Category: Beritasatu.com Nasional

  • Menemukan Makna Ramadan: Refleksi Spiritual dan Sosial

    Menemukan Makna Ramadan: Refleksi Spiritual dan Sosial

    Bulan Ramadan merupakan momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai bulan ibadah, Ramadan juga menjadi kesempatan untuk memperkuat kesadaran spiritual dan mempererat solidaritas sosial. Puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran, empati, dan kedisiplinan dalam menjalani kehidupan.

    Dalam bulan yang penuh berkah ini, umat Islam diajak untuk merenungi hakikat kehidupan dan memperbaiki diri melalui berbagai bentuk ibadah. Tidak hanya berpuasa dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, menahan diri dari amarah, serta memperbanyak amalan kebaikan. 

    Ramadan menjadi ajang untuk meningkatkan kualitas spiritual dengan mendekatkan diri kepada Allah melalui salat, membaca Al-Qur’an, dan berzikir. Momentum ini juga mendorong setiap individu untuk memperbaiki hubungan dengan sesama, baik melalui sikap saling memaafkan maupun dengan memperbanyak sedekah dan kepedulian sosial.

    Puasa sebagai Latihan Spiritual

    Puasa dalam Islam memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Dalam surah Al-Baqarah ayat (183), Allah Swt berfirman:

    “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

    Ayat ini menegaskan bahwa puasa bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga merupakan jalan menuju ketakwaan. Dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, seorang Muslim belajar untuk mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan kesadaran terhadap kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Puasa juga mengajarkan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani perintah-Nya.

    Selain itu, puasa juga menjadi ajang untuk melatih diri dalam meningkatkan ibadah lainnya, seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, serta memperbanyak doa. Rasulullah SAW bersabda:

    “Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dan Hakim)

    Dengan demikian, Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk memperbaiki kualitas ibadah serta menumbuhkan kebiasaan baik yang bisa dilanjutkan setelah bulan suci ini berakhir.

    Dimensi Sosial Ramadan

    Selain aspek spiritual, Ramadan juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya berbagi dengan sesama, terutama kepada mereka yang kurang mampu. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:

    “Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” (HR. Bukhari & Muslim)

    Hadis ini mengajarkan bahwa berbagi makanan dan membantu sesama selama Ramadan memiliki nilai pahala yang besar. Kegiatan seperti sedekah, zakat fitrah, dan berbagi hidangan berbuka puasa adalah bagian dari semangat sosial yang diperkuat selama bulan ini. Melalui kebiasaan ini, umat Islam diajak untuk lebih peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya dan memperkuat rasa persaudaraan.

    Lebih dari sekadar berbagi makanan, Ramadan juga menjadi momen penting dalam mempererat hubungan sosial antar sesama umat Islam. Banyak kegiatan keagamaan seperti salat tarawih berjemaah, kajian keislaman, serta gotong royong dalam menyiapkan hidangan buka puasa bersama yang menjadi bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah. Semua ini membantu membangun rasa kebersamaan dan kepedulian dalam masyarakat.

    Ramadan sebagai Momentum Perubahan

    Ramadan juga menjadi momentum perubahan bagi individu dan masyarakat. Banyak orang menggunakan bulan ini untuk meningkatkan kebiasaan baik, seperti membaca Al-Qur’an, memperbanyak salat sunnah, dan menjauhi perbuatan buruk. Setelah Ramadan, kebiasaan-kebiasaan baik ini diharapkan terus berlanjut sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

    Puasa juga dapat menjadi alat introspeksi diri. Dengan berpuasa, seseorang dapat merasakan bagaimana rasanya menahan lapar dan haus, yang dapat meningkatkan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Kesadaran ini dapat memotivasi seseorang untuk lebih banyak berkontribusi dalam aksi sosial, baik dalam bentuk donasi, program sosial, maupun terlibat dalam kegiatan kemanusiaan lainnya.

    Dalam konteks sosial, Ramadan juga dapat menjadi momen rekonsiliasi dan memperbaiki hubungan dengan sesama. Sikap saling memaafkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah menjadi salah satu nilai utama yang dapat diperoleh dari pengalaman berpuasa. Dengan adanya peningkatan kesadaran spiritual dan sosial, diharapkan setelah Ramadan, nilai-nilai kebaikan yang telah dibangun dapat terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Ramadan dalam Perspektif Sejarah

    Sejak zaman Rasulullah SAW, bulan Ramadan telah menjadi momentum penting dalam sejarah Islam. Beberapa peristiwa besar terjadi di bulan ini, seperti turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an) serta kemenangan kaum Muslim dalam Perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun kedua Hijriah. Kemenangan ini bukan sekadar kemenangan fisik, tetapi juga menunjukkan kekuatan iman dan ketaatan kaum Muslim dalam menghadapi ujian.

    Selain itu, dalam sejarah peradaban Islam, bulan Ramadan juga menjadi bulan bagi para ulama dan cendekiawan untuk meningkatkan intelektualitas dan spiritualitas mereka. Banyak karya besar Islam ditulis selama bulan ini, mengingat suasana yang lebih kondusif untuk mendekatkan diri kepada Allah serta meningkatkan kualitas ilmu dan pemahaman agama.

