Category: Bisnis.com Tekno

  • 300.000 Percakapan Pengguna Grok Terekspos di Google, Termasuk Obrolan Sensitif

    300.000 Percakapan Pengguna Grok Terekspos di Google, Termasuk Obrolan Sensitif

    Bisnis.com, JAKARTA — Ratusan ribu percakapan yang dilakukan oleh pengguna dengan chatbot xAI Grok milik Elon Musk mendadak dapat diakses dengan mudah melalui Google Search.

    Kebocoran tersebut berasal dari tombol “bagikan” Grok, yang ketika pengguna mengkliknya, mereka akan menerima tautan unik untuk mengirimkan obrolan mereka melalui email, SMS, atau media Sosial.

    Dilansir TechCrunch, Jumat (22/8/2025), tautan URL tersebut kemudian diindeks oleh mesin pencari seperti Google, Bing, dan DuckDuckGo, yang pada gilirannya memungkinkan siapapun mencari percakapan di web.

    Forbes melaporkan, ada 370.000 lebih URL yang terindeks, dan dapat diakses secara bebas. Sebagian dari konten yang terekspos relatif biasa saja, seperti misalnya, pengguna meminta bot untuk menulis tweet, meringkas berita, atau menghasilkan ide bisnis.

    Salah satu jurnalis Inggris, Andrew Clifford memanfaatkan Chat xAI Grok untuk membuat ringkasan untuk situs webnya, Sentinel Current.

    “Saya sedikit kesal, tetapi tidak ada apapun di sana yang seharusnya tidak ada,” kata Andrew, menyayangkan insiden bocornya chat Grok, dikutip dari Forbes (21/8/25).

    Namun, sebagian lainnya dari obrolan yang terekspos berisikan penjelasan cara pembuatan fentanil, metode bunuh diri, penawaran kode malware, atau bahkan rencana pembunuhan untuk Elon Musk itu sendiri.

    Padahal aturan xAI sudah melarang penggunaan botnya untuk mempromosikan tindakan yang membahayakan nyawa manusia atau mengembangkan senjata biologis, senjata kimia, atau senjata pemusnah massal, meskipun itu tidak serta-merta menghentikan pengguna melakukannya.

    Pengguna pun juga mengunggah file-file spreadsheet, dokumen, dan gambar, yang semuanya dapat dicari setelah dibagikan. Bahkan beberapa materi berisikan nama, kata sandi, dan informasi medis pribadi.

    Kasus ini sedikit mengingatkan pada insiden serupa yang menimpa chatbot Meta dan Open AI, ketika permintaan pencarian cara meretas dompet kripto, obrolan dengan persona AI yang eksplisit, atau instruksi cara memasak sabu terekspos di sana.

    Para profesional ikut terkena dampak, misalnya Ilmuwan Komputasional di Allen Institute for AI, Nathan Lambert yang terkejut saat menyaksikan obrolan-obrolannya dengan Grok terlihat secara daring.

    Sementara itu di sisi lain, para oportunis memanfaatkan situasi. Contohnya seperti Spesialis SEO di LinkedIn dan forum-forum ilegal seperti BlackHatWorld, yang telah memulai eksperimen dengan tautan berbagi Grok untuk memanipulasi peringkat pencarian.

    Pada akhirnya, masalah kebocoran chat ini menempatkan Grok bersama platform AI lain yang juga menampilkan percakapan di publik. Sebelumnya, OpenAI sempat mengizinkan percakapan ChatGPT bersama muncul di Google sebelum pada akhirnya membatalkannya, dan menyebutnya sebagai :Eksperimen Jangka Pendek” (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • 8.100 Starlink Telah Mengorbit per Agustus 2025, Satu Roket Bawa 24 Satelit

    8.100 Starlink Telah Mengorbit per Agustus 2025, Satu Roket Bawa 24 Satelit

    Bisnis.com, JAKARTA — SpaceX, perusahaan dirgantara luar angkasa milik Elon Musk, mencatat sebanyak 8.100 satelit Starlink telah mengorbit di ketinggian 500 kilometer di atas permukaan bumi hingga Agustus 2025.

    SpaceX baru saja meluncurkan 24 satelit internet Starlink ke orbit rendah pekan ini. Peluncuran dilakukan menggunakan roket Falcon 9 dari Vandenberg Space Force Base, California, Amerika Serikat.

    Misi kali ini menjadi penerbangan Falcon 9 ke-100 untuk tahun 2025, sekaligus misi ke-103 bagi SpaceX tahun ini, termasuk tiga penerbangan uji sub-orbital Starship—roket yang diproyeksikan membawa manusia ke Bulan dan Mars. Dalam waktu sekitar 9 menit setelah lepas landas dari Space Launch Complex 4 East, roket berhasil mencapai orbit awalnya dan diperkirakan akan melepas 24 satelit Starlink (Group 17-5) sekitar 50 menit kemudian.

    Space melaporkan dengan tambahan 24 satelit terbaru, kini jumlah satelit aktif di konstelasi Starlink telah mencapai lebih dari 8.100 unit, memperluas cakupan internet global SpaceX. Sejak 2018, total satelit Starlink yang telah diluncurkan mencapai lebih dari 9.400 unit.

    Sebelumnya, Starlink juga berencana mengeluarkan produk “komunitas” baru yang memungkinkan banyak pelanggan berbagi akses ke layanan melalui terminal tunggal berbentuk piringan dengan harga sewa yang lebih murah. 

