Category: Bisnis.com Tekno

  • DPR Minta Indonesia Tiru Kanada, Atur Transparansi Algoritma Meta–TikTok Cs

    DPR Minta Indonesia Tiru Kanada, Atur Transparansi Algoritma Meta–TikTok Cs

    Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berharap Indonesia bisa meniru sejumlah negara yang telah lebih dahulu menerapkan regulasi ketat terhadap platform digital seperti Meta, YouTube, dan TikTok. Khususnya dalam pengawasan algoritma.

    Hal tersebut seiring dengan pembahasan Revisi UU Penyiaran untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan zaman, termasuk tantangan dari media baru dan platform digital. 

    Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Amelia Anggraini, mencontohkan pendekatan beberapa negara yang telah memiliki regulasi tegas.

    “Seperti di Kanada itu melalui Kebijakan Online Streaming Act, mewajibkan semua platform seperti Meta, dan TikTok, dan YouTube juga tunduk pada regulasi nasional. Termasuk transparansi, algoritma, dan kontribusi pada ekosistem media lokal,” kata Amelia Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital seperti Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I  DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

    Dia juga menyinggung regulasi yang diterapkan oleh Perancis dan Singapura. 

    Perancis melalui Autorité de régulation de la communication audiovisuelle et numérique (ARCOM) mewajibkan platform digital mendaftarkan diri dan membuka sistem rekomendasi untuk diaudit. 

    Sementara Singapura menggunakan UU Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menangani disinformasi digital.

    Amelia lantas meminta penjelasan langsung dari Meta terkait kesiapan platform tersebut terhadap rencana pengawasan yang tengah dirumuskan dalam pembahasan revisi UU Penyiaran. Termasuk transparansi, algoritma,  penghapusan konten yang melanggar pedoman perilaku penyiaran,  serta kewajiban untuk pendaftaran platform ke lembaga pengawas penyiaran.

    “Bagaimana pandangan Meta Group ini terhadap rencana pemerintah untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan platform digital penyiaran dalam beberapa hal,” katanya. 

    Dalam RUU Penyiaran yang tengah dibahas, DPR mengusulkan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberikan wewenang untuk mengakses algoritma rekomendasi konten. Tujuannya untuk mencegah penyebaran konten ekstrem, hoaks, paham radikal, hingga konten yang tidak layak bagi anak.

    Amelia juga menyoroti kecenderungan algoritma yang tidak transparan dan dikhawatirkan mematikan keragaman budaya lokal. Dia pun kembali menegaskan urgensi revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dinilai sudah tidak relevan dengan dinamika media saat ini.

    “Undang-undang ini dari tahun 2002 sudah tidak relevan dengan situasi saat ini. Maka itu direvisi. Karena konten itu juga kan definisinya sama dengan siar. Sesuatu yang dipublis, sesuatu yang disiar,” katanya.

    Logo TikTok di Smartphone

    Sebelumnya, Head of Public Policy TikTok Indonesia Hilmi Adrianto menyampaikan keberatan jika platform user-generated content (UGC) seperti TikTok disamakan dengan lembaga penyiaran tradisional dalam hal pengawasan dan regulasi.

    “Kami melihat perbedaannya sangat signifikan dengan lembaga penyiaran tradisional, terutama dari sisi pembuatan isi konten. Platform UGC seperti TikTok memuat konten yang dibuat oleh pengguna individu, lembaga penyiaran tradisional, maupun layanan OTT,” ujar Hilmi.

    Menurutnya, TikTok sudah menerapkan sistem moderasi konten berbasis teknologi dan manusia di bawah kerangka Kominfo dan Komdigi, sehingga pengawasan tak perlu disamakan dengan media siaran.

    “Kami merekomendasikan agar platform UGC tidak diatur di bawah aturan yang sama dengan penyiaran konvensional guna menghindari ketidakpastian hukum. Kami menyarankan agar platform UGC tetap berada di bawah moderasi Komdigi,” tegasnya.

    Hilmi juga menolak pendekatan one-size-fits-all terhadap platform digital dan media konvensional karena perbedaan model bisnis dan tata kelola konten yang mendasar.

    Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Nico Siahaan, menyatakan revisi UU Penyiaran penting untuk mengisi kekosongan aturan terhadap konten digital.

    “Kalau konten terestrial sudah jelas ada aturan, tapi konten digital belum. Bagaimana pengaturannya? Ini tetap harus kita atur,” kata Nico ditemui usai RDPU, pada Senin (14/7/2025).

    Dia menyebut definisi “siaran” tidak bisa diubah sembarangan. Jika seseorang membantu menyebarluaskan konten, bisa saja tetap dikenai ketentuan penyiaran, meski bukan pembuat konten langsung. Nico pun membuka opsi pemisahan pengaturan antara media digital dan konvensional dalam dua UU terpisah. 

    “Kalau memisahkan ya bisa saja. Artinya kita bisa pisahkan dengan judul yang lain. UU yang lain nanti kita bikin,” katanya.

  • DPR Soroti Lemah Pengawasan Konten Pornografi

    DPR Soroti Lemah Pengawasan Konten Pornografi

    Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti lemahnya pengawasan konten siaran langsung (live streaming) di sejumlah platform digital seperti TikTok, Instagram (Meta), dan YouTube. 

