Category: Bisnis.com Tekno

  • Komdigi Buka Lelang Frekuensi Radio 1,4 GHz, Ini Ketentuannya

    Komdigi Buka Lelang Frekuensi Radio 1,4 GHz, Ini Ketentuannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pitalebar (broadband wireless access) tahun 2025.

    Objek seleksi pada pita frekuensi radio 1,4 GHz yang terdiri atas 3 regional yang masing-masing mencakup rentang frekuensi radio 1432 MHz, 1 blok (80 MHz), mode frekuensi radio time division duplexing, serta masa berlaku IPFR 10 tahun.

    Adapun, syarat peserta seleksi yaitu penyelenggara telekomunikasi yang memenuhi sejumlah ketentuan.

    Pertama, memiliki perizinan berusaha penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet- switched melalui media fiber optik atau penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis circuit switched melalui media fiber optik teresterial dengan KBLI 61100.

    Kedua, perizinan berusaha atau nomor induk berusaha (NIB) penyelenggaraan jaringan tetap tertutup melalui media fiber optik teresterial dengan KBLI 61100 dan jenis proyek utama (bukan  pendukung). 

    Ketiga, NIB penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched melalui media nonkabel (BWA) dengan KBLI 61200 dan jenis proyek utama (bukan pendukung).

    Kemudian, perizinan berusaha penyelenggaraan Internet Service Provider (ISP) dengan KBLI 61921 tidak dalam pengawasan pengadilan terkait kepailitan; tidak dinyatakan pailit atau kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

    Lalu, tidak terafiliasi dengan peserta seleksi lainnya; dan menyerahkan dokumen permohonan keikutsertaan Seleksi yang terdiri atas formulir permohonan keikutsertaan seleksi, jaminan keikutsertaan Seleksi (bid bond), dan proposal teknis.

    Adapun, proposal teknis memuat target jumlah rumah tangga yang terlayani internet akses nirkabel pitalebar dengan kecepatan akses internet paling sedikit sampai dengan (up to) 100 Mbps menggunakan pita frekuensi radio 1,4 GHz dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dengan jumlah rumah tangga terlayani wajib memenuhi minimal target rumah tangga pada Regional I, Regional II, dan Regional III yang diatur dalam Dokumen Seleksi. 

    Dari segi ketentuan, seleksi dilaksanakan secara elektronik melalui sistem e-Auction; penyelenggara telekomunikasi dapat mengambil dokumen seleksi setelah mendapatkan akun sistem e-Auction; dan seleksi dilaksanakan melalui metode penawaran harga (lelang harga).

    Selain itu, peserta seleksi wajib mengikuti seleksi untuk seluruh regional dan dimungkinkan untuk memenangkan objek seleksi di seluruh Regional I, Regional II dan Regional III.

    Ketentuan lebih lanjut terkait dengan Seleksi mengacu pada Dokumen Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk Layanan Akses Nirkabel Pitalebar (Broadband Wireless Access) Tahun 2025. 

    Dokumen Seleksi tersebut disiapkan untuk menjelaskan antara lain waktu pelaksanaan, persyaratan, prosedur, formulir, dan aspek–aspek lain yang berkaitan dengan Seleksi untuk dipatuhi oleh Peserta Seleksi.  

  • OTT Vidio Dapat Digunakan untuk Belanja di E-Commerce Shopee

    OTT Vidio Dapat Digunakan untuk Belanja di E-Commerce Shopee

    Bisnis.com, JAKARTA – Vidio meluncurkan fitur Vidio Shopping yang mengintegrasikan fitur afiliasi e-commerce langsung ke dalam platform. 

    Fitur yang diluncurkan berkolaborasi dengan Shopee. Bagi Vidio, fitur ini memberi pendapatan baru untuk perusahaan atas transaksi yang dilakukan pengguna di platform Vidio. Sementara itu untuk Shopee, fitur perluasan kanal penjualan. 

    Konten-konten seperti Premier League, Asmara Gen Z, dan berbagai Vidio Original Series menjadi pintu masuk untuk menemukan serta membeli produk langsung melalui Shopee tanpa meninggalkan layar.

    “Lewat Vidio Shopping, kami menggabungkan kekuatan konten streaming dengan fitur belanja interaktif dari Shopee, menghadirkan format iklan terintegrasi yang muncul di saat paling relevan, ketika penonton menikmati konten favorit mereka,” kata CEO Vidio Sutanto Hartono dalam siaran pers, Senin (28/7/2025).

    Fitur Vidio Shopping mulai tersedia untuk publik pada 25 Juli 2025. Pada fase awal ini, fitur Vidio Shopping hadir dalam skema uji coba bersama 15 brand yang terdiri atas brand lokal dan juga beberapa brand internasional.

    Penonton dapat melihat daftar produk yang terkurasi langsung di tayangan, kemudian akan diarahkan ke halaman penjualan Shopee untuk proses pembelian yang mudah dan cepat.

    Menurut dia, inovasi ini menjadi contoh nyata bagaimana media hiburan digital dapat memberdayakan ekonomi lokal secara berkelanjutan dan terukur.