    Kesimpulan

    Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga waktu untuk meningkatkan kualitas diri baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Puasa mengajarkan ketakwaan, kesabaran, dan kedisiplinan, sementara interaksi sosial selama Ramadhan menumbuhkan kepedulian dan solidaritas. Selain itu, Ramadan juga memiliki makna sejarah yang dalam, di mana banyak peristiwa besar dalam Islam terjadi di bulan ini.

    Dengan memahami makna mendalam dari bulan suci ini, seorang Muslim dapat menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk perbaikan diri dan kehidupan yang lebih bermakna. Setelah Ramadan berakhir, diharapkan nilai-nilai kebaikan yang telah ditanamkan tetap dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Semoga Ramadan kali ini membawa berkah dan perubahan positif bagi kita semua. Aamiin.

    *Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Curah Hujan Masih Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Waspada Bencana

    Curah Hujan Masih Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Waspada Bencana

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi curah hujan tinggi di Indonesia selama sepekan ke depan. Wilayah rawan bencana, terutama di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi, perlu meningkatkan kewaspadaan.

    Prakirawan BMKG Iqbal Fathoni menjelaskan, beberapa daerah, terutama Pulau Jawa, masih mengalami puncak musim hujan pada Maret ini. Apalagi, terlihat ada sirkulasi lokal di wilayah utara Jawa yang menyebabkan tutupan awan cukup tinggi.

    “Sepekan ke depan, Jawa bagian barat dan sebagian Jawa Tengah masih berpotensi hujan sedang hingga lebat,” ujar kepada Beritasatu.com di kantor BMKG Jakarta, Sabtu (8/3/2025).

    Wilayah dengan Potensi Hujan Tinggi

    Untuk Pulau Sumatra, BMKG memprediksi hujan deras berpotensi terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Bengkulu, akibat belokan dan perlambatan angin di Samudera Hindia.

    Pulau Kalimantan, Kalimantan bagian timur akan mengalami hujan sedang hingga lebat dalam tiga hari ke depan, yang kemudian meluas ke sebagian besar wilayah Kalimantan.

    Sulawesi, Hujan deras diprediksi terjadi di Sulawesi bagian tengah dan utara. Di Papua, potensi hujan tinggi masih berlangsung hingga sepekan ke depan. Sementara itu, di Bali dan Nusa Tenggara berpotensi mengalami hujan sporadis atau tidak merata.

    BMKG meminta masyarakat untuk memantau prakiraan cuaca terkini dan bersiap menghadapi potensi cuaca ekstrem. “Untuk masyarakat yang bepergian, terutama di jalur transportasi darat, harap waspada terhadap jalanan licin dan potensi bencana akibat hujan lebat,” pungkas Iqbal.

  • Makan Bergizi Gratis, BGN Targetkan 3 Juta Anak pada April 2025

    Makan Bergizi Gratis, BGN Targetkan 3 Juta Anak pada April 2025

    Denpasar, Beritasatu.com – Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) menargetkan 3 juta anak Indonesia mendapatkan makanan bergizi pada April 2025 melalui program makan bergizi gratis (MBG).

    Tenaga Ahli Promosi dan Edukasi Gizi Badan Gizi Nasional (BGN) Fatimah Zahrah Santoso mengatakan, jumlah tersebut akan meningkat pada Agustus 2025 dan mencapai target akhir tahun dengan cakupan yang lebih luas.

    “Target berikutnya pada Agustus 2025 akan bertambah menjadi 15 juta anak dan hingga akhir tahun anak Indonesia bisa mendapatkan makanan bergizi gratis,” ujarnya di Denpasar, Bali, Sabtu (8/3/2025) dilansir Antara.

    Program MBG merupakan salah satu prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Program ini pertama kali diluncurkan pada 6 Januari 2025 dengan anggaran awal sebesar Rp 71 triliun, ditujukan untuk 17,5 juta penerima manfaat hingga September 2025.

    Namun, Kementerian Keuangan menyebutkan anggaran program ini direncanakan bertambah Rp 100 triliun sehingga menjadi Rp 171 triliun. Dengan tambahan ini, MBG diperkirakan dapat menjangkau hingga 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025.

    MBG Tetap Berjalan Selama Ramadan 2025

    Sebelumnya, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dedek Prayudi mengatakan, program makan bergizi gratis akan tetap berjalan selama bulan Ramadan 2025 dengan penyesuaian menu untuk siswa yang berpuasa.

    “Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah menyesuaikan konsep MBG agar tetap memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) bagi siswa yang berpuasa,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Selama Ramadan, SPPG akan menyediakan menu khusus, seperti susu, telur rebus, biskuit, buah-buahan, dan kurma.

    Bagi siswa yang tidak berpuasa, MBG tetap dibagikan seperti biasa, tetapi mereka akan mengonsumsi makanan di ruangan terpisah untuk menghormati suasana Ramadan.

