Category: Beritasatu.com Nasional

  • Tetap Produktif Selama Ramadan

    Tetap Produktif Selama Ramadan

    Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Selain menjadi  momen untuk meningkatkan ibadah, Ramadan juga bisa menjadi waktu yang produktif dan penuh energi jika tahu cara mengaturnya. Banyak orang merasa lemas dan  kurang produktif saat berpuasa. Padahal, dengan strategi yang tepat, orang yang berpuasa bisa tetap produktif  dan bugar sepanjang hari. 

    Mengapa produktivitas dan kebugaran penting pada Ramadan? Orang yang berpuasa tetap memiliki tanggung jawab dan aktivitas sehari-hari yang harus dikerjakan. Bekerja, belajar, mengurus rumah tangga, atau kegiatan sosial lainnya, harus tetap berjalan  seperti biasa.  Oleh karena itu, penting untuk menjaga produktivitas agar semua tugas dan tanggung jawab dapat terselesaikan dengan baik. 

    Selain produktivitas, kebugaran juga penting untuk dijaga selama Ramadan. Tubuh yang bugar akan membantu menjalankan ibadah dengan lebih baik serta mencegah  rasa lelah dan lesu yang berlebihan. Tubuh yang sehat dan bugar bisa menambah semangat dan fokus dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. 

    Dalam Islam, menjaga kesehatan dan memanfaatkan waktu dengan baik adalah bagian dari  ajaran agama. Rasulullah SAW bersabda,”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.”  (HR Muslim) 

    Hadis ini menunjukkan bahwa Allah lebih mencintai hamba-Nya yang kuat dan sehat. Oleh  karena itu, menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan hal penting agar bisa menjadi  mukmin yang kuat dan produktif. 

    Selain itu, Allah Swt juga berfirman dalam Al-Qur’an,”Dan bahwasanya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”1 (QS Al-‘Asr: 2-3) 

    Ayat ini mengingatkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak  menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Produktivitas adalah salah satu cara mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan memberikan manfaat bagi diri sendiri  maupun orang lain. 

    Tip Mengatur Waktu dan Energi 

    1. Rencanakan jadwal harian 

    Buatlah jadwal harian yang terstruktur dan realistis. Atur waktu untuk bekerja, beribadah,  istirahat, dan kegiatan lainnya. Prioritaskan tugas-tugas yang penting dan mendesak. Dengan jadwal yang terencana, Anda bisa lebih fokus dan menghindari pemborosan waktu. 

    2. Manfaatkan waktu sahur dengan optimal 

    Selain sebagai bentuk sunah, sahur adalah waktu yang penting untuk mengisi energi sebelum berpuasa seharian. Pilihlah makanan yang sehat dan bergizi saat sahur, seperti  karbohidrat kompleks, protein, serat, dan vitamin. Hindari makanan yang terlalu manis atau  berlemak, karena bisa membuat Anda cepat lapar dan lemas. 

    3. Istirahat yang cukup 

    Usahakan untuk tidur yang cukup pada malam hari, meskipun jam tidur Anda mungkin berkurang dibandingkan hari-hari biasa. Tidur yang cukup akan membantu menjaga energi dan konsentrasi Anda sepanjang hari. Jika memungkinkan, “curilah” waktu untuk tidur  siang sejenak (qailulah) untuk mengembalikan energi. 

    4. Jaga hidrasi tubuh 

    Dehidrasi adalah masalah umum yang sering dihadapi saat berpuasa. Untuk mencegah dehidrasi, minumlah air yang cukup saat sahur, berbuka, dan di antara waktu berbuka dan sahur. Hindari minuman yang manis atau berkafein karena bisa membuat Anda lebih cepat  mengalami dehidrasi. 

    5. Tetap aktif secara fisik

    Meskipun sedang berpuasa, usahakan untuk tetap aktif bergerak dan berolahraga ringan.  Anda bisa berjalan kaki, bersepeda, atau melakukan peregangan ringan. Aktivitas fisik akan  membantu menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan energi. Pilihlah waktu yang tepat  untuk berolahraga, seperti setelah berbuka atau sebelum sahur. 

    6. Manfaatkan waktu luang untuk kegiatan bermanfaat 

    Ramadan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan ibadah dan melakukan  kegiatan yang bermanfaat. Anda bisa membaca Al-Qur’an, mengikuti kajian agama, atau  melakukan kegiatan sosial. Manfaatkan waktu luang Anda untuk hal-hal yang positif dan  produktif. 

    7. Jaga kesehatan mental 

    Kesehatan mental juga penting untuk dijaga selama Ramadan. Hindari stres dan  pikiran negatif. Carilah kegiatan yang bisa menenangkan pikiran Anda, seperti meditasi, yoga, atau mendengarkan musik yang menenangkan. Jaga hubungan baik dengan keluarga  dan teman-teman, serta berbagilah cerita atau masalah jika Anda sedang merasa tertekan. 

    8. Berbuka dengan makanan yang sehat 

    Saat berbuka, pilihlah makanan yang sehat dan bergizi. Mulailah dengan makanan yang  ringan dan mudah dicerna, seperti kurma atau buah-buahan. Hindari makanan yang terlalu  berat atau berminyak, karena bisa membuat Anda merasa kenyang dan lemas. 

    Inspirasi agar Tetap Aktif dan Kreatif 

    Selain tip di atas, berikut beberapa inspirasi kegiatan yang bisa Anda lakukan  agar tetap aktif dan kreatif selama Ramadan. 

    Mengikuti tantangan atau program Ramadan produktif yang diadakan oleh komunitas  atau organisasi tertentu. Membuat konten kreatif di media sosial, seperti video atau infografik tentang tip Ramadan produktif. Menulis artikel atau blog tentang pengalaman atau inspirasi selama menjalankan ibadah pada  Ramadan. Mengembangkan keterampilan baru yang bermanfaat, seperti memasak, menulis, atau  desain.

    Ramadan bukan halangan untuk tetap produktif dan bugar. Dengan  perencanaan yang baik, pola hidup sehat, dan semangat yang tinggi, orang yang berpuasa bisa menjalani Ramadan dengan penuh energi dan keberkahan. Manfaatkan waktu Ramadan untuk  meningkatkan kualitas diri, baik dalam hal ibadah maupun produktivitas. 

