Category: Bisnis.com Tekno

  • Promo 12.12 Tetap Menggoda di Tengah Tekanan Daya Beli

    Promo 12.12 Tetap Menggoda di Tengah Tekanan Daya Beli

    Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai kampanye 12.12 dan promo tanggal kembar tetap menjadi daya tarik bagi konsumen, sekalipun industri digital tengah menghadapi tekanan daya beli dan pergeseran fokus platform ke arah profitabilitas yang lebih sehat.

    Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, mengatakan momentum akhir tahun masih identik dengan peningkatan kebutuhan dan aktivitas belanja. 

    “Sehingga demand dan traffic secara natural tetap tinggi,” kata Budi kepada Bisnis pada Selasa (9/12/2025).

    Menurut Budi, peserta kampanye 12.12 kini semakin beragam. Tidak hanya marketplace, tetapi juga layanan on-demand, online travel agent, fintech, pembayaran digital, F&B, retail, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga brand lokal ikut meramaikan gelaran promo ini. 

    Budi menjelaskan karakter promo pun lebih terukur dan kolaboratif, bukan perang diskon. Menurutnya ada kontribusi dari tiga sisi yakni diskon dari seller, insentif dari platform, serta promosi atau cashback dari sistem pembayaran dan perbankan. 

    “Sehingga konsumen mendapatkan value yang nyata dan relevan,” tuturnya.

    Dia menambahkan bagi pelaku UMKM dan brand lokal, kampanye 12.12 masih menjadi salah satu momen paling penting dalam mendorong performa penjualan kuartal IV dan memperluas eksposur pasar. 

    Tak hanya transaksi, Budi menekankan kampanye tanggal kembar turut menggerakkan rantai ekosistem ekonomi digital secara lebih luas. 

    “Kampanye ini menggerakkan ekosistem ekonomi digital lebih luas yakni logistik, pembayaran, dan industri kreatif. Jadi, promo tanggal kembar tetap relevan sebagai pendorong konsumsi yang sehat dan kolaborasi lintas sektor,” katanya.

    Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkirakan total transaksi selama penggelaran Hari Belanja Nasional (Harbolnas) 2025 mencapai Rp35 triliun. Mayoritas dari transaksi tersebut diharapkan melibatkan UMKM lokal.

    Harbolnas akan digelar pada 10–16 Desember 2025, dengan puncak pelaksanaan pada 12 Desember 2025.

    “Diharapkan pada tahun 2025 ini Harbonas akan mencapai target sebesar Rp35 triliun,” kata Staf Khusus Menteri Komdigi Bidang Komunikasi dan Politik, Arnanto Nurprabowo, dalam Konferensi Pers Rapat Koordinasi Harbonas 2025 di Kantor Komdigi, Selasa (9/12/2025).

    Arnanto menjelaskan Harbolnas dirancang agar sebagian besar transaksi melibatkan produk UMKM lokal. Dia berharap ada peningkatan pertumbuhan transaksi UMKM pada kuartal terakhir 2025.

    “Dan ini kesemuanya tentunya kita berharap tema untuk mencintai produk Nusantara ini bisa terealisasi dan secara nyata pemerintah tentunya Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Meutya Hafid juga berharap meningkatkan penghasilan dan pendapatan UMKM nasional,” ujarnya.

  • Transaksi Harbolnas 2025 Ditargetkan Rp35 Triliun, Komdigi: Mayoritas UMKM Lokal

    Transaksi Harbolnas 2025 Ditargetkan Rp35 Triliun, Komdigi: Mayoritas UMKM Lokal

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkirakan total transaksi selama penggelaran Hari Belanja Nasional (Harbolnas) 2025 mencapai Rp35 triliun. Mayoritas dari transaksi tersebut diharapkan melibatkan UMKM lokal.

    Harbolnas akan digelar pada 10–16 Desember 2025, dengan puncak pelaksanaan pada 12 Desember 2025.

    “Diharapkan pada tahun 2025 ini Harbonas akan mencapai target sebesar Rp35 triliun,” kata Staf Khusus Menteri Komdigi Bidang Komunikasi dan Politik, Arnanto Nurprabowo, dalam Konferensi Pers Rapat Koordinasi Harbonas 2025 di Kantor Komdigi, Selasa (9/12/2025).

    Arnanto menjelaskan Harbolnas dirancang agar sebagian besar transaksi melibatkan produk UMKM lokal. Dia berharap ada peningkatan pertumbuhan transaksi UMKM pada kuartal terakhir 2025.