    Anggota Komisi I DPR RI, Andina Thresia Narang, menyinggung maraknya ujaran kebencian, kata-kata kasar, hingga konten berbau pornografi yang disiarkan secara langsung tanpa penyaringan yang memadai. 

    Menurut Andina, apabila dibandingkan dengan konten yang sudah diunggah dan bisa dengan mudah dihapus atau di-take down, tetapi konten siaran langsung memiliki tantangan pengawasan yang lebih besar.

    “Bagaimana teman-teman dari YouTube, Meta, dan TikTok mengawasi untuk yang Live-Live ini? Apalagi sekarang TikTok Live, IG Live itu banyak banget kata-kata kasarnya. Sembarangan banget,” kata Andina dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital: Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I  DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

    Dia menilai, platform kerap hanya menampilkan contoh konten dari kreator yang sudah profesional dan memiliki jutaan pengikut, padahal justru persoalan seringkali datang dari pengguna-pengguna biasa yang juga memanfaatkan fitur live.

    Dia juga menyinggung soal perlindungan anak di ruang digital, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital (PP Tunas). Menurutnya, implementasi dari aturan tersebut perlu diawasi dengan serius oleh seluruh platform. 

    Di sisi lain, dia mengapresiasi adanya fitur pembatasan waktu penggunaan untuk anak pada platform Meta dan kehadiran YouTube Kids, namun menekankan pentingnya tindakan nyata dalam implementasi.

    “Bagaimana membatasi anak-anak ini dan bagaimana implementasi dari PP Tunas ini? Apa yang sudah dilakukan oleh platform-platform digital secara konkret setelah ada PP Tunas ini?” kata Andina.

    Tak hanya itu, dia menyoroti maraknya penipuan di platform digital melalui akun-akun palsu yang menduplikasi akun asli, terutama yang digunakan untuk jual beli online.  Untuk menanggulangi hal ini, Andina mendorong agar setiap platform menyediakan kanal pelaporan yang jelas dan mudah diakses masyarakat.

    “Tolong dibuat satu hotline atau satu apalah bisa pada semua pengguna platform-platform digital bisa komplain atau misalnya ada konten-konten digital yang meresahkan masyarakat, atau misalnya ada penipuan dari salah satu IG account atau TikTok account,” ungkapnya .

    Andina juga meminta platform memperketat proses verifikasi akun centang biru. Menurutnya, banyak akun bercentang biru yang justru tidak kredibel karena hanya membayar tanpa proses verifikasi yang ketat.

    “Kadang-kadang kita bingung ini orang siapa kok centang biru, ternyata berbayar. Nah tolong dekorasi sekali. Jadi kita selalu centang biru, oh ini orangnya benar nih, ternyata akunnya bodong,” kata dia.

    Terakhir, Andina menegaskan pentingnya kesetaraan dalam regulasi antara media konvensional dan platform digital. Dia menekankan bahwa pembahasan RUU Penyiaran harus segera dituntaskan agar bisa menjawab tantangan zaman.

    “Digital tidak dipungkiri sangat penting buat kehidupan kita. Nah tetapi kita harus mempunyai playing field yang equal,” pungkasnya.

  • Pendiri Twitter Bikin Aplikasi Pesan Tanpa Internet Bitchat, Whatsapp Terancam

    Pendiri Twitter Bikin Aplikasi Pesan Tanpa Internet Bitchat, Whatsapp Terancam

    Bisnis.com, JAKARTA — Jack Dorsey, salah satu pendiri Twitter, meluncurkan aplikasi perpesanan baru bernama Bitchat yang memungkinkan pengguna berkomunikasi tanpa koneksi internet dari WiFi maupun jaringan seluler. Aplikasi ini berpotensi mengancam keberadaan Whatsapp.

    Aplikasi ini memanfaatkan sinyal Bluetooth ponsel untuk mengirim pesan, menjadikannya solusi ideal dalam situasi seperti konser musik, unjuk rasa, atau daerah terpencil yang minim sinyal operator.

    Secara teknis, jangkauan Bluetooth biasanya terbatas sekitar 100 meter. Namun, Bitchat mengatasi keterbatasan tersebut dengan teknologi ‘Bluetooth mesh network’, yaitu sistem yang memungkinkan pesan diteruskan melalui perangkat pengguna lain di sekitarnya.

    Menurut dokumen resmi (white paper) yang dirilis, Bitchat bersifat desentralisasi penuh dan dienkripsi end-to-end. Pengguna tidak perlu mendaftarkan email, nomor telepon, maupun membuat akun untuk menggunakan layanan ini.

    “Bitchat menjawab kebutuhan akan komunikasi yang tangguh dan privat tanpa bergantung pada infrastruktur terpusat,” tulis tim pengembang dalam white paper aplikasi tersebut, dikutip Rabu (16/7/2025).

    Dengan mengandalkan jaringan ‘Bluetooth Low Energy mesh’, aplikasi ini mendukung komunikasi peer-to-peer secara langsung dalam jarak fisik tertentu, serta mampu memperluas jangkauan secara otomatis lewat perangkat pengguna lain.