    Mengomentari hal ini, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Viada Hafid mengatakan integrasi OTT lokal dengan platform e-commerce selaras dengan peta jalan akselerasi ekonomi digital nasional, yaitu memperkuat industri kreatif, membuka peluang monetisasi baru, dan mendorong Indonesia selangkah lebih dekat menjadi hub ekonomi digital Asean.

    “Kami akan terus mendukung kolaborasi lintas-sektor tumbuh subur dan menghadirkan dampak nyata bagi masyarakat,” kata Meutya.

  • Asosiasi Telekomunikasi Keluhkan Beban Trafik Whatsapp Cs yang Makin Berat

    Asosiasi Telekomunikasi Keluhkan Beban Trafik Whatsapp Cs yang Makin Berat

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengeluhkan beban trafik yang makin tinggi dari layanan over the top (OTT) seperti Whatsapp, Instagram dan lain sebagainya.

    Pengusaha telekomunikasi mengusulkan agar dibentuk regulasi yang mengatur kerja sama antara OTT dengan perusahaan telekomunikasi agar beban yang dipikul terbagi rata.

    Wakil Ketua Umum Atsi Merza Fachys mengatakan saat ini baik operator telekomunikasi nasional maupun industri penyiaran menghadapi tekanan besar akibat meningkatnya trafik dari layanan Over-The-Top (OTT).

    Khusus untuk operator telekomunikasi, lanjut Merza, panggilan suara dan video berbasis internet sangat membebani jaringan yang dibangun operator telekomunikasi nasional. Kondisi ini semakin diperparah dengan layanan OTT yang menggerus layanan operator telekomunikasi. Contohnya, layanan OTT voice dan video call yang mereka sediakan sudah menggerus layanan legacy (voice) milik operator telekomunikasi.

    Layanan OTT, kata Merza,  mendominasi trafik pada layanan data. Tingginya trafik memaksa operator telekomunikasi untuk berinvestasi dan meningkatkan kapasitas agar layanan OTT dapat berjalan prima. Padahal, kehadiran layanan OTT dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh operator telekomunikasi tidak sebanding dengan investasinya. 

    Selama ini, penyedia layanan OTT tidak memberikan kontribusi positif baik bagi negara maupun operator telekomunikasi yang sudah membangun jaringan infrastruktur yang menopang bisnis mereka.

    “Komdigi dan seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk mencarikan solusi. Misalnya dibuat regulasi mengenai kewajiban kerja sama,” kata Merza, dikutip Senin (28/7/2025).

    Dia mengatakan pengaturan dibutuhkan agar terwujud sinergi yang positif antara ekosistem digital dan operator telekomunikasi. Kewajiban kerja sama ini juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan bisnis dan layanan telekomunikasi di Indonesia. 

    “Jika tak segera diregulasi, maka kondisi operator telekomunikasi akan semakin memprihatinkan sehingga membawa dampak langsung pada kualitas layanan bagi masyarakat dan pendapatan negara,” kata Merza.

    Teknisi meningkatkan kapasitas di salah satu site BTS yang mulai padat

    Merza menuturkan hakikatnya pemerintah sudah memiliki dasar hukum yang sangat kuat untuk mengatur OTT, sebagaimana diatur dalam PP 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar), serta turunannya PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2021. Pasal 15 ayat (6) PP 46/2021 memberikan kewenangan kepada penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi untuk melakukan pengelolaan trafik, sepanjang untuk memenuhi kualitas layanan atau kepentingan nasional.

    Dia menekankan kembali perusahaan telekomunikasi tidak meminta layanan WhatsApp Call dibatasi, melainkan penataan ekosistem digital dan telekomunikasi agar lebih adil, seimbang, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. 

    “Jadi, sebenarnya pengelolaan trafik ini bukan hal yang baru karena sudah ada dalam regulasi PP Postelsiar dan turunannya. Namun, hingga saat ini penegakan aturan terhadap regulasi tersebut belum dilakukan,” kata Merza.

    Kerja Sama Eksisting

    Dia menjelaskan saat ini penyelenggara telekomunikasi telah memiliki kerja sama dengan OTT, namun kerja sama yang ada bukan merupakan bentuk fair share.

    Dalam implementasinya, perlu dilakukan asesmen bentuk kerja sama  yang dapat dijadikan sebagai fair share oleh penyedia OTT atas nilai ekonomi yang telah diperoleh dalam memanfaatkan infrastruktur digital yang telah dibangun dan disediakan penyelenggara telekomunikasi.

    ATSI mendorong agar Kementerian Komunikasi dan Digital segera membuka forum pembahasan bersama antara regulator dan pelaku industri untuk menyusun strategi penataan OTT yang komprehensif, agar tak terjadi eksploitasi sepihak terhadap infrastruktur telekomunikasi nasional.

    Dia menambahkan layanan OTT yang saat ini ada bukanlah penyelenggara yang berada di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. OTT tidak bisa terus berada tanpa regulasi, sementara operator diikat oleh berbagai kewajiban. 