    “Dan ini kesemuanya tentunya kita berharap tema untuk mencintai produk Nusantara ini bisa terealisasi dan secara nyata pemerintah tentunya Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Meutya Hafid juga berharap meningkatkan penghasilan dan pendapatan UMKM nasional,” ujarnya.

    Komdigi juga memastikan akan melakukan sosialisasi dan publikasi secara masif agar program ini menjangkau tidak hanya kota-kota besar, tetapi juga seluruh wilayah Indonesia.

    “Sehingga teman-teman UMKM di daerah juga bisa mendapatkan manfaatnya,” ungkapnya.

    Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Hilmi Adrianto, mengatakan pihaknya berharap momentum Harbolnas tetap bisa menggerakkan perekonomian UMKM, termasuk di tengah bencana yang menimpa Aceh dan Sumatra. Dia menegaskan target Rp35 triliun masih realistis.

    “Kami masih optimis sebenarnya masih banyak promo-promo ini bisa menggairahkan dari penjualan produk lokal sendiri,” katanya.

    Hilmi menambahkan, meskipun sebagian pelaku UMKM di wilayah terdampak bencana belum dapat beroperasi penuh, masyarakat di daerah lain masih bisa berbelanja dan turut membantu pemulihan.

    “Agar bisa nantinya mereka juga terbantu dengan adanya program dari Hari Belanja Online Nasional ini,” ujarnya.

    Dia menjelaskan  banyaknya kampanye dan promo sepanjang periode Harbolnas diharapkan dapat meningkatkan transaksi. Harbolnas berlangsung pada 10–16 Desember dengan puncak di tanggal 12.12, dan selama enam hari tersebut promosi akan difokuskan pada produk lokal.

    “Sehingga kita harapkan peningkatan terhadap produk-produk lokal kemudian juga bagaimana masyarakat memilih dari produk lokal tersebut untuk bisa menjadi pilihan utama mereka. Ini kita sangat-sangat harapkan dapat terjadi pada Harbonas 2025 kali ini,” kata Hilmi.

  • Cara Cek Nama Penerima dan Prosedur Pencairan Dana Program Indonesia Pintar 2025

    Cara Cek Nama Penerima dan Prosedur Pencairan Dana Program Indonesia Pintar 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadirkan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk membantu siswa yang membutuhkan biaya pendidikan. Berikut ringkasan singkat untuk mengetahui apakah Anda atau anak Anda masuk didalam program tersebut.

    PIP memberikan dana tunai bagi siswa dari keluarga kurang mampu, dan saat ini pencairan sedang berlangsung. Untuk memastikan apakah anak Anda atau siswa terdaftar sebagai penerima PIP dan mengetahui cara pencairannya, berikut ini panduan lengkapnya:

    Untuk mengecek apakah siswa terdaftar sebagai penerima PIP, ikuti langkah-langkah berikut:

    1. Kunjungi Situs SIPINTAR

    Akses situs resmi SIPINTAR di https://pip.kemdikbud.go.id.

    2. Masukkan NISN dan NIK

    Di halaman utama, Anda akan diminta memasukkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pastikan data yang dimasukkan sesuai dengan yang terdaftar.

    3. Isi Nama Lengkap

    Lengkapi kolom nama lengkap sesuai data yang terdaftar.

    4. Verifikasi Captcha

    Sebagai langkah keamanan, Anda akan diminta untuk mengisi kode verifikasi (captcha).

    5. Klik “Cari Penerima PIP”

    Setelah semua kolom terisi dengan benar, klik tombol “Cari Penerima PIP” untuk melihat status penerimaan dana.

    Jika terdaftar sebagai penerima, Anda akan mendapatkan informasi terkait penerimaan PIP. Jika belum terdaftar, pastikan data yang dimasukkan benar atau hubungi pihak terkait untuk klarifikasi lebih lanjut.

    Cara Pencairan Dana PIP Desember 2025 

    Setelah memastikan penerimaan, langkah berikutnya adalah mencairkan dana PIP. Agar proses pencairan berjalan lancar, berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti:

    1. Aktivasi Rekening Bank

    Sebelum mencairkan dana, siswa atau orang tua/wali harus mengaktifkan rekening terlebih dahulu di bank penyalur PIP. Pastikan sudah memiliki rekening yang terdaftar.

    2. Siapkan Dokumen Persyaratan

    Jangan lupa membawa KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan Kartu Keluarga (KK) sebagai dokumen utama saat mengunjungi bank.

