Category: Bisnis.com Tekno

  • CEO OpenAI Terkejut Banyak Pengguna Terlalu Percaya pada ChatGPT

    CEO OpenAI Terkejut Banyak Pengguna Terlalu Percaya pada ChatGPT

    Bisnis.com, JAKARTA — CEO OpenAI Sam Altman mengungkapkan keheranannya terhadap tingginya tingkat kepercayaan publik terhadap ChatGPT, meskipun teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) ini dikenal kerap menghasilkan informasi yang salah atau menyesatkan. 

    “Orang-orang sangat percaya pada ChatGPT dan itu menarik karena AI ini suka berhalusinasi. Seharusnya ini jadi teknologi yang tidak terlalu kamu percayai,” kata Altman dalam episode perdana podcast terbaru OpenAI dikutip dari laman Yahoo Finance pada Rabu (25/6/2025). 

    Pernyataan Altman ini datang di tengah meningkatnya penggunaan AI secara global. Meskipun teknologinya masih dalam tahap awal pengembangan dan belum sepenuhnya andal, jutaan orang mengandalkan ChatGPT untuk berbagai keperluan mulai dari riset, pekerjaan, hingga meminta nasihat pribadi dan parenting.

    Altman bahkan mengaku menggunakan ChatGPT secara rutin untuk mencari jawaban seputar pengasuhan anak selama bulan-bulan awal kelahiran putranya. Dia menilai AI ini sangat membantu, tetapi tetap menekankan risiko besar dari mempercayai sistem yang bisa menyampaikan informasi salah dengan keyakinan tinggi.

    Fenomena ini menyoroti paradoks besar dalam revolusi AI di mana meskipun pengguna tahu bahwa AI bisa keliru, kemudahan penggunaan, kecepatan respons, dan gaya komunikasi natural dari ChatGPT membuat banyak orang memperlakukannya seperti pakar manusia atau bahkan teman dekat. 

    Kepercayaan ini semakin kuat berkat kemampuan AI untuk mengingat konteks, memberikan respons yang disesuaikan, dan membantu dalam berbagai topik, fitur-fitur yang menurut Altman akan terus berkembang seiring kemajuan teknologi.

    Namun, Altman mengingatkan kepercayaan ini tidak selalu pada tempatnya. Risiko ketergantungan pada informasi dari AI sangat berbahaya, terutama dalam bidang-bidang sensitif seperti kesehatan, hukum, dan pendidikan. Dia menegaskan pentingnya kesadaran dan berpikir kritis dari para pengguna karena AI bisa saja mengarang dan tidak boleh dipercaya secara membabi buta.

    Dalam podcast tersebut, Altman juga membahas isu-isu penting lain seperti privasi data, penyimpanan informasi, dan rencana monetisasi. 

    Dengan fitur-fitur baru seperti memori yang berkelanjutan (persistent memory) dan kemungkinan hadirnya iklan, Altman menegaskan bahwa menjaga transparansi dan melindungi privasi pengguna harus tetap menjadi prioritas. 

    Sebelumnya, studi Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab mengungkap penggunaan alat berbasis kecerdasan buatan seperti ChatGPT dapat menurunkan keterlibatan otak serta melemahkan kemampuan berpikir kritis, terutama pada generasi muda.

    Dalam studi tersebut, 54 partisipan berusia 18 hingga 39 tahun dari wilayah Boston dibagi ke dalam tiga kelompok. 

    Mereka diminta menulis esai SAT dengan tiga metode berbeda yakni menggunakan ChatGPT, menggunakan mesin pencari Google, dan tanpa bantuan teknologi apa pun. 

    Melansir laman TIME pada Kamis (19/6/2025), aktivitas otak mereka direkam dengan elektroensefalogram (EEG) yang memantau 32 area otak. Hasilnya menunjukkan kelompok pengguna ChatGPT memiliki tingkat keterlibatan otak terendah dan menunjukkan performa yang lebih buruk secara linguistik, perilaku, maupun neurologis dibanding dua kelompok lainnya.

    Seiring berjalannya waktu, para pengguna ChatGPT dalam studi ini terlihat semakin malas dalam proses menulis. Menjelang akhir studi, sebagian besar hanya menyalin hasil dari ChatGPT tanpa berusaha mengolahnya kembali. 