    Dorsey membagikan detail aplikasi ini melalui platform X. Dia mengungkapkan bahwa berkat sistem mesh tersebut, jangkauan Bitchat bisa mencapai lebih dari 300 meter tanpa perlu server pusat, yang berarti tanpa pelacakan data atau pengumpulan informasi pengguna.

    Secara default, pesan di Bitchat akan terhapus otomatis. Namun, aplikasi ini juga menyediakan fitur obrolan grup yang disebut “rooms”, memungkinkan pengguna berinteraksi dengan banyak orang sekaligus.

    Dorsey juga menyebutkan bahwa pembaruan di masa depan akan memperluas kemampuan Bitchat, termasuk kemungkinan mengintegrasikan jaringan WiFi untuk komunikasi yang lebih cepat dan jangkauan lebih luas.

    Aplikasi ini dirancang sesuai dengan visi Dorsey dalam mengembangkan teknologi yang tahan terhadap sensor dan tidak terikat oleh otoritas pusat. Visi tersebut juga dia bawa dalam proyek-proyek lainnya sejak meninggalkan Twitter.

    Versi beta Bitchat saat ini tersedia di Apple TestFlight dan langsung menarik minat tinggi dari pengguna awal. Dalam waktu singkat, kapasitas pengujian maksimal sebanyak 10.000 pengguna langsung terpenuhi sejak diluncurkan pada Senin (7/7/2025).

    Dengan pendekatan komunikasi terdesentralisasi dan fokus pada privasi, Bitchat digadang-gadang sebagai pesaing WhatsApp dan menjadi alternatif menarik bagi pengguna yang menginginkan kebebasan digital tanpa bergantung pada infrastruktur penyedia layanan konvensional.

  • Transaksi Digital Aman & Tanggung Jawab Konsumen

    Transaksi Digital Aman & Tanggung Jawab Konsumen

    Bisnis.com, JAKARTA – Digitalisasi benar-benar mengubah cara kita beraktivitas, termasuk dalam urusan keuangan. Di Indonesia, fenomena ini sangat terlihat dari pesatnya transaksi nontunai. Mulai dari dompet digital di ponsel hingga layanan perbankan online, transaksi nontunai kini sudah jadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

    Perubahan ini didorong penetrasi internet dan smartphone yang tinggi, munculnya ekosistem fintech inovatif, serta dukungan pemerintah yang gencar mempromosikan transaksi nontunai.

    Ekosistem pembayaran digital kini makin beragam, menawarkan berbagai pilihan: QRIS yang praktis, BI-FAST dengan biaya transfer lebih murah, e-wallet yang memudahkan belanja, hingga mobile banking berbasis super app yang memberi kemudahan akses dalam genggaman.

    Perkembangan ini tentu menjadi kabar baik bagi inklusi keuangan, membuka akses layanan finansial bagi lebih banyak lapisan masyarakat. Namun, kemajuan ini juga mengharuskan peningkatan kewaspadaan, terutama kita sebagai konsumen, agar tidak terjebak potensi risiko yang mungkin tersembunyi.

    Seiring kemajuan digitalisasi, risiko kejahatan siber (cyber crime) ikut meningkat. Modus penipuan online makin canggih dan bervariasi. Kaspersky, perusahaan yang memproduksi perangkat lunak antivirus melaporkan, lebih dari 12 juta pengguna smartphone global menghadapi ancaman siber pada kuartal I/2025.

    Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari phishing yang menyamar sebagai pihak resmi untuk mencuri data, penyebaran malware yang merusak sistem, hingga rekayasa sosial yang lihai berupaya mengambil data pribadi atau informasi keuangan konsumen.

    Menyadari ancaman serius ini, regulator termasuk Bank Indonesia, telah gencar melakukan berbagai upaya edukasi dan literasi keuangan yang komprehensif. Bank Indonesia secara aktif mengampanyekan pentingnya keamanan dalam bertransaksi digital melalui program Pelindungan Konsumen. Edukasi memanfaatkan berbagai platform (multi-kanal) untuk menjangkau masyarakat luas. Strategi ini dinilai proaktif membentengi konsumen dari potensi kerugian siber.

    Edukasi Bank Indonesia tidak hanya berfokus pada pencegahan kejahatan siber semata, lebih dari itu, juga pada pengenalan hak dan kewajiban konsumen dalam ekosistem pembayaran yang terus berkembang. Tujuannya sangat jelas; menciptakan konsumen yang cerdas, waspada, dan berdaya dalam menghadapi tantangan transaksi digital, menjadikan mereka garda terdepan dalam melindungi diri sendiri.

    Seringkali, fokus pelindungan konsumen sepenuhnya diletakkan pada penyedia jasa atau regulator, padahal penting digarisbawahi bahwa konsumen juga memiliki tanggung jawab fundamental dalam menjaga keamanan transaksinya. Bank Indonesia, melalui kerangka pelindungan konsumennya, secara implisit menekankan peran aktif dan mandiri dari konsumen.

    Tanggung jawab ini antara lain mencakup keharusan untuk menjaga kerahasiaan data pribadi dan informasi pembayaran yang sangat sensitif, seperti PIN, password, OTP (one time password), dan kode akses lainnya. Prinsip utamanya; jangan pernah membagikan informasi krusial ini kepada siapa pun, bahkan pihak yang mengaku resmi.

