Category: Beritasatu.com Nasional

  • Cegah Judi Online, DPR Dukung Kemenkomdigi Tutup Situs Pemerintah yang Tak Aktif

    Cegah Judi Online, DPR Dukung Kemenkomdigi Tutup Situs Pemerintah yang Tak Aktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi I DPR Syamsu Rizal mendukung langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) untuk menutup situs web dan akun media sosial pemerintah yang tidak aktif. Kebijakan ini dinilai penting dalam mencegah penyalahgunaan situs oleh pelaku judi online (judol) serta meningkatkan keamanan siber nasional.

    “Kebijakan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam melindungi aset digital negara dan data publik dari ancaman kejahatan siber. Ini momentum baik untuk mempercepat transformasi digital yang aman dan berintegritas,” ujar Syamsu Rizal di Jakarta, Minggu (2/3/2025), seperti dilansir Antara.

    Sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) Judol, Syamsu Rizal menegaskan, banyak situs pemerintah yang tidak aktif telah dimanfaatkan pelaku judi online untuk beroperasi secara ilegal. Terkait hal itu, langkah Kemenkomdigi dinilai sebagai tindakan yang tepat dan harus didukung penuh.

    “Kami di Panja Judol telah melihat langsung bagaimana situs web pemerintah yang tidak aktif disalahgunakan oleh pelaku judol. Langkah Kemenkomdigi ini sangat tepat dan perlu didukung penuh,” jelasnya.

    Meski demikian, Syamsu Rizal menekankan pentingnya pemetaan jumlah situs yang tidak aktif dan analisis penyebabnya, apakah karena keterbatasan anggaran, kurangnya sumber daya manusia (SDM), atau faktor lainnya.

    Jika ketidakaktifan situs web pemerintah disebabkan oleh keterbatasan anggaran, Syamsu Rizal menyarankan alokasi dana khusus untuk pemeliharaan situs serta peningkatan sistem keamanan siber. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan yang melibatkan perguruan tinggi dan industri teknologi.

    Selain itu, ia mendorong pemantauan rutin terhadap keamanan dan keaktifan situs pemerintah. Bahkan, DPR menyarankan adanya penghargaan bagi instansi yang inovatif serta sanksi bagi yang lalai dalam mengelola situs web mereka.

    “Komisi I DPR siap mendukung kebijakan ini melalui fungsi anggaran dan pengawasan agar dapat berjalan berkelanjutan,” tegasnya.

    Selain menutup situs yang tidak aktif, Syamsu Rizal menilai Kemenkomdigi perlu mengonsolidasikan layanan digital pemerintah. Ia mengajak seluruh instansi pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki infrastruktur digital agar lebih modern dan aman.

    Ia juga menekankan pentingnya migrasi konten penting dari situs yang tidak aktif ke platform terpusat yang lebih aman. Langkah ini akan memudahkan masyarakat mengakses informasi tanpa risiko diretas atau disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

    “Ini adalah langkah awal dalam memperkuat infrastruktur digital, meningkatkan layanan publik berbasis teknologi, dan mengoptimalkan anggaran TI secara lebih tepat sasaran,” pungkasnya terkait penutupa situs web dan akun media sosial pemerintah yang tidak aktif.

  • Menjemput Berkah Ramadan

    Menjemput Berkah Ramadan

    Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan dari Allah Swt. Pada  bulan suci ini, setiap muslim memiliki kesempatan emas untuk memperbanyak ibadah dan  mempererat hubungan sosial. Salah satu ibadah yang terdapat dalam bulan ini adalah puasa.  Puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, juga melatih kesabaran,  meningkatkan ketakwaan, dan menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama.  

    Selain itu, Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk merenungi diri, memperdalam  spiritualitas, serta memperkuat solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian,  bulan ini menjadi momentum berharga untuk membangun kesadaran akan pentingnya  pembinaan jiwa dan penguatan nilai-nilai sosial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

    Ramadan sebagai Momentum Peningkatan Spiritual 

    Setiap manusia membutuhkan latihan untuk mengendalikan diri, memperkuat kesabaran,  dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Salah satu bentuk ibadah yang dianugerahkan  kepada umat Islam sebagai sarana pembinaan spiritual adalah puasa. Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, juga mengajarkan disiplin, empati terhadap  sesama, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kewajiban puasa ini telah Allah Swt tetapkan  bagi orang-orang beriman, sebagaimana dijelaskan dalam Firman ALLAH SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 183:

    يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ‏ ١٨٣ 

    yâ ayyuhalladzîna âmanû kutiba ‘alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alalladzîna ming qablikum la‘allakum tattaqûn

    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

    Dalam ayat ini, Allah Swt menyeru hamba-hambanya yang beriman untuk berpuasa. Hal ini menunjukkan  cintanya kepada mereka. Setelah seruan tersebut, Allah Swt menetapkan syariat puasa. Tujuannya agar setiap hamba mencapai derajat takwa. Puasa melatih seseorang untuk  mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dan memperkuat  hubungan spiritual. Nilai-nilai spiritual dalam puasa adalah: 

    1. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt

    Puasa adalah ibadah yang mengajarkan umat muslim untuk mengendalikan hawa nafsu dan  mendekatkan diri kepada Allah. Dengan berpuasa, umat dituntut menahan diri dari hal-hal yang dihalalkan di luar Ramadan, seperti makan dan minum. Salah satu tujuan  utama puasa dalam Al-Qur’an adalah membuat umat bertakwa. 