    Produk tersebut diberi nama Starlink Community, mereka telah mengunggah detail produk tersebut pada halaman dukungan. Website untuk program Starlink Community juga sudah dibuat, walaupun tampak belum berfungsi sepenuhnya untuk saat ini. 

    Disebutkan juga dalam laman tersebut, bahwa harga yang dipatok untuk paket Starlink Community adalah sebesar US$60 atau sekitar Rp970.000 per bulan, lebih murah dari paket Residential Lite seharga US$80 atau sekitar Rp1,29 juta per bulan (kurs: Rp16.233).

    Gagasan layanan internet komunitas terdistribusi sebenarnya bukan hal baru dalam bidang penyediaan internet satelit. OneWeb sudah melakukan hal serupa, dan pada Mei lalu, Starlink juga menyarankan pada pengecer dan pemasang layanannya agar pemilik sistem utama dapat memperoleh komisi untuk setiap pelanggan.

    Dilansir ISPreview (15/8/2025), saat ini, belum diketahui secara pasti jenis antena parabola apa yang akan dikirimkan Starlink untuk keperluan tersebut.

    Belum diketahui juga apakah host sistem utama nantinya akan dilengkapi router yang lebih canggih untuk membantu pendistribusian sinyal Wi-Fi ke area yang lebih luas. 

    Kapasitas yang akan dikelola pun juga belum disebutkan, tetapi hal yang pasti adalah setiap pelanggan tetap membutuhkan router mereka sendiri untuk dapat terhubung ke Starlink Community.

  • Kedaulatan Digital, Kunci Masa Depan Penerimaan Pajak

    Kedaulatan Digital, Kunci Masa Depan Penerimaan Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA – Dalam laporan E-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2024 mencapai US$90 miliar, naik 13% dibandingkan dengan 2023 senilai US$80 miliar. Pencapaian tersebut sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara dengan Gross Merchandise Value (GMV) tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

    Angka tersebut menegaskan posisi Indonesia sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara, bahkan melampaui Thailand (US$33 miliar), Malaysia (US$23 miliar), atau Vietnam (US$16 miliar). Capaian tersebut sering dianggap sebagai bukti kebangkitan ekonomi digital kita.

    Namun, di balik optimisme itu tersimpan pertanyaan penting mengenai sejauh mana negara mampu memastikan lonjakan transaksi digital benar-benar memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan pajak? Sebab, tanpa kendali dan kedaulatan atas data transaksi, pertumbuhan yang mengesankan itu berisiko hanya berakhir menjadi angka-angka di atas kertas, sementara potensi penerimaan negara malah terabaikan.

    RISIKO KEBOCORAN

    Seluruh sistem perpajakan pada dasarnya berangkat dari data. Di era ekonomi konvensional, data transaksi relatif mudah diperoleh karena mayoritas kegiatan ekonomi terjadi dalam wilayah negara dan tercatat melalui sistem perbankan atau laporan keuangan perusahaan domestik. Dengan kata lain, otoritas pajak memiliki akses langsung terhadap informasi yang menjadi basis pengenaan pajak.

    Namun, logika itu mulai bergeser ketika ekonomi merambah ke ranah digital. Transaksi tidak lagi dibatasi oleh batas geografis, melainkan berlangsung lintas negara, lintas sistem pembayaran, bahkan lintas yurisdiksi hukum. Pergeseran ini membuka ruang bagi sejumlah perusahaan digital raksasa seperti Google, Meta, atau Amazon untuk meraup keuntungan besar di Indonesia yang notabene tidak memerlukan kehadiran secara fisik. Layanan iklan digital, langganan aplikasi, atau transaksi e-commerce kerap hanya tercatat dalam server yang berlokasi di luar negeri. Akibatnya, data yang seharusnya menjadi basis pemajakan justru berada di luar jangkauan otoritas pajak.

    Jika data transaksi ekonomi digital tidak sepenuhnya terkendali, maka proses pemungutan pajak ibarat membidik sasaran dalam kabut. Negara hanya bisa mengandalkan laporan sepihak dari perusahaan asing, yang biasanya menuntut insentif sebagai daya tawar untuk meminimalkan beban pajaknya. Di sinilah kedaulatan digital menjadi krusial.

    Ketika negara tidak memiliki kendali penuh atas data transaksi digital, potensi profit shifting atau pengalihan keuntungan ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang rendah menjadi keniscayaan. Dalam praktiknya, perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dapat memanfaatkan celah regulasi dan keterbatasan akses negara terhadap data ekonomi digital untuk melakukan praktik base erosion and profit shifting (BEPS).

    Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 1,8% (Rp25,4 triliun) dari total transaksi ekonomi digital di Indonesia (Rp1.420 triliun) yang berhasil dikonversi menjadi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Padahal secara matematis potensi penerimaan bisa sekitar Rp156 triliun. Ini bukti bahwa negara belum mampu memaksimalkan potensi fiskal dari transaksi digital.

    Selanjutnya, potensi ketidakadilan fiskal makin nyata. UMKM lokal yang berjualan di platform digital diwajibkan melaporkan dan membayar pajak sesuai aturan, sementara raksasa teknologi global bisa saja menghindar melalui rekayasa struktur bisnis. Kondisi tersebut tentunya memunculkan ironi ketimpangan, karena mayoritas pelaku usaha kecil harus tunduk pada aturan, sementara kelompok kapitalis besar leluasa mencari celah.