    Selanjutnya, konsumen juga harus senantiasa waspada terhadap modus penipuan yang terus berevolusi. Ini berarti harus selalu curiga terhadap tawaran yang terlalu menggiurkan yang terdengar tidak masuk akal, pesan mencurigakan (baik melalui SMS, email, atau aplikasi pesan) yang meminta data pribadi, atau panggilan telepon penipuan.

    Selain itu, sangat penting bagi konsumen untuk memeriksa detail transaksi dengan teliti sebelum menyetujuinya, memastikan semua data sudah benar, serta memastikan penggunaan perangkat dan jaringan yang aman saat bertransaksi. Hindari Wi-Fi publik yang tidak terenkripsi untuk aktivitas finansial sensitif.

    Memahami dan menerapkan seluruh tanggung jawab ini secara konsisten membawa manfaat berlipat ganda. Konsumen akan lebih terlindungi dari berbagai risiko kejahatan siber, karena kesadaran dan kewaspadaan diri adalah benteng pertama dan terkuat dalam menjaga keamanan finansial.

    Konsumen akan lebih sulit menjadi target penipuan jika sudah memiliki filter informasi dan kebiasaan yang aman. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pembayaran digital secara keseluruhan. Makin aman ekosistemnya, didukung oleh konsumen yang cerdas dan waspada, akan makin banyak masyarakat yang berani mengadopsi transaksi nontunai, yang pada akhirnya mendorong inklusi keuangan yang lebih luas dan ekosistem digital yang lebih matang.

    Pada akhirnya, keamanan bertransaksi nontunai adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, termasuk Bank Indonesia, memainkan peran sentral sebagai regulator yang memastikan ketersediaan sistem aman, infrastruktur pembayaran andal, dan regulasi kuat. Di sisi lain, penyedia jasa pembayaran (PJP) juga memiliki peran vital dalam membangun serta mengelola platform yang aman dan responsif. Namun, upaya komprehensif ini tidak akan maksimal tanpa partisipasi aktif dan kesadaran konsumen. Konsumen berperan sebagai garda terdepan dalam melindungi diri sendiri melalui tindakan preventif, seperti menjaga kerahasiaan data pribadi dan senantiasa waspada terhadap berbagai modus penipuan.

  • Penjaja RTRW Net Menjerit Starlink Setop Tambah Pelanggan Baru

    Penjaja RTRW Net Menjerit Starlink Setop Tambah Pelanggan Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Langkah SpaceX yang berhenti menambah pengguna baru, baik residensial maupun mitra, menjadi musibah bagi pengusaha internet lokal khususnya RT/RW Net. Mereka tidak dapat lagi membuka layanan tersebut kepada pihak lain. 

    Sekadar informasi, RT/RW-Net adalah jaringan internet lokal yang dikelola dan dijual kembali oleh  (reseller) kepada masyarakat dalam skala lingkungan RT (Rukun Tetangga) atau RW (Rukun Warga). Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) kerap menemukan layanan internet Starlink dijual kembali ke masyarakat. Adapun situasinya kini telah berubah. 

    Sekretaris Jenderal APJII Zulfadly Syam mengatakan penghentian layanan ini kemungkinan besar akan berdampak pada akses internet di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama layanan untuk pengguna residensial.

    “Dan ISP yang melayani layanan ini pun terpaksa gigit jari,” kata Zulfadly kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025).

    Dia berharap Starlink dapat membantu meminimalkan distribusi internet ilegal, terutama di tengah masa penghentian layanan sementara ini.

    Sebagai anggota APJII, lanjut Zulfadly, Starlink dan para ISP legal lainnya berada dalam pengawasan asosiasi. Oleh karena itu, APJII turut mencatat dan menindaklanjuti keluhan-keluhan dari para penyelenggara layanan internet.

    Menurut Zulfadly, Starlink dan APJII telah sepakat untuk bersama-sama meminimalkan distribusi internet ilegal. Namun, dengan semakin banyaknya jumlah penyelenggara layanan, dia berharap agar ISP lokal dapat tumbuh lebih kuat dan kompetitif dibandingkan dengan pemain asing.

    “Pemerintah harus memiliki tools. Tidak saja hanya berharap dari laporan-laporan kinerja semata. Tools ini akan membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan sekaligus mempelajari potensi gangguan terhadap layanan internet Indonesia,” tandasnya.

    Pada Februari 2025, Zulfadly mengatakan Starlink turut mendorong penetrasi internet di Indonesia. Sayangnya, Starlink belum berhasil dalam mengontrol penggunaan secara berbagi atau sharing, yang kemudian dikomersialisasi oleh penyelenggara internet ilegal (RT/RW net ilegal). 

    “Jadi mereka masih melakukan sharing terhadap satu koneksinya, satu equipment kemudian dibagi dengan beberapa, tetapi dikomersialisasikan. Kalau tidak dikomersialisasikan sebenarnya tidak menjadi satu hal yang masalah, bahkan itu membantu benar-benar membuka mata masyarakat-masyarakat di daerah-daerah tertinggal,” kata Zulfadly kepada Bisnis

    Peluncuran Starlink

    APJII mengaku hingga saat ini belum pernah diperlihatkan bagaimana cara Elon Musk mengatur layanan internetnya agar tidak disharing. Pun dengan cara Starlink memblokir penyalahgunaan jual kembali internet Starlink tanpa izin.

