Category: Bisnis.com Tekno

  • Terralogiq Pacu Modernisasi Infrastruktur Digital RI di Google Cloud

    Terralogiq Pacu Modernisasi Infrastruktur Digital RI di Google Cloud

    Bisnis.com, JAKARTA — Terralogiq membantu meningkatkan transformasi digital Indonesia melalui modernisasi infrastruktur di Google Cloud Platform.

    CTO Terralogiq, Farry Argoebie mengatakan langkah ini sejalan dengan komitmen Google Cloud untuk memperluas kapasitas Jakarta Cloud Region.

    Perluasan Jakarta Cloud Region baru-baru ini menunjukkan dukungan kuat Google Cloud terhadap percepatan digitalisasi di Indonesia.

    “Dengan hadirnya solusi modernisasi infrastruktur dari Terralogiq, diharapkan semakin banyak organisasi di Indonesia yang dapat memanfaatkan teknologi cloud terdepan untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi operasional mereka,” kata Farry dalam siaran pers, Rabu (30/7/2025).

    Dia menjelaskan migrasi ke cloud mampu memberikan penghematan biaya Teknologi Informasi rata-rata 20% setiap tahun bagi perusahaan. Selain itu, kehadiran Jakarta Cloud Region telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia, menciptakan lapangan kerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital.

    Berdasarkan data Google, Jakarta Cloud Region telah berkontribusi sebesar Rp900 triliun dan menciptakan 92.000 lapangan kerja per tahun. Ke depan, kontribusi ini diperkirakan akan meningkat pesat, mencapai Rp1.400 triliun dan menciptakan 240.000 lapangan kerja per tahun, menunjukkan dampak positif cloud computing terhadap pembangunan ekonomi nasional.

    Terralogiq, lanjutnya, telah membantu melakukan modernisasi infrastruktur beberapa organisasi seperti sektor pelayanan publik di Sumatra Utara, Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, hingga perusahaan Fast-Moving Consumer Goods (FMCG).

    Dia menjelaskan modernisasi infrastruktur dapat berupa migrasi workload seperti VMware hingga Windows langsung ke Google Cloud Platform; layanan database enterprise (fully managed); dan adopsi Kubernetes dan teknologi cloud-native.

    Selain itu, juga Terralogiq menjamin keamanan data dan kepatuhan terhadap regulasi data di Indonesia dan solusi multi-zone lokal untuk meminimalkan waktu henti (downtime) dan melindungi bisnis dari gangguan tak terduga.

    “Penggunaan BigQuery dan layanan managed GCP bukan hanya mempercepat digitalisasi, tetapi juga memastikan keamanan dan compliance,” ujarnya.

  • 25 Meteor per Jam akan Hujani Bumi Malam Ini, Jangan Lewatkan Keindahannya

    25 Meteor per Jam akan Hujani Bumi Malam Ini, Jangan Lewatkan Keindahannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Malam ini, dua hujan meteor yakni Southern Delta Aquariids dan Alpha Capricornids dijadwalkan mencapai puncaknya pada 29-30 Juli 2025.

    Dengan perkiraan 25 meteor per jam akan turun dan langit tanpa bulan yang memastikan visibilitas sempurna, fenomena tahun ini menjanjikan pemandangan menakjubkan bagi para penggemar astronomi maupun pengamat bintang biasa.

    Fenomena ini dapat disaksikan dari Belahan Bumi Selatan tetapi dapat dilihat secara global, tampilan hujan meteor ganda ini akan menghadirkan garis-garis cahaya yang memukau, bola api, dan jejak meteor yang panjang.

    Delta Aquariids Selatan, yang aktif dari 18 Juli hingga 12 Agustus, akan menjadi sorotan utama fenomena kosmik ini. Dikenal karena jejaknya yang redup namun persisten, meteor-meteor ini diperkirakan akan menghasilkan 20 meteor per jam selama puncaknya.

    Dilansir dari timesofindia, berasal dari Komet 96P/Machholz, meteor-meteor ini telah menghiasi langit Bumi setiap tahun saat planet kita melewati puing-puing komet tersebut. Aktivitas tahun ini bertepatan dengan fase bulan yang lebih gelap, menawarkan kepada para pengamat bintang pemandangan yang lebih jelas dan lebih nyata dari garis-garis langit yang halus ini.