    3. Kunjungi Bank Penyalur Dana PIP

    Cari dan datangi bank yang ditunjuk sebagai penyalur dana PIP. Biasanya, bank ini sudah diumumkan saat pendaftaran.

    4. Isi Formulir Pembukaan Rekening

    Jika belum memiliki rekening, Anda akan diminta mengisi formulir pembukaan rekening untuk keperluan pencairan dana.

    5. Proses Aktivasi Rekening

    Setelah mengisi formulir, antre di teller dan informasikan bahwa Anda ingin mengaktifkan rekening untuk pencairan dana PIP. Teller bank akan memproses aktivasi dan memastikan dana tersedia di rekening.

    6. Cek Saldo Rekening

    Setelah rekening diaktifkan, pastikan untuk mengecek saldo rekening. Jika dana PIP sudah masuk, Anda bisa melanjutkan ke tahap berikutnya.

    7. Tarik Dana PIP

    Jika dana sudah ada di rekening, Anda bisa langsung melakukan penarikan melalui teller bank. Ikuti prosedur yang ditetapkan untuk menarik dana tersebut.

    Besaran Bantuan PIP 2025

    Besaran dana yang diterima tergantung pada jenjang pendidikan. Berikut adalah rincian bantuan yang bisa diterima siswa PIP 2025:

    -Siswa SD: Rp450.000 per tahun. Untuk siswa baru dan siswa kelas akhir, besaran dana adalah Rp225.000.

    -Siswa SMP: Rp750.000 per tahun. Untuk siswa baru dan siswa kelas akhir, dana yang diterima adalah Rp375.000.

    -Siswa SMA/SMK: Rp1.800.000 per tahun. Bagi siswa baru dan siswa kelas akhir, dana yang diterima sebesar Rp900.000.

    Penyaluran dana PIP melalui beberapa Bank Nasional, diantaranya adalah BAnk BRI untuk siswa SD dan SMP, Bank BNI untuk siswa SMP, dan Bank BSI untuk siswa/siswi yang berada di wilayah Aceh.

    PIP ini sangat penting bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dengan adanya dana ini, diharapkan bisa meringankan beban biaya pendidikan dan membantu siswa untuk tetap melanjutkan pendidikan mereka tanpa khawatir soal biaya. Dengan bantuan dari pemerintah ini, diharapkan semakin banyak anak-anak Indonesia yang memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan yang layak.

    Bagi orangtua atau siswa yang berhak, pastikan mengikuti prosedur dengan benar agar dana PIP bisa diterima dan digunakan untuk keperluan pendidikan. Jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan bantuan ini ya! (Nur Amalina)

  • Serangan Siber Tanpa Campur Tangan Manusia Diprediksi Makin Marak pada 2026

    Serangan Siber Tanpa Campur Tangan Manusia Diprediksi Makin Marak pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku kejahatan siber diprediksi makin merajalela pada 2026. Hal ini karena operasi mereka akan sepenuhnya terotomatisasi atau tanpa campur tangan manusia mulai dari pengintaian hingga pemerasan.

    Kemampuan ini didukung oleh perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan sistem otomasi yang kini berjalan dengan kecepatan, skala, dan kompleksitas yang sangat masif dan signifikan.

    Prediksi ini disampaikan Trend Micro Incorporated dalam laporan tahunan Security Predictions Report 2026 yang dirilis pada Selasa (9/12/2025). Perusahaan keamanan siber global asal Jepang ini memperingatkan bahwa tahun depan akan menjadi tonggak penting dalam transformasi kejahatan siber.

    Lead Forward-Looking Threat Research di Trend Micro Ryan Flores mengatakan kejahatan siber tidak lagi beroperasi sebagai industri jasa, melainkan menjadi industri yang sepenuhnya terotomatisasi.

    Menurutnya, para defender atau tim keamanan perusahaan kini menghadapi era di mana agen-agen AI dapat menemukan, mengeksploitasi, dan memonetisasi kelemahan tanpa campur tangan manusia.

    “Tantangan bagi para defender bukan sekadar mendeteksi serangan, tetapi juga mengimbangi tempo ancaman yang dikendalikan oleh mesin,” ujar Ryan dikutip Selasa (09/12/2025).

    Laporan tersebut menyoroti bagaimana AI generatif dan sistem agentik tengah mentransformasi ekonomi kejahatan siber.

    Pembobolan tanpa campur tangan manusia yang beradaptasi secara real time, malware polimorfik yang terus menulis ulang kodenya sendiri, dan social engineering berbasis deepfake akan menjadi alat standar penyerang.