    Capaian MBG hingga Februari 2025

    Hingga 24 Februari 2025, program MBG telah menjangkau sekitar dua juta siswa dari tingkat PAUD hingga sekolah menengah kejuruan (SMK).

    Saat ini, terdapat 726 SPPG yang beroperasi di 38 provinsi, memastikan setiap siswa mendapatkan asupan gizi yang seimbang selama masa pelaksanaan program.

    Dengan dukungan anggaran yang lebih besar dan sistem yang terus berkembang, program makan bergizi gratis diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan gizi anak-anak Indonesia secara signifikan.

  • Dirawat di ICU, Begini Kondisi Terkini Eks Gubernur Abdul Gani Kasuba

    Dirawat di ICU, Begini Kondisi Terkini Eks Gubernur Abdul Gani Kasuba

    Ternate, Beritasatu.com – Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) dalam kondisi kritis dan masih dirawat di ruang ICU RSUD dr Chasan Boesoirie, Ternate. 

    Anak AGK, Toriq Kasuba berharap doa dan dukungan moral agar Allah memberikan kekuatan dan pertolongan kepada keluarganya dalam menghadapi ujian tersebut. 

    “Kalau kondisi orang tua saat ini sudah kritis, artinya sudah tidak mampu untuk mandiri dan buang air hanya bisa di tempat tidur, semuanya sudah tidak bisa lagi untuk mengurus diri sendiri,” kata Toriq Kasuba di Ternate, Sabtu (8/3/2025).

    Menurutnya ayahnya saat ini hanya mendapat bantuan dari alat-alat kesehatan dan keluarga berusaha untuk memaksimalkan ikhtiar.

    Toriq menjelaskan ayahnya kritis sudah hampir dua minggu lebih hingga tidak sadarkan diri. “Memang, kondisinya kritis sejak dua minggu terakhir saat alami kejang-kejang dan tak sadarkan diri,” katanya dikutip dari Antara.

    Toriq mengatakan sebelum dilarikan ke ICU, Abdul Gani Kasuba sempat menjalani CT-scan. Hasilnya diketahui ada infeksi nanah di bagian kanan kepala serta penumpukan cairan di bagian tengah yang menekan saraf-saraf otak AGK sehingga lumpuh. 

    Dokter, lanjutnya, menyarankan untuk dibor pada bagian kanan dan kiri Abdul Gani Kasuba untuk mengeluarkan infeksi nanah itu dan bagian kiri dimasukkan selang sampai ke pencernaan guna mengeluarkan air dari pencernaan tersebut.

    “Jadi kami bermusyawarah dengan dokter yang lain, berisiko tinggi sehingga kami belum bisa ambil risiko itu sampai sekarang, karena memang tidak siap untuk dioperasi,” kata Toriq.

    Ketika ditanya soal rencana rujuk ke luar daerah, Toriq mengatakan tidak bisa dilakukan karena Abdul Gani Kasuba masih dalam pengawasan KPK.

    Untuk itu sebagai keluarga pihaknya hanya meminta yang terbaik buat Abdul Gani Kasuba agar secepatnya sembuh.

    “Sebenarnya rujuk atau tidak kan KPK, karena kan KPK yang bawa ke Ternate, kami masih dalam proses ini. Jadi itu kembali ke wewenang KPK, karena rutan hanya dititip dan rutan tidak punya kewenangan apa-apa,” ujarnya.

    Untuk itu, kata dia, keluarga hanya bisa maksimalkan upaya saja sesuai kemampuan dengan harapannya yang terbaik untuk kesembuhan orang tuanya.

    Abdul Gani Kasuba sudah divonis 8 tahun penjara karena menerima suap dan gratifikasi.

  • Harmoni Dapur Ramadan: ketika Suami-Istri Berkolaborasi Menyiapkan Menu Sahur dan Berbuka

    Harmoni Dapur Ramadan: ketika Suami-Istri Berkolaborasi Menyiapkan Menu Sahur dan Berbuka

    Stereotipe yang berkembang tentang wanita dan dapur di bulan Ramadan mencerminkan pandangan tradisional yang masih mengakar kuat dalam masyarakat. Selama bulan suci ini, beban ganda seringkali diletakkan di pundak para wanita, terutama ibu dan istri. 

    Mereka diharapkan untuk bangun lebih awal, jauh sebelum azan subuh berkumandang, untuk menyiapkan hidangan sahur bagi seluruh anggota keluarga. Dalam pandangan stereotipikal, seorang wanita “ideal” di bulan Ramadan adalah yang mampu menyajikan menu sahur dan berbuka yang bervariasi setiap harinya. Mereka seolah dituntut untuk menjadi koki profesional yang harus menguasai berbagai resep, dari makanan tradisional hingga modern. Kegagalan dalam menyajikan menu yang memuaskan seringkali berujung pada kritik dan perbandingan dengan kemampuan memasak wanita lain.