    Sebagai contoh, orang yang berhenti ketika lampu merah lalu menengok ke kiri  dan ke kanan tidak mendapati petugas, maka ia akan menerobos lampu lalu lintas tersebut. Artinya? Ia hanya takut ketika ada yang melihatnya. Namun orang yang benar-benar bertakwa akan menunggu lampu hijau menyala, karena ia menyadari betul bahwa  di mana pun berada, pasti akan selalu berada dalam pengawasan Allah. Inilah tujuan puasa, yakni menjadi hamba yang benar-benar betakwa, sebagaimana hadis Nabi SAW:

    ….اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

    “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.” (HR al-Tirmidzi)

  • Fenomena Konsumsi pada Bulan Ramadan: Momentum Ekonomi atau Pola Konsumtif?

    Fenomena Konsumsi pada Bulan Ramadan: Momentum Ekonomi atau Pola Konsumtif?

    Jakarta, Beritasatu.com – Fenomena Ramadan pada setiap tahun selalu membuat umat muslim bergembira menyambutnya. Umat senantiasa menunggu-nunggu dan menyambut dengan riang bahkan melalui ucapan yang khas, marhaban yaa Ramadhan. Sambutan ini disertai dengan persiapan amaliah ibadah puasa sebulan penuh selama Ramadhn bersama ibadah-ibadah lain (Utomo, 2024: 14).

    Senada dengan hal tersebut, Ramadan adalah bulan yang identik dengan ibadah, kesederhanaan, dan peningkatan spiritualitas. Namun, realitas ekonomi menunjukkan bahwa bulan ini juga menjadi momen peningkatan konsumsi masyarakat muslim secara signifikan. Fenomena ini terlihat dari lonjakan pembelian bahan makanan, pakaian, dan barang konsumsi lainnya. 

    Mengapa hal ini terjadi? Bagaimana perspektif Islam terhadap fenomena ini? Bagaimana Islam mengajarkan keseimbangan antara konsumsi dan spiritualitas.

    Peningkatan Konsumsi selama Ramadan

    Secara empiris, berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat selama Ramadan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Habriyanto mengungkapkan bahwa pengeluaran konsumsi untuk makanan dan minuman per hari meningkat sekitar 41% hingga 50% selama bulan Ramadan dibandingkan dengan sebelum Ramadan (Habriyanto, 2019: 75-80).  Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh SurveySensum, rata-rata anggaran belanja masyarakat pada Ramadan 2022 tercatat sebesar Rp 6,9 juta, mengalami kenaikan sekitar 10% dibandingkan dengan Ramadan 2020 (Reza Pahlevi, 2022).

    Pada artikel lain menyatakan periode Ramadan dan Idul Fitri menjadi puncak konsumsi  masyarakat di Indonesia. Permintaan akan barang dan jasa melonjak tajam selama periode ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tradisi berbuka puasa bersama, persiapan menyambut Idulfitri yang meningkatkan daya beli masyarakat.  

    Bulan Ramadan merupakan momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain sebagai waktu untuk meningkatkan ibadah dan refleksi spiritual, Ramadan juga membawa dampak signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal peningkatan konsumsi masyarakat. 

    Perspektif Syariat tentang Konsumsi

    Dalam Islam, konsumsi diatur sedemikian rupa agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat. Al-Qur’an dan Hadis memberikan pedoman jelas mengenai bagaimana seorang Muslim seharusnya mengatur pola konsumsinya.

    Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan adalah Surah al-A’raf/7: ayat 31:

    يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

    “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

    Ayat ini menekankan pentingnya mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, bergizi, serta tidak membahayakan kesehatan. Dalam segala hal, termasuk ibadah, makan, dan minum, dianjurkan untuk tidak berlebihan, karena Allah tidak menyukai perilaku yang melampaui batas.

    Sementara ulama menyatakan bahwa ayat ini turun ketika beberapa  orang sahabat Nabi SAW. bermaksud meniru kelompok al-Hummas, yakni kelompok suku Quraisy dan keturunannya yang sangat menggebu-gebu semangat beragamanya sehingga enggan bertawaf kecuali memakai pakaian baru yang belum pernah dipakai melakukan dosa, serta sangat ketat dalam memilih makanan serta kadarnya ketika melaksanakan ibadah haji. Sementara sahabat Nabi saw berkata: “Kita lebih wajar melakukan hal demikian daripada al-Hummas.” Nah, ayat di atas turun menegur dan memberi petunjuk bagaimana yang seharusnya dilakukan (Shihab,  2002: 72-75).