    APJII juga mengkhawatirkan mengenai model terbaru Starlink, yang ke depan memungkinkan internet langsung disuntikan dari satelit ke smartphone tanpa perantara. Terobosan tersebut menurutnya akan berdampak pada keberlanjutan  ekosistem internet Indonesia. 

    “Ini menurut kami akan merusak seluruh ekosistem yang ada, seluruh ekosistem internet yang ada gitu,” kata Zulfadly. 

    Berdasarkan pengamatannya, saat ini kecepatan internet Starlink tak jauh berbeda dengan ketika diperkenalkan pada Mei 2024. 

    “Prinsipnya hampir di semua koneksi satelit itu masih terganggu dengan seperti noise pada hujan gitu ya. Jadi hujan yang deras pasti akan menurunkan kualitas. Itu sudah umum terjadi di hampir semua perangkat satelit,” kata Zul. 

    Diketahui, Starlink, layanan internet satelit dari SpaceX milik Elon Musk, memulai operasinya di Indonesia pada Mei 2024 setelah mendapatkan izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai penyedia layanan internet untuk konsumen ritel. 

    Peluncuran ini dilakukan oleh Elon Musk bersama Presiden Joko Widodo di Bali, bertepatan dengan World Water Forum ke-10 pada 19 Mei 2024.  Pada awal kehadirannya, Starlink hanya menggelontorkan investasi sebesar Rp30 miliar  di Indonesia, yang belum terungkap secara jelas pemanfaatannya.

    Sementara itu, berdasarkan laporan awal pasca-peluncuran pada Mei 2024, dikabarkan sekitar 15.000 warga Indonesia menyatakan minat untuk menggunakan layanan Starlink. 

    Secara global, Starlink melayani 4 juta pelanggan pada September 2024, setelah sebelumnya 3 juta pada Mei 2024, menunjukkan pertumbuhan sekitar 1 juta pelanggan dalam 4 bulan.

  • E-Commerce Minta Waktu Tambahan 1 Tahun untuk Pungut Pajak Seller

    E-Commerce Minta Waktu Tambahan 1 Tahun untuk Pungut Pajak Seller

    Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) merespons terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan pihaknya baru saja menerima salinan resmi PMK 37/2025 pada 14 Juli 2025 dan masih mempelajari isi detailnya secara menyeluruh.

    “Namun demikian, secara prinsip kami mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat kepatuhan pajak, termasuk di sektor e-commerce,” kata Budi dalam keterangan resmi pada Selasa (15/7/2025). 

    Budi mengatakan PMK tersebut tidak menambah beban pajak baru bagi penjual, melainkan mengalihkan mekanisme pemungutannya ke platform digital. Namun demikian, implementasi di lapangan tetap membawa sejumlah tantangan administratif dan teknis.

    Menurutnya, marketplace memang tidak diwajibkan memverifikasi surat pernyataan omzet dari penjual, tetapi harus menyediakan sistem yang memungkinkan seller mengunggah dokumen tersebut dan menyampaikannya kepada sistem DJP. 

    “Surat tersebut wajib dicetak, ditandatangani, dan bermaterai. Ini memerlukan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik kepada para penjual,” lanjut Budi.

    Lebih lanjut, Budi mengatakan idEA menilai perlu adanya masa transisi yang cukup dan sosialisasi yang menyeluruh, terutama bagi pelaku UMKM yang belum terbiasa dengan administrasi perpajakan berbasis digital. 

    Dia menyebut konsensus marketplace mengindikasikan perlu waktu setidaknya satu tahun untuk persiapan ditunjuk sebagai pemungut pajak.

    Di sisi lain, meskipun pajak dibebankan kepada seller, dalam praktiknya ada potensi beban tersebut diteruskan ke konsumen, tergantung strategi masing-masing penjual. idEA mencatat kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. 

    Namun, kondisi ekosistem digital di Indonesia berbeda dan

    menuntut pendekatan implementasi yang sesuai dengan konteks lokal. Budi mengatakan pihaknya pun menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat menyesuaikan diri dengan baik. 

    “Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong agar kebijakan ini diterapkan secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” tutup Budi.

    Sebelumnya,  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mengeluarkan aturan pemungutan pajak e-commerce kepada seller atau pedagang di lokapasar daring alias seperti Shopee, Tokopedia, dan sejenisnya pada 14 Juli 2025. 

    Dalam Pasal 8 ayat (1) aturan tersebut, pedagang akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto yang diterima dalam setahun. 

    Pajak tersebut di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Nantinya, pemunguatan PPh Pasal 22 dari pedagang itu akan dilakukan oleh lokapasar daring yang termasuk PMSE. 

    Dalam Pasal 6, disampaikan pedagang yang memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun wajib melaporkan buktinya ke lokapasar tempatnya berjualan yang termasuk PMSE. 

    Selain itu, pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juga per tahun juga melaporkan buktinya. Hanya saja pada Pasal 10 ayat (1) huruf a, disampaikan bahwa pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dipungut PPh Pasal 22. Artinya, hanya pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun yang dikenai pajak 0,5%.

    Selain itu, ada beberapa pedagang yang dikecualikan yaitu terkait penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi yang merupakan mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang memberikan jasa angkutan. 