    Hasil tulisan mereka dinilai sangat mirip satu sama lain, menggunakan frasa yang sama dan minim pemikiran orisinal. Dua guru Bahasa Inggris yang menilai esai tersebut menggambarkannya sebagai datar dan tidak menunjukkan kedalaman pemahaman. Aktivitas otak mereka juga menunjukkan rendahnya kontrol eksekutif dan fokus.

    Sebaliknya, kelompok yang menulis tanpa bantuan teknologi justru menunjukkan aktivitas otak paling tinggi. Mereka tampak lebih kreatif, lebih tertarik pada topik yang dibahas, serta lebih puas dan merasa memiliki terhadap hasil tulisannya. 

    Sementara itu, kelompok yang menggunakan Google Search juga menunjukkan tingkat kepuasan tinggi dan keterlibatan otak yang aktif. Para partisipan kemudian diminta menulis ulang salah satu esai yang sudah mereka buat sebelumnya, tetapi kali ini kelompok pengguna ChatGPT tidak boleh lagi menggunakan alat tersebut. 

    Hasilnya, mereka kesulitan mengingat isi esai yang mereka tulis sebelumnya. Aktivitas gelombang otak mereka menunjukkan lemahnya proses ingatan yang seharusnya terbentuk saat menulis. 

    Sebaliknya, kelompok yang sebelumnya menulis tanpa bantuan teknologi dan kini diperbolehkan menggunakan ChatGPT justru menunjukkan peningkatan konektivitas otak yang signifikan. Temuan ini menunjukkan bahwa AI berpotensi mendukung proses belajar, asalkan digunakan secara tepat dan tidak menggantikan peran berpikir manusia.

    Studi ini masih dalam tahap pra-tinjau sejawat (peer-review), tetapi penulis utama Nataliya Kosmyna memilih untuk merilisnya lebih awal karena khawatir dampaknya terhadap anak-anak yang kini mulai menggunakan AI untuk tugas sekolah. 

    Dia menegaskan otak yang sedang berkembang adalah kelompok paling rentan terhadap dampak negatif penggunaan AI secara berlebihan.

    “Yang membuat saya terdorong untuk mempublikasikannya sekarang, sebelum peer-review selesai, adalah kekhawatiran akan adanya kebijakan seperti ChatGPT untuk TK dalam beberapa bulan ke depan. Itu akan sangat berbahaya,” kata Kosmyna.

  • Keluhkan Biaya Transaksi Rp1.250, Seller Shopee: Tidak Ada Manfaatnya

    Keluhkan Biaya Transaksi Rp1.250, Seller Shopee: Tidak Ada Manfaatnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Penjual (seller) mengeluhkan beban biaya tambahan transaksi yang diterapkan oleh Shopee. Manfaat dari biaya tersebut dipertanyakan.

    Sarah, seorang mahasiswa akhir yang sudah berjualan di Shopee sejak 2021, mengaku keberatan dengan biaya tambahan tersebut. 

    Sarah menjual berbagai macam barang preloved seperti photocard dan album K-pop, baju, jam tangan, kosmetik, dan aksesoris, merasa bahwa biaya baru akan menjadi beban tambahan yang selama ini sudah cukup banyak dipikul seller. 

    “Agak keberatan ya, mengingat saat ini shopee banyak banget biaya yang dibebankan kepada penjual maupun ke pembeli. Namun nyatanya biaya-biaya yang dibebankan kepada kita sebagai seller maupun pembeli tidak terasa manfaatnya.” Ungkap Sarah kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).

    Sebagai seller, Sarah hanya bisa berharap agar Shopee tidak terus menambahkan biaya-biaya serupa, mengingat penjual di Shopee sudah dibebankan banyak potongan seperti Biaya administrasi dan lainnya. 

    Beban tersebut, menurutnya, tidak hanya merugikan seller, juga para pembeli.

    Sejumlah warganet di media sosial X juga turut mengomentari kebijakan baru Shopee ini. Akun Canputt mengatakan biaya transaksi tidak masalah selama memberikan pemasukan bagi perusahaan. 

    Sementara akun Alfariz menilai platform e-commerce yang bermarkas di Singapura itu terlalu banyak mengeruk keuntungan dari masyarakat Indonesia.

    “Sudah biaya admin gede ada lagi tambahan baru biaya proses pesanan” – @alfarizziyoga27 

    “Gak semua seller bisa dikenain biaya ini si, terutama barang yang harga murah, mending Shopee nerapin khusus barang-barang mahal, jadi masih bisa disiasatin harganya” – @dawnbrownies 

    Diketahui, per tanggal (20/06/25) lalu, Platform e-commerce Shopee memberlakukan biaya tambahan berupa “Biaya Proses Pesanan” sejumlah Rp1.250.