    Otomatisasi yang sama juga diprediksi akan membanjiri perusahaan dengan kode sintetis, model AI yang dirusak, dan modul cacat yang tersembunyi di dalam alur kerja sah. Kondisi ini mengaburkan batas antara inovasi dan eksploitasi.

    Lingkungan hybrid cloud, rantai pasokan software, dan infrastruktur AI diprediksi menjadi target utama pada 2026. Paket open source yang dirusak, container image berbahaya, dan identitas cloud dengan hak akses berlebihan akan menjadi vektor serangan yang umum.

    Sementara itu, kelompok-kelompok yang disponsori negara akan makin beralih ke strategi “harvest-now, decrypt-later”. Sebagai informasi, strategi ini melibatkan pencurian data terenkripsi dengan keyakinan bahwa kemajuan komputasi kuantum di masa depan akan memungkinkan data tersebut didekripsi.

    Melansir dari laporan tersebut, ransomware berkembang menjadi ekosistem yang dikendalikan AI dengan kemampuan mengelola dirinya sendiri. Sistem ini mampu mengidentifikasi korban, mengeksploitasi kelemahan, dan bahkan bernegosiasi dengan target melalui bot pemerasan otomatis.

    Para peneliti ancaman di Trend Micro memprediksi bahwa upaya ini akan menjadi lebih cepat, lebih sulit dilacak, dan lebih persisten yang didorong oleh data bukan hanya enkripsi.

    Trend Micro menyarankan agar organisasi di seluruh dunia beralih dari pertahanan reaktif ke ketahanan proaktif. Caranya dengan mengintegrasikan keamanan dalam setiap lapisan pengadopsian AI, operasional cloud, dan pengelolaan rantai pasokan.

    Organisasi yang mengintegrasikan penggunaan AI etis, pertahanan adaptif, dan pengawasan manusia diprediksi akan meraih kesuksesan di masa depan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • 60,7% BTS di Aceh Masih Padam

    60,7% BTS di Aceh Masih Padam

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya pemulihan infrastruktur telekomunikasi pasca bencana di Aceh terkendala pasokan listrik. Akibatnya, sebanyak 60,7% Base Transceiver Station (BTS) di wilayah tersebut masih belum berfungsi meski perangkat dalam kondisi baik.

    Adapun banjir besar menerpa wilayah Aceh pada 28 November 2025 tengah malam. Dampaknya, sejumlah korban jiwa berjatuhan dan infrastruktur alami kerusakan.

    Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid melaporkan pemulihan jaringan di Sumatra Utara dan Sumatra Barat sudah mencapai 95% dan 97-98%. Namun, Aceh masih menjadi pekerjaan rumah terbesar.

    Meutya menegaskan hambatan utama pemulihan BTS di Aceh adalah ketiadaan pasokan daya listrik.

    “Kita masih punya PR di Aceh, yaitu 60,7% masih terdampak, ini dikarenakan power,” ujar Menteri Komdigi, dikutip di ruang Komisi 1 DPR RI Senin (9/12/2025).

    Menteri memproyeksikan pemulihan BTS dapat langsung melonjak hingga 75% jika pasokan listrik pulih. Kondisi ini juga menunjukkan ketergantungan mutlak infrastruktur telekomunikasi terhadap ketersediaan energi listrik.

    Komdigi mengakui percepatan pemulihan konektivitas di Aceh sangat bergantung pada kinerja Perusahaan Listrik Negara (PLN). Koordinasi lintas sektor ini menjadi titik kritis dalam penanganan pascabencana.

    “Kami akui untuk di Aceh kami masih perlu bekerja lebih giat lagi terkhusus bekerja sama dengan PLN, karena saat ini memang listriknya belum pulih sehingga BTS-BTS belum dapat berjalan dengan baik,” kata Menteri Komdigi.

    Untuk menjamin koordinasi tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah, Komdigi mengerahkan solusi berbasis satelit. Sebanyak 17 titik dilayani Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) dan 91 titik menggunakan Starlink, berdasarkan usulan masyarakat dan anggota Komisi I DPR.

    Penggunaan teknologi satelit ini ternyata memiliki keterbatasan teknis. Dalam rapat dengan Komisi I, terungkap Starlink tidak stabil saat digunakan secara bergerak di medan bencana.

    Anggota Komisi I DPR RI, Rachel Maryam menyampaikan laporan relawan lapangan soal kendala operasional Starlink.