    Stereotipe ini semakin diperkuat dengan ekspektasi bahwa wanita harus pandai mengatur waktu antara pekerjaan di luar rumah dan tugas dapur. Meskipun mereka juga berpuasa dan bekerja, tuntutan untuk menyiapkan hidangan berbuka yang lengkap tetap ada. Bahkan, kemampuan seorang wanita dalam mengelola dapur selama Ramadan seringkali dijadikan ukuran kesuksesan perannya sebagai ibu atau istri. 

    Media sosial turut memperkuat stereotipe ini dengan banyaknya konten yang menampilkan “goals” seorang wanita dalam menyiapkan menu Ramadan. Unggahan foto makanan yang tampak sempurna, meja berbuka yang tertata rapi, dan variasi menu yang beragam menciptakan tekanan sosial tersendiri. Wanita yang tidak mampu memenuhi standar ini seringkali merasa tidak cukup baik atau kurang berkompeten dalam perannya.

    Pandangan stereotipikal juga mengasumsikan bahwa urusan dapur adalah “kodrat” wanita, sehingga bantuan dari anggota keluarga lain, terutama laki-laki, dianggap sebagai “bonus” dan bukan kewajiban. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam pembagian tugas rumah tangga, di mana wanita menanggung beban lebih berat dalam menyiapkan makanan selama Ramadan.

    Dampak dari stereotipe ini bukan hanya pada beban fisik, tetapi juga mental. Wanita seringkali merasa bersalah jika tidak bisa menyajikan menu yang “istimewa” atau jika memilih untuk membeli makanan siap saji untuk berbuka. 

    Padahal, esensi Ramadan seharusnya lebih dari sekadar perkara menu makanan, melainkan tentang peningkatan spiritualitas dan penguatan ikatan keluarga. Ramadhan adalah bulan suci yang tidak hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga momentum untuk menguatkan ikatan.

    وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً

    Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”

    Ayat ini menegaskan bahwa pernikahan dibangun atas dasar cinta dan kerja sama, termasuk dalam urusan dapur selama Ramadhan.

    Di era modern ini, paradigma “dapur adalah wilayah istri” mulai bergeser. Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan terbaik dalam hal ini. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah RA pernah ditanya tentang apa yang dilakukan Nabi di rumahnya, beliau menjawab:

    “Beliau biasa membantu pekerjaan keluarganya.”

    Ini menunjukkan bahwa membantu pekerjaan rumah tangga, termasuk di dapur, adalah sunnah yang dicontohkan Rasulullah SAW.

    Kolaborasi suami-istri dalam menyiapkan menu sahur dan berbuka menciptakan harmoni tersendiri. Ketika suami turut membantu memotong sayuran, mencuci piring, atau bahkan memasak, beban istri menjadi lebih ringan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:

    “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku.”

    Hadits ini menekankan pentingnya menjadi pasangan yang saling mendukung.

    Kebersamaan di dapur Ramadhan juga menjadi sarana pendidikan bagi anak-anak. Mereka belajar bahwa pekerjaan rumah tangga bukan tentang gender, melainkan tentang tanggung jawab bersama. Allah Swt berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 71:

    وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

    Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain….”

    Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya saling tolong-menolong tanpa memandang gender.

    Menyiapkan makanan sahur dan berbuka bersama membuka ruang komunikasi yang lebih intim antara suami-istri. Sambil memasak, mereka bisa berbagi cerita, mendiskusikan menu, atau sekadar bercanda ringan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

    عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِذَا أَنْفَقَ الْمُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً”

    Kolaborasi di dapur juga mengajarkan nilai-nilai kesabaran dan apresiasi. Suami yang biasanya tidak terbiasa dengan urusan dapur akan lebih menghargai jerih payah istri. Sebaliknya, istri akan merasa dihargai dan didukung.

    Di bulan yang penuh berkah ini, kebersamaan di dapur bisa menjadi ladang pahala. Setiap usaha untuk memudahkan pasangan dalam beribadah, termasuk menyiapkan makanan sahur dan berbuka, dicatat sebagai amal kebaikan.

    Pada akhirnya, harmoni di dapur Ramadan bukan sekadar tentang pembagian tugas, tetapi lebih dari itu, ia adalah manifestasi dari cinta dan pengabdian kepada Allah SWT.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Rekonstruksi Iman Melalui Ramadan

    Rekonstruksi Iman Melalui Ramadan

    Hampir semua agama merekomendasikan periode puasa. Banyak Muslim dewasa berpuasa selama bulan suci Ramadan setiap tahun. Puasa Ramadan sebagai salah satu jenis puasa intermiten adalah intervensi non-farmakologis yang  memperbaiki kesehatan secara keseluruhan.

    Puasa Ramadhan menciptakan perubahan gaya hidup. Jika kita mengontrol perubahan gaya hidup selama bulan Ramadan, puasa intermiten (IF) Ramadan mengurangi stres oksidatif. Pengaruh Islamic IF selama dan di luar Ramadan pada perubahan sirkadian dalam lipid peroxidation marker malondialdehyde (MDA) selama dan di  luar sambil mengendalikan pembaur potensial (Bahammam et al., 2016). Ritual puasa akan memastikan planet sehat yang berkelanjutan. 