    Terakhir, jika semua data transaksi ekonomi hanya tersimpan di server asing, maka pemerintah kehilangan instrumen penting untuk merumuskan kebijakan fiskal yang efektif. Penerimaan negara menjadi rapuh, bergantung pada “kemauan baik” perusahaan global dalam melaporkan pendapatannya. Dalam jangka panjang, kondisi ini berbahaya, negara bisa saja tumbuh menjadi pasar digital terbesar di kawasan, tetapi tetap miskin dalam hal penerimaan pajak.

    Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sejumlah kebijakan telah diluncurkan untuk menambal celah penerimaan, salah satunya adalah penerapan PPN atas PMSE. Sejak berlaku pada 2020, beberapa perusahaan global seperti Netflix, Google, dan Spotify telah terdaftar sebagai pemungut PPN, sehingga transaksi digital masyarakat Indonesia turut menyumbang penerimaan negara.

    Selain itu, Indonesia juga terlibat aktif dalam kerja sama internasional di bawah payung OECD/G20. Melalui skema Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting, negara-negara bersepakat untuk membatasi praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. Salah satu terobosan pentingnya adalah kesepakatan pajak minimum global 15% dan pembagian hak pemajakan bagi negara pasar, termasuk Indonesia.

    Namun, upaya pemerintah dalam memajaki ekonomi digital masih menghadapi tantangan besar. Penerapan PPN PMSE misalnya, baru mencakup sebagian transaksi dan belum mampu menjangkau keseluruhan ekosistem digital. Di sisi lain, rencana implementasi pajak global juga membutuhkan konsensus internasional yang rumit dan proses panjang sebelum benar-benar bisa dijalankan secara efektif.

    Situasi ini makin diperumit oleh dominasi perusahaan digital multinasional yang memiliki sumber daya hukum dan finansial jauh lebih besar dibandingkan otoritas pajak negara berkembang, sehingga mereka relatif lebih mudah mencari celah untuk menghindari kewajiban pajak.

    Masa depan penerimaan negara di era digital sangat ditentukan oleh sejauh mana Indonesia mampu mengukuhkan kedaulatan digitalnya. Ada beberapa langkah strategis yang bisa dipertimbangkan.

    Pertama, Indonesia perlu memperkuat regulasi atas data transaksi digital. Negara harus memiliki kewenangan untuk mengakses data transaksi yang terjadi di wilayah yurisdiksinya, terlepas di mana entitas perusahaan berada. Kewajiban berbagi data dengan otoritas pajak harus menjadi syarat bagi setiap platform yang beroperasi di Indonesia. Kedua, membangun infrastruktur digital nasional yang kuat. Langkah ini meliputi pengintegrasian sistem pembayaran lokal dengan platform e-commerce internasional, sehingga setiap transaksi yang dilakukan masyarakat dapat tercatat secara transparan dan tidak luput dari pengawasan. Investasi pada teknologi big data dan kecerdasan buatan juga diperlukan agar DJP mampu mengolah data dalam skala besar secara cepat dan akurat.

    Ketiga, Indonesia harus aktif mendorong implementasi pajak minimum global dan memastikan hak pemajakan negara pasar tidak diabaikan. Tanpa sikap tegas, potensi penerimaan dari perusahaan multinasional akan terus menguap. Keempat, pemerintah harus mendorong literasi pajak digital di masyarakat. Pemahaman bahwa setiap transaksi digital membawa konsekuensi fiskal perlu terus disosialisasikan. Pajak di era digital bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan wujud partisipasi warga negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi bangsa.

    Jika negara gagal menguasai data transaksi ekonomi digital, maka masa depan penerimaan pajak akan rapuh. Sebaliknya, jika Indonesia mampu mengelola data dengan baik, membangun infrastruktur digital yang mumpuni, dan menegosiasikan hak fiskalnya di level global, maka peluang untuk meningkatkan penerimaan negara terbuka lebar.

    Era digital sering disebut sebagai “new oil”, di mana saat ini data menjadi sumber daya paling berharga. Namun, data saja tidak cukup, negara juga harus memiliki kilang untuk mengolahnya. Tanpa itu, Indonesia hanya akan menjadi penyedia “ladang minyak” sementara nilai tambahnya diangkut keluar negeri. Pertanyaannya, apakah kita ingin terus menjadi pasar digital yang besar tetapi gagal memaksimalkan nilai tambah?

  • Komdigi Targetkan Penetrasi Serat Optik Meningkat jadi 52% pada 2029

    Komdigi Targetkan Penetrasi Serat Optik Meningkat jadi 52% pada 2029

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah mendorong pembangunan jaringan serat optik (fiber optik) dari 49% menjadi 52% pada 2029 guna mendukung pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia.

    Langkah tersebut dijalankan dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045. 

    Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Aju Widya Sari mengatakan posisi Indonesia dalam pengembangan AI ditempatkan sebagai salah satu penggerak utama transformasi digital nasional.

    Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah telah menyiapkan empat strategi utama. Pertama, mengembangkan jaringan fiber hingga ke tingkat sub-distrik, dengan target peningkatan cakupan dari 70% pada 2023 menjadi 90% pada 2029.

    “Kedua, mempercepat transformasi digital nasional dengan meningkatkan penetrasi jaringan fiber dari 49% menjadi 52% pada 2029,” kata Aju dalam Solution Day 2025 yang digelar Telkomsel pada Kamis (21/8/2025).

    Ketiga, lanjut Aju, memperluas kapasitas jaringan internet core distribution (ICD) dari 5,9% pada 2023 menjadi 6,3% pada 2029. Keempat, meningkatkan konsumsi listrik per kapita dari 1.337 kWh menjadi 1.777 kWh pada 2029.