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).

  • Tiba di Indonesia, Sekjen Partai Komunis Vietnam Akan Bertemu Prabowo

    Tiba di Indonesia, Sekjen Partai Komunis Vietnam Akan Bertemu Prabowo

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Vietnam (PKV) To Lam beserta istrinya tiba di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (9/3/2025).

    Kedatangan To Lam ke Indonesia dalam rangka kunjungan kenegaraan bertepatan dengan peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Vietnam. 

    Berdasarkan video yang diunggah di Youtube Sekretariat Presiden, To Lam tiba di Lanud Halim sekitar pukul 13.15 WIB dan disambut langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Gubernur Jakarta Pramono Anung. 

    Dari Lanud Halim, To Lam beserta delegasi kemudian melanjutkan perjalanan menuju hotel tempatnya bermalam selama di Jakarta. 

    Kunjungan kenegaraan sekjen partai komunis Vietnam itu di Indonesia direncanakan berlangsung selama tiga hari hingga 11 Maret 2025. 

    To Lam diagendakan untuk menghadiri upacara penyambutan kenegaraan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/3/2025).

    Selain pertemuan dengan Presiden Prabowo, selama di Indonesia To Lam juga direncanakan melakukan pertemuan dengan Ketua MPR, Ketua DPR, dan Ketua DPD di Gedung Nusantara Senayan. 

    Kunjungan kenegaraan ini merupakan kunjungan pertama bagi To Lam sebagai Sekjen PKV. Momentum kunjungannya diharapkan dapat memperkokoh kemitraan strategis antara Indonesia dan Vietnam.

  • Intip Masjid Unik Berbentuk Ka’bah di Surabaya, Pas buat Wisata Religi

    Intip Masjid Unik Berbentuk Ka’bah di Surabaya, Pas buat Wisata Religi

    Surabaya, Beritasatu.com – Masjid unik berbentuk Ka’bah di Jalan Kalibutuh Timur, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, Jawa Timur bisa menjadi pilihan tepat untuk wisata religi Ramadan 2025. Selain menikmati arsitekturnya yang keren, pengunjung juga bisa beribadah di dalamnya.

    Masjid Rahmatan Lil’alamin yang terletak di tengah permukiman padat penduduk dibangun dengan desain menyerupai Ka’bah, kiblat umat Islam yang ada di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Bagian luar dinding bangunan dominsi cat hitam, lalu ada kaligrafi berwarna emas serupa Ka’bah. 

    Bagian dalam masjid ini juga tampak megah dengan ukiran-ukiran khas lengkap dengan warna emas muda. Ada juga mimbar kayu ukir sebagai tempat imam untuk berkhotbah. 

    Seorang takmir Masjid Rahmatan Lil’alamin Baim mengatakan masjid unik ini dibangun di atas tanah wakaf seorang warga berukuran 7,5 x16 meter. Pembangunannya dimulai sejak 2020 dan baru selesai pada 2023, menghabiskan anggaran sekitar Rp 1 miliar. 

    Dana pembangunan masjid unik ini berasal dari infak masyarakat, terutama yang dikumpulkan dalam program Jumat keliling ke rumah-rumah. 

    “Masjid ini dibangun dengan bentuk seperti Ka’bah karena tanahnya sempit. Selain itu, bentuk Ka’bah agar menarik warga sekitar untuk salat berjamaah di masjid dan  memberi  kesan bagi jemaahnya,” ujar Baim, Minggu (9/3/2025).

    Sulton, seorang jemaah mengaku salat di Masjid Rahmatan Lil’alamin bisa menambah kekhusukan karena mengingatkannya pada Ka’bah di Makkah. 

    “Bisa buat kita betah ikut salat berjemaah di sini karena setiap masuk masjid ini selalu ingat Ka’bah di Makkah,” ujar Sulton.

    Masjid unik Rahmatan Lil’alamin selain menjadi tempat ibadah, juga layak sebagai tujuan wisata religi.

  • Puasa Digital: Apakah Menatap Layar Berlebihan Bisa Membatalkan Puasa?

    Puasa Digital: Apakah Menatap Layar Berlebihan Bisa Membatalkan Puasa?

    Di era digital saat ini, penggunaan perangkat elektronik seperti ponsel, komputer, dan televisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Saat bulan Ramadan tiba, banyak umat Muslim yang tetap menjalankan aktivitas digital mereka, baik untuk bekerja, belajar, maupun sekadar mencari hiburan. 

    Data dari Facebook Insights menunjukkan bahwa 1 dari 2 orang Indonesia menggunakan perangkat mobile untuk merencanakan aktivitas sosial selama Ramadan, dan 2 dari 3 orang menonton acara televisi melalui ponsel mereka selama bulan suci ini. Namun, seiring dengan semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di depan layar, muncul pertanyaan, apakah menatap layar secara berlebihan dapat membatalkan puasa?  

    Artikel ini akan mengulas secara ilmiah dan populer mengenai pengaruh konsumsi digital terhadap kualitas puasa, batasan-batasan yang perlu diperhatikan, serta pandangan ulama mengenai keterkaitan antara aktivitas digital dan keabsahan ibadah puasa. 

    Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana aktivitas digital memengaruhi ibadah puasa, baik dari segi hukum Islam maupun dampak kesehatannya. Dengan pemahaman yang tepat, umat Muslim dapat menjalankan ibadah dengan lebih khusyuk tanpa terjebak dalam kebiasaan digital yang merugikan.

    Dalam Islam, puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga perilaku, emosi, dan pikiran agar tetap dalam kondisi suci. Dengan berkembangnya teknologi, banyak aktivitas yang dahulu dilakukan secara langsung kini beralih ke ranah digital, termasuk ibadah seperti membaca Al-Qur’an secara online, mengikuti kajian virtual, dan berdiskusi agama melalui media sosial. 