    “Starlink itu kalau dia dalam keadaan diam dia bisa beroperasi, tapi kalau dia bergerak katanya dia hilang jaringannya,” ujar Maryam dalam rapat yang sama. Keterbatasan ini menambah kerumitan operasi penyelamatan yang menuntut mobilitas tinggi dari tim di lapangan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • 230 Organisasi Desak Penghentian Pembangunan Data Center Baru di AS

    230 Organisasi Desak Penghentian Pembangunan Data Center Baru di AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Lebih dari 230 organisasi pemerhati lingkungan menyerukan moratorium atas persetujuan dan pembangunan fasilitas baru pusat data atau data center seiring dengan tingginya permintaan energi bagi industri tersebut, yang makin memperburuk kondisi lingkungan.

    Dilansir dari TechCrunch pada Selasa (9/12/2025), salah satu kelompok lingkungan yang ikut berpendapat mengatakan bahwa pembangunan pusat data baru dapat memperburuk dampak negatif dari perkembangan teknologi AI yang sudah menimbulkan banyak kekhawatiran. 

    Mereka juga memperingatkan potensi dampak buruk yang bisa dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.

    “Semua ini justru memperburuk dampak AI yang sudah cukup signifikan, seperti hilangnya lapangan kerja, ketidakstabilan sosial, dan konsentrasi ekonomi yang semakin tajam,” kata kelompok lingkungan tersebut.

    Lebih dari 230 organisasi lingkungan, termasuk Greenpeace, Food & Water Watch, dan Friends of the Earth, telah menandatangani surat terbuka yang mendesak anggota Kongres untuk mendukung moratorium nasional terhadap persetujuan dan pembangunan pusat data baru. Alasan utamanya adalah lonjakan konsumsi listrik dan air yang terus meningkat, yang berdampak langsung pada masyarakat.

    “Pertumbuhan pesat pusat data yang sebagian besar tidak diatur, yang dipicu oleh perkembangan AI dan kripto, telah mengganggu banyak komunitas dan mengancam keamanan ekonomi, lingkungan, serta ketahanan air bagi rakyat Amerika,” demikian bunyi surat terbuka tersebut.

    Pusat data baru ternyata turut berkontribusi pada kenaikan harga energi di berbagai daerah.

    Beberapa studi menunjukkan hubungan antara pembangunan pusat data dan kenaikan tarif listrik. Sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh perusahaan instalasi surya Sunrun menemukan bahwa 8 dari 10 konsumen merasa khawatir bahwa keberadaan pusat data akan berdampak negatif pada tagihan listrik mereka.

    Harga listrik di AS telah meningkat sebesar 13% tahun ini, lonjakan terbesar dalam satu dekade terakhir. Kenaikan ini diperkirakan akan lebih terasa di negara bagian seperti Virginia, Pennsylvania, Ohio, Illinois, dan New Jersey, yang sedang menghadapi peningkatan kapasitas pusat data terbesar.

    Menurut perkiraan, permintaan energi untuk pusat data akan meningkat hampir tiga kali lipat dalam dekade mendatang, dari 40 gigawatt saat ini menjadi 106 gigawatt pada tahun 2035. Yang lebih mencolok adalah fakta bahwa sebagian besar peningkatan ini akan terjadi di daerah pedesaan, yang selama ini belum memiliki infrastruktur energi yang memadai.

    Aksi protes terhadap pembangunan pusat data juga semakin marak. Baru-baru ini, para demonstran berunjuk rasa di luar kantor pusat DTE Energy di Detroit, yang sedang mengajukan izin kepada Komisi Layanan Publik Michigan untuk memasok listrik bagi pusat data berkapasitas 1,4 gigawatt yang akan melayani perusahaan seperti OpenAI dan Oracle.

    Para demonstran mengungkapkan kekhawatiran mereka bahwa pusat data tersebut akan meningkatkan tagihan listrik, menggunakan air bersih dalam jumlah besar, dan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah.

    Di Wisconsin, tiga orang bahkan ditangkap saat mengikuti rapat dewan umum mengenai pusat data 902 megawatt yang merupakan bagian dari proyek Stargate milik OpenAI dan Oracle. (Nur Amalina)

  • SoftBank dan NVIDIA Dikabarkan Investasi Rp16,65 triliun di Skild AI

    SoftBank dan NVIDIA Dikabarkan Investasi Rp16,65 triliun di Skild AI

    Bisnis.com, JAKARTA— SoftBank Group dan Nvidia dilaporkan tengah melakukan pembicaraan untuk memimpin pendanaan lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp16,65 triliun bagi Skild AI. 