    Bagian akhir ayat ini menegaskan prinsip kesehatan yang juga diakui oleh para ilmuwan, terlepas dari keyakinan mereka. Perintah untuk makan dan minum tanpa berlebihan mengajarkan keseimbangan yang harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Kebutuhan seseorang bisa berbeda dengan yang lain, sehingga tidak ada ukuran baku yang sama untuk semua. Oleh karena itu, ayat ini menanamkan sikap proporsional (Shihab,  2002: 72-75).

    Ayat ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam konsumsi dan menghindari perilaku berlebihan. Dalam konteks Ramadan, seorang muslim dianjurkan untuk tetap mengendalikan diri dan tidak terjerumus dalam perilaku konsumtif yang berlebihan.

    Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga memberikan contoh dalam kesederhanaan saat berbuka puasa. Beliau menganjurkan untuk berbuka dengan kurma dan air, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتُمَيْرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

    “Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma basah),  jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air”. (HR. Abu Dawud).

    Hadis ini mengajarkan bahwa tujuan utama puasa adalah pengendalian diri dan peningkatan ketakwaan, bukan pemuasan nafsu makan secara berlebihan. 

  • Menggali Makna Spirit Sosial Lailatul Qadr dalam Tafsir Mafatih Al Ghaib

    Menggali Makna Spirit Sosial Lailatul Qadr dalam Tafsir Mafatih Al Ghaib

    Lailatul Qadr, atau Malam Kemuliaan, merupakan salah satu malam yang paling ditunggu-tunggu dalam bulan Ramadan. Dalam tradisi Islam, malam ini diyakini sebagai waktu di mana Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan Lailatul Qadr tidak hanya terletak pada nilai spiritualnya, tetapi juga pada dampak sosial yang dapat ditimbulkannya. Dalam konteks ini, penting untuk menggali makna spirit sosial yang terkandung dalam malam yang penuh berkah ini, terutama melalui tafsir yang mendalam seperti yang terdapat dalam Mafatih Al Ghaib.

    Tafsir Mafatih Al Ghaib memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai berbagai aspek ajaran Islam, termasuk Lailatul Qadr. Melalui tafsir ini, kita dapat memahami lebih dalam tentang bagaimana malam ini tidak hanya menjadi momen ibadah, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat solidaritas sosial di antara umat. Dalam masyarakat yang sering kali diwarnai oleh perpecahan dan ketidakadilan, spirit sosial yang terkandung dalam Lailatul Qadr dapat menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan kerja sama dalam membangun komunitas yang lebih baik.

    Melalui artikel ini, penulis berupaya untuk menggali lebih dalam makna spirit sosial Lailatul Qadr dalam Tafsir Mafatih Al Ghaib. Dengan pendekatan ini, diharapkan pembaca dapat memahami bagaimana malam yang penuh berkah ini dapat menjadi pendorong bagi individu dan masyarakat untuk berbuat lebih banyak dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan berkeadilan. Dengan demikian, Lailatul Qadr tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga sebuah panggilan untuk aksi sosial yang nyata.

    Menggali Makna Spirit Sosial Lailatul QadrIlustrasi malam lailatul qadar. – (Freepik/-)

    Di sepuluh terakhir bulan Ramadan, term Al-Qur’an Lailatul Qadr senantiasa menjadi “mesin” motivasi masyarakat Muslim dalam peningkatan spiritual. Mayoritas mereka termotivasi dengan keistimewaan dan nilai pahala yang terkandung dalam term Al-Qur’an tersebut. 

    Selain itu, didukung dengan redaksi Al-Qur’an yang jelas dalam menjelaskan keistimewaan Lailatul Qadr, khair min alfi sahr, lebih baik dari seribu bulan. Namun, kebanyakan nalar masyarakat hanya terbatas sampai redaksi tersebut, yakni ayat ketiga surat Al-Qadr. 

    Padahal, Al-Qur’an telah memberikan isyarat bahwa ayat setelahnya memiliki keterkaitan yang tentunya memiliki kesatuan makna yang tak terpisahkan. Maka dalam tulisan ini, penulis akan mengawali pembahasan dengan langsung fokus di ayat keempat surat Al-Qadr:

    Pada saat menafsirkan surat Al-Qadr ayat keempat, tanazzalu al-malaikah wa al-ruh fiha bi idzni rabbihim min kulli amr, Fakhruddin Al-Razi mengurai karakteristik ungkapan:

    اعلم أن نظر المالئكة على األرواح ، ونظر البشر على األشباح

    Artinya: Ketahuilah bahwa yang dipandang oleh malaikat adalah dimensi ruh, sedangkan yang dipandang oleh manusia adalah dimensi fisik.

    Menurut Al-Razi, jika para malaikat menemukan hati manusia menjadi tempat bersemayamnya sifat-sifat tercela seperti marah dan syahwat duniawi, maka mereka enggan mendekatinya. Sebagaimana manusia yang merasa jijik melihat bentuk anaknya yang masih berupa air mani atau gumpalan darah, tetapi langsung menerimanya ketika Allah menciptakan dan membentuknya dalam rupa yang sempurna. 