    Ilmu kesehatan mengatakan, puasa Ramadan merupakan strategi perlindungan terhadap stres oksidatif dan kerusakan sel. Puasa Ramadan menjaga kondisi kesehatan tubuh meskipun dalam posisi dikarantina akibat dampak Corona-19 (Khatib, 2022). Latihan sepak bola bersamaan puasa Ramadan untuk waktu yang lama terbukti meningkatkan kesehatan kardiometabolik pada individu yang sehat. Karena olahraga dan puasa memberikan manfaat  kesehatan secara mandiri (Zainudin et al., 2022). 

    Di antara ciri yang terdapat pada jiwa yang sehat yakni kemampuan manusia dalam kaitan pengendalian diri (self control). Pengendalian diri berfungsi penting terhadap kualitas kesehatan jiwa berdampak meningkatnya daya tahan mental ketika ia menghadapi berbagai macam stres dalam kehidupan (Ahmad, 2020). 

    Maka dari itu, ketika seseorang berpuasa, sejatinya melatih kemampuan penyesuaian diri pada tekanan tersebut, sehingga menjadi ia memiliki daya tahan serta lebih sabar dalam menghadapi berbagai tekanan hidup yang ada. 

    Di sisi lain, puasa adalah upaya untuk menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan melanggar ketentuan ajaran Islam. Puasa tidak hanya berorientasi pada ibadah fisik, tetapi juga ibadah spiritual yang dapat menyelamatkan dan menyejahterakan manusia, baik jasmani maupun  rohani, di dunia dan akhirat.

    Sangat disayangkan, sering kali dan banyak umat Islam menganggap ibadah itu hanya sekadar menjalankan rutinitas dari hal yang dianggap kewajiban, seperti halnya puasa Ramadan. Sering kali mereka melupakan bahwa aspek ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian terhadap iman. Maka peneliti tertarik untuk mengaji tentang puasa Ramadan sebagai media reklamasi iman sehingga makna puasa akan lebih terlihat dalam kacamata keimanan. 

    Orientasi bertaqwa disebabkan ibadah puasa merupakan sarana menuju derajat takwa. Puasa Ramadan bisa mengendalikan nafsu serta mengalahkan syahwat. Selain itu, supaya orang  yang berpuasa waspada terhadap jebakan syahwat yang acap kali muncul melalui unsur makanan, minuman ataupun bersetubuh (Al-Baghawi, 2014). 

    Tafsir Jalalain (2018) menjelaskan, puasa Ramadan supaya kalian semua dapat bertaqwa dari segala maksiat, karena dengan menjalani puasa seseorang bisa menaklukkan syahwatnya yang merupakan sumber dari berbagai tindakan maksiat. 

    Pada surat al-Baqarah ayat (183-187), Allah Swt tidak hanya menyebut ketakwaan sebagai tujuan puasa Ramadan, namun predikat hamba yang bersyukur menjadi target dari ibadah tersebut. Oleh sebab itu, ketakwaan pada ending-nya akan terkait erat dengan rasa syukur seorang hamba. Kecuali ayat ke-184, semuanya selalu dirangkai kata “La’alla”, yang berarti  menunjukkan sebuah harapan. 

    Maka, puasa Ramadan menjadi pembangkit harapan, di mana bermodal optimisme, kaum muslim bisa menyongsong perubahan serta peningkatan menuju arah yang lebih baik dan bermakna dalam hidupnya (Thaib & Hasballah, 2014). 

    Tinjaun bahasa Arab, kata taqwa berasal dari bentuk fi’il “ittaqa-yattaqi”, yang dapat diartikan takut, waspada serta berhati-hati (Munawwir, 2020). Termin bertakwa dari kemaksiatan dikandung maksud supaya manusia takut serta waspada terjerumus dalam kubangan maksiat. 

    Secara istilah, definisi tawa yakni menjalani ketaatan terhadap Allah Swt dengan dalil (cahaya  Allah), mengharapkan ampunan-Nya, meninggalkan unsur maksiat dengan cahaya Allah, serta  memiliki sikap takut kepada azab dari Allah (Adz- Dzahabi, 2017). 

    Dari sini menjadi jelas bahwa keterikatan antara ibadah puasa Ramadan dengan ketakwaan, puasa merupakan salah satu dari sebab terbesar menuju derajat ketakwaan seseorang, sebab orang yang menjalani puasa berarti sudah menjalankan perintah Allah, pada kesempatan sama menjauhi apa yang telah dilarang-Nya. 

    Seseorang yang sedang menjalani puasa Ramadan menjaga diri dari tindakan haram seperti makan, minum, dan semacamnya padahal secara kejiwaan manusia mempunyai kecenderungan atas hal tersebut. Ia rela menahan semua itu demi ketaatan terhadap Allah Swt, serta berharap memperolah pahala dari-Nya. Semua tindakan ini  merupakan wujud dari takwa. 