    “Ini bukan semata soal bisnis, tapi keberlanjutan untuk menyediakan layanan telekomunikasi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga saat ini waktu yang tetap untuk mengatur OTT di Indonesia,” kata Merza.

    Selain menyoroti aspek kesetaraan industri, ATSI mengingatkan, penataan OTT berkaitan erat dengan perlindungan konsumen.

    Maraknya penipuan digital melalui aplikasi OTT seperti WhatsApp dalam beberapa waktu terakhir, mulai dari modus pengambilalihan akun, tautan undangan palsu, hingga penipuan berkedok lowongan kerja, menjadi bukti nyata ekosistem OTT saat ini belum memiliki mekanisme akuntabilitas yang memadai di tingkat nasional.

    “Dalam kasus-kasus tersebut, masyarakat Indonesia menjadi korban, namun tidak ada kejelasan jalur pelaporan atau pemulihan yang efektif karena penyedia OTT tidak memiliki kehadiran hukum langsung di Indonesia,” kata Merza.

  • Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data ke AS Dilakukan Secara Ketat Sesuai UU PDP

    Wamenkomdigi Tegaskan Transfer Data ke AS Dilakukan Secara Ketat Sesuai UU PDP

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamekomdigi) Nezar Patria meminta masyarakat tak salah paham terkait dengan transfer data pribadi dalam kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). 

    Dia menegaskan tidak semua data boleh ditransfer ke AS secara bebas. 

    “Harap jangan ada salah paham itu bukan berarti Indonesia bisa men-transfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh undang-undang PDP yang disahkan disini,” kata Nezar di Kantor Komdigi pada Senin (28/7/2025). 

    Nezar menekankan Indonesia menganut prinsip data flows with conditions. Prinsip with conditions ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2022, khususnya pada Pasal 56, yang mengatur mekanisme transfer data pribadi ke luar negeri.

    Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa transfer data pribadi ke luar yurisdiksi Indonesia hanya dapat dilakukan apabila negara tujuan memiliki tingkat perlindungan data pribadi yang setara (adequacy principle). 

    Jika standar perlindungannya tidak setara, maka transfer hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan eksplisit dari pemilik data.

    Tidak hanya sampai disitu, Nezar mengatakan kesepakatan pertukaran data pribadi dalam kesepakatan perdagangan tersebut saat ini masih dalam tahap finalisasi. Menurutnya masih ada hal-hal teknis yang dibahas oleh kedua belah pihak. 

    “Dan ini prosesnya masih terus berjalan,” katanya. 

    Oleh karena itu, Nezar belum bisa memastikan apakah pertukaran data pribadi tersebut akan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang. 

    Menurutnya, kesepakatan masih dalam pembahasan dan bergantung pada permintaan dari pihak AS, serta harus ada kejelasan terlebih dahulu terkait pengaturan transfer data pribadi.

    “Tergantung dari finalisasi yang dilakukan antara Pemerintah AS dan juga Pemerintah Indonesia. Untuk hal teknisnya kan kemarin itu kan baru secara umum ini kan mau dikonfigurasi secara teknis bagaimana itu dilakukan,” katanya. 

    Dia mengatakan Indonesia sebenarnya sudah siap karena telah memiliki UU PDP. Menurutnya, undang-undang tersebut menjamin kerahasiaan data pribadi, sebagaimana tercermin dalam semangat keseluruhan regulasi tersebut.

    Adapun Pasal 56 UU PDP mencakup lima ayat yang mengatur ketentuan mengenai transfer data pribadi ke luar negeri. Ayat pertama menyebutkan pengendali data pribadi dapat melakukan transfer data pribadi kepada pengendali data pribadi dan/atau prosesor data pribadi di luar wilayah hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini.

    Ayat kedua mengungkap dalam melakukan transfer data pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat satu, pengendali data pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan pengendali data pribadi dan/atau prosesor data pribadi  yang menerima transfer data pribadi memiliki tingkat pelindungan data pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam UU ini.

    Dalam ayat ketiga disebutkan  apabila ketentuan  tidak terpenuhi, pengendali data pribadi wajib memastikan terdapat pelindungan data pribadi yang memadai dan bersifat mengikat.

    Selain itu, dalam pasal keempat disebutkan pengendali data pribadi wajib mendapatkan persetujuan subjek data  pribadi apabila ketentuan pada ayat kedua dan ketiga tetap tidak terpenuhi. 

    Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme transfer data pribadi akan diatur melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana tercantum dalam ayat kelima.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pemerintah tengah memfinalisasi protokol perlindungan data pribadi antarnegara sebagai kelanjutan dari komitmen bilateral kedua negara untuk menghapus hambatan non-tarif di sektor ekonomi digital, termasuk soal kebebasan transfer data. 

    “Kesepakatan Indonesia dan Amerika adalah membuat protokol untuk perlindungan data pribadi lintas negara, sehingga finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (24/7/2025).

    Dia mengakui isu transfer data telah menjadi perhatian lama perusahaan-perusahaan teknologi AS yang berinvestasi di Indonesia. 

    Kini, pemerintah Indonesia bersiap memberikan pengakuan terhadap AS sebagai yurisdiksi yang memiliki perlindungan data memadai sesuai hukum nasional, termasuk UU PDP. 