    Menambah variasi pada tontonan, Alpha Capricornids akan menyumbang tambahan lima hingga 10 meteor per jam. Meskipun jumlahnya lebih sedikit, hujan meteor ini terkenal dengan bola apinya yang bergerak lambat dan terang yang seringkali tampak berwarna-warni dan dramatis.

    Meteor-meteor ini berasal dari Komet 169P/NEAT, yang menyelesaikan orbitnya setiap 4,2 tahun, meninggalkan jejak puing-puing yang mencolok. Bersama-sama, mereka menjanjikan pengalaman yang memikat bagi para penggemar astronomi, fotografer, dan pengamat langit biasa yang ingin menyaksikan pertunjukan alam yang memukau di malam pertengahan musim panas. Hujan meteor kembar bulan Juli: Tips melihat dan jendela aktivitas yang diperpanjang

    Meskipun dapat dilihat di kedua belahan bumi, Belahan Bumi Selatan menawarkan titik pandang terbaik karena elevasi konstelasi Aquarius dan Capricornus yang lebih tinggi.

    Pengamat di Belahan Bumi Utara sebaiknya melihat ke arah selatan sebelum fajar untuk mendapatkan kesempatan terbaik menyaksikan hujan meteor ini. Malam tanpa bulan dan polusi cahaya yang minimal akan semakin meningkatkan visibilitas, menjadikan daerah pedesaan ideal untuk pengamatan.

    Tidak seperti hujan meteor yang hanya memiliki puncak singkat, Delta Aquariids Selatan memberikan periode aktivitas tinggi yang lebih panjang, dari 24 Juli hingga 31 Juli. Ini berarti meskipun kondisi cuaca menghalangi malam puncak, para pengamat langit memiliki beberapa kesempatan untuk menikmatinya. Tips untuk menyaksikan hujan meteor

  • Indosat (ISAT) Tertarik Ikut Lelang 1,4 GHz Jika Harganya Terjangkau

    Indosat (ISAT) Tertarik Ikut Lelang 1,4 GHz Jika Harganya Terjangkau

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. (ISAT) menyatakan ketertarikannya untuk terlibat dalam lelang pita frekuensi 1,4 GHz jika biaya penggunaan pita rendah tersebut terjangkau.

    Sekadar informasi, dalam lelang frekuensi operator seluler diwajibkan membayar up front fee sebesar 2x nilai lelang dan biaya penggunaan frekuensi pada tahun tersebut.

    Sebagai contoh, Oktober 2022 Telkomsel memenangkan lelang pita frekuensi 2,1 GHz. Telkomsel harus membayar 3x dari nilai yang ditawarkan yaitu Rp605 miliar untuk 2×5 MHz. Artinya total biaya yang dibayarkan mencapai sekitar Rp1,8 triliun pada tahun pertama.

    Nilai tersebut yang diharapkan oleh  Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison Muhammad Danny Buldansyah dibuat lebih terjangkau. Danny belum tahu berapa nilai penawaran awal spektrum frekuensi 1,4 Ghz nanti. Namun, jika harga spektrum murah, Indosat tertarik untuk terlibat.

    “Kalau lelangnya murah  pastinya ikut,” kata Danny kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025).

    Mengenai investasi di pita 1,4 GHz yang relatif besar, karena ada tambahan perangkat di modul base transceiver station (BTS) dan ekosistem yang belum matang, Danny mengatakan perusahaan masih melakukan perhitungan.

    Dia mengatakan perusahaan mendukung misi pemerintah Indonesia yang ingin meningkatkan penetrasi internet tetap yang terjangkau di Tanah Air

    “Supporting pemerintah dalam meningkatkan penetrasi internet yagg terjangkau,” kata Danny.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka lelang seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access) guna memperluas jangkauan internet tetap dan mendukung pemerataan transformasi digital di seluruh wilayah Indonesia.

    Langkah ini diambil seiring meningkatnya kebutuhan konektivitas tetap yang andal dan terjangkau, khususnya di daerah yang belum terlayani secara optimal.

    “Langkah ini tidak hanya membuka ruang bagi penyelenggara jaringan untuk meningkatkan kapasitas dan cakupan layanan, tetapi juga memperluas pilihan akses internet yang lebih terjangkau bagi masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Wayan Toni Supriyanto, dilansir Selasa (29/7/2025).