    Ibadah puasa Ramadan hakikatnya mempersempit ruang gerak setan dalam aliran darah seseorang, sehingga dampak pengaruh setan pada dirinya melemah. Hal ini merupakan imbas dikuranginya perilaku maksiat. Secara bersamaan gairah puasa itu bisa memperbanyak ketaatan terhadap Allah, yang mana hal ini merupakan tabiat bagi orang bertakwa. Dengan ibadah puasa Ramadan, orang kaya sekalipun merasakan bagaimana perihnya rasa lapar, hingga ia lebih peduli terhadap kaum fakir miskin yang hidup kekurangan (As-Sa’di, 2016). 

    Pada surat al-Baqarah tentang perintah puasa Ramadan, merupakan sebuah penjelasan penting bahwa Allah Swt menghendaki supaya umat muslim bertakwa dengan perintah jamak “mereka”. Kata “mereka” dari ayat tersebut menunjukkan pesan moral yang tidak hanya tertuju pada satu individu saja, akan tetapi menunjuk makna banyak, yakni bagaimana komunitas umat muslim mewujudkan ketakwaan pribadi-pribadi mereka ke dalam bentuk tindakan kolektif  (Habannakah, 2010). 

    Dari sini dapat dipahami, komunitas Muslim di seluruh dunia menjunjung tinggi Ramadan. Muslim berusaha untuk meningkatkan karakter moral dan kebiasaan moral yang baik  selama bulan ini untuk meningkatkan kesempatan mereka menerima berkah (Din & Ramli,  2023). Bukan umat Muslim saja, bahkan sebagian umat manusia di dunia menjalankan ibadah puasa. 

    Berbagai agama turut memerintahkan umatnya untuk menjalankan puasa sesuai dengan tata cara dan pelaksanaannya masing-masing dengan tujuan yang sama, yakni mendekatkan diri  pada Sang Pencipta (Aqiilah, 2020). 

    Puasa Ramadan merupakan pedoman hidup, bagaimana seseorang dapat mengatur waktu dan ibadahnya semaksimal mungkin, melatih kesabaran dan melatih hatinya untuk dapat beribadah hanya dengan fokus kepada Allah. Pola hidup yang bisa konsisten dan menjadi pola keseharian setelah Ramadan merupakan salah satu indikator diterimanya rangkaian ibadah  selama bulan Ramadan. 

    Secara pada hakikat, Ramadan adalah madrasah besar yang  mengajarkan siswanya berbagai disiplin ilmu seperti ikhlas, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, rida dengan ketentuan Allah. Sebab Ramadan ibarat sebuah madrasah, tentu akan melahirkan para alumni dengan berbagai predikat yang disandangnya, ada yang kemudian lulus dan mendapat predikat takwa sesuai dengan tujuan puasa itu sendiri, namun banyak juga yang gagal dan kemudian tinggal kelas (Ilmiah et al., 2021).

    Orang yang menjalani puasa Ramadan merasakan semangat spiritual yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Mereka lebih semangat membaca Al-Qur’an, salat berjemaah, bangun malam demi bisa melaksanakan salat tahajud, berbagi makanan dengan sesama terutama saat berbuka puasa, sabar menunggu azan Magrib, merasa diawasi Allah dalam berpuasa agar mereka lebih jujur dengan diri mereka sendiri. 

    Banyak hikmah dalam puasa Ramadhan, semisal menjadikan seseorang mampu meraih derajat takwa, meningkatkan keimanan, melatih  keikhlasan, memberi ketenangan hati, melatih seseorang untuk selalu merasakan kehadiran  Allah, melatih kesabaran, mendidik seseorang untuk memiliki jiwa sosial tinggi, empati, mendidik seseorang berjiwa besar, dan melatih perlaku kejujuran (Ali et al., 2022). 

    Penjelasan di atas, mengindikasikan bahwa ketakwaan tersebut harus mewujud diawali dari individu, meluas keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Realisasi takwa dapat diwujudkan melalui proses bertahap. Maka dari itu, bulan Ramadan merupakan momen tepat  bagi umat muslim menjadikan titik tolak pembinaan serta pembiasaan individu serta masyarakat untuk taat terhadap perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya sehingga membentuk iman yang  mendalam, menuju hamba Allah yang bertakwa (Thaib & Hasballah, 2014). 

    Pelajaran yang dapat dipetik melalui pendidikan puasa Ramadan, bahwa terdapat relasi vertikal yang spesial antara hamba dan Rabb-Nya pada bulan suci tersebut. Umat muslim diperintah membangun relasi vertikal, bersamaan dengan relasi horizontal, membangun kesalehan individu sekaligus kesalehan sosial, hubungan pribadi dan sesama mesti seimbang.  

    Sebelas bulan ke depannya umat muslim diharapkan tetap konsisten dengan pembinaan di bulan Ramadhan sampai kepada bulan Ramadan berikutnya, dengan adanya peningkatan nilai keimanan. Dari pembinaan individu yang bertakwa dapat menjadi sebuah pembenahan keteladanan dalam lingkup sosial, dan secara kolektif menjadi masyarakat yang bertakwa. 