    Sesuai pernyataan di laman resmi Shopee, mereka menyebutkan bahwa Biaya Proses Pesanan diberlakukan dalam rangka menghadirkan beragam promosi yang lebih menarik, guna mendukung pertumbuhan bisnis penjual/seller. 

    Pihak Shopee memberikan keringanan untuk para seller baru, yaitu, Biaya Proses Pesanan tidak akan dikenakan untuk 50 pesanan pertama bagi para seller baru (Penjual Non-Star).

    Dijelaskan pula cara menghitung estimasi Biaya Proses Pesanan, yaitu dengan ilustrasi sebagai berikut:

    Misal, seorang pembeli checkout 5 pcs produk dalam satu pesanan dari sebuah toko dengan rincian sebagai berikut:

    Produk A (1 pc)

    Produk B (2 pcs)

    Produk C (2 pcs)

    Jumlah produk per pesanan = 5 pcs

    Biaya Proses Pesanan per produk = Biaya Proses Pesanan / Jumlah produk dalam pesanan

    Sehingga Biaya Proses Pesanan yang harus ditanggung penjual adalah Rp1.250 / 5 pcs Barang = Rp250

    Pihak Shopee menambahkan, Biaya Proses Pesanan yang ditanggung penjual belum termasuk Biaya Administrasi, Biaya Pembayaran, Biaya Layanan, dan Biaya Lainnya yang diikuti seller (jika ada). 

    “Biaya Proses Pesanan sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan jika terdapat pengembalian barang/dana sebagian dalam satu pesanan, maka Biaya Proses Pesanan hanya dikenakan pada produk yang tidak dikembalikan” Jelas Shopee. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Amazon Kembali Luncurkan 27 Satelit LEO Kuiper Pesaing Starlink

    Amazon Kembali Luncurkan 27 Satelit LEO Kuiper Pesaing Starlink

    Bisnis.com, JAKARTA —  Amazon kembali meluncurkan 27 satelit Project Kuiper. Ini merupakan peluncuran gelombang kedua proyek besutan perusahaan milik Jeff Bezos tersebut.

    Dikutip dari situs resmi aboutamazon.com, Project Kuiper merupakan inisiatif Amazon untuk menyediakan jaringan broadband yang cepat untuk pelanggan dan masyarakat dunia termasuk di tempat-tempat yang kurang mendapatkan layanan internet. 

    Untuk melancarkan proyek tersebut, Amazon nantinya akan meluncurkan ribuan satelit di orbit Bumi rendah (LEO) yang akan terhubung ke jaringan antena, fiber optic, dan titik koneksi di darat.

    Roket Atlas V milik United Launch Alliance (ULA) telah lepas landas pada Senin (23/06/25), pukul 10.54 UTC dengan membawa muatan 27 satelit Proyek Kuiper, yang nantinya akan bergabung bersama 27 satelit yang sudah diluncurkan pada gelombang pertama, bulan April lalu.

    Perusahaan roket tersebut masih memiliki kontrak dengan Amazon untuk melakukan enam peluncuran satelit berikutnya dalam beberapa bulan mendatang, untuk kemudian Atlas V dipensiunkan.

    spacenews.com melaporkan, selanjutnya, setelah Atlas V tidak lagi digunakan, roket Vulcan akan meneruskan peluncuran satelit milik Amazon ke orbit melalui 38 misi. Roket-roket dari perusahaan lain seperti Ariane 6 dan New Glenn, juga diperkirakan akan meneruskan sekitar 30-45 peluncuran lainnya.

    “Kami bangga dapat melanjutkan kemitraan yang kuat dengan amazon dan memberdayakan misi mereka untuk menjembatani kesenjangan digital melalui teknologi yang andal.” Komentar wakil presiden program pemerintah dan komersial ULA, Gary Wentz.

    Namun, proyek ambisius ini diperkirakan akan menemui banyak kendala. Salah satunya adalah Roket Ariane 6 dan New Glenn yang telah dipesan Amazon mengalami penundaan yang lama untuk sampai ke landasan peluncuran.