    Selain itu, pemerintah juga menyiapkan jaringan berperforma tinggi yang terdiri dari cloud, GPU, hingga konektivitas berlatensi rendah untuk mendukung pelatihan dan pengoperasian AI secara nasional. Menurut Aju, ketersediaan energi berkelanjutan juga menjadi faktor kunci.

    “Kita juga perlu memasukkan energi yang berkelanjutan karena data center AI, dan juga jaringan digital memerlukan penyediaan listrik yang stabil,” ujarnya.

    Strategi ini diperkuat dengan langkah pemerintah untuk mengoptimalkan backbone, middle-mile, dan last-mile infrastruktur digital.  Aju menambahkan bahwa seluruh strategi ini merupakan bagian dari program AI nasional 2025–2029, sebelum berlanjut ke tahapan berikutnya dalam RPJPN hingga 2045.

    “Menurut saya, ini adalah strategi yang harus kita capai dalam lima tahun dari 2025 hingga 2029 dalam program AI nasional kita,” pungkasnya.

  • Dyna.AI Ekspansi ke Indonesia, Dorong Agentic AI untuk Sektor Perbankan

    Dyna.AI Ekspansi ke Indonesia, Dorong Agentic AI untuk Sektor Perbankan

    Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI) asal Singapura, Dyna.Ai, memperluas layanan dan menyasar pasar Indonesia dengan menghadirkan Agentic AI. Perusahaan menyasar sektor keuangan, termasuk perbankan. 

    Managing Director sekaligus Head of Southeast Asia Dyna.Ai, Lawrence Lu, menyatakan perusahaannya memilih Indonesia karena dipandang memiliki banyak potensi dan ingin memastikan Indonesia memiliki strategi yang jelas terkait pengembangan AI.

    Dia juga menyebutkan, target pasar yang perusahaannya sasar adalah pelaku atau industri perbankan, asuransi, dan fintech. Itu dilakukan dalam rangka membantu Indonesia memimpin Asia dalam transformasi AI.

    “Kami pastikan solusi-solusi yang kami tawarkan bersifat berkelanjutan dan berkesinambungan, akan ada inovasi AI selanjutnya di masa mendatang, tetapi kami belum bisa beritahu,” kata Lawrence, di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Dyna.AI membawa produk-produk seperti Agent Studio, Agent Store, TextGPT, VoiceGPT, serta AvatarGPT yang dirancang untuk mampu berintegrasi lintas platform secara mulus. 

    Solusi-solusi AI tersebut menawarkan kemampuan omnichannel serta dukungan multi bahasa bagi para pelanggan jasanya. 

    Salah satu penerapan dari Agentic AI yang dilakukan Dyna.Ai adalah Discriminative Ai yang digunakan untuk memverifikasi identitas dan keaslian pengguna sebelum melakukan peminjaman uang dengan dua langkah. 

    Pertama, pengguna akan diminta untuk memotret Kartu Tanda Penduduk dengan smartphone-nya, lalu dilanjutkan dengan liveness detection yang mendeteksi pergerakan pengguna lewat video, untuk memastikan yang ditangkap kamera benar-benar pengguna yang bersangkutan. 

    Apabila liveness detection tidak mendeteksi adanya pergerakan sesuai yang diperintahkan, maka verifikasi identitas diri akan otomatis dianulir.

    Head of Digital Asosiasi FinTech Indonesia, Saat Prihartono, Discriminative AI itu sangat membantu manusia untuk mempercepat waktu operasional, sebab verifikasi data diri yang dulunya memerlukan waktu lama, kini dapat dilakukan dengan cepat dan tepat hanya dengan dua langkah sederhana bermodalkan smartphone.

    Selain itu, diperagakan pula pemanfaatan call center AI berbasis AI, yang dalam demo-nya ini, pihak Dyna.Ai menggambarkan seseorang yang sudah menumpuk tagihan utangnya, lalu diperingatkan lewat telepon. Suara AI yang berbicara nantinya mencoba merespon dengan baik dan relevan.

    Kantor Dyna.Ai sudah dibuka di Jakarta pada Juli lalu. Kini, mereka siap untuk berkolaborasi dengan klien lokal demi pengembangan solusi AI yang bertanggung jawab, kontekstual, dan sesuai dengan lanskap ekonomi, bahasa, serta budaya Indonesia (Muhamad Rafi Firmansyah Harun).

  • Pengusaha Antariksa Proyeksikan 2027 Indonesia Punya Satelit LEO

    Pengusaha Antariksa Proyeksikan 2027 Indonesia Punya Satelit LEO

    Bisnis.com, JAKARTA —  Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) berharap pada 2027 atau 2 tahun lagi Indonesia dapat meluncurkan satelit orbit rendah atau low earth orbit (LEO) pertamanya. Sejumlah langkah disiapkan termasuk pengembangan space port atau tempat peluncuran roket untuk satelit LEO. 

    Satelit LEO adalah satelit yang mengorbit di ketinggian 500 kilometer – 2.000 kilometer di atas permukaan bumi. Karena ketinggiannya yang relatif dekat bumi, ongkos roket yang dipakai relatif lebih murah dibandingkan satelit GEO yang mengorbit di ketinggian 36.000 kilometer. 

    Namun harus diingat, satelit GEO cukup diluncurkan satu kali untuk memberi layanan di seluruh antero bumi. Sementara LEO harus beberapa kali konstelasi satelit karena untuk memberikan cakupan layanan di seluruh bumi, dibutuhkan ratusan satelit LEO.