    Begitu juga dengan malaikat. Ketika mereka melihat ruh manusia dalam kondisi yang baik, berisi makrifat dan ketaatan kepada Allah, mereka sangat menyukai hal itu dan akan turun ke bumi untuk mendatanginya (Tafsir Mafatihul Ghaib Juz 16).  Dalam hal ini ada dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, karakteristik malaikat yang menyukai pribadi-pribadi manusia yang bersih. 

    Kedua, fungsi keberadaan malaikat yang mengiringi turunnya Al-Qur’an pada malam mulia tersebut.  Selanjutnya, pada penggalan ayat berikutnya dijelaskan bahwa turunnya malaikat terikat dengan izin Tuhan, bi idzni rabbihim. 

    Al-Razi menjelaskan bahwa ketergantungan malaikat terhadap izin Tuhan menunjukkan bahwa mereka memiliki kerinduan besar untuk bertemu dengan penduduk bumi, tetapi terhalang oleh ketetapan-Nya. Jika mendapatkan izin, mereka turun; jika tidak, mereka tetap di langit. Menurut Al-Razi, faktor yang menyebabkan para malaikat sangat ingin turun adalah adanya kebaikan-kebaikan makhluk bumi yang tidak pernah terjadi di langit, yaitu:

    أن الأغنياء يجيئون بالطعام من بيوتهم فيجعلونه ضيافة للفقراء والفقراء يأكلون طعام الأغنياء ويعبدون الله

    Artinya: Para dermawan membawa makanan dari rumahnya, makanan tersebut dijadikan sebagai jamuan bagi orang-orang fakir. Kemudian, orang-orang fakir tersebut memakan makanan tersebut dan mereka beribadah kepada Allah SWT.

    أنهم يسمعون أنين العصاة

    Artinya: Para malaikat mampu mendengar rintihan para pendosa.

    أنه تعالى قال : ألنين المذنبين أحب إلي من زجل المسبحين

    Artinya: Allah berfirman: “Rintihan para pendosa lebih Aku cintai daripada orang yang banyak bertasbih.” (Tafsir Mafatihul Ghaib Juz 16)

    Dari tiga sebab ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa ada dua hal yang menyebabkan para penduduk langit tertarik dengan penduduk bumi, yaitu spiritual individu dan spiritual sosial.

    Spiritual individu di sini digambarkan dengan proses pensucian diri. Para penduduk bumi yang melakukan penyucian jiwa dari sifat-sifat negatif menebarkan “aroma” spiritual yang menyebabkan penduduk langit tertarik. Cara penyucian jiwa tersebut dilakukan dengan meminimalisir amarah syaithaniyyah, belenggu syahwat duniawi, dan perbuatan-perbuatan yang bisa mengotori hati. Sehingga, pada saat hati berada dalam proses pensucian, para malaikat yang terbuat dari cahaya suci “rindu” ingin segera menemui jiwa-jiwa yang suci.

    Selain spiritual individu, spirit sosial juga menjadi bagian penting untuk diperhatikan karena dua hal ini merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan oleh para pencari keistimewaan Lailatul Qadr. Potret spirit sosial yang dijelaskan Al-Razi dalam tafsir membentuk sebuah prinsip serta nilai spirit sosial dalam Lailatul Qadr. 

    Gambaran Al-Razi tentang para dermawan yang memberi jamuan kepada fakir miskin, dan fakir miskin yang dalam keadaan kenyang beribadah, memberikan isyarat bahwa jika manusia ingin mendapatkan keistimewaan Lailatul Qadr dan “didatangi” oleh para malaikat, maka ia harus memiliki prinsip-prinsip sosial seperti kepedulian terhadap sesama, solidaritas, partisipasi aktif, empati, tanggung jawab sosial, serta keadilan sosial.

    KesimpulanMalam lailatulqadar adalah malam yang memiliki keutamaan luar biasa dalam Islam. Keutamaannya disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an, terutama dalam surah Al-Qadr. – (Pixabay/Bru-No)

    Berdasarkan Tafsir Mafatih Al-Ghaib karya Fakhruddin Al-Razi, Lailatul Qadr memiliki makna quranic yang sangat luas. Lailatul Qadr ditafsirkan sebagai fungsi sosial dalam pembentukan karakter masyarakat Qurani. Pencarian keistimewaan Lailatul Qadr tidak cukup hanya dengan meningkatkan ibadah individual di sepuluh terakhir bulan Ramadan, tetapi harus diawali dengan pensucian diri dan penerapan prinsip-prinsip sosial agar jiwa kita “dikenal” oleh para penduduk langit.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Berburu Takjil Ramadan di Palangka Raya, Kue Bingka Kentang Jadi Primadona

    Berburu Takjil Ramadan di Palangka Raya, Kue Bingka Kentang Jadi Primadona

    Palangka Raya, Beritasatu.com – Berburu takjil atau penganan dan minuman untuk berbuka puasa di Pasar Ramadan telah menjadi tradisi di seluruh Indonesia. Tidak hanya bagi umat Muslim yang hendak berbuka puasa, tetapi juga bagi masyarakat dari berbagai latar belakang yang ingin mencicipi makanan khas di bulan suci Ramadan.