    Kendala tersebut menyebabkan Project Kuiper dikhawatirkan tidak mampu memenuhi persyaratan lisensinya. Komisi Komunikasi Federal Amerika Serikat (AS) menargetkan sekitar setengah dari total 3.200 satelit sudah harus diluncurkan Amazon pada bulan Juli 2026. Menjadi semakin sulit disebabkan oleh penundaan peluncuran roket.

    Amazon memang memperkirakan pada bulan April, nantinya laju peluncuran akan meningkat di akhir tahun dan memungkinkan mereka memulai pengujian satelit sebelum akhir tahun.

    Meski begitu, Amazon tetap dapat meminta FCC untuk memperpanjang batas waktu peluncuran, dengan menyebutkan bahwa faktor-faktor seperti keterlambatan peluncuran berada di luar kendali mereka. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • XLSMART Fokus pada Pertumbuhan Berkelanjutan

    XLSMART Fokus pada Pertumbuhan Berkelanjutan

    Bisnis.com, JAKARTA — PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk. (XLSMART) mengejar pertumbuhan berkelanjutan dengan memberikan layanan berkualitas dan berorientasi kepada pelanggan.

    Presiden Direktur & CEO XLSMART Rajeev Sethi mengatakan persaingan industri telekomunikasi di Indonesia sangat kompetitif. Selain itu, dibandingkan dengan di Afrika dan Bangladesh, tempat Rajeev memimpin perusahaan telekomunikasi sebelum ke sini, masyarakat Indonesia lebih melek digital.

    Sebagai perbandingan, di Bangladesh 50% pendapatan masih berasal dari layanan Legacy, panggilan suara dan SMS. Sementara itu di Indonesia saat ini, sekitar 90% pengguna telah menggunakan smartphone. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi XLSMART.

    “Kalau Anda pengguna panggilan suara, nomor telepon menjadi sangat penting. Namun, jika Anda pengguna internet yang terpenting adalah konektivitas internet. Anda bisa terhubung ke siapa pun dengan aplikasi apapun lewat internet,” kata Rajeev kepada Bisnis.

    Dia mengatakan dengan kondisi dampaknya masyarakat kerap berganti-ganti nomor dan kurang loyal terhadap satu provider. Di sisi lain, konsumsi layanan data masyarakat Indonesia juga masih rendah, 30% lebih sedikit jika dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand.

    Situasi ini menurut Rajeev menjadi kesempatan besar bagi XLSMART untuk tumbuh dan melayani masyarakat Indonesia dengan jaringan berkualitas sehingga mereka lebih berdaya.

    XLSMART memiliki keunggulan infrastruktur gabungan dan skala operasional untuk menjawab tantangan tersebut.

    Dari sekitar 200.000-an pemancar yang dioperasikan, XLSMART mencatat terdapat 20%-30% BTS perusahaan yang tumpang tindih yang ke depan dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga membuat cakupan layanan XLSMART makin luas.

    Kemudian, kualitas layanan juga dipengaruhi oleh spektrum frekuensi yang dimiliki. Rajeev mengungkap setelah merger perusahaan mengoperasikan spektrum frekuensi yang lebih lebar yang menandakan kualitas layanan yang lebih baik.

    XLSMART awalnya memiliki total spektrum frekuensi sebesar 152 MHz yang merupakan gabungan dari 90 MHz milik XL Axiata dan 62 MHz milik Smartfren. Setelah pengembalian sebagian spektrum 900 MHz kepada pemerintah, XLSMART akan memiliki total spektrum sekitar 137 MHz.

    “Ini lebih efisien. Jadi yang awalnya 2 BTS pada satu menara, kini tinggal satu dan kami tambahkan spektrum frekuensi di BTS tersebut sehingga dia dapat melayani pelanggan secara optimal. Sementara BTS yang lainnya kami pindahkan ke lokasi baru dengan spektrum yang sama besarnya,” kata Rajeev.

    Dalam meningkatkan efisiensi untuk memberikan layanan yang lebih luas dan lebih baik kepada pelanggan, XLSMART juga akan mengoptimalkan teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Perusahaan juga mengembangkan solusi AI yang dapat membantu UKM dan korporasi pelanggan XLSMART.

    “Kami akan berkolaborasi dengan mitra terbaik di dunia dalam memberikan layanan AI,” kata Rajeev.

    Rajeev mengatakan XLSMART bukan fokus pada kompetisi. Kompetisi akan terbentuk dengan sendirinya. XLSMART akan bertindak sebagai pemain yang rasional.