    “Tahun 2027 kita paling lambat meluncurkan LEO atau roket dari Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Antariksa Indonesia (Ariksa) Adi Rahman Adiwoso di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Dia mengatakan untuk mensukseskan langkah besar ini dibutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan ekosistem. 

    Adi Rahman mengatakan industri antariksa memiliki peranan penting dalam mendukung berbagai sektor di Indonesia mulai dari ekonomi hingga pertahanan. Saat ini fokus dalam pengembangan antariksa masih terpecah belah. Oleh sebab itu Ariksa dibentuk agar seluruh pemangku kepentingan memiliki misi bersama dalam membangun antariksa yang memberikan manfaat bagi Indonesia.

    Ada tiga hal yang harus menjadi fokus dalam pengembangan antariksa dalam negeri. Pertama, kebijakan yang berpihak dan ramah investasi. Kedua, pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang sejalan dengan pertumbuhan industri.

    Terakhir, model bisnis.  “Bisnisnya supaya itu berputar semuanya,” kata Adi.

    Adi mengatakan industri antariksa telah berevolusi sebagai industri IT berubah. Pada era 90-an revolusi IT atau internet itu menuju kepada public service atau sharing of information. Perusahaan over the top seperti Facebook, Google hingga Microsoft yang menjadi perusahaan umum pada ’90-an dikenal sebagai startup. Saat ini mereka telah mengubah pandangan orang dan nilainya sudah triliunan dolar. 

    Kondisi yang sama akan terjadi di industri antariksa dunia. Salah satu indikasinya adalah anggaran besar yang dihabiskan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China dalam pengembangan industri luar angkasa. 

    Adi mengatakan dalam 5-6 tahun ini Amerika Serikat telah menghabiskan dalam sekitar US$200 miliar dengan perincian NASA sebesar US$20 miliar, Space Force sebesar US$80 miliar dan pemerintah AS sebesar US$100 miliar. 

    Kemudian Eropa menghabiskan sekitar US$50 miliar – US$56 miliar per tahun untuk pengembangan industri luar angkasa. 

    “Cina, ditambah dengan India dan lainnya, kami mengestimasi sekitar lebih dari US$200 miliar. Sehingga banyak perusahaan rintisan semuanya mencari jalan mendapatkan proyek-proyek dari US$200 miliar per tahun itu. Dan ini sudah konstan terjadi lebih daripada 5 tahun,” kata Adi. 

    Adi juga mengatakan investor dan perusahaan raksasa juga bermain di sektor antariksa. Mereka mengembangkan layanan antariksa dan berinvestasi di perusahaan startup. Rocket Lab, kata Adi, dahulu hanya memiliki valuasi US$2 miliar. Saat ini telah berkembang menjadi US$15 miliar. 

    “SpaceX dengan Starlink dan segala macamnya sekarang private valuation-nya itu mendekati US$400 miliar. Akan menjadi 1 triliun dolar,” kata Adi.

    Dia mengatakan perusahaan-perusahaan yang awalnya berukuran kecil itu kini telah menjadi perusahaan besar dan memberi dampak signifikan. Indonesia dapat meniru hal itu. 

    Melalui Ariksa, Adi berharap fokus pengembangan antariksa Indonesia yang saat ini masih tercecer di berbagai perusahaan swasta, lembaga hingga kementerian, ke depan dapat menyatu dan memiliki visi sama. 

  • Mastel Dorong WhatsApp Cs Ikut Bangun Infrastruktur Telekomunikasi

    Mastel Dorong WhatsApp Cs Ikut Bangun Infrastruktur Telekomunikasi

    Bisnis.com, JAKARTA— Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mendorong adanya regulasi yang adil antara penyelenggara layanan telekomunikasi dengan penyedia layanan over-the-top (OTT) seperti WhatsApp.

    Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno mengatakan, layanan OTT pada hakikatnya memang turut meningkatkan trafik data pada infrastruktur telekomunikasi.

    Namun, di sisi lain, lonjakan trafik data yang masif justru membebani operator telekomunikasi dari sisi investasi untuk meningkatkan kualitas infrastruktur yang digunakan menampung trafik OTT tersebut. Selain itu, operator juga wajib menanggung berbagai beban regulasi.

    “Sementara itu, OTT sangat diuntungkan oleh banyaknya customer terkoneksi dan kapasitas infrastruktur telekomunikasi tersedia tanpa perlu investasi, serta sama sekali bebas dari beban-beban regulasi. Inilah bentuk ketidakadilan yang terjadi dan perlu disolusi,” kata Sarwoto saat dihubungi Bisnis pada Kamis (21/8/2025).

    Untuk itu, lanjut Sarwoto, Mastel mengusulkan agar operator telekomunikasi dan penyelenggara OTT seperti WhatsApp melakukan perundingan business to business (B2B) di bawah pengawasan pemerintah.

    Secara umum, Sarwoto menyebut, OTT sudah diatur dalam PP No. 46 Tahun 2021, yang menekankan prinsip kerja sama, adil, wajar, non-diskriminasi, dan jaminan kualitas. Namun, menurutnya, prinsip-prinsip tersebut belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    “Sebagian prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan dalam Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021, tapi implementasinya belum dilaksanakan atau ditegakkan dengan benar. Diperlukan keberanian pemerintah untuk menegakkan peraturan-peraturan tersebut agar efektif,” ungkapnya.

    Di sisi lain, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) juga menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kewajiban melalui regulasi equal playing field antara operator telekomunikasi dengan penyedia layanan OTT.