    Skild AI merupakan perusahaan perangkat lunak yang mengembangkan model dasar untuk robotika. Pendanaan ini akan menetapkan valuasi Skild AI di angka US$14 miliar atau sekitar Rp233,1 triliun, hampir tiga kali lipat dari valuasi sebelumnya.

    Menurut laporan Reuters, startup berusia hampir tiga tahun itu terakhir kali mengantongi pendanaan US$500 juta atau sekitar Rp8,325 triliun pada Mei lalu dengan valuasi US$4,7 miliar sekitar Rp78,255 triliun. 

    Pendanaan tersebut dipimpin oleh SoftBank bersama LG Technology Ventures, Samsung, Nvidia, dan investor lainnya. Pihak Skild belum memberikan komentar, sementara SoftBank dan Nvidia menolak menanggapi laporan tersebut.

    Berbeda dari sejumlah startup robotika yang mengembangkan perangkat keras sendiri, Skild AI memilih fokus pada pengembangan model fondasi robotik yang bersifat agnostik, sehingga dapat disesuaikan untuk berbagai jenis robot dan beragam kebutuhan industri. 

    Pada Juli lalu, perusahaan memperkenalkan Skild Brain, model robot serbaguna yang dipamerkan melalui video demonstrasi, memperlihatkan robot mampu mengambil piring hingga menaiki dan menuruni tangga.

    Skild juga telah menjalin kemitraan strategis dengan LG CNS dan Hewlett Packard Enterprise untuk memperluas ekosistem teknologinya.

    Minat investor terhadap segmen AI robotika terus meningkat. Perusahaan lain bernama Physical Intelligence, yang juga mengembangkan “otak” bagi berbagai jenis robot, disebut telah mengumpulkan US$600 juta atau sekitar Rp9,99 triliun dengan valuasi US$5,6 miliar atau sekitar Rp93,24 triliun dalam putaran pendanaan yang dipimpin oleh CapitalG. 

    Namun, salah satu investor yang menolak berpartisipasi menyebut model perusahaan tersebut masih dalam tahap awal pengembangan.

    Pada September lalu, Figure, perusahaan yang mengembangkan robot humanoid, berhasil menghimpun lebih dari US$1 miliar setidaknya Rp16,65 triliun dengan valuasi mencapai US$39 miliar atau sekitar Rp649,35 triliun. 

    Menurut laporan The Information beberapa bulan lalu, perusahaan humanoid lainnya, 1X, dilaporkan sedang dalam pembicaraan untuk memperoleh pendanaan hingga US$1 miliar atau sekitar Rp16,65 triliun dengan valuasi US$10 miliar atau sekitar Rp166,5 triliun.

  • Komisi I Minta Komdigi Luruskan Narasi Negara Tak Hadir di Aceh-Sumatra

    Komisi I Minta Komdigi Luruskan Narasi Negara Tak Hadir di Aceh-Sumatra

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi I DPR RI fraksi partai Gerindra Endipat Wijaya menyoroti kelemahan strategi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang dinilai gagal mengimbangi kecepatan arus informasi di media sosial. 

    Sorotan tajam itu tertuju pada fenomena di mana bantuan negara yang masif dalam penanggulangan bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat justru tertutup oleh persepsi publik bahwa “negara tidak hadir”.

    Hal ini terungkap dalam pembahasan mengenai pentingnya amplifikasi informasi strategis guna menangkal disinformasi yang kian masif menyebar di masyarakat.

    Wijaya mengungkapkan fakta ironis yang terjadi di lapangan. Menurut dia, pemerintah sejatinya telah bergerak cepat dengan mengerahkan sumber daya yang sangat besar.

    “Ada orang yang baru datang bikin 1 posko, ngomong pemerintah tidak ada”, ujarnya di ruang Komisi 1 DPR RI Senin (08/12/2025).

    Bantuan logistik telah mencapai 20 ton yang telah disalurkan, didukung dengan alokasi anggaran mencapai triliunan rupiah untuk penanggulangan dampak bencana di wilayah-wilayah tersebut, tambahnya.

    Namun, besarnya upaya dan anggaran yang dikucurkan negara tersebut dinilai “kalah viral” dibandingkan narasi-narasi alternatif yang beredar di media sosial. Akibatnya, muncul citra negatif yang kuat di masyarakat bahwa upaya pemerintah diremehkan atau bahkan dianggap tidak ada sama sekali.