    Tidak akan terlibat dalam situasi di mana perusahaan mengambil langkah-langkah yang merugikan industri hanya demi terlihat kompetitif.

    Dia menekankan perusahaan akan merebut kembali pangsa pasar, tanpa berkutat pada permainan harga atau langkah-langkah yang irasional di pasar. Lebih lanjut, kata Rajeev, seandainya pasar ini tumbuh 8–10% per tahun, dia tidak masalah jika pertumbuhan XLSMART hanya 6–8%, selama itu dicapai dengan cara yang rasional.

    “Prioritas kami adalah kepuasan pelanggan. Kami akan terus berfokus pada kebutuhan pelanggan kami agar bisa tumbuh dengan harga yang sehat dan berkelanjutan,” kata Rajeev.

  • China Saingi Elon Musk, Ciptakan Teknologi Berkekuatan 5x Lebih Cepat dari Starlink

    China Saingi Elon Musk, Ciptakan Teknologi Berkekuatan 5x Lebih Cepat dari Starlink

    Bisnis.com, JAKARTA — Layanan internet Starlink milik Elon Musk bakal dibayangi terobosan teknologi baru yang dikembangkan oleh ilmuwan di China. Mereka berhasil membuat internet dengan media ‘laser’ yang diklaim mampu mencapai kecepatan internet lima kali lebih cepat dari Starlink.

    Ilmuwan dari Chinese academy of Sciences, Liu Chao, dan seorang profesor dari Peking University of Posts and Telecommunications, Wu Jian, menjadi aktor dibalik pengembangan tersebut.

    Dilansir dari techradar.com, dua ilmuwan ini mengembangkan metode baru untuk mengatasi turbulensi atmosfer, menggabungkan dua teknologi yang sudah mapan sebelumnya, yang nantinya digunakan untuk menghasilkan transmisi data yang sangat cepat.

    Tim ilmuwan ini menguji teori yang sudah mereka buat di observatorium Lijiang, China barat daya. Teleskop 1,8 meter digunakan untuk berfokus pada satelit tanpa nama yang mengorbit pada jarak 36.705 kilometer dari permukaan bumi.

    Teleskop itu dilengkapi dengan susunan yang terdiri dari 357 cermin mikro yang dapat dikontrol secara individual. Cermin mikro inilah yang menjadi pengaplikasian dua teknologi.

    Adaptive Optics (AO) dan Mode-Diversity Reception (MDR) menjadi dua teknologi yang digabungkan dalam pengembangan ini. Teknik AO digunakan untuk mempertajam cahaya yang terdistorsi, sementara itu, MDR untuk menangkap sinyal yang tersebar. 

    Selain AO dan MDR, algoritma “path-picking” turut berperan dalam menyukseskan pengembangan. Algoritma ini menganalisis kekuatan dan kualitas sinyal dari delapan saluran mode, untuk kemudian mengidentifikasi tiga sinyal terkuat di antara delapan sinyal tersebut.

    Bila dibandingkan dengan Starlink, maka dapat ditemukan adanya dua perbedaan utama dalam terobosan tersebut. Pertama, Starlink saat ini hanya menawarkan 25 hingga 200 Mbps pada paket standar, sementara itu, penemuan dua ilmuwan China mampu mencapai kecepatan transmisi data sebesar 1Gbps.

    Kedua, kekuatan sinyal dan kesalahan yang lebih sedikit dalam transmisi data meskipun jaraknya jauh dari satelit. Ini menjadi hal penting bagi pengguna yang ingin melakukan streaming video atau mengirim file besar. 

    Apabila nantinya teknologi tersebut benar-benar digunakan, akan menimbulkan dampak yang besar, kita sangat mungkin nantinya dapat menggunakan internet bahkan di daerah terpencil sekalipun.

    Lebih dari itu, metode komunikasi laser yang dipakai juga mampu mengembangkan navigasi satelit, bahkan dapat melancarkan misi luar angkasa. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Cek! Daftar HP yang Tak Bisa Lagi Gunakan WA per Juni 2025

    Cek! Daftar HP yang Tak Bisa Lagi Gunakan WA per Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – WhatsApp merupakan aplikasi perpesanan yang paling banyak dipakai oleh masyarakat.

    Dengan WhatsApp, seseorang bisa saling bertukar pesan dan informasi dalam Waktu yang singkat.