    Vice President Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel Saki H. Bramono mengatakan, pihaknya melihat layanan OTT seperti WhatsApp Business sebagai bagian dari perkembangan ekosistem digital yang memberi masyarakat lebih banyak pilihan komunikasi. Kehadiran fitur panggilan suara dan video di platform OTT, menurutnya, mencerminkan tren global menuju konvergensi layanan berbasis data.

    “Namun, kami menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kewajiban melalui regulasi equal playing field antara penyelenggara layanan telekomunikasi dengan penyedia layanan OTT,” kata Saki kepada Bisnis pada Kamis (21/8/2025).

    Sebagai operator telekomunikasi, lanjutnya, Telkomsel memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh dalam membangun serta mengoperasikan infrastruktur jaringan, memenuhi berbagai kewajiban regulasi termasuk pelayanan universal (USO), serta menjamin kualitas layanan sesuai standar.

    Sementara itu, penyedia layanan OTT menawarkan fungsi serupa dengan menumpang pada jaringan operator tanpa kewajiban sepadan terhadap ekosistem telekomunikasi nasional, serta belum memberi kontribusi yang adil kepada operator atas penggunaan jaringan.

    “Oleh karena itu, Telkomsel mendorong terciptanya kerangka regulasi yang berkeadilan di mana seluruh pemain industri, baik operator maupun penyedia OTT, dapat berkontribusi secara proporsional,” ujarnya.

    Hal serupa juga disampaikan PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk. (XLSMART). Perusahaan meminta pemerintah bersikap adil dalam mengatur hubungan antara operator telekomunikasi nasional dan penyedia layanan OTT global, seperti WhatsApp, yang gencar memperluas bisnis di Indonesia tetapi dinilai belum memberikan kontribusi optimal bagi industri dan perekonomian nasional.

    Head of External Communications XLSMART Henry Wijayanto mengatakan, dominasi OTT global saat ini sangat besar, termasuk di Indonesia, dan hal itu wajar dalam persaingan terbuka.

    “OTT global harus diakui saat ini sangat dominan, termasuk yang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Dalam kompetisi yang terbuka seperti saat ini wajar saja,” kata Henry saat dihubungi Bisnis pada Rabu (13/8/2025).

    Meski begitu, dia menekankan pentingnya agar layanan OTT juga memberi manfaat nyata bagi seluruh pemangku kepentingan industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia, termasuk pelaku industri telekomunikasi. XLSMART pun berharap pemerintah memberi perlakuan adil bagi operator yang telah membangun jaringan internet.

    “Misalnya, dengan membuat regulasi yang bisa memberikan keadilan secara bisnis kepada operator pemilik jaringan internet, dengan tetap mengedepankan kepentingan pelanggan,” kata Henry.

  • Telkomsel Dorong Regulasi yang Setara Antara Layanan Telekomunikasi dan OTT

    Telkomsel Dorong Regulasi yang Setara Antara Layanan Telekomunikasi dan OTT

    Bisnis.com, JAKARTA— PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mendorong pentingnya kesetaraan hak dan kewajiban melalui regulasi (equal playing field) antara penyelenggara layanan telekomunikasi dengan penyedia layanan over-the-top (OTT). 

    Vice President Corporate Communications and Social Responsibility Telkomsel, Saki H. Bramono mengatakan pihaknya melihat layanan OTT seperti WhatsApp Business sebagai bagian dari perkembangan ekosistem digital yang memberikan pilihan komunikasi bagi masyarakat. Menurutnya, kehadiran fitur panggilan suara dan video di platform OTT mencerminkan tren global menuju konvergensi layanan berbasis data.

    “Namun kami menekankan pentingnya kesetaraan hak dan kewajiban melalui regulasi [equal playing field] antara penyelenggara layanan telekomunikasi dengan penyedia layanan OTT,” kata Saki kepada Bisnis pada Kamis (21/8/2025). 

    Sebagai operator telekomunikasi, Saki mengatakan pihaknya memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh dalam membangun dan mengoperasikan infrastruktur jaringan, memenuhi berbagai kewajiban regulasi termasuk pelayanan universal (USO), serta menjamin kualitas layanan sesuai standar yang ditetapkan. 

    Sementara itu, lanjut dia, penyedia layanan OTT menawarkan fungsi yang serupa dengan menumpang pada jaringan operator tanpa memiliki kewajiban yang sepadan terhadap ekosistem telekomunikasi nasional, serta tidak memberikan kontribusi yang fair kepada operator atas penggunaan jaringan. 

    “Oleh karena itu, Telkomsel mendorong terciptanya kerangka regulasi yang berkeadilan di mana seluruh pemain industri, baik operator maupun penyedia OTT, dapat berkontribusi secara proporsional,” katanya. 

    Adapun kontribusi tersebut antara lain pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur digital nasional, pemenuhan kewajiban regulasi termasuk perlindungan data pengguna dan keamanan siber, hingga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

    “Kami yakin bahwa dengan prinsip kesetaraan ini, industri telekomunikasi dapat tumbuh secara berkelanjutan sekaligus terus mendorong inovasi yang memberikan nilai tambah optimal bagi seluruh pemangku kepentingan,” ungkapnya. 

    Lebih lanjut, Saki mengatakan Telkomsel menyadari perilaku pelanggan terus berkembang dan berubah, termasuk disebabkan oleh hadirnya ragam layanan OTT untuk memenuhi kebutuhan komunikasi panggilan suara dan video. 