    Namun, di sisi lain, konsumsi konten digital yang berlebihan, terutama yang mengarah pada hal negatif seperti tontonan tidak senonoh, ujaran kebencian, atau berita hoaks, dapat mengurangi pahala puasa bahkan berpotensi membatalkannya jika dilakukan secara sadar dan disengaja.

    Dari perspektif kesehatan, paparan layar yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan tidur, terutama jika dilakukan menjelang waktu istirahat. Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama, menyarankan untuk mengurangi waktu menatap layar guna memperbaiki kualitas tidur selama puasa. Kurangnya tidur dapat berdampak pada konsentrasi dan stamina, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa dengan optimal. 

    Selain itu, penggunaan media sosial dan perangkat elektronik lainnya secara berlebihan dapat menjadi sumber distraksi yang mengganggu konsentrasi selama beribadah. Notifikasi yang terus-menerus dan godaan untuk berselancar di dunia maya dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama Ramadan, yaitu meningkatkan kesadaran spiritual dan koneksi dengan Allah. 

    Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk bijak dalam mengatur waktu penggunaan perangkat elektronik selama bulan Ramadan. Menetapkan batasan waktu untuk aktivitas digital dan memastikan bahwa konten yang dikonsumsi selaras dengan nilai-nilai spiritual dapat membantu menjaga kualitas puasa. Dengan demikian, teknologi dapat dimanfaatkan sebagai alat yang mendukung ibadah, bukan sebagai penghalang.

    Berikut adalah ayat Al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan penggunaan teknologi secara bijak selama puasa:

    1. Ayat Al-Qur’an

    a. QS. Al-Baqarah: 183

    “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

    Tafsir:
    Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan utama puasa adalah meningkatkan ketakwaan. Jika aktivitas digital yang berlebihan, seperti menonton konten yang tidak bermanfaat atau menghabiskan waktu dengan hal sia-sia, mengurangi ketakwaan seseorang, maka hal tersebut bertentangan dengan esensi puasa.

    b. QS. Al-Mu’minun: 1-3

    “Sungguh, beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.”

    Tafsir:
    Ayat ini mengajarkan bahwa seorang Muslim seharusnya menghindari perbuatan sia-sia, termasuk konsumsi digital yang tidak memberikan manfaat selama bulan Ramadan. Jika seseorang menghabiskan waktu berjam-jam untuk hiburan yang melalaikan, ini bisa mengurangi pahala puasa.

    2. Hadis Nabi

    a. Hadis tentang Menjaga Lisan dan Perbuatan

    Rasulullah ﷺ bersabda:

    “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan berbuat dengannya, maka Allah tidak butuh pada ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari No. 1903)

    Penjelasan:
    Hadis ini menegaskan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang tidak baik, termasuk menyebarkan hoaks, menonton konten negatif, atau menggunakan media sosial untuk hal yang tidak bermanfaat.

    b. Hadis tentang Manfaat Diam

    Rasulullah ﷺ bersabda:

    “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari No. 6018, Muslim No. 47)

    Penjelasan:
    Hadis ini bisa diterapkan dalam penggunaan teknologi modern. Jika suatu konten atau percakapan digital tidak memberikan manfaat atau justru berisi hal yang merusak nilai puasa, lebih baik dihindari.

    Secara umum, seperti ponsel, komputer, dan televisi tidak termasuk dalam kategori yang membatalkan puasa, selama tidak melibatkan hal-hal yang secara syariat membatalkan ibadah tersebut. Berdasarkan fatwa dan pandangan ulama, ada beberapa aspek yang tetap perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkat digital saat berpuasa:

    1. Aktivitas Digital Tidak Membatalkan Puasa secara Langsung

    Mayoritas ulama sepakat bahwa menatap layar atau menggunakan media sosial tidak membatalkan puasa. Dalam kitab-kitab fikih klasik, hal-hal yang membatalkan puasa sudah dijelaskan secara jelas, yaitu:

    Makan dan minum dengan sengaja.Berhubungan suami istri di siang hari.Muntah dengan disengaja.Haid dan nifas bagi wanita.Mengeluarkan air mani akibat stimulasi langsung.Menggunakan obat yang masuk ke dalam tubuh melalui jalur tertentu (misalnya suntikan yang mengandung nutrisi).

    Karena aktivitas digital tidak termasuk dalam daftar tersebut, maka secara hukum fikih aktivitas ini tidak membatalkan puasa.

    2. Pengaruh Konten yang Dikonsumsi terhadap Pahala Puasa

    Meski tidak membatalkan puasa, aktivitas digital yang berlebihan dan tidak bermanfaat dapat mengurangi nilai dan pahala puasa. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa puasa memiliki tingkatan, yaitu:

    Puasa awam: Hanya menahan diri dari makan dan minum.Puasa khusus: Menjaga anggota tubuh dari perbuatan maksiat, seperti menahan pandangan, perkataan, dan perbuatan yang buruk.Puasa khusus al-khusus: Menjaga hati dan pikiran dari hal-hal yang melalaikan dari Allah.

    Jika seseorang berpuasa tetapi tetap mengonsumsi konten yang tidak bermanfaat seperti gibah di media sosial, menonton video yang tidak pantas, atau bermain game tanpa batasan waktu, maka puasanya tetap sah tetapi nilai dan pahalanya bisa berkurang.

