa Chung, seorang model yang juga memamerkan hasil jepretan digicamnya di Instagram.

    2. Minimalisme Digital 

    Dilansir The Harvard Crimson, pada tahun 2016, Seorang profesor ilmu komputer di Universitas Georgetown, Cal Newport menciptakan istilah “minimalisme digital”.

    Minimalisme digital adalah gagasan untuk lebih sadar akan penggunaan perangkat digital dan memilih untuk menjalani kehidupan yang lebih fokus di tengah kekacauan teknologi yang berkembang pesat.

    Membatasi waktu di depan layar dan menghindari penggunaan ponsel di berbagai acara menjadi cara untuk menghormati konsep tersebut. Sehingga, dalam konteks digicam, alih-alih Gen Z mengeluarkan ponsel untuk mengambil gambar, kini mereka beralih ke digicam.

    3. Dianggap “Nyata dan Autentik”

    Kepala penelitian dan wawasan di agensi kreatif We Are Social, Paul Greenwood, mengungkapkan kepada BBC, bahwa tren digicam merupakan sebuah siklus alami.

    Saat seseorang mencapai usia 20-an, mereka bernostalgia dengan landasan budaya masa muda mereka. Ini memungkinkan Gen Z tertarik untuk mengeksplorasi tren yang pernah terjadi pada masa lalu/masa remaja orang tua mereka.

    Greenwood juga menambahkan bahwa tren-tren nostalgia semacam itu pada dasarnya merupakan perlambang keaslian dan autentik yang dicari oleh Gen Z. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • 16 Miliar Data Bocor, Kaspersky: Sulit Dipercaya

    16 Miliar Data Bocor, Kaspersky: Sulit Dipercaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kebocoran 16 miliar data menjadi topik hangat yang mengguncang dunia siber dan diklaim sebagai darurat keamanan siber global. Meski demikian, perusahaan keamanan siber sulit mempercayai aktivitas peretas yang berhasil membobol miliaran data dalam satu waktu. 

    Menanggapi hal tersebut, Kaspersky, selaku perusahaan keamanan siber dan privasi digital asal Rusia,  mengungkap adanya peningkatan 21% dalam deteksi jumlah serangan infostealers secara global dari tahun 2023 hingga 2024. 

    Malware infostealers menargetkan jutaan perangkat di seluruh dunia dan membahayakan data pribadi atau perusahaan yang sensitif. Malware ini dirancang untuk mengekstrak sejumlah informasi berharga, lalu dikumpulkan menjadi file log dan diedarkan melalui dark web.

    “16 miliar data merupakan angka yang hampir dua kali lipat populasi bumi, dan sulit dipercaya bahwa sejumlah besar informasi tersebut dapat terekspos.” Ucap Analis Digital Footprint Kaspersky Alexandra Fedosimova dalam siaran pers, Senin (23/6/2025). 

    Alexandra mengungkapkan, kumpulan data yang diperoleh melalui infostealers tersebut berisikan data duplikat penggunaan kata sandi yang berulang di antara pengguna.

    Sementara itu, Kepala Tim Riset dan Analisis Global Kaspersky (GReAT) untuk Rusia dan CIS Dmitry Galov berkomentar terkait riset Cybernews yang membahas agregasi kebocoran data dalam jangka panjang. Menurutnya, riset itu mencerminkan ekonomi kejahatan siber yang berkembang pesat dalam mengindustrialisasi pencurian kredensial.

    Industrialisasi pencurian kredensial yang dimaksud bekerja dengan cara mengumpulkan sebanyaknya kredensial, bisa melalui infostealer, phishing, atau malware lainnya dan kemudian dijual kembali.

    Kumpulan kredensial tersebut nantinya akan terus diperbarui, dikemas ulang, dan dimonetisasi oleh berbagai pelaku di dark web, bahkan kini semakin banyak tersedia di platform yang dapat diakses publik.

    Bencana siber ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar selalu fokus pada kebersihan digital dan melakukan audit terhadap semua akun digital yang dimiliki. 

    “Perbarui kata sandi anda secara berkala dan aktifkan autentikasi dua faktor jika belum diaktifkan.” ungkap Anna Larkina, Pakar Analisis Konten Web di Kaspersky terkait cara masyarakat untuk fokus pada kebersihan digital.

    Anna juga mengimbau untuk segera menghubungi dukungan teknis apabila hacker telah memperoleh akses ke akun digital pribadi. Ini dilakukan agar kendali akun dapat diambil kembali, juga untuk meninjau apakah ada data lainnya yang mungkin telah terekspos.