    Pelaksanaan seleksi ini berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 337 Tahun 2025 tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk Layanan Akses Nirkabel Pitalebar (Broadband Wireless Access) Tahun 2025 yang menetapkan pita frekuensi selebar 80 MHz (1432–1512 MHz) di 3 (tiga) regional sebagai objek seleksi.

    Seleksi diselenggarakan secara terbuka bagi seluruh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin sesuai persyaratan.

    Tahapan seleksi akan dilaksanakan secara objektif dan transparan, melalui mekanisme evaluasi administrasi dan evaluasi komitmen pengembangan jaringan dan layanan.

    Komitmen penyediaan layanan tersebut akan menjadi acuan dalam pengawasan dan evaluasi pasca-penetapan pemenang seleksi.

    Pemerintah memastikan bahwa seluruh tahapan berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik.

    “Fokus kami adalah memastikan pita frekuensi ini dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas layanan internet berbasis jaringan pitalebar tetap, termasuk di wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal,” jelasnya.

  • Pakar Duga Operator Seluler Kurang Tertarik Ikut Seleksi 1,4 GHz, Ini Alasannya

    Pakar Duga Operator Seluler Kurang Tertarik Ikut Seleksi 1,4 GHz, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk. (ISAT), dan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. (SMART) dinilai kurang tertarik untuk terlibat dalam seleksi pita frekuensi 1,4 GHz.

    Investasi besar dalam pengembangan layanan internet 1,4 GHz akan membebani pengembangan fixed mobile convergence (FMC) yang telah dikembangkan sejak tahun lalu.

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Yosef M. Edward mengatakan  operator seluler besar kemungkinan tidak akan tergesa-gesa untuk ikut dalam lelang 1,4 GHz karena mereka lebih memprioritaskan pengembangan jaringan seluler terlebih dahulu dan FMC. 

    Pengembangan FMC bersamaan dengan 1,4 GHz akan membuat ongkos yang dipikul meningkat. Sementara itu ekosistem 1,4 GHz belum matang. 

    “Kalau ekosistem di 1,4 GHz ini belum matang, mereka pasti mikir dua kali. Operator besar seperti Telkomsel, XL, dan lainnya saat ini sedang fokus pada proyek Fixed Mobile Convergence (FMC), di mana mereka sudah menarik jaringan fiber sampai ke rumah pelanggan,” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025). 

    Diketahui, Telkomsel tengah mendorong layanan internet rumah IndiHome dengan menarik kabel ke rumah pelanggan. Kerja keras tersebut membuah hasil di mana pada kuartal I/2025 IndiHome  memiliki  9,8 juta pelanggan residensial (B2C), tumbuh 10,4% secara tahunan, dan total pelanggan IndiHome (B2C dan B2B) mencapai 11 juta pelanggan, naik 7% dibanding tahun lalu.  

    Pencapaian tersebut membuat penetrasi layanan konvergensi fixed dan mobile (FMC) Telkomsel mencapai 55% per akhir Maret 2025.  

    Sementara itu XLSMART menawarkan kuota HP keluarga sebesar 15 Gb dan paket internet rumah unlimited dengan kecepatan hingga 100 Mbps untuk mendorong FMC. 

    Adapun jika operator seluler ingin mengoptimalkan 1,4 GHz maka operator perlu mengeluarkan investasi tambahan untuk modul di titik pemancar. Di sisi lain, masyarakat juga harus memiliki perangkat khusus untuk menangkap sinyal internet dari pita 1,4 GHz.

    Ian menjelaskan spektrum 1,4 GHz belum memiliki ekosistem yang kuat seperti spektrum lain yang sudah matang secara global, misalnya 2,3 GHz atau 5 GHz. Hal ini membuat investasi di spektrum ini terasa berisiko dan mahal, terutama di tahap awal saat volume pengguna masih sedikit dan perangkat belum massal.

    “Dulu kita pernah mengalami kegagalan BWA di 2,3 GHz, contohnya Bolt. Awalnya perangkat sempat murah karena didorong skalabilitas, tapi begitu gagal dan ditinggal pasar, alatnya jadi sia-sia. Jangan sampai kejadian seperti itu terulang,” kata Ian. 

    Menurut dia, risiko terbesar justru ditanggung oleh masyarakat yang telah membeli perangkat tetapi akhirnya tidak bisa digunakan karena layanan berhenti. 

    “Bayangkan alat mahal-mahal ujung-ujungnya cuma buat ganjal pintu,” ujarnya.