    Hadis Rasulullah ﷺ menguatkan hal ini:

    “Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah No. 1690)

    3. Fatwa Ulama tentang Konsumsi Digital saat Puasa

    Beberapa lembaga fatwa dan ulama kontemporer telah mengeluarkan pandangan mengenai konsumsi digital saat berpuasa:

    Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi: Aktivitas digital seperti menonton televisi atau menggunakan media sosial tidak membatalkan puasa, tetapi dianjurkan untuk menghindari konten yang bertentangan dengan nilai Islam.Fatwa Dar al-Ifta Mesir: Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga akhlak dan perilaku. Oleh karena itu, aktivitas digital yang membawa dampak negatif pada ibadah seseorang dapat mengurangi pahala puasa.MUI (Majelis Ulama Indonesia): MUI menekankan bahwa penggunaan media digital harus selaras dengan tujuan puasa, yaitu meningkatkan ketakwaan. Jika aktivitas tersebut melalaikan dari ibadah, maka sebaiknya dikurangi.4. Solusi Bijak dalam Menggunakan Teknologi saat Puasa

    Para ulama menyarankan agar umat Muslim lebih selektif dalam menggunakan teknologi selama Ramadan, seperti:

    Membatasi waktu penggunaan gadget, terutama sebelum tidur agar tidak mengganggu pola istirahat.Memanfaatkan media digital untuk kebaikan, seperti mendengarkan kajian Islam, membaca Al-Qur’an digital, atau berdiskusi tentang ilmu agama.Menghindari konten yang sia-sia, seperti video yang mengandung maksiat atau ghibah di media sosial.Kesimpulan

    Dari ayat, hadis dan fatwa ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi selama Ramadan harus selaras dengan tujuan utama puasa, yaitu meningkatkan ketakwaan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Meskipun menatap layar dalam waktu lama tidak membatalkan puasa secara langsung, tetapi jika hal tersebut melalaikan dari ibadah dan nilai-nilai puasa, maka itu bisa mengurangi pahala dan manfaat spiritual yang seharusnya diperoleh selama Ramadan. 

    Dengan memahami konsep ini, umat Muslim dapat lebih bijak dalam mengatur waktu dan jenis konsumsi digital mereka agar ibadah puasa tetap bernilai optimal.

    *Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • ‘Mana Dalilnya?’, Antara Haus Ilmu dan Kesombongan Terselubung

    ‘Mana Dalilnya?’, Antara Haus Ilmu dan Kesombongan Terselubung

    Di era digital, kita sering menemukan perdebatan keagamaan di media sosial. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul dalam diskusi adalah “mana dalilnya?”. Sekilas, ini tampak sebagai ekspresi kecintaan terhadap ilmu dan keinginan untuk berpegang pada sumber yang jelas. Namun, dalam banyak kasus, pertanyaan ini justru menjadi cermin dari sikap sombong yang tidak disadari.

    Apakah setiap Muslim harus tahu dalil? Tentu. Tapi, apakah setiap Muslim harus menjadi mujtahid yang bisa menggali hukum sendiri dari Al-Qur’an dan hadis? Tidak. Ada jenjang dalam ilmu, dan ada adab dalam bertanya. Mempertanyakan dalil dengan nada meremehkan ulama atau menuntut penjelasan tanpa dasar ilmu yang cukup justru bisa menunjukkan sikap yang kurang tepat.

    Ketika Bertanya Menjadi Cermin Kesombongan

    Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Tapi, ilmu agama bukan sekadar kumpulan dalil yang bisa dihafal dan dikutip dengan sesuka hati. Ia memiliki metodologi yang telah dirumuskan oleh para ulama sejak berabad-abad lalu.

    Ketika seseorang yang awam dari ilmu alat (nahwu shorof, ushul fiqh, qawa’idul fiqhiyyah, ilmu hadis, dan sebagainya) bertanya “mana dalilnya”, tanpa niat sungguh-sungguh untuk belajar, itu bisa menjadi tanda hilangnya husnudhon kepada ulama. Seolah-olah ulama berbicara tanpa dasar, atau seakan dirinya lebih berhak menentukan kebenaran hanya dengan satu atau dua kutipan dalil yang ia temukan di internet.

    Bertanya dengan nada menantang justru bisa menunjukkan kesombongan terselubung. Ia seperti pasien yang meminta dokter menjelaskan kandungan kimia pada obat, padahal tugasnya hanya mengonsumsi agar sembuh. Ilmu itu ada jenjangnya. Tidak semua harus menjadi koki untuk menikmati makanan yang lezat, sebagaimana tidak semua orang harus menjadi mujtahid untuk mengamalkan agama.

    Kapan Boleh Bertanya “Mana Dalilnya?”

    Bukan berarti pertanyaan “mana dalilnya?” selalu salah. Dalam konteks akademik, atau bagi mereka yang sedang mendalami ilmu agama, seperti di pesantren, terlebih saat bahtsul masail—bertanya tentang dalil adalah hal yang wajar, bahkan diperlukan. Namun, harus disampaikan dengan penuh adab, niat mencari ilmu, bukan sekadar membantah atau meremehkan.

    Apa itu Bahtsul Masail? Sebuah forum sakral di pondok pesantren untuk mendiskusikan hukum suatu kasus, tentunya dengan berlandaskan ‘ibarot (dasar) yang telah dirumuskan oleh para ulama. Itulah warisan berharga dari para ulama kita, yang harus senantiasa dijaga dan dilestarikan.

    Jika seseorang benar-benar ingin belajar, maka ia akan bertanya dengan penuh rendah hati, mencari penjelasan dari mereka yang berilmu, bukan sekadar mencari-cari dalil untuk memperkuat pendapatnya sendiri.

    Menjaga Tawadhu’ dalam Menuntut Ilmu

    Islam sangat menekankan adab dalam menuntut ilmu. Sebagaimana kata seorang penyair:

    العِلْمُ حَرَبٌ لِلْفَتَى المُتَعَالِي ، كَالسَّيْلِ حَرَبٌ لِلْمَكَانِ العَالِي

    Artinya: “Ilmu akan menghindar dari pemuda yang merasa dirinya tinggi. Seperti aliran air yang selalu menghindari tempat yang tinggi.” Artinya, semakin rendah hati seseorang, semakin banyak ilmu yang bisa ia dapatkan.

    Para ulama dan masyayikh kita tidak berbicara tanpa ilmu. Jika kita belum sampai pada maqam mereka, lebih baik kita berpegang pada prinsip sami’na wa atho’na, mendengar dan menaati dengan penuh hormat. Apakah itu termasuk feodalisme? Tidak. Silakan baca, sudah banyak tulisan yang membahasnya. Sebab, ilmu yang berkah bukan sekadar tentang dalil, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukannya dengan penuh tawadhu’.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)
     

  • SBY: Lawan Perusak Demokrasi dan Konstitusi!

    SBY: Lawan Perusak Demokrasi dan Konstitusi!