    Aplikasi ini juga memiliki sejumlah fitur mumpuni untuk bisa dimanfaatkan penggunanya. Sayang WhatsApp memiliki keterbatasan umur.

    Keterbatasan ini dikarenakan adanya pembaruan pada perangkat lunak untuk memberikan pelayanan yang lebih baik.

    WhatsApp rutin memperbarui perangkat lunaknya untuk memanfaatkan kemampuan sistem yang lebih baru hingga memperkuat sistem keamanan.

    Misalnya seperti fitur enkripsi end-to-end dan iklan pada status, perangkat lawas tidak lagi dapat mendukung fitur-fitur canggih seperti itu.

    Adapun batas penggunaan WhatsApp versi terbaru yakni minimal ponsel harus masuk kriteria. ntuk iPhone harus menjalankan iOS 15.1 atau yang lebih baru, sementara Android harus beroperasi pada Android 5.1 atau yang lebih baru.

    Berikut ini daftar perangkat yang tak lagi bisa menggunakan WhatsApp per Juni 2025.

    Daftar Ponsel yang Tak Bisa Pakai WhatsApp per Juni 2025

    iPhone

    iPhone 5s
    iPhone 6
    iPhone 6 Plus

    Kemudian beberapa seri iPhone 6s, 6s Plus, dan iPhone SE generasi pertama juga dilaporkan tak bisa lagi mengakses WhatsApp.

    Android

    Samsung Galaxy S4
    Samsung Galaxy Note 3
    Samsung Galaxy S3
    Sony Xperia Z1
    LG G2
    Huawei Ascend P6
    HTC One X
    Moto G (Generasi Pertama)
    Motorola Razr HD
    Moto E (2014)

    Kemudian semua ponsel yang menjalankan Android 5.0 atau yang lebih lama tidak lagi didukung menggunakan WhatsApp.

  • Shopee Berlakukan Biaya Baru ke Seller Sebesar Rp1.250 per Transaksi

    Shopee Berlakukan Biaya Baru ke Seller Sebesar Rp1.250 per Transaksi

    Bisnis.com, JAKARTA— Platform e-commerce Shopee mulai memberlakukan biaya tambahan bagi penjual berupa Biaya Proses Pesanan sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan pada 20 Juli 2025. 

    Shopee menyebut biaya ini sebagai bagian dari upaya untuk mendukung pertumbuhan bisnis penjual dengan menghadirkan promosi yang lebih menarik.

    “Untuk terus menghadirkan beragam promosi yang lebih menarik guna mendukung pertumbuhan bisnis Penjual, Shopee akan memberlakukan Biaya Proses Pesanan sebesar Rp1.250 untuk setiap transaksi yang terselesaikan mulai 20 Juli 2025,” demikian pernyataan resmi Shopee dalam pengumuman kepada para penjual dikutip pada Rabu (25/6/2025). 

    Shopee memberikan keringanan untuk penjual baru, di mana biaya proses pesanan tidak akan dikenakan untuk 50 pesanan pertama sejak bergabung di Shopee sebagai Penjual Non-Star. Namun setelah melewati 50 transaksi, biaya ini akan diberlakukan untuk setiap pesanan yang selesai, tanpa memandang jumlah produk di dalam satu pesanan.

    Shopee juga menjelaskan cara penghitungan biaya ini. Meskipun dikenakan per pesanan, tapi estimasi biaya per produk bisa lebih rendah bila dalam satu transaksi terdapat banyak produk. Berikut rumus yang digunakan: 

    Biaya Proses Pesanan per produk = Biaya Proses Pesanan / Jumlah Kuantitas Produk pada Pesanan

    Misalnya, jika pembeli melakukan checkout dengan total 5 produk dalam satu transaksi:

    • Produk A (1 pc)

    • Produk B (2 pcs)

    • Produk C (2 pcs)

    Jumlah total = 5 produk.

    Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

    Biaya Proses Pesanan per produk = Rp1.250 / 5 = Rp250

    Dalam pengumumannya, Shopee juga menekankan bahwa biaya ini belum termasuk komponen biaya lainnya. 

    “Total Biaya Proses Pesanan yang dikenakan ke Penjual belum termasuk Biaya Administrasi, Biaya Pembayaran, Biaya Layanan, dan biaya lainnya yang diikuti Penjual [jika ada],” tulis Shopee 

    Biaya ini sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan hanya berlaku untuk produk yang tidak dikembalikan. “

    Menutup pengumumannya, Shopee menyatakan kebijakan ini masih bisa berubah sewaktu-waktu. 