    Ian mengakui bahwa 1,4 GHz punya potensi jika ke depan dapat berevolusi dari spektrum khusus FWA menjadi bagian dari jaringan mobile seperti halnya yang terjadi di spektrum 2,3 GHz dan 3,3 GHz sebelumnya. Namun proses untuk menuju ke sana tidaklah instan.

    “Bisa saja nanti berubah jadi spektrum mobile macam 5G, tapi itu butuh waktu, ekosistem global, dan niat dari pelaku pasar. Kalau sekarang, operator masih wait and see,” ucapnya.

    Sebelumnya, XLSmart menyatakan masih mengkaji secara internal keterlibatan dalam lelang pita frekuensi 1,4 GHz. Sementara itu Indosat menyatakan tertarik jika harga spektrum tersebut murah. 

  • Komdigi Perluas Jangkauan Internet Tetap Lewat Seleksi Pita 1,4 GHz

    Komdigi Perluas Jangkauan Internet Tetap Lewat Seleksi Pita 1,4 GHz

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membuka lelang seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz untuk layanan akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access) guna memperluas jangkauan internet tetap dan mendukung pemerataan transformasi digital di seluruh wilayah Indonesia.

    Langkah ini diambil seiring meningkatnya kebutuhan konektivitas tetap yang andal dan terjangkau, khususnya di daerah yang belum terlayani secara optimal.

    “Langkah ini tidak hanya membuka ruang bagi penyelenggara jaringan untuk meningkatkan kapasitas dan cakupan layanan, tetapi juga memperluas pilihan akses internet yang lebih terjangkau bagi masyarakat,” ujar Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Wayan Toni Supriyanto, dilansir Selasa (29/7/2025).

    Pelaksanaan seleksi ini berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 337 Tahun 2025 tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk Layanan Akses Nirkabel Pitalebar (Broadband Wireless Access) Tahun 2025 yang menetapkan pita frekuensi selebar 80 MHz (1432–1512 MHz) di 3 (tiga) regional sebagai objek seleksi.

    Seleksi diselenggarakan secara terbuka bagi seluruh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin sesuai persyaratan.

    Tahapan seleksi akan dilaksanakan secara objektif dan transparan, melalui mekanisme evaluasi administrasi dan evaluasi komitmen pengembangan jaringan dan layanan.

    Komitmen penyediaan layanan tersebut akan menjadi acuan dalam pengawasan dan evaluasi pasca-penetapan pemenang seleksi.

    Pemerintah memastikan bahwa seluruh tahapan berjalan sesuai prinsip tata kelola yang baik.

    “Fokus kami adalah memastikan pita frekuensi ini dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas layanan internet berbasis jaringan pitalebar tetap, termasuk di wilayah-wilayah yang belum terlayani secara optimal,” jelasnya.

    Pita frekuensi 1,4 GHz merupakan frekuensi yang diperuntukan untuk penggelaran jaringan akses nirkabel pita lebar (Broadband Wireless Access), terutama dengan teknologi Time Division Duplex (TDD).

    Penggunaan pita ini diharapkan memberi fleksibilitas bagi operator dalam menyediakan layanan akses internet berbasis jaringan pitalebar yang berkualitas.

    “Dengan seleksi ini, pemerintah juga memberikan ruang untuk inovasi layanan berbasis digital, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi digital, hingga layanan publik berbasis teknologi,” kata Wayan.

  • Moratelindo (Mora) Realistis soal Lelang 1,4 GHz, Singgung BHP hingga Bolt

    Moratelindo (Mora) Realistis soal Lelang 1,4 GHz, Singgung BHP hingga Bolt

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Mora Telematika Indonesia Tbk. (Moratelindo) masih mengkaji secara internal keterlibatan dalam lelang pita frekuensi 1,4 GHz. Beberapa hal seperti kematangan ekosistem hingga biaya frekuensi jadi sorotan. 

    Chief Strategic Business Officer Moratelindo, Resi Y Bramani, mengatakan perusahaan masih memantau besaran upfront fee dan perhitungan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi tahunan dari pita 1,4 GHz. 

    Biaya frekuensi yang besar akan membebani keuangan perusahaan. Di sisi lain, manfaat dari spektrum tersebut belum pasti bagi kinerja perusahaan. 

    Moratelindo menilai secara ekosistem perangkat pendukung seperti base station dan customer premises equipment (CPE) untuk spektrum 1,4 GHz belum sepenuhnya tersedia di pasar Indonesia. 