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi dan melawan perusak konstitusi di tengah adanya fenomena kemunduran demokrasi secara global.

    Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara bedah buku “Standing Firm for Indonesia’s Democracy” di KBRI Tokyo, Jepang, sebagaimana dikutip dari pernyataan KBRI Tokyo yang diterima di Jakarta, Minggu (9/3/2025).

    “Kalau kita bicara demokrasi kita, mari kita jaga, fight for democracy, fight against segala sesuatu yang merusak demokrasi, yang merusak konstitusi, yang merusak kerangka bernegara, yang merusak adanya checks and balances,” kata SBY, dilansir dari Antara.

    SBY yang menjabat sebagai presiden selama dua periode pada 2004-2014 itu, mengatakan saat ini di seluruh dunia ada kemunduran demokrasi. Negara-negara besar yang sering mengeklaim diri sebagai champions of democracy atau pejuang demokrasi, sebutnya, juga tidak kebal dari fenomena tersebut.

    “Negara-negara besar yang konon dianggap sebagai champions of democracy, negara-negara yang lecturing us, menguliahi kita, dalam kenyataannya, negara-negara itu tidak imun dari kemunduran-kemunduran dalam demokrasi mereka,” ujarnya.

    SBY juga berbagi pengalaman pribadinya sejak masa muda sebagai prajurit TNI yang telah menghargai kebebasan berekspresi. Dia menekankan kebebasan berpendapat apabila digunakan secara tepat, maka itu hak dan harus dihormati.

    “Waktu saya masih sangat muda, we love democracy. Kalau yang disampaikan mahasiswa itu ekspresi dari freedom of speech, mengapa kita menjadi gusar?” ujar SBY.

    Dalam acara bedah buku bersama mahasiswa Indonesia dan akademisi Jepang ini, SBY turut menekankan perannya sebagai mantan presiden dalam mendukung dan turut menjadi bagian dari solusi pada pemerintahan pemimpin-pemimpin setelahnya, termasuk pada pemerintahan Presiden Prabowo.

    “Saya sudah sampaikan kepada Presiden Prabowo beberapa saat yang lalu, pentingnya meningkatkan komunikasi yang genuine antara Istana dengan mereka yang menyampaikan kritik, dan Pak Prabowo mengatakan, ‘Kami terus meningkatkan kualitas komunikasi’,” ungkapnya.

    SBY juga menyampaikan optimisme Presiden Prabowo bisa menghadapi berbagai tantangan yang ada saat ini karena Indonesia masih memiliki sumber daya, sumber daya politik, dan sumber daya ekonomi untuk mengatasi keadaan tersebut.

    Wahyu Prasetiawan, salah satu editor buku tersebut, menjelaskan judul “Standing Firm for Indonesia’s Democracy” dipilih karena salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kepemimpinan SBY adalah bagaimana cara SBY menjaga demokrasi di Indonesia.

    “Sebagai presiden dengan kekuasaan yang begitu tinggi, sebetulnya Pak SBY bisa melakukan hal sebaliknya, tetapi itu tidak dilakukan,” ungkap Wahyu terkait SBY sebagai penjaga demokrasi di Indonesia.

  • Gandeng KPK, BGN Pastikan Program Makan Bergizi Gratis Transparan

    Gandeng KPK, BGN Pastikan Program Makan Bergizi Gratis Transparan

    Kediri, Beritasatu.com – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan telah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan transparansi dalam penggunaan anggaran program makan bergizi gratis (MBG). Pemerintah juga mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengawasan agar dana program ini digunakan dengan baik dan tepat sasaran.

    “Kami berharap pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional, bersama-sama mengawasi penggunaan anggaran ini agar benar-benar transparan dan akuntabel,” ujar Staf Pimpinan Wakil Ketua BGN, Alwin Supriadi, seusai sosialisasi program MBG di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Sabtu (8/3/2025).

    Alwin menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan, mulai dari pengelolaan, distribusi, hingga pelaksanaan program makan bergizi gratis. Ia juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika menemukan dugaan penyimpangan atau memiliki data terkait potensi korupsi dalam program ini.

    Menurutnya, langkah ini dilakukan agar program makan bergizi gratis yang merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto dapat berjalan dengan transparan dan akuntabel.

    “Siapa pun boleh melaporkan jika melihat adanya penyimpangan, apalagi jika memiliki data pendukung. Kami siap menindaklanjuti laporan tersebut,” jelasnya.

    BGN juga membuka akses bagi masyarakat untuk menanyakan langsung kepada Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) di masing-masing daerah terkait pelaksanaan program MBG.

    “Silakan tanyakan kepada SPPG di daerah masing-masing. Masyarakat boleh ikut mengawasi. Jika ditemukan penyelewengan (makan bergizi gratis), pemerintah pusat akan melakukan evaluasi. Kami sudah bekerja sama dengan KPK,” pungkasnya.

  • Pengaruh Perilaku Sosial dalam Ramadan: Dari Konsumtif ke Produktif

    Pengaruh Perilaku Sosial dalam Ramadan: Dari Konsumtif ke Produktif

    Puasa disepakati memanglah sebuah upaya menahan diri dari makan dan minum, namun apakah sejatinya puasa hanya soal urusan perut untuk menahan lapar dan dahaga saja? Puasa memiliki keutamaan dan tujuan yang lebih besar dari sekedar menahan lapar  dan dahaga, yaitu mencapai ketakwaan sebagaimana dalam surah al-Baqarah ayat (183): 

    يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

    Oleh karena itu, menjalankan puasa di bulan Ramadan tidak sebatas menunaikan kewajiban, melainkan juga momentum perubahan perilaku sosial agar terbiasa produktif melalui peningkatan spiritualitas, pengendalian diri dan kepedulian sosial. 

    Namun realitanya, Ramadan sering kali diwarnai dengan perilaku konsumtif terutama dalam hal  makanan, belanja dan gaya hidup. Misalnya, makan berlebihan saat berbuka sebagai bentuk balas dendam setelah berpuasa seharian, berlomba-lomba membeli baju baru dan segala perlengkapan secara berlebihan menjelang hari raya, serta bermegah-megahan mengikuti tren yang justru bertentangan dengan spirit Ramadan. 