    Di pasar Ramadan Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, salah satu kuliner yang selalu menjadi primadona sebagai menu takjil Ramadan adalah kue bingka kentang. Kue ini memiliki cita rasa manis, legit, dan gurih, sehingga sangat cocok di lidah masyarakat Indonesia.

    Secara historis, kue bingka kentang berasal dari Suku Banjar, Kalimantan Selatan, dan telah menyebar ke seluruh nusantara. Seiring perkembangan zaman, kue ini mengalami berbagai inovasi rasa, seperti nangka, kelapa, tape, kurma, hingga srikaya. 

    Kokom, salah seorang penjual kue khas Ramadan, mengatakan bahwa kue bingka kentang adalah yang paling banyak dicari oleh warga Palangka Raya, karena kue ini hanya muncul setiap bulan suci Ramadan. Harga kue ini pun cukup terjangkau, yaitu mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per porsinya.

    Selain bingka kentang, ada juga kue khas Banjar lainnya yang tidak kalah enak dan menjadi incaran untuk takjil Ramadan saat mengunjungi pasar Ramadan di Kota Palangka Raya, yaitu kue ceper atau kue talam. Kue ini memiliki banyak variasi berdasarkan warnanya, seperti amparan tatak, kararaban, sari muka, sari pengantin, lapis India, dan lapis ketan dengan rasa manis gurih. Harga kue ceper atau kue talam ini dijual sekitar Rp 15.000 per potongnya.

    Vita, salah seorang pengunjung pasar Ramadan di Palangka Raya, mengungkapkan bahwa ia sengaja membeli kue bingka kentang karena sudah menjadi kebiasaan setiap bulan puasa, apalagi harganya pun cukup terjangkau. “Kue bingka kentang ini kan sangat jarang ditemui kalau di luar bulan Ramadan, jadi merupakan menu wajib untuk berbuka puasa, harganya pun cukup worth it,” ujarnya.

    Selain kue khas Banjar tadi, tidak ada salahnya mencoba kuliner lainnya di pasar Ramadan Palangka Raya, seperti mi habang, mi bancir, dan es segar dengan aneka rasa buah yang sangat cocok sebagai takjil Ramadan untuk pelepas dahaga saat berbuka puasa.

  • Dakwah Digital pada Bulan Ramadan, Ini Peluang dan Tantangannya

    Dakwah Digital pada Bulan Ramadan, Ini Peluang dan Tantangannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Perkembangan platform digital telah membuka peluang baru bagi penyebaran pesan-pesan keagamaan, memungkinkan para dai untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam, termasuk generasi muda yang akrab dengan dunia maya. Peningkatan aktivitas online selama bulan Ramadan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk penyebaran konten-konten keagamaan, seperti ceramah, kajian, dan tafsir Al-Quran.

    Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan yang perlu diantisipasi, seperti maraknya informasi yang tidak terverifikasi dan kebutuhan untuk pendekatan dakwah yang lebih kreatif dan relevan. Artikel ini juga mengeksplorasi strategi-strategi yang dapat diimplementasikan untuk mengoptimalkan dakwah digital, termasuk riset audiens, penyediaan konten berkualitas, pemanfaatan media sosial, kolaborasi dengan berbagai pihak, serta monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. 

    Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam mengoptimalkan peran dakwah digital sebagai sarana penyebaran nilai-nilai Islam di era kontemporer, serta membangun interaksi yang lebih mendalam antara dai dan audiens.

    Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyebaran pesan-pesan keagamaan. Dakwah, sebagai salah satu instrumen penting dalam menyampaikan ajaran Islam, turut mengalami transformasi seiring dengan kemajuan platform digital.

    Bulan Ramadan, yang dikenal sebagai bulan penuh berkah dan momentum spiritual umat Islam, menjadi waktu yang strategis untuk memanfaatkan media digital dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman. Melalui berbagai platform seperti media sosial, podcast, dan webinar, dakwah digital mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan beragam, termasuk generasi muda yang akrab dengan dunia maya.

    Namun, di balik peluang besar yang ditawarkan oleh dakwah digital, terdapat pula tantangan yang perlu diantisipasi. Salah satunya adalah maraknya informasi yang tidak terverifikasi, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan penyebaran konten yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

    Selain itu, heterogenitas audiens digital menuntut pendekatan dakwah yang lebih kreatif dan relevan, tanpa mengorbankan esensi pesan-pesan keagamaan yang disampaikan. Tantangan ini semakin kompleks mengingat karakteristik masyarakat digital yang cenderung lebih kritis dan selektif dalam menerima informasi.

    Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis peluang dan tantangan dakwah digital di bulan Ramadan. Dengan mempertimbangkan dinamika masyarakat modern yang semakin terhubung secara virtual, artikel ini akan mengeksplorasi strategi efektif untuk memaksimalkan potensi dakwah digital sekaligus mengatasi hambatan yang mungkin muncul. 

  • Jadwal Salat dan Buka Puasa Ramadan Hari Ini, Senin 3 Maret 2025

    Jadwal Salat dan Buka Puasa Ramadan Hari Ini, Senin 3 Maret 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Umat muslim di seluruh Indonesia telah memulai ibadah puasa Ramadan 1446 Hijriah sejak Sabtu (1/3/2025). Dalam menjalankan ibadah puasa, mengetahui jadwal imsakiah, waktu salat Subuh, serta waktu berbuka menjadi hal yang sangat penting agar ibadah dapat dilakukan dengan tepat waktu.

    Senin (3/3/2025), bertepatan dengan 3 Ramadan 1446 Hijriah, menandai hari kedua pelaksanaan ibadah puasa tahun ini. Oleh karena itu, penting bagi umat muslim untuk mengetahui jadwal imsak dan salat agar dapat menunaikan ibadah dengan lebih baik.

    Kementerian Agama telah merilis jadwal resmi yang mencakup waktu-waktu penting selama bulan Ramadan. Jadwal ini meliputi waktu sahur (imsak), salat lima waktu, dan berbuka puasa.

    Selain itu, Beritasatu.com juga telah merangkum jadwal imsakiah, waktu salat, serta waktu Magrib saat berbuka puasa untuk beberapa kota besar di Indonesia agar umat muslim lebih mudah dalam mempersiapkan diri menjalankan ibadah puasa. Dilansir dari laman Bimas Islam Kemenag RI, berikut lengkapnya!

    Jadwal Salat dan Buka Puasa di Beberapa Kota Indonesia, Senin (3/3/2025).

    Kota Jakarta

    Imsak: 04.33 WIBSubuh: 04.43 WIBTerbit: 05.55 WIBDuha: 06.22 WIBZuhur: 12.08 WIBAsar: 15.10 WIBMagrib (Berbuka): 18.14 WIBIsya: 19.23 WIB

    Kota Bandung

    Imsak: 04.29 WIBSubuh: 04.39 WIBTerbit: 05.48 WIBDuha: 06.19 WIBZuhur: 12.05 WIBAsar: 15.06 WIBMagrib (Berbuka): 18.15 WIBIsya: 19.20 WIB

    Kota Semarang

    Imsak: 04.18 WIBSubuh: 04.28 WIBTerbit: 05.40 WIBDuha: 06.08 WIBZuhur: 11.54 WIBAsar: 14.54 WIBMagrib (Berbuka): 18.00 WIBIsya: 19.09 WIB

    Kota Surabaya

    Imsak: 04.09 WIBSubuh: 04.19 WIBTerbit: 05.31 WIBDuha: 05.58 WIBZuhur: 11.45 WIBAsar: 14.46 WIBMagrib (Berbuka): 17.51 WIBIsya: 19.00 WIB

    Kota Denpasar

    Imsak: 04.58 WIBSubuh: 05.08 WIBTerbit: 06.20 WIBDuha: 06.48 WIBZuhur: 12.35 WIBAsar: 15.39 WIBMagrib (Berbuka): 18.42 WIBIsya: 19.51 WIB

    Dengan mengetahui jadwal ini, umat muslim dapat lebih mudah dalam mempersiapkan diri untuk sahur dan berbuka puasa. Semoga ibadah puasa yang dijalankan hari ini berjalan lancar dan penuh berkah. Selamat menjalankan ibadah Ramadan!

  • Sidang Kasus Pembunuhan Bos Rental, Pengadilan Militer Jakarta Putar Bukti Video Kasus Penembakan

    Sidang Kasus Pembunuhan Bos Rental, Pengadilan Militer Jakarta Putar Bukti Video Kasus Penembakan

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengadilan Militer II-08 Jakarta akan menggelar sidang lanjutan kasus penembakan bos rental mobil yang melibatkan tiga anggota TNI Angkatan Laut (AL) pada Senin (3/3/2025). Agenda utama sidang ini adalah pemutaran bukti rekaman video terkait kasus tersebut.

    “Oditur akan mengajukan barang bukti tambahan berupa rekaman video yang akan kita saksikan bersama dalam persidangan besok,” ujar Juru Bicara Pengadilan Militer II-08 Jakarta Mayor Laut Hukum Arin Fauzam, Minggu (2/3/2025) seperti dilansir Antara.

    Namun, Arin belum bisa memberikan detail isi rekaman tersebut karena materi bukti akan dipresentasikan secara resmi di persidangan. Sidang lanjutan ini juga akan menghadirkan dua saksi kunci yang sebelumnya berhalangan hadir.