    “Shopee berhak sewaktu-waktu mengubah, menambah, atau memodifikasi Syarat & Ketentuan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,” tutup Shopee.

  • Langkah Anthropic Latih AI Gunakan Buku Eksisting Diputuskan Legal Oleh Hakim di AS

    Langkah Anthropic Latih AI Gunakan Buku Eksisting Diputuskan Legal Oleh Hakim di AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim Distrik Federal untuk United States District Court, Northern District of California, William Alsup, memutuskan tindakan Anthropic melatih model AI-nya menggunakan buku yang sudah diterbitkan tanpa izin penulis adalah legal.

    Putusan ini merupakan pertama kalinya pengadilan mengakui klaim perusahaan AI bahwa doktrin fair use (penggunaan wajar) dapat membebaskan mereka dari kesalahan saat menggunakan materi berhak cipta untuk melatih large language model (LLM).

    Masalahnya, ini menjadi pukulan bagi para penulis, seniman, dan penerbit yang telah menggugat perusahaan seperti OpenAI, Meta, Midjourney, Google, dan lainnya. Walaupun tidak menjamin hakim lain akan mengikuti jejak Alsup, putusan ini membuka jalan bagi preseden hukum yang berpihak pada perusahaan teknologi dibandingkan para kreator.

    Mengutip TechCrunch, sebagian besar gugatan ini bergantung pada bagaimana hakim menafsirkan doktrin fair use, bagian dari hukum hak cipta yang terkenal rumit dan belum diperbarui sejak 1976 atau era sebelum internet, apalagi konsep pelatihan AI generatif.

    Sebagai informasi, putusan fair use biasanya mempertimbangkan untuk apa karya itu digunakan (seperti parodi atau pendidikan), apakah karya itu direproduksi untuk keuntungan komersial dan sejauh mana karya turunan tersebut bersifat transformatif dibandingkan karya aslinya.

    Adapun, perusahaan seperti Meta juga pernah menggunakan argumen fair use serupa untuk membela pelatihan AI pada materi berhak cipta. Namun sebelum putusan minggu ini, sikap pengadilan masih belum jelas.

    Dalam kasus Bartz v. Anthropic ini, kelompok penulis penggugat juga mempertanyakan cara Anthropic memperoleh dan menyimpan karya mereka.

    Menurut gugatan, Anthropic berusaha menciptakan semacam perpustakaan pusat berisi seluruh buku di dunia untuk disimpan secara permanen. Namun, jutaan buku berhak cipta itu diunduh secara gratis dari situs bajakan yang secara hukum jelas ilegal.

    Walaupun, hakim memutuskan pelatihan menggunakan materi itu tergolong fair use, pengadilan tetap akan menggelar persidangan terpisah terkait sifat dari perpustakaan pusat tersebut.

    “Kami akan menggelar persidangan terkait salinan bajakan yang digunakan untuk membuat perpustakaan pusat milik Anthropic dan kerugian yang ditimbulkannya,” tulis Hakim Alsup dalam putusannya, dikutip Selasa (24/6/2025).

    Dia menambahkan fakta bahwa Anthropic kemudian membeli salinan buku yang sebelumnya mereka curi dari internet tidak akan membebaskan mereka dari tanggung jawab atas pencurian tersebut. Namun, hal itu bisa memengaruhi besarnya ganti rugi yang ditetapkan oleh undang-undang.

  • Pendiri Databrick Gelontorkan Uang Pribadi Rp1,6 Triliun Demi Bangun Lembaga Riset AI

    Pendiri Databrick Gelontorkan Uang Pribadi Rp1,6 Triliun Demi Bangun Lembaga Riset AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Databrick dan Perplexity Andy Konwinski melalui salah satu perusahaannya membentuk lembaga riset AI atau kecerdasan buatan anyar dengan dana mencapai US$100 juta dolar atau setara dengan Rp1,6 triliun (kurs Rp16.350 per US$1).

    Mengutip TechCrunch, lembaga yang didanai oleh Konwinski dari kantong pribadi itu memiliki fungsi mirip dengan dana investasi yang strukturnya menyerupai hibah. Dia menyebut hibah pertama dari institut ini senilai US$3 juta atau setara Rp49 miliar selama lima tahun.