    Sikap-sikap  tersebut tentu mencemari esensi Ramadan yang seharusnya menjadi momentum  perubahan menuju produktivitas. Tentu, hal itu dibutuhkan kesadaran dari diri masing-masing dalam memahami makna “ibadah puasa” yang sebenarnya. 

    Puasa sebagai Latihan Ketakwaan dan Pengendalian Diri 

    Makna dari “لعل “sebagai tujuan puasa adalah الإعداد (persiapan) atau الهتيئة (pembentukan) yang artinya persiapan jiwa orang yang berpuasa untuk bertakwa kepada Allah. Kunci keberhasilan dari tujuan puasa ini adalah “kesadaran diri seorang muslim” yang sejatinya tergambarkan dengan bentuk amaliah puasanya. 

    Puasa merupakan  ibadah yang langsung diawasi oleh Allah, sehingga menjadi rahasia antara seorang  hamba dengan Tuhannya, di mana tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikat puasanya kecuali Allah. 

    Alhasil, ketika seseorang meninggalkan hawa nafsu dan kenikmatannya yang tersedia sepanjang waktu, semata-mata demi menaati perintah Allah dan tunduk kepada bimbingan agamanya selama sebulan penuh dalam setahun,  serta mengingat pada setiap godaan yang muncul, baik berupa makanan lezat, minuman segar yang dingin, buah-buahan yang ranum, dan sebagainya, maka andai bukan karena kesadaran akan pengawasan Allah, ia tidak akan mampu menahan diri dari  menikmatinya. 

    Niscaya, dengan kebiasaan ini akan tumbuh dalam jiwanya pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah Taala. Inilah persiapan terbesar bagi jiwa dan pendidikan terbaik untuk membangun kesadaran akan pengawasan Allah (murâqabah) dan rasa  malu kepada-Nya. Sebab, seorang hamba yang mencapai tingkatan ini akan merasa malu jika terlihat oleh Allah dalam keadaan yang dilarang-Nya. 

    Kesadaran ini adalah salah satu bentuk kesempurnaan iman kepada Allah Ta’ala dan penghayatan yang mendalam dalam pengagungan serta pemuliaan-Nya. Kesadaran akan pengawasan Allah ini adalah persiapan terbaik bagi jiwa untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Selain itu, sebagaimana ia mempersiapkan seseorang untuk kebahagiaan di akhirat, ia juga mempersiapkannya untuk kebahagiaan di dunia. [‘Alî Ahmad al-Jurjâwî: 1997, 136] 

    Puasa melatih jiwa seseorang untuk bertakwa kepada Allah dengan  meninggalkan syahwat alaminya yang halal dan mudah dilakukan. 

    Redaksi kalimat dalam surah al-Baqarah ayat (183) yaitu “تتقون كُلعل “menggunakan fi’l mudhâri’ yang mengindikasikan makna kata kerja hâl dan mustaqbal. Artinya, persiapan dan  pembentukan ketakwaan tersebut berlaku selama menjalankan puasa Ramadan dan juga  untuk kedepannya, dengan senantiasa terus berupaya meningkatkan ketakwaan pada  setiap waktu. 

    Dengan demikian, seseorang yang menjalankan puasa akan terlatih memiliki kemampuan meninggalkan syahwat yang diharamkan dan bersabar terhadapnya, sehingga menghindarinya menjadi lebih mudah karena telah terbiasa dan  terlatih. 

    Selain itu, puasa juga memperkuat dirinya dalam menjalankan tugas dan  kepentingan serta bersabar dalam menghadapinya. Alhasil, puasa dalam Islam bukanlah bertujuan untuk menyiksa diri, tetapi untuk mendidik dan menyucikan jiwa. 

    Puasa membantu memunculkan sifat murâqabah (kesadaran akan pengawasan  Allah) dan menjadikannya terkendali dan terjaga di dunia, serta mendatangkan kebahagiaan di akhirat. Orang yang memiliki kesadaran murâqabah tidak akan tenggelam dalam maksiat karena ia tidak akan lama berada dalam keadaan lalai dari  Allah dan jikalau lalai, maka ia akan segera sadar dan kembali bertaubat. 

    Puasa adalah pendidik terbaik bagi kemauan dan tekad seseorang sebagai kendali yang menahan hawa nafsu. Oleh karena itu, seorang yang berpuasa sepatutnya menjadi pribadi yang  merdeka, yang berbuat berdasarkan keyakinannya terhadap kebaikan, bukan menjadi  hamba bagi syahwat dan keinginannya. [Rasyîd Ridhâ: 1947, 145-146] 

    Dalam realitas  sosial, kesadaran ini tidak hanya berdampak pada hubungan vertikal antara manusia dengan Allah, melainkan juga hubungan horizontal antara setiap individu dalam  mengontrol dirinya maupun saat berinteraksi sosial. 

    Mengendalikan Nafsu Konsumtif Menjadi Produktif 

    Manusia yang memiliki kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan akan terdorong secara alamiah untuk memenuhinya. Namun, sering kali kebutuhan bergelut dengan keinginan sehingga mendorong pada sikap berlebihan hingga berkembang menjadi gaya hidup konsumtif yang berorientasi pada kesenangan semata, tanpa produktivitas. 

    Sejatinya, puasa tidak hanya mengajarkan manusia untuk menahan  diri dari sesuatu yang haram saja, melainkan juga mengajarkan pengendalian diri dari sesuatu yang halal agar terhindar dari pola konsumtif yang berlebihan. Sesungguhnya, makanan yang halal tidaklah bahaya karena jenisnya, tetapi sering kali karena jumlahnya yang berlebihan sehingga menjadikan berbahaya bagi tubuh manusia. 