    Dia juga menyebut spektrum 1,4 GHz berpotensi mengalami interferensi dengan spektrum lain seperti satelit dan navigasi penerbangan.

    “Kemudian harga layanan yang ditetapkan oleh Pemerintah nanti, takutnya tidak mencakup biaya operasional, dan persaingan dengan Starlink. Kami khawatir akan bernasib seperti Bolt saja,” kata Resi kepada Bisnis, Senin (29/7/2025).

    Bolt merupakan merek layanan BWA milik (PT Internux) dan First Media. Layanan ini tutup dan  pada 2018 Komdigi menarik frekuensi mereka di pita 2,3 GHz karena tidak memenuhi kewajiban pembayaran BHP. Mereka gagal bersaing dengan layanan seluler.  

    Meski begitu, Moratelindo tetap menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah dalam memperluas akses internet di seluruh wilayah Indonesia dengan beragam teknologi. Terlebih rencana tersebut pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.

    Ilustrasi pekerja memperbaikin kabel serat optik

    Dari sisi regulasi, Moratelindo memenuhi persyaratan administratif yang ditetapkan pemerintah untuk dapat mengikuti seleksi frekuensi 1,4 GHz. Seperti halnya pemegang Izin Jaringan Tetap Tertutup Packet Switched berbasis Fiber Optic (FO), pemegang Izin Jaringan Tetap Terestrial FO, penyelenggara Internet Service Provider (ISP), dan memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 61200. 

    Namun demikian, Resi mengatakan pihaknya belum mengambil keputusan final terkait keikutsertaan. Dia mengatakan, keputusan tersebut masih akan didiskusikan secara menyeluruh dengan jajaran direksi.

    “Saat ini saya masih belum bisa jawab, apakah nanti Moratelindo akan mengikuti seleksinya atau tidak, mengingat belum ada keputusan yang bulat bersama dengan direksi lain,” katanya. 

    Di sisi lain. Resi menuturkan peluang mengikuti seleksi ini dapat menjadi nilai tambah bagi Moratelindo karena dapat memperluas portofolio perusahaan sebagai penyedia layanan telekomunikasi yang lebih lengkap. 

    Lebih lanjut, Resi bilang, apabila akhirnya memutuskan untuk mengikuti seleksi dan menjadi pemenang, Moratelindo telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengoptimalkan spektrum ini. Salah satunya dengan memanfaatkan aset jaringan yang sudah tersebar luas.

    Resi menjelaskan jaringan kabel fiber optik milik Moratel Group telah tersebar di berbagai wilayah, begitu juga dengan node dan point of presence (PoP) yang ada. Infrastruktur yang sudah ada ini akan dioptimalkan untuk mendukung penggelaran base transceiver station (BTS) berbasis 1,4 GHz.

    Selain itu, Moratelindo juga berencana memanfaatkan basis data pelanggan layanan fiber-to-the-home (FTTH) yang telah dimiliki untuk menawarkan paket layanan baru yang lebih fleksibel dan menarik.

    Dari sisi kemitraan, perusahaan akan membuka peluang kerja sama strategis dengan penyelenggara ISP lain agar bisa memanfaatkan jaringan 1,4 GHz bersama. Sinergi ini dinilai akan mempercepat penetrasi layanan ke berbagai segmen pasar.

    Tidak hanya itu, Moratelindo juga akan mengembangkan layanan-layanan bernilai tambah, seperti solusi berbasis Internet of Things (IoT), layanan cloud computing, dan keamanan siber.

    Guna memperkuat ekosistem teknologinya, Moratelindo juga akan menggandeng vendor penyedia perangkat BTS dan Customer Premises Equipment (CPE) yang dibutuhkan untuk penggelaran jaringan 1,4 GHz. 

    “Ketika kami memutuskan untuk mengikuti seleksinya dan dipilih sebagai pemenang, sudah pasti kami harus menyiapkan segalanya untuk sumber daya manusia (SDM)-nya, ekosistemnya, belanja modal (capital expenditure/ CAPEX), belanja operasional (operational expenditure/ OPEX), dan sebagainya,” kata Resi.

    Sebagai informasi, Komdigi resmi membuka seleksi pengguna pita frekuensi 1,4 GHz pada 28 Juli 2025. Para penyelenggara telekomunikasi yang ingin mengikuti lelang diberikan waktu sejak 28 Juli hingga 11 Agustus 2025 untuk menyiapkan persyaratan yang diminta.