  • Waspada, Roblox Berbahaya Bagi Anak-Anak, Ini Alasannya

    Waspada, Roblox Berbahaya Bagi Anak-Anak, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Roblox merupakan salah satu platform game online terpopuler dikalangan anak-anak hingga orang dewasa. Game ini paling banyak dimainkan oleh anak-anak berusia antara enam hingga empat belas tahun.

    Daya tarik dari platform ini terletak pada game-gamenya yang imersif dan interaktif, sehingga memberikan kebebasan luas kepada pengguna untuk berkreasi serta bermain secara bebas.

    Meskipun Roblox menjadi ruang yang cukup aman bagi anak-anak, tetapi ada sisi mengkhawatirkan yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang tua. Beberapa risiko tersembunyi dari Roblox justru datang dari fitur-fitur sosial dan mekanisme permainan itu sendiri yang belum tentu ramah terhadap anak.

    Banyak orang tua tidak menyadari bahwa platform ini memungkinkan siapa pun untuk membuat dan mempublikasikan game tanpa proses kurasi yang ketat.

    Dilansir dari Times of India dan KBA Attorneys, Senin (28/07/2025), berikut alasan penggunaan Roblox yang dianggap berbahaya bagi anak-anak:

    1. Akses tanpa batas ke konten buatan pengguna

    Roblox menyediakan wadah bagi jutaan pengguna untuk membuat dan memainkan sesuka hati. Namun, kebebasan ini mampu membuka celah terhadap konten yang tidak sesuai usia, seperti kekerasan, penggunaan bahasa kasar, hingga simulasi seksual yang tersembunyi dalam bentuk permainan.

    Anak-anak yang belum memiliki kemampuan menyaring informasi secara tepat, berpotensi terpapar hal-hal yang mampu merusak perkembangan emosional dan moral.

    2. Celah keamanan dalam interaksi sosial

    Fitur obrolan dalam Roblox memungkinkan anak-anak berinteraksi dengan orang asing dari seluruh dunia. Meskipun ada filter otomatis, anak-anak tetap dapat menerima pesan yang sifatnya manipulatif dan tidak pantas.

    Hal ini membuka peluang terjadinya ‘grooming ’, pelecehan, atau ajakan untuk berbagi informasi pribadi yang membahayakan. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk membatasi akses komunikasi anak, mengecek daftar teman, dan berdiskusi secara terbuka tentang keamanan dalam penggunaan game online.

    3. Risiko kecanduan

    Struktur game pada Roblox yang menarik dan terus berubah, mampu menyebabkan anak-anak kesulitan mengatur waktu bermain. Mereka mampu menghabiskan waktu hingga berjam-jam dalam satu sesi, mengabaikan kegiatan sekolah, tidur, dan interaksi sosial di dunia nyata. Hal ini tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan fisik saja, tetapi juga pada ketidakseimbangan emosional dan fokus belajar.

    4. Sistem monetisasi yang memicu pengeluaran berlebihan

    Roblox menggunakan mata uang virtual bernama Robux yang dapat dibeli dengan uang yang asli. Dalam hal ini, monetisasi merujuk pada cara pengembang atau pihak platform dalam mendapatkan uang dari aktivitas pengguna, seperti pembelian item virtual, iklan, atau sistem keanggotaan berbayar.

    Akibatnya, anak-anak sering kali tergoda untuk membeli item kosmetik atau akses premium, tanpa memahami nilai uang sebenarnya. Hal ini dapat menciptakan kebiasaan konsumtif sejak dini dan jika tidak diawasi secara tepat, akan berdampak buruk terhadap penyalahgunaan uang yang diberikan oleh orang tua.

    5. Kurangnya pengawasan efektif

    Meskipun Roblox menyediakan fitur kontrol yang dapat diakses oleh orang tua (parental control), tetapi tidak semua orang mampu dan paham menggunakan fitur tersebut secara tepat.  Selain itu, sistem pengawasan yang disediakan Roblox tidak cukup kuat untuk memfilter konten atau interaksi berbahaya secara menyeluruh. Hal ini yang membuat Roblox menjadi berbahaya, karena kurangnya pengawasan dan tidak adanya pemahaman lebih lanjut. Jika dibiarkan, anak-anak dapat mengakses game yang sifatnya bebas dan dikhawatirkan bertemu dengan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

    6. Eksploitasi anak melalui pengembangan konten

    Anak-anak yang bermain Roblox sering kali terlibat dalam proses yang kompleks, termasuk pemrograman dan desain visual, tetapi sistem pembagian hasil pendapatan dari game tersebut sangat tidak transparan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa anak-anak justru dimanfaatkan secara komersial tanpa perlindungan hukum yang memadai. Sebaiknya, Anda dapat memberikan batasan dan arahan kepada sang anak, agar mereka tidak hanya memahami aspek teknis dari membuat game, tetapi juga memiliki kesadaran terhadap nilai kerja, hak cipta, serta konsekuensi ekonomi dari hasil kreativitas mereka yang sudah sibuat.  