    Oleh karena itu,  puasa bertujuan untuk menguranginya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Saat berpuasa, seseorang belajar menyederhanakan kebutuhannya, membatasi asupan dan menyadari  bahwa ia bisa tetap bertahan dengan konsumsi yang lebih sedikit. [Abû Ahmad al Ghazâlî: 1996, 46-47] 

    Program puasa ini dapat mendidik lebih bijak dalam mengelola sumber daya, baik  dalam aspek finansial, waktu maupun energi. Alhasil, ketika seseorang berpuasa, ia secara alami mengatur ulang ritme hidupnya seperti menjaga pola makan yang lebih  terstruktur, menghindari perilaku boros waktu dan mengarahkan energi pada hal-hal  yang bermanfaat. 

    Dalam konteks ekonomi, Ramadan dapat menjadi ajang pembelajaran  bagi umat Islam untuk mengelola keuangan dengan lebih bijak. Namun realitanya, Ramadan menjadi momen pengeluaran rumah tangga yang cenderung meningkat  drastis. Oleh karena itu, munculnya kesadaran dapat membantu menciptakan pribadi yang lebih produktif, tidak terjebak budaya konsumtif dan lebih fokus pada kebermanfaatan jangka panjang seperti gerakan berbagi takjil ataupun sedekah lainnya, peningkatan produktivitas spiritual dan intelektual melalui program dakwah atau kajian lainnya, ekonomi berbasis syariah seperti persiapan zakat dan wakaf. 

    Bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan manfaat puasa dalam  menundukkan musuh dan mengekang syahwatnya jika saat berbuka ia mengganti semua makanan yang ditinggalkannya sepanjang hari, bahkan melebihinya dengan aneka ragam makanan? Alhasil, hal ini akan menjadi kebiasaan buruk, di mana  makanan-makanan terbaik disimpan khusus untuk Ramadan, sehingga seseorang  makan dalam sebulan lebih banyak daripada beberapa bulan sebulannya. 

    Padahal, rahasia dan inti dari puasa adalah melemahkan kekuatan-kekuatan yang menjadi sarana setan dalam mengajak kepada keburukan. Hal ini hanya dapat dicapai dengan mengurangi makan, yaitu dengan makan sesuai porsi kebutuhan, bukan keinginan. Tidak hanya soal makanan, tetapi hal ini juga berlaku pada hal-hal lain agar tidak  dikonsumsi secara berlebihan seperti pakaian, aksesoris dan berbagai kesenangan dunia  lainnya. 

    Puasa menjadi rem (pengendali) agar tidak rakus dengan terbiasa hidup sebagai konsumtif secara berlebihan, bahkan menjadi pendorong untuk lebih produktif dalam beraktivitas. Oleh karenanya, salah satu adab puasa adalah tidak terlalu banyak tidur pada siang hari agar dapat merasakan rasa lapar dan haus, serta kelemahan fisik sehingga  menjadikan hati lebih jernih dan lebih ringan untuk menjalankan segala ibadah tanpa  rasa malas yang membebani akibat kondisi perut penuh dengan makanan. [Abû Ahmad  al-Ghazâlî: 1996, 47-48]

    *Penulis adalah mahasiswi Magister Pendidikan Kader Ulama Perempuan Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Isu Politik dan Hukum Terkini: Prabowo ke Bekasi hingga Sidang Hasto

    Isu Politik dan Hukum Terkini: Prabowo ke Bekasi hingga Sidang Hasto

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum terkini pada Sabtu (8/3/2025) menjadi perbincangan hangat pembaca. Berita Presiden Prabowo Subianto yang melakukan kunjungan ke Bekasi untuk menemui korban banjir fokus perhatian pembaca Beritasatu.com.

    Isu politik dan hukum lainnya, terkait undang-undang yang mengatur pemulangan narapidana atau transfer of prisoners, Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) dalam kondisi kritis, makan bergizi gratis yang ditargetkan untuk 3 juta anak pada April 2025, hingga Hasto Kristiyanto yang akan menghadapi sidang perdana, Jumat (14/3/2025).

    Isu Politik dan Hukum Terkini Beritasatu.com.

    1. Banjir Bekasi: Prabowo Minta Kementerian Perbaiki Tata Ruang

    Presiden Prabowo Subianto meminta kementerian terkait untuk segera memperbaiki tata ruang lingkungan saat mengunjungi korban banjir Bekasi, Sabtu (8/3/2025).

    Presiden meninjau langsung kondisi warga korban banjir di Kampung Tambun Inpres RT 018 RW 010, Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Sabtu (8/3/2025) petang.

    Dalam kunjungannya tersebut, Prabowo mengecek langsung kondisi banjir yang menggenangi wilayah permukiman warga di wilayah tersebut yang terjadi sejak Selasa (4/3/2025) lalu.

    2. Pemerintah Siapkan Undang-Undang Atur Pemulangan Narapidana

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah sedang menyiapkan undang-undang yang mengatur pemulangan narapidana atau transfer of prisoners.

    Yusril membahas sejumlah hal mendasar terkait pemulangan narapidana, baik dari perspektif hukum internasional maupun aspek kemanusiaan saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk ‘Pemulangan Narapidana dalam Kajian Hukum Internasional’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) secara virtual, Jumat (7/3/2025).

    3. Dirawat di ICU, Begini Kondisi Terkini Eks Gubernur Abdul Gani Kasuba

    Selain berita terkait Presiden Prabowo Subianto ke Bekasi, isu politik dan hukum terkini lainnya, yakni Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) dalam kondisi kritis dan masih dirawat di ruang ICU RSUD dr Chasan Boesoirie, Ternate.

    Anak AGK, Toriq Kasuba berharap doa dan dukungan moral agar Allah memberikan kekuatan dan pertolongan kepada keluarganya dalam menghadapi ujian tersebut. Menurutnya ayahnya saat ini hanya mendapat bantuan dari alat-alat kesehatan dan keluarga berusaha untuk memaksimalkan ikhtiar.

    4. Makan Bergizi Gratis, BGN Targetkan 3 Juta Anak pada April 2025

    Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) menargetkan 3 juta anak Indonesia mendapatkan makanan bergizi pada April 2025 melalui program makan bergizi gratis (MBG).

    Tenaga Ahli Promosi dan Edukasi Gizi Badan Gizi Nasional (BGN) Fatimah Zahrah Santoso mengatakan, jumlah tersebut akan meningkat pada Agustus 2025 dan mencapai target akhir tahun dengan cakupan yang lebih luas.