    *Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Kemensos Kebut Program Sekolah Rakyat demi Entaskan Kemiskinan

    Kemensos Kebut Program Sekolah Rakyat demi Entaskan Kemiskinan

    Bandung Barat, Beritasatu.com – Demi mengentaskan kemiskinan, Kementerian Sosial (Kemensos) mengebut realisasi program sekolah rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Salah satu daerah yang nantinya terdapat sekolah rakyat ialah Kabupaten Bandung Barat.

    “Hari ini kita cek lapangan, kemudian membuat perencanaan untuk sekolah rakyat. Salah satunya di KBB, menggunakan Gedung Wiyata Guna. Ini arahan dari presiden untuk memulai sekolah rakyat,” kata Saifullah saat meninjau lokasi sekolah rakyat di Cisarua, Bandung Barat pada Jumat (7/3/2025).

    Dikatakan Gus Ipul, panggilan Saifullah, keberadaan sekolah rakyat yang berkonsep boarding school diperuntukkan bagi keluarga miskin dan miskin ekstrem. Anak-anak jenjang SD, SMP hingga SMA nantinya akan menempuh pendidikan dan tinggal di asrama tersebut

    “Nanti berbentuk boarding school, berasrama. Anak menginap, sekolah, beraktivitas di sini, semua dibiayai pemerintah,” kata Gus Ipul.

    Pihaknya menargetkan 100 sekolah rakyat se-Indonesia. Bahkan lebih dari itu, dengan harapan setiap daerah memiliki setidaknya satu sekolah rakyat.

    “Se-Indonesia target 100 sekolah rakyat, baru 40 mungkin ya sampai saat ini. Kalau satu sekolah punya 1.000 lulusan, kemudian kita bisa punya 500 sekolah saja, artinya kita punya 500.000 lulusan yang siap menjadi agen perubahan,” ucap Gus Ipul.

    Selain itu, sekolah rakyat yang kini sudah siap dengan segala fasilitas dan lokasinya pun ditargetkan juga bisa berjalan mulai tahun ini. 

    “Kemensos diberikan tugas sebagai penanggung jawab. Kemudian Kemendikdasmen menyediakan guru, kurikulum oleh Kemendiktisaintek, lalu sarana dan prasana dari Kementerian PU, dan hal lain oleh pemerintah daerah. Saat ini kita kerja keras supaya semua terlaksana,” katanya.

    Gus Ipul pun menerangkan melalui programsekolah rakyat tersebut nantinya anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem itu harus bisa membawa perubahan bagi keluarganya demi keluar dari jurang kemiskinan dan hidup lebih baik. 

    “Harapannya anak-anak ini nanti bisa lulus sekolah lalu lanjut kuliah dan jadi agen perubahan buat keluarganya,” tutur Gus Ipul tentang program sekolah rakyat.

  • Program MBG Jadi Upaya Membangun Kebiasaan Makan Sehat sejak Dini

    Program MBG Jadi Upaya Membangun Kebiasaan Makan Sehat sejak Dini

    Bekasi, Beritasatu.com – Program makan bergizi gratis (MBG) selain untuk meningkatkan gizi masyarakat juga sebagai upaya membangun kebiasaan makan sehat sejak dini. Dengan adanya MBG ini diharapkan generasi mendatang memiliki kualitas sumber daya yang lebih baik. Hal ini dikatakan anggota Komisi IX DPR Obon Tabroni saat menggelar sosialisasi MBG di aula kantor Desa Cikaregaman, Bekasi.

    “Perubahan pola makan dan kebiasaan baik MBG tidak hanya memberikan makanan bergizi, tetapi juga membangun kebiasaan makan sehat sejak dini,” ujar Obon Tabroni, Jumat (7/3/2025).

    Dikatakannya, awalnya banyak anak yang tidak menyukai sayur, tetapi dengan pola makan bersama di sekolah yang dipantau oleh guru, mereka mulai terbiasa. 

    “Ini adalah langkah positif dalam membentuk pola makan sehat,” sambung Obon.

    Program MBG yang diluncurkan pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) bertujuan meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya, guna menciptakan generasi yang lebih cerdas dan sehat. 

    Gizi yang baik akan membantu perkembangan anak-anak menjadi lebih maksimal. Berdasarkan data yang ada, rata-rata IQ anak Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Laos. 

    Program ini juga mengacu pada praktik terbaik dari negara-negara maju seperti Jepang, yang telah menerapkan program makan bergizi gratis selama puluhan tahun. Indonesia kini mulai mengejar ketertinggalan dalam hal pemenuhan gizi anak. 

    Bukan hanya untuk meningkatkan gizi masyarakat, program MBG juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dengan berkolaborasi seperti dengan menyediakan bahan baku untuk kemudian dikelola.