    Kemudian penjualan barang dan/atau jasa yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; penjualan pulsa dan kartu perdana; penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan. Terakhir, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan juga dikecualikan.

  • Komdigi Update Kasus Pengumpulan Data Iris Mata Ilegal oleh Tools For Humanity

    Komdigi Update Kasus Pengumpulan Data Iris Mata Ilegal oleh Tools For Humanity

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap perkembangan terbaru kasus pengumpulan data biometrik iris mata secara ilegal yang dilakukan oleh Tools For Humanity (TFH) melalui aplikasi World App di Indonesia. 

    Pemerintah menegaskan aktivitas tersebut terbukti telah dilakukan secara ilegal sejak 2021, jauh sebelum TFH mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat.

    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Brigjen Pol Alexander Sabar, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan klarifikasi terhadap TFH, serta mengeluarkan sejumlah rekomendasi dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan asal Amerika Serikat tersebut bila ingin melanjutkan operasinya di Indonesia.

    “Pertama melakukan penilaian ulang kepatuhan Pelindungan Data Pribadi dan memperbaharui kebijakan privasi [privacy notice] secara komprehensif dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” kata Alexander kepada Bisnis dalam jawaban tertulis pada Selasa (15/7/2025). 

    Selain itu, TFH juga diminta memberikan jaminan dan bukti atas keamanan data pribadi yang dikelola, memastikan tidak ada data anak yang diproses, dan memperbaiki prosedur maupun teknologi pengelolaan datanya.

    Komdigi juga mendorong agar sebagian atau seluruh data iris pengguna Indonesia disimpan di wilayah Indonesia.

    Tidak hanya sampai disitu, TFH juga harus memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi jumlah pasti pengguna Indonesia dan melaporkannya secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital. 

    Alexander mengatakan perusahaan pun diharuskan mengutamakan keterlibatan sebanyak mungkin sumber daya manusia inti yang berasal dari Indonesia dalam proses pengembangan bisnis TFH/World di Indonesia.

    Selain itu, lanjut Alexander, perusahaan diminta menghentikan praktik pemberian koin sebagai imbalan pengguna yang memberikan data irish mereka melalui Orb.

    “Senantiasa mengedepankan prinsip secure and ethics by design dalam menjalankan proses bisnis TFH/World di Indonesia,” kata Alexander. 

    Alexander mengatakan TFH berkomitmen memenuhi kewajiban dan mengikuti rekomendasi yang dimintakan oleh Komdigi.

    Dia menyebut diskusi dan konsultasi TFH dengan Komdigi dalam rangka pemenuhan rekomendasi tersebut telah dilakukan sebanyak tiga kali, terakhir pada 7 Juli 2025,

    “Beberapa item rekomendasi, khususnya terkait aspek PDP, telah dilakukan oleh TFH dan akan mengirimkan hasilnya secara tertulis ke Komdigi,” katanya.

    Sebagai informasi, TFH pertama kali mengumpulkan data biometrik iris masyarakat Indonesia pada tahun 2021 melalui mitra lokalnya, PT. Sandina Abadi Nusantara (SAN). 

    Namun, Komdigi menilai pendaftaran PSE seharusnya dilakukan oleh TFH sendiri, bukan oleh mitra lokal. 

    TFH baru secara resmi mendaftarkan diri sebagai PSE pada 17 Februari 2025, sehingga aktivitas yang dilakukan sebelum itu dinyatakan ilegal.

    Atas pelanggaran tersebut, Komdigi melakukan suspend atas Tanda Daftar PSE milik Tools for Humanity (TFH) pada 7 Mei 2025. 

    Komdigi juga telah mengirimkan surat hasil pemeriksaan kepada TFH pada 5 Juni 2025 dan mencatat bahwa TFH telah menunjukkan komitmen untuk mematuhi rekomendasi yang diberikan. 

    Tercatat sudah ada tiga kali diskusi dan konsultasi antara kedua pihak, dengan yang terakhir dilakukan pada 7 Juli 2025. TFH pun menyatakan tengah menyelesaikan beberapa aspek, khususnya terkait pelindungan data pribadi, dan akan menyampaikan hasil pemenuhan kewajiban tersebut secara tertulis kepada Komdigi.

    Namun demikian, Komdigi tetap memutuskan untuk memberlakukan penghentian sementara (suspend) atas Tanda Daftar PSE milik TFH dan mitranya SAN. TFH juga diwajibkan menghentikan sementara kegiatan pengumpulan atau pemindaian iris masyarakat Indonesia;

    Kemudian, menghentikan pemrosesan data iris termasuk data iris yang sudah di-hash yang telah dikumpulkan sebelumnya. TSH juga diminta untuk menghapus seluruh iris code yang tersimpan pada perangkat pengguna dan semua data terenkripsi yang berasal dari iris code warga negara Indonesia.

  • Telkomsel Buka Suara soal Polemik Kuota Hangus Rugikan Negara Rp63 Triliun

    Telkomsel Buka Suara soal Polemik Kuota Hangus Rugikan Negara Rp63 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menanggapi polemik dugaan kerugian negara senilai Rp63 triliun akibat praktik kuota internet hangus yang diangkat Indonesian Audit Watch (IAW). 