  • Surge (WIFI) Beri Lampu Hijau Ikut Lelang Frekuensi 1,4 GHz

    Surge (WIFI) Beri Lampu Hijau Ikut Lelang Frekuensi 1,4 GHz

    Bisnis.com, JAKARTA— PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) alias Surge menyatakan ketertarikannya untuk mengikuti seleksi lelang frekuensi 1,4 GHz yang dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tahun ini. Frekuensi tersebut akan digunakan untuk layanan akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access/BWA).

    Presiden Direktur PT Solusi Sinergi Digital Tbk Yune Marketatmo, membenarkan pihaknya tengah mempertimbangkan peluang tersebut.

    “Surge [WIFI] berminat atau tertarik dengan lelang tersebut,” kata Yune saat dihubungi Bisnis, Selasa (29/7/2025).

    Lebih lanjut, Yune menjelaskan saat ini perusahaan masih dalam tahap evaluasi internal untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

    Sebagai informasi, Komdigi resmi membuka seleksi pengguna pita frekuensi 1,4 GHz pada 28 Juli 2025. Seleksi pengguna pita frekuensi radio 1,4 GHz tersebut bertujuan untuk menentukan pihak yang berhak memanfaatkan spektrum tersebut di seluruh regional, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 13 Tahun 2025 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pada Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz.

    Selain itu, proses seleksi ini juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan spektrum frekuensi radio guna mendukung layanan akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access). 

    Tujuan lebih lanjut dari seleksi ini meliputi peningkatan jangkauan akses internet berbasis jaringan pita lebar tetap (fixed broadband), penyediaan layanan internet dengan harga terjangkau yang disesuaikan dengan kemampuan konsumsi rumah tangga di wilayah perdesaan, serta peningkatan kecepatan unduh layanan internet tetap. 

    Pemerintah juga menargetkan seleksi ini dapat mendorong perluasan jaringan fiber optik secara lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

    Para penyelenggara telekomunikasi yang ingin mengikuti lelang diberikan waktu sejak 28 Juli hingga 11 Agustus 2025 untuk menyiapkan persyaratan yang diminta. 

    Persyaratannya antara lain memiliki perizinan berusaha penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched atau circuit-switched melalui media fiber optik terestrial dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 61100.

    Lalu, memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk penyelenggaraan jaringan tetap tertutup melalui media fiber optik terestrial dengan KBLI 61100 sebagai proyek utama, bukan proyek pendukung. 

    Kemudian , memiliki NIB untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched melalui media nonkabel (BWA) dengan KBLI 61200 dan status proyek utama. Selain itu, penyelenggara ISP dengan KBLI 61921 juga dapat mengikuti seleksi selama tidak dalam pengawasan pengadilan karena kepailitan, tidak dinyatakan pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

  • Target PNBP Bakti Komdigi Rp3,6 Triliun pada 2025

    Target PNBP Bakti Komdigi Rp3,6 Triliun pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Komdigi menargetkan realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikontribusikan menyentuh Rp3,6 triliun pada 2025. 

    Adapun jika dibandingkan dengan realisasi PNBP Bakti 2024 yang mencapai Rp8 triliun, jumlah tersebut turun 55%. 

    Sekretaris Jenderal Komdigi Ismail mengatakan secara total target PNBP Komdigi pada 2025 sebesar Rp25,2 triliun dengan PNBP dari biaya hak penggunaan frekuensi, denda, dan lain sebagainya mencapai Rp21,6 triliun. 

    Dia menjelaskan pencapaian atas realisasi PNBP pada 2024 bersumber dari beberapa pendapatan yang tidak masuk ke dalam target, seperti pendapatan belanja tahun yang lalu, denda administrasi, pendapatan umum, dan pendapatan lainnya.

    Dengan kondisi tersebut maka pencapaian pada 2024 terlihat lebih besar dibandingkan target 2025. Namun sebenarnya tidak demikian. 

    “Tidak terjadi penurunan [target realisasi], hal tersebut menunjukkan bahwa nilai realisasi pendapatan Komdigi berada di atas target yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan,” kata Ismail kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025). 

    Sejalan dengan peningkatan tersebut, kata Ismail, Komdigi akan berupaya terus menjaga keseimbangan antara regulatory cost dengan komitmen operator untuk terus menggelar jaringan telekomunikasi yang berkualitas.