    Rencananya, laboratorium AI Systems ini dibuka pada 2027 di UC Barkeley dan dirancang sebagai organisasi nirlaba dengan unit operasional berbentuk public benefit corporation, yakni perusahaan yang mengutamakan manfaat publik.

    “Laboratorium jangka panjang yang menangani tantangan di level spesies, seperti AI untuk penemuan ilmiah, diskursus sipil, layanan kesehatan, dan pelatihan ulang tenaga kerja,” kata dia dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Today, I’m launching a deeply personal project. I’m betting $100M that we can help computer scientists create more upside impact for humanity.
    Built for and by researchers, including @JeffDean & @jpineau1 on the board, @LaudeInstitute catalyzes research with real-world impact. pic.twitter.com/OAtMCVtcTG

    — Andy Konwinski (@andykonwinski) June 23, 2025

    Konwinski mencontohkan kolaborasinya dengan terminal-bench yang merupakan tolok ukur Stanford untuk menilai seberapa baik agen AI menyelesaikan tugas, dan telah digunakan oleh Anthropic.

    Juru bicara Laude menambahkan Konwinski juga terbuka terhadap investasi dari teknologi sukses lainnya.

    Sekadar informasi, pada Januari 2025 Databricks menutup putaran pendanaan senilai US$15,3 miliar. Sementara itu, Perplexity juga baru saja meraih valuasi sebesar $14 miliar bulan lalu.

    Selain Laude, Konwinski juga ikut mendirikan dana ventura berbasis keuntungan (for-profit) yang diluncurkan pada 2024 dengan lebih dari 50 peneliti terkemuka sebagai investor (LPs).

    Sebelumnya, Laude juga memimpin investasi senilai US$12 juta untuk startup infrastruktur agen AI bernama Arcade. Mereka juga secara diam-diam telah mendanai startup lainnya

  • Pendiri Databrick Gelontorkan Uang Pribadi Rp1,6 Triliun Demi Bangun Lembaga Riset AI

    Pendiri Databrick Gelontorkan Uang Pribadi RP1,6 T Demi Bangun Lembaga Riset AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Databrick dan Perplexity Andy Konwinski melalui salah satu perusahaannya membentuk lembaga riset AI atau kecerdasan buatan anyar dengan dana mencapai US$100 juta dolar atau setara dengan Rp1,6 triliun (kurs Rp16.350 per US$1).

    Mengutip TechCrunch, lembaga yang didanai oleh Konwinski dari kantong pribadi itu memiliki fungsi mirip dengan dana investasi yang strukturnya menyerupai hibah. Dia menyebut hibah pertama dari institut ini senilai US$3 juta atau setara Rp49 miliar selama lima tahun.

    Rencananya, laboratorium AI Systems ini dibuka pada 2027 di UC Barkeley dan dirancang sebagai organisasi nirlaba dengan unit operasional berbentuk public benefit corporation, yakni perusahaan yang mengutamakan manfaat publik.

    “Laboratorium jangka panjang yang menangani tantangan di level spesies, seperti AI untuk penemuan ilmiah, diskursus sipil, layanan kesehatan, dan pelatihan ulang tenaga kerja,” kata dia dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Today, I’m launching a deeply personal project. I’m betting $100M that we can help computer scientists create more upside impact for humanity.
    Built for and by researchers, including @JeffDean & @jpineau1 on the board, @LaudeInstitute catalyzes research with real-world impact. pic.twitter.com/OAtMCVtcTG

    — Andy Konwinski (@andykonwinski) June 23, 2025

    Konwinski mencontohkan kolaborasinya dengan terminal-bench yang merupakan tolok ukur Stanford untuk menilai seberapa baik agen AI menyelesaikan tugas, dan telah digunakan oleh Anthropic.

    Juru bicara Laude menambahkan Konwinski juga terbuka terhadap investasi dari teknologi sukses lainnya.

    Sekadar informasi, pada Januari 2025 Databricks menutup putaran pendanaan senilai US$15,3 miliar. Sementara itu, Perplexity juga baru saja meraih valuasi sebesar $14 miliar bulan lalu.

    Selain Laude, Konwinski juga ikut mendirikan dana ventura berbasis keuntungan (for-profit) yang diluncurkan pada 2024 dengan lebih dari 50 peneliti terkemuka sebagai investor (LPs).

    Sebelumnya, Laude juga memimpin investasi senilai US$12 juta untuk startup infrastruktur agen AI bernama Arcade. Mereka juga secara diam-diam telah mendanai startup lainnya