    Komisi I juga mengidentifikasi adanya fenomena yang disebut sebagai “The One Who Stole the Show”.

    Fenomena ini merujuk pada pola di mana individu atau kelompok tertentu yang mungkin hanya datang sesaat ke lokasi bencana justru berhasil mendominasi ruang percakapan publik. 

    Aksi mereka yang seringkali sporadis berhasil menjadi viral dan “mencuri panggung”, secara efektif mengalahkan eksposur terhadap kerja sistematis, terstruktur, dan masif yang dilakukan oleh aparatur pemerintah.

    DRR RI menunjukkan kekhawatiran ketika konten-konten viral tersebut membentuk opini publik bahwa aktor-aktor individual inilah yang paling berjasa, sementara peran negara terpinggirkan dari kesadaran publik.

    Situasi ini dinilai telah menciptakan disinformasi yang “sangat tidak baik” terkait kepentingan umum. Narasi “negara tidak hadir” yang terbentuk akibat kekalahan dalam perang informasi ini dianggap berbahaya karena dapat menggerus kepercayaan publik terhadap institusi negara.

    “Jadi yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian sehingga ke depan tidak ada lagi informasi yang seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana. Padahal negara sudah hadir.” tambah Wijaya.

    Wijaya juga menegaskan bahwa amplifikasi informasi strategis kini menjadi kebutuhan yang mendesak. Pemerintah didorong untuk tidak hanya fokus pada kerja teknis di lapangan, tetapi juga harus memenangkan narasi di ruang digital. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Rumah Sakit di Korsel Terkena Ransomware, Peretas Minta Tebusan Bitcoin

    Rumah Sakit di Korsel Terkena Ransomware, Peretas Minta Tebusan Bitcoin

    Bisnis.com, JAKARTA — Rumah sakit di Korea Selatan alami penderitaan akibat serangan ransomware dan kebocoran data yang mengekspos informasi medis sensitif. Peretas kemudian meminta tebusan berupa bitcoin.

    Melansir dari Korea JoongAng Daily Senin (08/12/2025), para pejabat medis setempat mengungkapkan bahwa mayoritas fasilitas kesehatan masih sangat rentan terhadap serangan digital. 

    Lemahnya infrastruktur keamanan siber serta ancaman dari orang dalam menjadi celah utama yang dieksploitasi pelaku kejahatan.

    Salah satu insiden mencolok menimpa sebuah rumah sakit di Seoul yang baru-baru ini, yang menyasar sistem rekam medis elektronik mereka. 

    Para peretas melancarkan serangan ransomware dan menuntut pembayaran dalam jumlah besar menggunakan Bitcoin.

    Demi memulihkan operasional, manajemen rumah sakit akhirnya memilih membayar tebusan tersebut. Namun, tindakan kontroversial itu adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum medis yang berlaku. 

    Pasalnya, pihak rumah sakit tidak melaporkan kejadian itu kepada Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan.

    Modus serangan kian canggih juga terungkap dalam kasus di rumah sakit besar lainnya. Peretas berhasil menyusup melalui jaringan bypass sekunder yang tidak memiliki kontrol keamanan memadai.

    Kepala Pusat Perlindungan Informasi Medis Korea Social Security Information Service (SSIS)n Lee Sung-hoon menjelaskan bahwa serangan kini bersifat berlapis.

    “Penyerang menanamkan kode malware terlebih dahulu, meluncurkan program ransomware, kemudian mencoba serangan ketiga untuk mencuri data internal,” ujar Lee.

    Beruntung, dalam kasus jaringan bypass tersebut, sistem pemantauan SSIS berhasil mendeteksi anomali dan menginstruksikan staf untuk segera mencabut kabel LAN, sehingga krisis dapat dihindari. SSIS mencatat telah mendeteksi sekitar 200 upaya serangan sepanjang tahun lalu dan tahun ini.

    Kendati risiko tinggi, adopsi layanan keamanan di sektor ini masih sangat rendah karena kendala biaya. Layanan pemantauan SSIS memakan biaya 12 juta hingga 18 juta won (sekitar Rp 136 juta hingga Rp 204 juta) per tahun.

    Data juga menunjukkan ketimpangan adopsi yang mengkhawatirkan, yakni hanya 19 dari 35 rumah sakit umum swasta dan 20 dari 270 rumah sakit umum yang menggunakan layanan ini. Angka ini makin tragis di tingkat fasilitas pertama, di mana dari 70.000 klinik lokal, hanya 5 yang terdaftar menggunakan layanan proteksi tersebut.