    Mereka adalah Nengsih (45), yang absen dalam sidang sebelumnya pada Kamis (27/2/2025) karena anaknya sakit. Ramli, salah satu korban selamat dalam kasus penembakan ini, yang sebelumnya tidak bisa hadir karena kondisi kesehatannya menurun.

    “Para saksi yang belum bisa hadir akan diperiksa pada Senin (3/3/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi,” tambah Arin terkait sidang lanjutan kasus penembakan bos rental.

    Kasus ini melibatkan tiga anggota TNI AL dari Oditurat Militer II-07 Jakarta yang didakwa dalam insiden penembakan bos rental mobil di rest area kilometer 45 Tol Tangerang-Merak, Jayanti, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Kamis (2/1/2025).

    Tiga terdakwa dalam kasus ini, yaitu Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo (terdakwa 1), Sersan Satu Akbar Adli (terdakwa 2), dan Sersan Satu Rafsin Hermawan (terdakwa 3).

    Terdakwa KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli didakwa dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait pembunuhan berencana.

    Sidang ini akan berlangsung secara terbuka untuk umum, sehingga media dan masyarakat dapat mengikuti jalannya proses hukum.

    “Pengadilan Militer II-08 Jakarta akan memastikan proses persidangan berlangsung profesional, transparan, dan imparsial,” tegas Arin terkait sidang lanjutan kasus penembakan bos rental.

  • Sempat Viral, Ini Keunikan Masjid Ar-Rohman di Pangandaran yang Punya Kubah Baret Bintang Empat

    Sempat Viral, Ini Keunikan Masjid Ar-Rohman di Pangandaran yang Punya Kubah Baret Bintang Empat

    Pangandaran, Beritasatu.com – Masjid dengan desain unik dan kubah berbentuk baret hijau bintang empat resmi dibuka oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di Pangandaran, Jawa Barat. Masjid yang diberi nama Masjid Ar-Rohman ini diinisiasi oleh panglima TNI.

    Peresmian masjid Ar-Rohman yang terletak di Desa Cijulang, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, berlangsung pada Sabtu (1/3/2025). Acara peresmian dimulai dengan penandatanganan prasasti oleh panglima TNI dan disaksikan oleh tamu undangan serta ratusan warga sekitar. 

    Acara semakin khidmat dengan pelaksanaan salat Zuhur berjemaah, diikuti dengan tausyiah yang disampaikan oleh ustaz Adi Hidayat. Antusiasme jemaah cukup terasa, dengan banyaknya warga yang bahkan harus mengular hingga keluar masjid untuk menyaksikan peresmian ini.

    Masjid Ar-Rohman di Pangandaran yang punya kubah baret bintang empat – (Beritasatu.com/Muhamad Iqbal)

    Pembangunan Masjid Ar-Rohman yang dibangun oleh Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto ini dikebut selama kurang lebih satu tahun agar dapat digunakan pada bulan suci Ramadan 2025.

    Masjid Ar-Rohman memiliki keunikan tersendiri, terutama pada desain kubahnya yang menyerupai baret khas TNI, lengkap dengan empat bintang yang melambangkan pangkat tertinggi dalam militer. Selain itu, masjid ini juga dilengkapi dengan menara yang menyerupai tongkat komando, memberikan kesan gagah dan berwibawa. 

    Di dalam masjid, terdapat enam tiang besar yang melambangkan enam rukun iman, dengan masing-masing tiang dihiasi oleh empat logo kesatuan TNI. Masjid ini juga memiliki empat pintu yang mengarah ke kiblat yang desainnya mirip dengan pintu Kakbah, yang mengandung makna bahwa doa jamaah di masjid ini akan dikabulkan untuk segera berangkat ke Tanah Suci, Makkah.

    Ketua DKM Masjid Ar-Rohman Ahmad Sanusi menjelaskan, pembangunan masjid ini diinisiasi sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan negara. Setiap elemen bangunan masjid ini memiliki filosofi mendalam. 

    “Salah satu filosofi utama dari masjid ini adalah bentuk kubah baret dan bintang empat yang melambangkan persembahan seorang abdi Tuhan yang juga abdi negara. Panglima TNI sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD) pernah belajar dan mengaji di masjid ini,” ujar Ahmad Sanusi.

    Suasana di dalam Masjid Ar-Rohman di Pangandaran yang punya kubah baret bintang empat. – (Beritasatu.com/Muhamad Iqbal)

    Antusiasme warga terlihat sangat positif, terutama setelah masjid ini selesai dibangun dan mulai digunakan untuk salat tarawih pada hari pertama Ramadan. Setelah peresmian, masjid ini juga akan mengadakan berbagai program selama Ramadan, yang dipimpin oleh dua syekh asal Mesir. 

    Program tersebut bertujuan untuk melatih ustaz dan warga setempat dalam membaca Al-Qur’an, serta memimpin salat tarawih yang diperkirakan akan diikuti oleh jemaah tidak hanya dari Pangandaran, tetapi juga dari daerah lain.