    Vice President Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel, Saki Hamsat Bramono, mengatakan penawaran produk Telkomsel, termasuk kuota internet, telah merujuk pada ketentuan hukum seperti Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999.

    “Saya luruskan, masalah kuota hangus ini. Kan satu, semua ini kami sudah sesuai dengan, produk yang kami keluarkan itu sudah sesuai dengan Permennya ya, Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 dan yang kedua undang-undang konsumen tahun 1999,” kata Saki ditemui usai acara peluncuran SIMPATI TikTok di Jakarta pada Selasa (15/7/2025) 

    Menurut Saki, sistem kuota yang diterapkan pada saat ini jauh lebih menguntungkan bagi pelanggan dibandingkan model lama “pay as you use” (PAYU) yang dikenakan per kilobyte. Dia menambahkan model bisnis tersebut juga berlaku secara global dan memberi lebih banyak pilihan kepada pelanggan, termasuk paket harian, mingguan, hingga kuota khusus seperti untuk akses TikTok.

    Terkait dengan literasi digital, Saki menyebut Telkomsel dan seluruh operator telah berupaya menyampaikan informasi produk secara transparan.

    “Saya rasa pelanggan, saya rasa dari dulu sampai sekarang semua operator di Indonesia, dan juga seluruh dunia, tidak ada isunya terkait ini ya. Jadi sebenarnya pelanggan sudah teredukasi dengan baik,” katanya.

    Saki juga menekankan praktik rollover kuota tersedia melalui paket tertentu, tergantung pada pilihan pelanggan.

    “Jadi saya rasa pelanggan sudah pintar memilih dengan paket-paket data tersebut, dan ini malah menguntungkan buat pelanggan lah saya rasa, sangat menguntungkan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap dugaan kerugian negara dari praktik kuota internet hangus serta indikasi korupsi di anak usaha PT Telkom Indonesia. 

    Dalam surat terbuka bertanggal 29 Mei 2025, IAW mengajukan empat tuntutan, termasuk permintaan agar Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan audit model bisnis tersebut serta mendorong regulasi khusus mengenai pertanggungjawaban operator.

    Merespons hal ini, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan seluruh anggotanya, termasuk Telkomsel, berkomitmen pada tata kelola yang baik dan patuh terhadap regulasi.

    Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menjelaskan bahwa penetapan harga, kuota, dan masa aktif sudah sesuai dengan Pasal 74 Ayat 2 Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan.

    “Ini juga sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, yang menegaskan bahwa pulsa bukan merupakan alat pembayaran sah maupun uang elektronik, sehingga juga sudah dikenakan PPN sebagaimana barang konsumsi lainnya,” kata Marwan.

    Dia menambahkan pemberlakuan masa aktif merupakan praktik wajar di industri telekomunikasi global dan tidak bisa disamakan dengan layanan utilitas seperti listrik atau kartu tol.

    “Kuota internet bergantung pada lisensi spektrum yang diberikan pemerintah dalam jangka waktu tertentu, bukan volume pemakaian,” imbuhnya.

    Operator seperti Kogan Mobile (Australia) dan CelcomDigi (Malaysia) pun menerapkan kebijakan serupa, yakni kuota hangus jika tak digunakan dalam masa aktif. Marwan memastikan bahwa semua informasi mengenai kuota, harga, dan masa berlaku selalu disampaikan secara terbuka, dan pelanggan diberikan keleluasaan memilih paket sesuai kebutuhan.

    “Kami percaya, kebijakan yang adil bagi pelanggan dan mendukung keberlanjutan industri harus berbasis pada pemahaman menyeluruh atas model bisnis telekomunikasi,” pungkasnya.

  • Investor Meta Gugat Mark Zuckerberg Rp130 Triliun Akibat Pelanggaran Privasi

    Investor Meta Gugat Mark Zuckerberg Rp130 Triliun Akibat Pelanggaran Privasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Para pemegang saham Meta Platforms menggugat Mark Zuckerberg dan sejumlah pemimpin perusahaan, baik yang masih menjabat maupun yang sudah pensiun. 

    Penggugat mengatakan bahwa Mark dan tim terus-menerus melanggar perjanjian tahun 2012 antara Facebook dan Komisi Perdagangan Federal untuk melindungi data pengguna.

    Zuckerberg diperkirakan akan hadir dalam persidangan tidak biasa senilai US$8 miliar atau sekitar Rp130 triliun (Kurs: Rp 16.000), terkait pelanggaran privasi yang dimulai pekan ini.

    Kasus pelanggaran terjadi pada tahun 2018, setelah terungkap bahwa jutaan data pengguna Facebook diakses oleh sebuah firma konsultan politik, Cambridge Analytica, yang saat itu bekerja untuk kampanye Donald Trump untuk presiden Amerika Serikat (AS) pada 2016.

    Dilansir Arise News, sidang ini akan dilaksanakan tanpa juri di Wilmington, Amerika Serikat, dimulai pada Rabu (16/07/25) dan dijadwalkan akan berlangsung selama delapan hari. 

    Sebagian besar fokus persidangan adalah pada peristiwa yang telah terjadi satu dekade lalu dan rapat dewan direksi untuk menentukan bagaimana para pemimpin Facebook menerapkan perjanjian tahun 2012.