    7. Kesenjangan antara popularitas dan keamanan

    Roblox sangat populer dan terlihat sebagai sarana untuk bermain dan belajar. Namun, popularitas ini sering kali mengalihkan perhatian orang tua terhadap ancaman yang tersembunyi. Beberapa orang banyak yang tidak menyadari bahwa di balik tampilan menarik tersebut, terdapat potensi berbahaya yang mengacam anak-anak yang rentan terhadap pengaruh negatif.

    Salah satu ancaman utama adalah adanya fitur interaksi sosial yang memungkinkan anak-anak terlibat dengan pengguna asing tanpa pengawasan ketat. Hal ini mampu membuka celah terhadap potensi perundungan siber, manipulasi psikologis, bahkan eksploitasi. (Maharani Dwi Puspita Sari)

  • Akademisi ITB Ungkap Hambatan Internet Taara jika Digunakan di Indonesia

    Akademisi ITB Ungkap Hambatan Internet Taara jika Digunakan di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi mengungkap teknologi Taara belum teruji di Indonesia. Implementasi teknologi tersebut masih sangat jauh, khusus di Tanah Air yang memiliki curah hujan cukup tinggi dan kondisi geografis menantang. 

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward membeberkan sejumlah peluang sekaligus tantangan terkait penggunaan teknologi Taara untuk memperluas penetrasi internet di Indonesia.

    Teknologi Taara, yang menggunakan cahaya sebagai media pengiriman data, diklaim mampu memberikan kecepatan tinggi dan ideal digunakan pada berbagai medan. Namun, menurut Ian, pemanfaatan cahaya memiliki karakteristik khusus, yakni memerlukan line of sight. Artinya infrastruktur koneksi harus dipastikan mulus tanpa ada benda yang menghalangi, bahkan pohon pun dapat menjadi kendala.

    “Untuk daerah perkotaan yang gedungnya tinggi-tinggi, teknologi ini bisa diterapkan asalkan tidak ada gangguan di lintasan cahaya. Tetapi untuk wilayah kepulauan atau lintas laut, kurang cocok karena adanya lengkung bumi,” kata Ian kepada Bisnis, Senin (28/7/2025).

    Dia menambahkan, walaupun teknologi ini disebut tahan terhadap hujan, perlu ada pembuktian lebih lanjut apakah benar cahaya tidak akan terbias, terpantul, atau terganggu oleh hujan deras. 

    Sejauh ini, Ian belum melihat laporan yang menyebut teknologi Taara stabil terhadap hujan. 

    Menurut laman resmi, Taara memanfaatkan pancaran cahaya untuk mentransmisikan data dalam jumlah besar antara dua terminal ringkas.  Sistem dua cermin yang dipadukan dengan algoritma prediktif menjaga agar pancaran cahaya tetap sejajar dengan presisi tinggi. 

    Ilustrasi pemanfaatan Taara pada sejumlah perangkat mulai dari drone hingga BTS

    Taara Lightbridge diklaim dapat mentransfer data secepat cahaya, menghadirkan komunikasi dua arah yang mulus untuk konektivitas berperforma tinggi dengan kecepatan 20 Gbps.

    Teknologi ini disebut mampu menjangkau jarak hingga 20 kilometer dengan aman, sambil menjaga koneksi tetap stabil dan andal. 

    Dengan konsumsi daya setara lampu bohlam yakni 40 W, perangkat ini dapat dipasang hanya dalam hitungan jam tanpa perlu menggali tanah, mengurus lisensi spektrum, atau izin jalur. Taara disebut memberikan konektivitas dengan keandalan 99,99%. 

    Jika dibandingkan dengan teknologi gelombang mikro atau satelit, menurut Ian, keandalan Taara pada berbagai kondisi cuaca dan waktu masih harus diuji secara komprehensif. 

    “Jika ada inovasi yang bisa menjaga performa transmisi cahaya pada segala cuaca, perlu dibuktikan lebih baik daripada gelombang mikro. Ini berbeda dengan teknologi cahaya dalam medium khusus seperti fiber optik yang sudah terbukti andal untuk jarak jauh,” kata Ian. 

    Menanggapi kemungkinan penggunaan pada perangkat bergerak seperti balon udara, Ian menyebutkan cahaya pada dasarnya sangat terarah pada pola radiasi yang sempit. Akan baik jika perangkat tetap di posisi, tapi jika balon udara bergerak, kualitas stabilitas koneksi bisa menurun dibanding gelombang mikro.

    Menurutnya, uji lapangan menjadi kunci. Pengalaman penggunaan cahaya di udara terbuka untuk telekomunikasi bukan hal baru, “tapi seringkali hasil di lapangan tidak sesuai ekspektasi di laboratorium.”

    Dia juga berpendapat bahwa teknologi ini belum dapat menggantikan satelit karena sifat cahaya yang sangat sensitif.

    Ian menyoroti fenomena indeks bias di udara yang bisa membuat cahaya terhambur atau terbias, kecuali lintasannya benar-benar tegak lurus tanpa ada polusi atmosferik atau perubahan suhu ekstrem. Karena itu, dia menyarankan agar pendekatan teknologi cahaya maupun radio, seperti praktik di BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), dipadukan untuk perolehan hasil optimal. 