    Diketahui Bakti telah menyalurkan internet ke 27.805 titik di seluruh wilayah tertinggal di Indonesia. Melalui program Akses Internet (AI) puluhan ribu titik tersebut mendapat internet dari satelit Multifungsi Satria-1. 

    Satelit Satria-1 merupakan satelit Geostasioner yang mengorbit pada ketinggian 36.000 kilometer di atas permukaan bumi. Satelit ini memiliki kapasitas 150 Gbps, dan menjadi satelit GEO dengan kapasitas terbesar di Indonesia saat ini.

    Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan Satelit Satria-1 berperan penting dalam menghubungkan daerah yang belum terkoneksi. Berbagai sektor menerima manfaat besar dari teknologi ini. 

    “Terdapat puluhan ribu titik mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga pemerintahan terlayani Satelit Satria-1,” kata Indah

    Fadhilah mengatakan total ada 27.805 titik yang telah menerima akses internet Satria-1. Bakti berharap pada tahun ini jumlahnya dapat menyentuh 30.000 titik.

    Sementara itu berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, sektor yang paling banyak mendapat manfaat dari Akses Internet Bakti adalah sektor pendidikan dengan 19.598 titik. Kemudian sektor pemerintahan (5.287 titik), sektor kesehatan (1.362 titik), pertahanan dan keamanan (455 titik), komunitas (394 titik), tempat ibadah (368 titik), pariwisata (132 titik), layanan bisnis (188 titik), dan transportasi publik (21 titik). 

    Adapun berdasarkan wilayahnya, sebanyak 7.464 titik (26,85%) berada di Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi sebanyak 4.816 titik (17,32%), Pulau Jawa sebanyak 4.738 titik (17,03%), Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 3.857 titik (13,88%), Kalimantan sebanyak 3.791 titik (13,63%), Maluku sebanyak 1.514 titik (5,45%), dan terakhir Papua sebanyak 1.625 titik (5,84%). 

    Langkah Bakti dalam menyalurkan internet 4G ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menghasilkan efek domino yang cukup besar. Salah satunya naiknya kemampuan dan daya saing digital masyarakat Indonesia di daerah tertinggal. 

    East Ventures melaporkan daya saing digital Indonesia meningkat lebih tinggi pada 2025 dibandingkan dengan 2025.  

    Melalui Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025, East Ventures menyajikan data daya saing digital di 38 provinsi dan 157 kota/kabupaten di Indonesia. 

  • Mitratel (MTEL) Tak Takut Demam Starlink, Infrastruktur Saling Melengkapi

    Mitratel (MTEL) Tak Takut Demam Starlink, Infrastruktur Saling Melengkapi

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. atau Mitratel (MTEL) mengaku tak khawatir dengan demam satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, yang makin merajela. 

    Informasi yang beredar jumlah pengguna Starlink telah mencapai 80.000 pengguna, dengan 2.700 diantaranya digunakan oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. 

    Pengguna Starlink yang masih bahkan membuat SpaceX menutup penerimaan pelanggan baru dari Indonesia selama 10 hari akibat kehabisan kapasitas. 

    Menanggapi hal tersebut, Direktur Investasi/Corporate Secretary Mitratel Hendra Punama mengatakan, hadirnya layanan seperti Starlink dan berbagai teknologi satelit lainnya sebagai bagian dari dinamika ekosistem konektivitas yang terus berkembang.

    “Hal ini mencerminkan adanya kebutuhan akan solusi alternatif di wilayah yang belum terjangkau infrastruktur terrestrial,” kata Hendra kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025).

    Hendra menekankan bahwa menara telekomunikasi dan jaringan fiber optik masih menjadi tulang punggung utama penyediaan layanan telekomunikasi. Terutama, di kawasan urban dan suburban yang memerlukan stabilitas, kapasitas besar, dan kepatuhan terhadap regulasi domestik.

    Namun, Hendra melihat masing-masing teknologi memiliki keunggulan dan keterbatasan, serta dapat saling melengkapi sesuai dengan use case-nya.

    Diketahui, Mitratel membukukan pendapatan Rp2,26 triliun, naik 1,42% secara tahunan pada kuartal I/2025.  Pendapatan sewa menara telekomunikasi menyumbang Rp2,10 triliun, tumbuh 1,26% YoY.