    “Alih-alih melihatnya semata-mata sebagai tantangan, kami memandang dinamika ini sebagai peluang untuk mengakselerasi inovasi dan memperkuat relevansi layanan Telkomsel di era digital,” ungkapnya. 

    Saki mengatakan strategi perusahaan adalah mencakup penguatan kapabilitas dan kapasitas jaringan untuk memastikan kualitas pengalaman digital pelanggan tetap optimal, pengembangan portofolio layanan digital yang adaptif terhadap kebutuhan pasar, serta menjalin kolaborasi strategis dengan berbagai mitra ekosistem—baik lokal maupun global, serta tentunya tetap patuh terhadap regulasi yang dibuat. 

    “Dengan pendekatan ini, Telkomsel memastikan pelanggan tetap mendapatkan kemudahan, jangkauan luas, dan pengalaman komunikasi yang andal, baik melalui layanan suara konvensional maupun beragam platform digital yang terus berkembang,” ungkapnya. 

    Sebelumnya, WhatsApp memperkenalkan serangkaian pembaruan fitur untuk memperkuat posisi mereka di pasar Indonesia. Dalam ajang WhatsApp Business Summit  ketiga di Jakarta pada Selasa (12/8/2025), Country Director Indonesia Meta, Pieter Lydian, mengatakan Indonesia menjadi salah satu pasar terdepan secara global dalam komunikasi bisnis melalui pesan.

    Menurutnya, sebanyak 88% masyarakat Indonesia mengirimkan pesan kepada bisnis setiap minggunya. WhatsApp kini menghadirkan peningkatan fitur panggilan suara dan video untuk WhatsApp Business Platform, integrasi pengelolaan iklan lintas platform melalui Advantage+ berbasis AI, serta pembaruan pada tab Pembaruan yang kini digunakan 1,5 miliar orang per hari.

    Sejumlah brand seperti Paragon, Hyundai, dan Danone telah memanfaatkan Iklan di Status, sementara kreator seperti Tiara Andini dan Jerome Polin telah menggunakan fitur Langganan Saluran. WhatsApp juga memungkinkan penggunaan aplikasi WhatsApp Business gratis dan WhatsApp Business Platform secara bersamaan tanpa mengganti nomor, seperti yang dilakukan jaringan klinik kecantikan Lavalen.

    Sementara itu, Lion Parcel memanfaatkan fitur notifikasi proaktif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan hingga 15%. Meta juga tengah menguji fitur Business AI untuk membantu bisnis menangani percakapan skala besar dan memberikan rekomendasi produk.

    Sebelumnya, muncul wacana pembatasan layanan panggilan suara dan video berbasis internet seperti WhatsApp Call, yang ramai diperbincangkan usai forum diskusi publik pada 16 Juli 2025.  Namun, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana membatasi layanan tersebut.

    “Saya tegaskan pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan,” kata Meutya.

    Dia menjelaskan Kementerian Komunikasi dan Digital memang menerima sejumlah masukan dari berbagai pihak, seperti Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), mengenai penataan ekosistem digital.

    Salah satu poin yang disorot adalah hubungan antara penyedia layanan OTT dan operator jaringan. Namun, Meutya menekankan masukan tersebut belum pernah dibahas dalam forum pengambilan kebijakan, serta tidak menjadi bagian dari agenda resmi kementerian.

    “Saya sudah meminta jajaran terkait untuk segera melakukan klarifikasi internal dan memastikan tidak ada kebijakan yang diarahkan pada pembatasan layanan digital,” tuturnya. 

    Dia juga menyampaikan permohonan maaf jika isu ini sempat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Meutya memastikan saat ini Komdigi fokus pada agenda prioritas nasional seperti memperluas akses internet di wilayah tertinggal, meningkatkan literasi digital, serta memperkuat keamanan dan perlindungan data pribadi di ruang digital.

  • Gandeng OpenAI, Telkomsel Berencana Hadirkan ChatGPT Enterprise

    Gandeng OpenAI, Telkomsel Berencana Hadirkan ChatGPT Enterprise

    Bisnis.com, JAKARTA— PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan OpenAI, pengembang ChatGPT.

    Melalui kerja sama ini, Telkomsel akan mengeksplorasi penerapan solusi lintas industri yang memberikan dampak nyata, mulai dari optimalisasi layanan pelanggan hingga pengembangan inovasi berbasis data dengan dukungan teknologi OpenAI.

    Selain itu, Telkomsel berencana menghadirkan ChatGPT Enterprise untuk mendukung karyawan dalam meningkatkan literasi dan produktivitas berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Kolaborasi ini juga ditujukan untuk memperluas akses teknologi AI bagi jutaan masyarakat Indonesia dengan memanfaatkan jaringan Telkomsel yang menjangkau hingga ke pelosok negeri.

    “Kami memiliki satu objektif untuk berpartner [dengan OpenAI], yakni membuat AI yang inklusif. Artinya, kami ingin agar di tangan seluruh masyarakat Indonesia, ChatGPT dan AI dapat membantu mereka meningkatkan apa saja yang dilakukan, baik dalam kehidupan sehari-hari, bekerja, maupun belajar. Segala hal yang bisa mereka lakukan,” kata Direktur Planning & Transformation Telkomsel, Wong Soon Nam, dalam acara Solution Day 2025 di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Selain berkolaborasi dengan OpenAI, Telkomsel Enterprise juga memperkuat kerja sama lintas sektor melalui sejumlah penandatanganan perjanjian.