    “Jika pada ruang udara terbuka, cahaya dapat digunakan sebagai salah satu pilihan masih bisa. Hanya untuk menggantikan seperti satelit. Masih belum,” kata Ian.

  • Ekspor Data Pribadi ke AS Sulit Genjot Ekonomi Tanpa Pengawasan Ketat

    Ekspor Data Pribadi ke AS Sulit Genjot Ekonomi Tanpa Pengawasan Ketat

    Bisnis.com, JAKARTA – Rencana kesepakatan ekspor data pribadi ke Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari perjanjian perdagangan bilateral dinilai dapat membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia, selama didukung dengan pengawasan yang ketat. 

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengatakan kesepakatan ekspor data pribadi lintas negara dapat meningkatkan daya saing bisnis digital Indonesia, seperti e-commerce, fintech, dan startup teknologi lainnya. 

    “Karena akses data lintas batas yang menjadi faktor penting bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen, meningkatkan personalisasi produk, serta efisiensi operasional melalui teknologi AI [kecerdasan buatan] dan big data,” kata Josua kepada Bisnis pada Senin (28/7/2025). 

    Selain mendukung pertumbuhan sektor digital, Josua menilai kesepakatan ini juga berpotensi menarik lebih banyak investasi asing, terutama dari perusahaan teknologi global yang membutuhkan ekosistem data yang terbuka dan terintegrasi. Terlebih Indonesia menjadi bagian dari ekosistem data global yang transparan dan terintegrasi.

    Meski demikian, Josua menekankan manfaat ekonomi tersebut harus diseimbangkan dengan langkah mitigasi risiko yang matang. 

    Dia menyoroti empat aspek utama yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam mengatur ekspor data pribadi. 

    Pertama adalah aspek keamanan data, di mana Pemerintah wajib memastikan data pribadi warga negara Indonesia yang ditransfer ke AS tidak rentan terhadap kebocoran atau penyalahgunaan, melalui klausul khusus dalam perjanjian yang mencakup kewajiban perlindungan data sesuai standar internasional yang berlaku seperti General Data Protection Regulation (GDPR) atau Asia-Pacific Economic Cooperation Cross-Border Privacy Rules (APEC CBPR). 

    Kedua adalah aspek kedaulatan data. Menurutnya Pemerintah harus menetapkan batasan jelas terkait jenis data yang dapat diekspor, khususnya data strategis atau sensitif, untuk mencegah kemungkinan eksploitasi ekonomi atau intelijen yang merugikan kepentingan nasional. 

    Ketiga, Pemerintah perlu memastikan terdapat mekanisme pengawasan yang efektif untuk menjamin kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perlindungan data. 

    “Serta menetapkan konsekuensi hukum yang jelas apabila terjadi pelanggaran,” katanya. 

    Keempat, Pemerintah harus memastikan adanya prinsip transparansi dan akuntabilitas, baik dari pihak AS maupun perusahaan yang terlibat, guna menjaga kepercayaan publik terhadap praktik ekspor data pribadi ini.

    Josua menyimpulkan, kesepakatan ekspor data pribadi ini memiliki potensi besar dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun, dia mengingatkan potensi tersebut hanya bisa diwujudkan jika pemerintah mampu menyusun regulasi yang tegas dan sistem pengawasan yang ketat.

    “Untuk meraih manfaat ekonomi tersebut, pemerintah harus menjalankan langkah mitigasi yang tepat, melalui regulasi yang jelas, pengawasan ketat, serta mekanisme perlindungan data yang andal, sehingga potensi risiko keamanan data dan pelanggaran privasi bisa ditekan serendah mungkin,” pungkasnya.

  • Perusahaan Berusia 158 Tahun Tutup, 700 Orang Terkena PHK

    Perusahaan Berusia 158 Tahun Tutup, 700 Orang Terkena PHK

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan transportasi asal Inggris yang sudah berusia 158 tahun, KNP, terkena serangan ransomware, yang mengakibatkan 700 orang kehilangan pekerjaan. Serangan ini berasal dari kata sandi (password) lemah di sistem perusahaan.

    Serangan yang terjadi pada 2023 tersebut diduga disebabkan hanya dengan satu kata sandi. Peretas berhasil masuk ke dalam sistem dengan menebak kata sandi seorang karyawan, lalu dengan itu, mereka mengenkripsi data perusahaan dan mengunci sistem internalnya.

    Peretas yang dikenal sebagai Akira, setelah berhasil mengunci sistem internal KNP, mereka menyebutkan, satu-satunya cara mendapatkan kembali akses data tersebut adalah dengan membayar.

    Tidak disebutkan jumlah pasti terkait harga penebusan, tetapi sebuah firm negosiasi ransomware spesialis memperkirakan jumlahnya bisa mencapai GB£5 juta atau sekitar Rp110,1 miliar (Kurs Rp22.000)

    Kerugian sebesar itu menyebabkan KNP kehilangan semua data penting, dan akhirnya bangkrut karena tidak memiliki uang sebanyak itu.