    Masjid Ar-Rohman kini menjadi salah satu destinasi wisata religi baru yang disambut baik oleh warga sekitar. Bahkan, video proses pembangunan masjid ini sempat viral di media sosial, menjadi perbincangan hangat karena keunikannya.

    Seorang warga Cijulang, Tita Luvita menyambut baik adanya renovasi masjid ini. Ia merasa bangga karena masjid ini turut membawa nama Pangandaran ke masyarakat luas dan berharap masjid ini dapat meningkatkan semangat warga dalam menjalankan ibadah lima waktu berjemaah.

    “Alhamdulillah, sebagai warga Pangandaran, kami sangat senang dan menyambut baik adanya Masjid Ar-Rohman yang memiliki arsitektur khas dan penuh makna. Semoga dengan adanya masjid ini, warga muslim semakin taat dalam menjalankan ibadah,” kata Tita Luvita.

    Diharapkan, Masjid Ar-Rohman di Pangandaran dengan desain khas ini akan menjadi tempat ibadah yang nyaman dan membawa berkah bagi masyarakat. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  • Refleksi Kesalehan Sosial di Bulan Ramadan: Manifestasi Spiritual dalam Kehidupan Bermasyarakat

    Refleksi Kesalehan Sosial di Bulan Ramadan: Manifestasi Spiritual dalam Kehidupan Bermasyarakat

    Ramadan merupakan bulan yang memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Selain sebagai bulan diwajibkannya puasa, Ramadan juga menjadi arena pembentukan karakter sosial umat Islam. Kesalehan yang dibangun selama Ramadan tidak hanya berhenti pada aspek ritual-spiritual, tetapi harus termanifestasi dalam perilaku sosial yang konstruktif.

    Transformasi spiritual yang terjadi selama Ramadan seharusnya memberikan dampak nyata pada perubahan sosial masyarakat. Kesadaran kolektif yang terbangun melalui ibadah puasa dapat menjadi katalis perubahan sosial yang signifikan. Kebersamaan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan, seperti tercermin dalam ibadah salat tarawih berjemaah, menciptakan solidaritas sosial yang kuat.

    Puasa Ramadan pada hakikatnya memiliki dimensi sosial yang kuat. Melalui puasa, seorang Muslim dilatih untuk merasakan penderitaan orang yang kekurangan, sehingga tumbuh rasa empati dan kepedulian sosial. Sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan proses pendidikan jiwa untuk lebih peka terhadap penderitaan sesama.

    Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:”Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR Ath Thobroniy dalam Al Kabir).

    Kesalehan Sosial dalam Tradisi RamadanPenyandang tuna netra di Rehabilitasi Sosial Bina Netra (RSBN) Jalan Beringin, Janti, Kota Malang, Jawa Timur, menghabiskan waktu ramadan dengan membaca Al Qur’an Braille, Sabtu 1 Maret 2025. – (Beritasatu.com/Didik Fibrianto)

    Kesalehan sosial dalam Ramadan termanifestasi dalam berbagai bentuk aktivitas kolektif. Tradisi berbuka puasa bersama (iftar jama’i), misalnya, tidak hanya menjadi momentum berbagi makanan, tetapi juga mempererat ikatan sosial antaranggota masyarakat. Masjid-masjid dan musala menjadi pusat aktivitas sosial yang menghidupkan semangat kebersamaan.

    Momentum spiritual Ramadan dapat dimanfaatkan untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya kebersamaan dan solidaritas sosial. Berbagai program sosial yang dilaksanakan selama Ramadan berpotensi menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan. Tradisi-tradisi sosial yang berkembang selama Ramadan dapat menjadi modal sosial yang berharga bagi pembangunan masyarakat yang lebih baik.

    Menjaga Relevansi Nilai Ramadan di Era ModernRibuan warga di Kota Gorontalo menggelar tradisi koko’o atau ketuk sahur untuk membangunkan warga saat Ramadan, Sabtu (1/3/2025) dini hari. – (Beritasatu.com/Melki Gani)

    Inovasi dalam manifestasi kesalihan sosial perlu terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan teknologi digital untuk memfasilitasi program-program sosial dapat memperluas jangkauan dan dampak program tersebut. Digitalisasi program sosial melalui media sosial juga memungkinkan partisipasi generasi muda yang lebih besar.

    Meski demikian, upaya penguatan kohesi sosial ini menghadapi berbagai tantangan di era kontemporer. Individualisme dan materialisme yang menjadi ciri masyarakat modern berpotensi mengikis dimensi sosial dari ibadah Ramadan. Dibutuhkan upaya serius untuk mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai sosial Ramadan dalam konteks kekinian.

    Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:”Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR At Tirmidzi).

    Pada akhirnya, Ramadan diharapkan dapat memberikan fondasi yang kuat bagi pembentukan kesalehan sosial dalam masyarakat Islam. Tantangan ke depan adalah bagaimana mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai sosial ini agar tetap relevan dengan perkembangan zaman, sembari terus berinovasi dalam manifestasi kesalihan sosial yang sesuai dengan konteks kontemporer.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)