    Meskipun dakwaan mengarah pada kebijakan-kebijakan lama, tetapi hal ini terjadi di tengah kekhawatiran privasi yang terus menghantui Meta, yang sedang diselidiki model AI-nya. 

    “Ada argumen bahwa kita tidak bisa menghindari Facebook dan Instagram dalam hidup kita, tetapi, bisakah kita mempercayai Mark Zuckerberg?” kata kepala Digital Content Next, Jason Kint terkait kekhawatiran privasi di Meta, dikutip Reuters.

    Kepala grup dagang untuk penyedia konten itu juga mengatakan bahwa kasus in akan mengungkap detail tentang apa yang diketahui dewan serta terkait data pengguna, yang kini berjumlah lebih dari 3 miliar setiap hari di seluruh platform Meta.

    Dua tahun yang lalu, para terdakwa berusaha membatalkan kasus tersebut sebelum persidangan, yang pada akhirnya ditolak hakim, karena kasus ini dirasa merupakan pelanggaran hukum yang sangat besar.

    Kini, para penggugat, investor individu, dan dana pensiun serikat pekerja harus membuktikan apa yang sering digambarkan sebagai klaim tersulit dalam hukum perusahaan. Klaim yang dimaksudkan menunjukkan bahwa para direktur benar-benar gagal dalam tugas pengawasan mereka.

    Zuckerberg dan petinggi perusahaan lainnya diduga sengaja menyebabkan Meta melanggar hukum. Meskipun hukum Delaware melindungi direktur dan pejabat dari keputusan bisnis yang buruk, hukum tersebut tidak melindungi mereka dari keputusan ilegal, meski menguntungkan.

    Para penggugat dalam dokumen pra peradilan mengatakan bahwa mereka dapat membuktikan Facebook melanjutkan praktik yang menipu atas arahan Zuckerberg. Praktik yang dimaksud adalah pembentukan tim untuk mengawasi privasi dan menyewa firma kepatuhan eksternal, serta klaim bahwa Facebook adalah korban “penipuan yang dipelajari” oleh Cambridge Analytica.

    Selain itu, penggugat juga menuduh bahwa Zuckerberg berniat menjual sahamnya demi keuntungan US$1 miliar atau Rp16,3 juta (Kurs Rp16.000) setelah dia menyadari skandal Cambridge Analytica akan terungkap, dan akan membuat nilai perusahaan anjlok. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • ChromeOS Segera Digabung ke Tablet Android, Perketat Persaingan dengan iPad

    ChromeOS Segera Digabung ke Tablet Android, Perketat Persaingan dengan iPad

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden ekosistem Android Google Sameer Samat mengatakan bahwa perusahaan mereka akan berencana menggabungkan sistem operasi selulernya dengan Chrome OS, software yang saat ini berjalan di laptop Chromebook Google.

    “Kami akan menggabungkan Chrome OS dan Android menjadi satu platform, dan saya tertarik dengan bagaimana orang-orang menggunakan laptop merea saat ini dan apa yang mereka lakukan” Kata Samat, yang menunjukkan bahwa dia mungkin akan menambahkan keahlian baru dalam Android, dilansir GSMA Arena, Selasa (15/7/2025).

    Ini bukan pertama kalinya Google merencanakan untuk menggabungkan Chrome OS ke Android, sebab pada November 2024, Android Authority melaporkan bahwa google “memigrasikan Chrome OS ke Android” dengan tujuan bersaing dengan iPad.

    Proses tersebut kemungkinan sudah dimulai, dengan Google pada Juni lalu mengumumkan bahwa Chrome OS akan dikembangkan di sebagian besar tumpukan Android. Chromebook sendiri sudah dapat menjalankan banyak aplikasi Android.

    Sementara itu, Android semakin mendekati Chrome OS tahun ini dengan fitur-fitur baru termasuk mode desktop, window yang dapat diubah ukurannya, dan dukungan yang ditingkatkan untuk tampilan eksternal.

    Keputusan Google untuk menggabungkan dua sistem operasinya di bawah satu atap dapat dikatakan cukup masuk akal, karena memungkinkannya mempercepat pengembangan fitur, serta meningkatkan fungsionalitas pada tablet.

    Untuk saat ini, Sistem operasi baik itu Android maupun Chrome OS secara terpisah memang tertinggal dari iPad OS milik Apple, yang menghadirkan lebih banyak fitur bergaya desktop ke iPad.

    Namun, di sisi lain, setiap perubahan besar dalam ekosistem perangkat lunak Google dapat berdampak negatif.

    Saat ini, Chromebook berbasis platform referensi, yang mendapatkan dukungan pembaruan yang mengesankan selama 10 tahun. Banyak dari laptop ini menggunakan software x86, bukan Arm, dan dukungan Androidnya pun masih belum merata.

    Ini diperkirakan akan menjadi masalah, mengingat Arm semakin penting dalam faktor bentuk laptop, kemungkinan besarnya, pembaruan ini akan menjadi sangat berantakan.

    Sehubungan dengan ketidakjelasan pernyataan resmi Google, mungkin akan memerlukan waktu untuk pembaruan ini sepenuhnya terlihat. Terlepas dari bagaimana Google mendefinisikan “penggabungan” dalam kasus ini, situasinya mungkin akan berubah untuk Chromebook. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)