    Direktur KNP, Paul Abbott belum memberitahu karyawan soal hancurnya perusahaan akibat pembobolan kata sandi tersebut.

    Menanggapi peristiwa tersebut, Pusat Keamanan Siber Nasional (NCSC) mengatakan, para peretas sebetulnya tidak melakukan hal baru, melainkan hanya mencari titik lemah suatu sistem.

    “Mereka terus-menerus mencari organisasi yang sedang mengalami hari buruk, lalu kemudian memanfaatkannya,” jelas salah satu pemimpin tim NCSC, Sam (Bukan nama sebenarnya), dilansir BBC, (28/07/25).

    Dengan menemukan sumber intelijen, agen NCSC mencoba menemukan serangan dan mengeluarkan peretas dari sistem komputer sebelum dapat menyebarkan perangkat lunak tebusan.

    Namun, NCSC hanya mampu menyediakan satu lapis perlindungan, sementara ransomware adalah kejahatan siber yang terus berkembang.

    Menurut survei keamanan siber pemerintah Inggris, diperkirakan terdapat 19.000 serangan ransomware terhadap sejumlah bisnis di sana. Rata-rata tuntutan tebusannya adalah sekitar GB£4 juta atau Rp88,1 miliar (Kurs: Rp22.000), dan sepertiga perusahaan langsung membayarnya.

    Menurut Direktur Jenderal Badan Kejahatan Nasional (NCA), James Babbage, ransomware merupakan kejahatan dunia maya paling signifikan yang tengah dihadapi Inggris. Terbukti dengan sejumlah contoh kasus seperti yang telah terjadi pada KNP, atau toko-toko besar seperti, Marks & Spencer (M&S) dan Harrods. 

    Babbage, bersama dengan Komite Gabungan Parlemen tentang Strategi Keamanan Nasional terus memperingatkan risiko tinggi serangan ransomware, dan juga mengusulkan agar korban serangan tidak membayar tebusan.

    “Setiap korban perlu menentukan pilihannya sendiri, tetapi pembayaran tebusan bukanlah caranya, karena malah memperburuk kejahatan-kejahatan serupa,” kata Direktur Jenderal Ancaman NCA tersebut.

    Dengan usulan tersebut, pemerintah telah mengusulkan pelarangan badan publik membayar uang tebusan ke peretas. Untuk perusahaan swasta, mereka mungkin harus melaporkan serangan tebusan dan mendapatkan izin pemerintah untuk membayar. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Starlink Lewat! Internet Taara 100 Kali Lebih Cepat dari Satelit LEO Elon Musk

    Starlink Lewat! Internet Taara 100 Kali Lebih Cepat dari Satelit LEO Elon Musk

    Bisnis.com, JAKARTA— Internet memasuki babak baru dengan kehadiran Taara, solusi konektivitas berkecepatan tinggi yang mampu menyaingi layanan satelit seperti Starlink. 

    Melansir laman resmi Taara, Senin (28/7/2025) berbeda dengan Starlink yang mengandalkan jaringan satelit di orbit, 

    Taara memanfaatkan pancaran cahaya untuk mentransmisikan data dalam jumlah besar antara dua terminal ringkas. 

    Sistem dua cermin yang dipadukan dengan algoritma prediktif menjaga agar pancaran cahaya tetap sejajar dengan presisi tinggi.

    Taara Lightbridge diklaim mentransfer data secepat cahaya, menghadirkan komunikasi dua arah yang mulus untuk konektivitas berperforma tinggi dengan kecepatan 20 Gbps.Teknologi ini disebut mampu menjangkau jarak hingga 20 kilometer dengan aman, sambil menjaga koneksi tetap stabil dan andal.

    Dengan konsumsi daya setara lampu bohlam yakin 40 W, perangkat ini dapat dipasang hanya dalam hitungan jam tanpa perlu menggali tanah, mengurus lisensi spektrum, atau izin jalur. Taara disebut memberikan konektivitas dengan keandalan 99,99%. 

    Arsitektur hibrida dan pengaturan kecepatan adaptif memastikan koneksi tetap tangguh dalam berbagai kondisi cuaca baik hujan, cerah, maupun berkabut.

    Taara  dikembangkan di bawah pusat inovasi lab X Alphabet, Google. Proyek tersebut diluncurkan sekitar pertengahan Maret 2025. 

    Kala itu, CEO Taara, Mahesh Krishnaswamy, mengumumkan perusahaannya telah mendapatkan pendanaan dari Series X Capital untuk memperluas jangkauan dan pengembangan teknologi komunikasi optik nirkabel berbasis cahaya. Teknologi ini mampu menghadirkan konektivitas internet berkecepatan tinggi dan kapasitas besar melalui sinar cahaya bahkan hingga jarak 20 kilometer.

    “Taara lahir dari inspirasi proyek Loon, dan sejak awal, kami fokus untuk menguji langsung teknologi ini di lapangan bersama mitra global,” kata Krishnaswamy. 