    Pertama, bersama SCSK, Telkomsel menghadirkan solusi jaringan yang memadukan perangkat andal dengan layanan konektivitas dan managed services, guna menyediakan infrastruktur yang efisien, andal, dan scalable bagi berbagai sektor di Indonesia.

    Kedua, dengan PERTAABI, Telkomsel memberdayakan asosiasi tersebut dalam mendorong transformasi digital ekosistem melalui solusi konektivitas dan layanan Telkomsel sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional bagi seluruh anggotanya di Indonesia.

    Telkomsel turut memperkuat portofolio segmen business to business (B2B) dengan meluncurkan empat solusi digital baru yang mengadopsi 5G dan AI. 

    Empat solusi tersebut adalah Telkomsel QRIS Soundbox, SiteSense, Telkomsel LinkCar, dan Sovia. Direktur Utama Telkomsel Nugroho mengatakan, solusi digital ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi ekosistem.

    Telkomsel QRIS Soundbox menawarkan pembayaran yang diklaim aman dengan konfirmasi suara secara real-time, konektivitas stabil Telkomsel, serta QR dinamis yang mendukung adopsi luas dan perkembangan pembayaran digital di Indonesia.

    Sementara itu, SiteSense merupakan platform location intelligence berbasis data besar mobilitas dan demografi Telkomsel yang diperkuat dengan analitik spasial. Platform ini memungkinkan evaluasi lokasi bisnis secara real-time untuk mendukung studi kelayakan, ekspansi distribusi, hingga pengembangan properti.

    Adapun, Telkomsel LinkCar adalah platform real-time untuk kendaraan berbasis jaringan Telkomsel. Solusi ini memungkinkan pemantauan, pelacakan, efisiensi operasional, hingga akses hiburan untuk mendukung ekosistem kendaraan yang lebih terintegrasi dan cerdas.

    Terakhir, Sovia merupakan solusi percakapan cerdas dari Telkomsel yang membantu bisnis menjangkau pelanggan secara aman dan efisien. Sovia memiliki kemampuan skalabilitas tinggi untuk menangani interaksi pelanggan dalam volume besar, sekaligus mendorong produktivitas dan hasil yang terukur di berbagai industri.

  • Prediksi Harga iPhone 17 Series yang Segera Diperkenalkan Apple

    Prediksi Harga iPhone 17 Series yang Segera Diperkenalkan Apple

    Bisnis.com, JAKARTA – Apple tengah menyiapkan perilisan jajaran iPhone 17 yang akan memiliki 4 seri. Salah satu seri yang akan dihadirkan kembali adalah iPhone 17e, di mana ponsel ini menyasar kepada pembeli yang ingin berhemat.

    iPhone 17e diprediksi memiliki harga paling rendah, yang juga diluncurkan sebagai penerus iPhone 16e dan pengganti seri SE.

    Seri lain yang akan diluncurkan dalam jajaran iPhone 17 yakni iPhone 17, iPhone 17 Air, iPhone 17 Pro, dan iPhone 17 Pro Max.

    Prediksi Jadwal Perilisan iPhone 17

    Berdasarkan laporan Forbes, Apple akan menggelar acara pengumuman (keynote) pada 9 September 2025. Sepertinya Apple akan memperkenalkan jajaran iPhone 17, Apple Watch Series 11, Apple Watch Ultra 3, hingga kemungkinan AirPods Pro generasi terbaru.

    Meski demikian, pengumuman tersebut bukanlah tanggal rilis resmi.

    Apabila menilik pola tahun-tahun sebelumnya, prapemesanan diperkirakan dibuka beberapa hari setelah keynote, dengan penjualan resmi dimulai sepekan kemudian.

    Mengacu pada tren perilisan iPhone 15 (22 September 2023) dan iPhone 16 (20 September 2024), maka iPhone 17 Series kemungkinan besar akan diperkenalkan secara resmi pada September 2025.

    Penjualan pertama akan dilakukan di Amerika Serikat (AS), kemudian menyusul ke negara-negara Eropa. Kemudian iPhone 17 series diprediksi baru dapat dibeli oleh masyarakat Asia pada akhir 2025 atau awal 2026. 

    Prediksi Harga iPhone 17

    Kemudian untuk harganya, iPhone 17 series diprediksi akan mengalami kenaikan harga namun tidak jauh berbeda dari harga awal iPhone 16.

    Berdasarkan laporan analis teknologi dan Bloomberg, iPhone 17 Pro diperkirakan dijual mulai dari Rp16,78 juta (sekitar US$999).

    Namun menurut 9to5Mac, harga perangkat tersebut bisa mencapai US$1.049 atau sekitar Rp17,2 juta. Untuk varian tertinggi, iPhone 17 Pro Max, harganya diperkirakan lebih mahal lagi mengingat ukuran layar yang lebih besar serta fitur unggulan tambahan.

    Sementara itu, Apple disebut akan menghadirkan model baru yakni iPhone 17 Air. Di mana perangkat ini dirancang lebih tipis dan elegan, sekaligus menggantikan varian Plus yang sudah tidak lagi diproduksi. Harga iPhone 17 Air diprediksi berkisar Rp15,1 juta (sekitar US$899).

    Prediksi daftar harga iPhone 17 Series:

    iPhone 17: US$799 (Rp13,1 juta)
    iPhone 17 Air: US$899 (Rp15,1 juta)
    iPhone 17 Pro: US$1.049 (Rp17,2 juta)
    iPhone 17 Pro Max: US$1.249 (Rp20,5 juta)