    Terakhir Anna juga menambahkan, agar para pengguna internet selalu waspada terhadap penipuan rekayasa sosial, sebab penipu dapat menggunakan detail yang bocor dalam berbagai aktivitas. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • 13 Perbedaan WA Diblokir dan Tidak Aktif, Serupa tetapi Tak Sama

    13 Perbedaan WA Diblokir dan Tidak Aktif, Serupa tetapi Tak Sama

    Bisnis.com, JAKARTA – Banyak orang bertanya-tanya saat pesan WhatsApp hanya centang satu dan tidak juga mendapat balasan. Apakah mereka diblokir atau nomor tersebut sudah tidak digunakan? Meski terlihat serupa, sebenarnya ada perbedaan WA diblokir dan tidak aktif yang bisa dikenali dengan jelas.

    Mengetahui perbedaan ini penting agar Anda tidak salah mengartikan situasi, apalagi jika berhubungan dengan hal penting. Dalam artikel ini, akan dijelaskan ciri-ciri WA diblokir oleh kontak lain, tanda akun WhatsApp tidak aktif, dan cara membedakannya secara akurat.

    Perbedaan WhatsApp diblokir dan tidak aktif memang memerlukan pengamatan dari beberapa aspek seperti foto profil, tak bisa dihubungi, dan tak bisa dimasukkan ke grup.

    Namun, jika last seen masih terlihat, tidak ada update, dan pesan tidak pernah terbaca, kemungkinan akun tersebut memang sudah tidak aktif.

    Perbedaan WhatsApp Diblokir dan Tdak Aktif

    Kondisi WhatsApp diblokir dan tidak aktif memang terlihat mirip, namun sebenarnya terdapat beberapa perbedaan yang bisa dikenali. Memahami perbedaan WA diblokir dan tidak aktif akan membantu Anda menilai situasi secara lebih tepat.

    WhatsApp Diblokir

    WhatsApp yang diblokir berarti nomor Anda telah secara sengaja diblokir oleh pengguna lain. Artinya, mereka masih menggunakan WhatsApp secara aktif, namun mereka tidak ingin Anda menghubungi mereka melalui WhatsApp.

    Jika seseorang memblokir nomor WhatsApp Anda, beberapa fitur otomatis akan dibatasi. Berikut tanda-tandanya:

    Anda tidak dapat melihat foto profil mereka, atau foto yang tampil tidak pernah berubah.
    Informasi seperti “last seen” atau status online tidak akan terlihat.
    Pesan yang dikirim hanya akan centang satu dan tidak berubah meski sudah lama.
    Panggilan suara maupun video tidak akan tersambung.
    Anda juga tidak bisa melihat pembaruan status WhatsApp mereka.
    Anda tidak bisa menambahkan orang yang sudah memblokir Anda ke dalam suatu grup.

    WhatsApp Tidak Aktif

    Sebaliknya, jika akun WhatsApp seseorang sudah tidak aktif, kemungkinan mereka telah:

    Menghapus aplikasi WhatsApp
    Berhenti menggunakan nomor tersebut
    Tidak memiliki koneksi internet dalam waktu lama

    Tanda-tandanya antara lain:

    Pesan hanya centang satu, bukan karena diblokir, tapi karena aplikasi tidak aktif atau HP mereka mati.
    Anda mungkin masih bisa melihat foto profil lama yang belum dihapus.
    Tidak ada status online atau terakhir dilihat, karena aplikasi tidak berjalan.
    Panggilan akan terus berdering, tapi tidak akan dijawab atau tersambung.

    Contoh WhatsApp Diblokir dan Tidak Aktif

    WhatsApp Diblokir

    Foto profil teman hilang
    Pesan Anda hanya centang satu terus-menerus selama berhari-hari
    Anda tidak bisa menelepon
    Anda tidak bisa melihat status WhatsApp orang tersebut

    WhatsApp Tidak Aktif

    Terakhir online beberapa bulan lalu
    Pesan centang satu terus menerus
    Status profil tidak berubah sejak lama
    Tidak merespons panggilan apapun

    WA diblokir ditandai dengan hilangnya akses ke info profil, status, dan pesan yang tidak pernah terkirim. Sedangkan WA tidak aktif lebih ke arah aplikasi tidak berjalan atau nomor tidak lagi digunakan. Jadi, jika Anda hanya melihat centang satu tapi masih bisa melihat foto profil lama, kemungkinan besar akun tersebut hanya tidak aktif.

    Itulah perbedaan WhatsApp diblokir dan tidak aktif yang mudah dipahami.