    Krishnaswamy menekankan kebutuhan akan data semakin meningkat, namun pemasangan kabel fiber optik seringkali mahal, sulit, atau bahkan tidak mungkin dilakukan karena kondisi geografis. Di sinilah teknologi Taara hadir sebagai solusi. 

    Dengan sinar cahaya yang dipancarkan antar menara, sistem ini dapat menghadirkan kecepatan hingga 20 gigabit per detik tanpa perlu menggali tanah atau menarik kabel bawah laut. Unit perangkat mereka, yang dinamai Lightbridge, hanya membutuhkan beberapa jam untuk dipasang dan bisa menjangkau lokasi-lokasi yang sebelumnya sulit terhubung.

    Ilustrasi pemanfaatan Taara di berbagai infrastruktur telekomunikasi

    Meskipun teknologi Taara berbeda dari sistem satelit milik Starlink, Krishnaswamy percaya Taara bisa menjadi pesaing serius. 

    “Kami mampu memberikan bandwidth 10 hingga 100 kali lebih besar dibanding antena Starlink, dan biayanya jauh lebih murah,” katanya kepada Wired.

    Saat ini, Taara telah mengoperasikan ratusan unit di lebih dari 12 negara, bekerja sama dengan berbagai operator besar seperti Airtel, Liquid Intelligent Technologies, Liberty Networks, T-Mobile, dan Vodafone. Taara merupakan kelanjutan dari semangat inovatif Proyek Loon, yang dahulu menggunakan balon udara di stratosfer untuk menyebarkan internet ke daerah terpencil. 

    Meski Loon ditutup oleh Alphabet pada Januari 2021, teknologi lasernya kini menjadi inti dari sistem komunikasi optik milik Taara. Tak hanya Taara, warisan teknologi Loon juga diteruskan oleh Aalyria, perusahaan lain yang juga dipisahkan dari Alphabet pada 2022. 

    Aalyria berfokus pada pengelolaan jaringan mesh dari satelit dan wahana udara, untuk menciptakan sistem konektivitas yang mampu menjangkau daerah tanpa infrastruktur internet.

  • Data Pribadi 1,4 Juta Nasabah Allianz Life AS Diretas, Ada Celah di CRM

    Data Pribadi 1,4 Juta Nasabah Allianz Life AS Diretas, Ada Celah di CRM

    Bisnis.com, JAKARTA— Allianz Life Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi data pribadi mayoritas nasabah, tenaga keuangan, dan karyawannya telah dicuri dalam insiden peretasan yang terjadi pada pertengahan Juli 2025.

    Juru bicara Allianz Life AS, Brett Weinberg, menyampaikan insiden terjadi pada 16 Juli 2025, ketika pelaku peretasan berhasil mengakses sistem manajemen hubungan pelanggan (CRM) berbasis cloud milik pihak ketiga yang digunakan oleh perusahaan.

    Allianz life tidak menyebutkan vendor yang memegang sistem CRM perusahaan. 

    “Pelaku ancaman berhasil memperoleh data pribadi yang dapat diidentifikasi [personally identifiable information/PII] milik mayoritas nasabah Allianz Life, para profesional keuangan, serta sejumlah karyawan perusahaan, dengan menggunakan teknik rekayasa sosial,” kata Weinberg dikutip dari laman resmi TechCrunch pada Senin (28/7/2025). 

    Meski tidak menyebutkan jumlah pasti pihak yang terdampak, dalam keterangannya kepada otoritas negara bagian Maine, Allianz Life AS menyatakan saat ini memiliki sekitar 1,4 juta nasabah. 

    Sementara itu, induk usahanya, Allianz, tercatat melayani lebih dari 125 juta nasabah di seluruh dunia. Allianz Life menyatakan telah melaporkan insiden ini kepada Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI).

    Perusahaan menegaskan sejauh ini tidak ditemukan indikasi adanya sistem internal lain yang ikut terdampak. Namun, perusahaan tidak memberikan keterangan apakah telah menerima tuntutan tebusan dari pelaku atau mengaitkan peretasan ini dengan kelompok peretas tertentu.

    Dalam laporan ke otoritas negara bagian, Allianz Life AS menyebutkan mereka akan mulai mengirimkan pemberitahuan resmi kepada para pihak yang terdampak mulai 1 Agustus 2025.

    Peretasan terhadap Allianz Life AS ini menambah daftar panjang serangan siber yang menargetkan industri asuransi dalam beberapa bulan terakhir. 

    Sebelumnya, penyedia asuransi kesehatan tambahan Aflac juga mengalami kejadian serupa. Peneliti keamanan dari Google bahkan melaporkan pada Juni lalu mereka mengamati serangkaian intrusi di sektor asuransi yang diduga dilakukan oleh kelompok peretas Scattered Spider.

    Kelompok Scattered Spider dikenal menggunakan teknik rekayasa sosial untuk mengecoh pusat bantuan (helpdesk) agar memberikan akses ke sistem internal perusahaan. 

    Sebelum menyasar industri asuransi, kelompok ini tercatat pernah menyerang sektor ritel di Inggris, serta industri penerbangan dan transportasi, bahkan sejumlah perusahaan teknologi besar di Silicon Valley.