    Sementara itu mengenai teknologi Taara yang menggunakan pendekatan Free Space Optical Communication (FSOC), Mitratel terbuka untuk mengadopsi teknoligi tersebut. 

    Mitratel melihat Taara berpotensi menjawab kebutuhan konektivitas di wilayah yang memiliki kendala geografis, seperti sungai, lembah, atau hutan.

    Mitratel memandang teknologi ini sebagai peluang yang dapat dieksplorasi lebih lanjut, terutama jika dapat melengkapi solusi yang sudah ada saat ini. 

    “Kami terbuka terhadap pendekatan kolaboratif dan tetap konsisten pada peran kami sebagai penyedia infrastruktur pasif yang mendukung efisiensi operasional dan pertumbuhan layanan operator secara berkelanjutan,” kata Hendra.

    Ke depan, Mitratel akan terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang relevan dan menjaga fleksibilitas dalam mendukung kebutuhan industri telekomunikasi nasional.

  • Berapa Jumlah Peminat Lelang 1,4 GHz per Juli 2025? Ini Kata Komdigi

    Berapa Jumlah Peminat Lelang 1,4 GHz per Juli 2025? Ini Kata Komdigi

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) buka suara mengenai jumlah peminat lelang spektrum 1,4 GHz. 

    Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, menjelaskan para penyelenggara telekomunikasi yang ingin mengikuti lelang diberikan waktu sejak 28 Juli hingga 11 Agustus 2025 untuk menyiapkan persyaratan yang diminta.

    “Mulai kemarin, 28 Juli sampai 11 Agustus 2025 adalah tahapan untuk menyiapkan persyaratan yang diminta dalam pengumuman dan mendapatkan akun untuk pendaftaran,” kata Wayan kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025).

    Wayan menambahkan, setelah tanggal 11 Agustus, barulah peserta dapat melakukan pendaftaran dan mengunduh dokumen seleksi. Oleh karena itu, Komdigi saat ini belum mengetahui siapa saja yang akan mengikuti proses seleksi.

    “Setelah tanggal 11 Agustus baru ketahuan berapa yang daftar dan siapa saja ya,” katanya.

    Lebih rinci, jadwal pengambilan akun sistem e-Auction akan dilaksanakan pada 11–13 Agustus 2025 pukul 09.00–15.00 WIB di Sekretariat Tim Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz, Gedung Sapta Pesona Lantai 8, Jakarta Pusat.

    Sementara itu, pengambilan dokumen seleksi dilakukan secara daring melalui sistem e-Auction setelah akun diperoleh, yakni mulai Senin, 11 Agustus 2025 pukul 09.00 WIB hingga Rabu, 20 Agustus 2025 pukul 15.00 WIB.

    Lebih lanjut, pemerintah menetapkan sejumlah persyaratan bagi peserta seleksi. Pertama, memiliki perizinan berusaha untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched melalui media fiber optik, atau jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched melalui media fiber optik terestrial, dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 61100.

    Kedua, memiliki perizinan berusaha atau Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk penyelenggaraan jaringan tetap tertutup melalui media fiber optik terestrial dengan KBLI 61100 dan jenis proyek utama (bukan pendukung).

    Ketiga, NIB untuk penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched melalui media nonkabel (broadband wireless access/BWA) dengan KBLI 61200 dan juga berjenis proyek utama (bukan pendukung).

    Selanjutnya, memiliki perizinan berusaha sebagai penyelenggara layanan Internet Service Provider (ISP) dengan KBLI 61921, serta tidak sedang dalam pengawasan pengadilan terkait kepailitan, tidak dinyatakan pailit, dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

    Selain itu, peserta tidak boleh terafiliasi dengan peserta seleksi lainnya. Peserta juga wajib menyerahkan dokumen permohonan keikutsertaan seleksi, yang terdiri atas formulir permohonan, jaminan keikutsertaan seleksi (bid bond), dan proposal teknis.

    Adapun proposal teknis harus memuat target jumlah rumah tangga yang akan terlayani akses internet nirkabel pita lebar dengan kecepatan akses minimal hingga (up to) 100 Mbps menggunakan pita frekuensi radio 1,4 GHz dalam jangka waktu lima tahun. Jumlah rumah tangga yang terlayani harus memenuhi target minimal yang telah ditentukan pada Regional I, Regional II, dan Regional III sebagaimana diatur dalam dokumen seleksi.