    “Dampak ekonomi dan ketahanan pangan selain meningkatkan gizi, MBG juga berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional dengan melibatkan ekosistem ekonomi lokal. Bahan baku yang digunakan dalam program ini berasal dari daerah sekitar melalui kerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan koperasi. Setiap bulannya, program ini memerlukan beras sekitar 10 ton, daging 7 ton, buah hingga 7 ton,” jelas Obon. 

    Dengan keterlibatan petani dan peternak lokal, program MBG diharapkan mampu mendorong swasembada pangan dan menciptakan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat setempat. 
     

  • Makan Bergizi Gratis, BGN Targetkan 3 Juta Anak pada April 2025

    Presiden Ajak Dunia Usaha Bantu Sukseskan Program MBG

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto mengajak para pelaku usaha untuk berkontribusi dalam mendukung keberhasilan program makan bergizi gratis (MBG) yang telah berlangsung sejak 6 Januari 2025.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Dedek Prayudi menyampaikan presiden mengundang sejumlah pengusaha ke Istana pada Kamis (6/3/2025) guna membahas peluang kolaborasi yang dapat mereka lakukan untuk mendukung MBG.

    “Presiden ingin memastikan sinergi antara pemerintah dan dunia usaha dalam meningkatkan produksi serta distribusi makanan bergizi guna membantu pemerintah mengatasi malnutrisi, meningkatkan prestasi akademik, dan memperbaiki kondisi kesehatan anak-anak,” ujar Dedek Prayudi di Jakarta, Jumat (7/3/2025) dikutip dari Antara.

    Dalam pertemuan tersebut, presiden bersama delapan pengusaha juga mendiskusikan strategi untuk mendorong investasi dengan tujuan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.

    Terkait program MBG, presiden menegaskan komitmennya dalam memastikan program ini terus berjalan dan memberikan manfaat bagi anak-anak Indonesia.

    Dedek mengungkapkan Badan Bergizi Nasional (BGN) terus memperluas layanan dengan menambah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di seluruh provinsi. Hingga saat ini, dapur MBG yang tersebar di 38 provinsi telah melayani lebih dari 2 juta penerima manfaat, termasuk anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

    “Diharapkan dalam tiga bulan ke depan, atau pada April mendatang, cakupan SPPG dapat diperluas sehingga mencapai target 3 juta penerima manfaat,” ujar Dedek.

    Ia juga menekankan bahwa Presiden optimistis seluruh anak di Indonesia akan mendapatkan makanan bergizi gratis pada akhir 2025.

    “Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama semua pihak untuk mencapai target ini, termasuk menambah dapur di berbagai daerah agar akses makanan bergizi bagi anak-anak semakin mudah,” tambah Dedek terkait program MBG.

  • Cak Imin: KH Dimyati Rois Layak Jadi Panutan

    Cak Imin: KH Dimyati Rois Layak Jadi Panutan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin menghadiri peringatan 1.000 hari wafatnya Kiai Haji (KH) Dimyati Rois, pendiri Ponpes Al-Fadlu wal Fadilah Kaliwungu, Kendal, sekaligus Ketua Dewan Syura DPP PKB 2018-2022 di Kendal, pada Kamis (6/3/2025) malam.

    Menurut Cak Imin, KH Dimyati Rois layak menjadi contoh dan panutan yang telah mewarisi berbagai macam ilmu serta keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, beragama, juga bernegara.

    “Kita semua yakin dan optimis warisan warisan beliau (KH Dimyati Rois) akan terus mewarnai kehidupan kemasyarakatan kita, mewarnai kehidupan keumatan kita, menjadi suluh penerang jalan bangsa dan negara,” ujar Cak Imin dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).

    Ketum PKB tersebut mengungkapkan Kiai Dimyati adalah ulama yang patut menjadi rujukan bagi siapa pun, terutama bagi keluarga besar PKB dan Nahdlatul Ulama. Pasalnya, kata Cak Imin, komitmen Kiai Dimyati Rois semasa hidup tidak hanya diimplementasikan dalam laku keagamaan saja, tetapi juga dalam berbangsa dan bernegara.

    “Beliau adalah salah satu rujukan PKB dalam komitmen keagamaan sekaligus komitmen kebangsaan. Satu tarikan napas yang tidak bisa diputuskan antara kecintaan kepada agama dan kecintaan kepada tanah air,” tandas Cak Imin.

    KH Dimyati Rois atau Mbah Dim lahir di Brebes pada 5 Juli 1945. Dia mengawali pendidikan sebagai santri di Pondok Pesantren APIK Kaliwungu, Kendal. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, setelah itu berlanjut ke Rembang, tepatnya di Pondok Pesantren Sarang.

    Karena dedikasinya terhadap organisasi Nahdlatul Ulama, Mbah Dim terpilih menjadi anggota Ahlul Halli wal Adi (AHWA) pada saat Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung pada tahun 2021.

    Tak hanya itu, Mbah Dim juga merupakan Ketua Dewan Syura DPB PKB era 2018 hingga 2022. Sehingga, dengan meninggalnya sosok panutan tersebut, membuat keluarga besar PKB yang dipimpin Cak Imin merasakan kesedihan yang mendalam.