    Selain ancaman eksternal, kebocoran data internal juga menjadi sorotan. Pada Juli 2023, Komisi Perlindungan Informasi Pribadi menemukan 17 rumah sakit besar membocorkan data pribadi 180.000 pasien. Investigasi mengungkap karyawan memotret atau mengunduh data pasien ke USB untuk diserahkan ke perusahaan farmasi. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Elon Musk (X) Balas Blokir Akun Iklan Komisi Eropa Setelah Didenda Rp2,3 Triliun

    Elon Musk (X) Balas Blokir Akun Iklan Komisi Eropa Setelah Didenda Rp2,3 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketegangan antara platform X, platform media sosial milik Elon Musk, dan regulator Uni Eropa memuncak pada akhir pekan ini. 

    Manajemen X secara resmi menutup akun iklan milik Komisi Eropa tak lama setelah lembaga tersebut menjatuhkan denda sebesar US$140 juta dollar atau sekitar Rp2,3 triliun kepada perusahaan milik Elon Musk tersebut.

    Sanksi finansial itu merupakan denda pertama yang dikeluarkan Komisi Eropa di bawah aturan Digital Services Act (DSA). 

    Regulator menilai sistem verifikasi berbayar centang biru X bersifat menyesatkan dan membuat pengguna rentan terhadap penipuan serta peniruan identitas. Selain itu, repositori iklan X juga dinilai gagal memenuhi standar transparansi yang diwajibkan undang-undang.

    Melansir dari TechCrunch Senin (08/12/2025), Head of Product X, Nikita Bier, merespons dengan mengumumkan langkah balasan yang kontroversial. 

    Bier menegaskan bahwa penutupan akun iklan Komisi Eropa bukan disebabkan oleh denda yang dijatuhkan, melainkan karena temuan teknis mengenai aktivitas akun tersebut.

    Bier menuduh Komisi Eropa telah masuk ke dalam “akun iklan yang tidak aktif” (dormant ad account) untuk memanfaatkan celah keamanan pada fitur Ad Composer. 

    Celah ini diduga digunakan untuk memposting tautan yang menipu pengguna agar mengira konten tersebut adalah video, sekaligus untuk meningkatkan jangkauan postingan secara artifisial.

    “Seperti yang Anda ketahui, X percaya bahwa setiap orang harus memiliki suara yang setara di platform kami. Namun, tampaknya Anda (Komisi Eropa) percaya bahwa aturan tidak berlaku untuk akun Anda,” tulis Bier dikutip Senin (08/12/2025).

    Bier menambahkan bahwa akun iklan Komisi tersebut kini telah dihentikan. Dia juga mengklaim bahwa celah tersebut belum pernah disalahgunakan sedemikian rupa sebelumnya dan saat ini telah diperbaiki.

    Di sisi lain, pemilik X, Elon Musk, memberikan reaksi keras terhadap denda tersebut. Dalam unggahannya, Musk menyebut keputusan denda itu sebagai “omong kosong” dan menyuarakan sentimen anti-Uni Eropa dengan tagar “AbolishTheEU”.

    Menanggapi tuduhan X, juru bicara Komisi Eropa memberikan klarifikasi kepada TechCrunch. Pihaknya membantah melakukan manipulasi dan menegaskan bahwa Komisi selalu menggunakan platform media sosial dengan itikad baik.

    “Komisi hanya menggunakan alat yang disediakan oleh platform itu sendiri untuk akun korporat kami, dalam hal ini adalah alat ‘Post Composer’ di X,” ujar juru bicara tersebut.

    Pihak Komisi Eropa menekankan bahwa mereka mengharapkan alat-alat yang disediakan platform sejalan dengan syarat dan ketentuan serta kerangka hukum yang berlaku. Menariknya, juru bicara tersebut juga mengungkapkan fakta bahwa Komisi sebenarnya telah menangguhkan aktivitas periklanan berbayar di X sejak Oktober 2023, dan kebijakan tersebut masih berlaku hingga saat ini.

    Terlepas dari perseteruan ini, X kini dihadapkan pada ultimatum ketat. Regulator memberikan waktu 60 hari bagi X untuk menanggapi masalah centang biru dan 90 hari untuk pelanggaran transparansi iklan. Jika gagal mematuhi tenggat waktu tersebut, perusahaan berisiko menghadapi hukuman tambahan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)