    Program MBG merupakan salah satu prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Program ini pertama kali diluncurkan pada 6 Januari 2025 dengan anggaran awal sebesar Rp 71 triliun, ditujukan untuk 17,5 juta penerima manfaat hingga September 2025.

    5. Babak Baru Kasus Hasto Kristiyanto: Sidang Perdana Digelar 14 Maret

    Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dijadwalkan akan menghadapi sidang perdana, Jumat (14/3/2025). Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui telah melimpahkan berkas perkara elite PDIP tersebut ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

    Perkara Hasto telah didaftarkan JPU pada Jumat (7/3/2025) dengan nomor perkara 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Hasto akan duduk sebagai terdakwa dalam persidangan nanti. Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh JPU di ruang sidang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali PN Jakpus. Total ada 12 JPU yang akan terlibat dalam proses persidangan tersebut.

    Demikian isu politik dan hukum terkini Beritasatu.com, di antaranya terkait kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Bekasi.

  • Puasa dalam Tasawuf

    Puasa dalam Tasawuf

    Puasa bukan sekadar ritual menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Lebih dari itu, puasa adalah perjalanan spiritual yang mengajarkan umat muslim tentang pengendalian diri, penyucian hati, dan kesadaran, akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Jika hanya dipandang sebagai rutinitas, puasa akan kehilangan maknanya. Namun, ketika dipahami  secara lebih mendalam, ia menjadi kunci untuk membangun ketakwaan sejati. 

    Allah berfirman dalam Al-Qur’an QS Al-Baqarah ayat 183:

    يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ‏ ١٨٣ 

    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

    Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama puasa adalah mencapai ketakwaan (taqwa). Dalam tafsir Ibn Katsir, taqwa berarti menjaga diri dari segala bentuk dosa dan  mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Para sufi memahami bahwa ketakwaan bukan hanya menahan diri dari makanan dan minuman, juga menahan seluruh anggota  tubuh dari perbuatan dosa. 

    Pada era modern yang penuh distraksi dan segala hal bisa diakses dalam sekejap, manusia semakin sulit menemukan ketenangan batin. Media sosial, hiburan instan, dan budaya konsumtif menjebak manusia dalam kesenangan sesaat yang sering kali melalaikan esensi hidup. Puasa dalam tasawuf menawarkan solusi untuk kembali ke dalam diri, mendekatkan hati kepada Allah, dan membebaskan diri dari keterikatan duniawi yang berlebihan. 

    Para sufi mengajarkan bahwa puasa bukan hanya tentang fisik, juga tentang jiwa. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin membagi puasa ke dalam tiga tingkatan. Pertama,  puasa umum yang hanya menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Kedua,  puasa yang lebih dalam, yaitu menjaga seluruh pancaindra dari perbuatan dosa: tidak asal  bicara, tidak sembarangan melihat, dan tidak menyakiti orang lain. Ketiga, puasa khusus, yakni seseorang berpuasa dari segala hal yang bisa melalaikan hati dari Allah. Ini adalah  tingkatan puasa para wali. Pikiran dan hati hanya terfokus kepada-Nya.

    Dalam kitab Tafsir al-Mawardi, dijelaskan bahwa ayat puasa dalam Al-Baqarah ayat 183  juga menunjukkan bahwa puasa adalah bentuk latihan diri untuk mencapai kebersihan hati.  Tafsir ini menekankan bahwa puasa tidak hanya berkaitan dengan kesabaran menahan lapar, juga kesabaran dalam menghadapi godaan duniawi. 

    Abu Talib al-Makki dalam kitab  Qut al-Qulub menjelaskan bahwa seseorang yang berpuasa dengan penuh kesadaran akan lebih  mudah mengendalikan emosinya dan mencapai derajat spiritual yang lebih tinggi.  Ketika seseorang menjalankan puasa pada level tertinggi, ia tidak lagi sekadar lapar  atau haus, melainkan merasakan kedamaian batin yang tak tergantikan. Puasa menjadi sarana  untuk mengikis ego, menundukkan nafsu, dan membuka hati terhadap cahaya ilahi. 

    Dalam hadis qudsi disebutkan:

    عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

    “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda,’Allah berfirman: setiap amal anak Adam dilipatgandakan menjadi sepuluh hingga tujuh ratus  kali lipat, kecuali puasa. Karena puasa itu milik-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR Bukhari & Muslim) 

    Selain itu, dalam kitab Risalah al-Qusyairiyyah, Imam al-Qusyairi menjelaskan bahwa  puasa sejati adalah puasa yang membebaskan hati dari segala keinginan selain Allah. Ia menekankan bahwa orang yang berpuasa tidak hanya menahan diri dari makanan dan minuman, juga menahan diri dari segala sesuatu yang dapat mengganggu hubungan spiritualnya  dengan Allah. Dengan demikian, puasa menjadi jalan untuk mencapai derajat ihsan, yakni seseorang merasa seakan-akan melihat Allah dalam setiap perbuatannya. 

    Allah juga berfirman:

    اَيَّامًا مَّعۡدُوۡدٰتٍؕ فَمَنۡ كَانَ مِنۡكُمۡ مَّرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَ​ؕ وَعَلَى الَّذِيۡنَ يُطِيۡقُوۡنَهٗ فِدۡيَةٌ طَعَامُ مِسۡكِيۡنٍؕ فَمَنۡ تَطَوَّعَ خَيۡرًا فَهُوَ خَيۡرٌ لَّهٗ ؕ وَاَنۡ تَصُوۡمُوۡا خَيۡرٌ لَّـکُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ‏ ١٨٤

    (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

    Menurut tafsir Al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani, ayat tersebut menunjukkan puasa  memiliki hikmah yang lebih luas daripada sekadar kewajiban. Ia adalah jalan menuju kesucian batin  dan kesadaran yang lebih tinggi akan kehadiran Allah dalam hidup umat muslim. 

    Dengan berpuasa, umat belajar jujur pada diri sendiri. Tidak ada yang mengawasi, tetapi tetap menahan diri karena  sadar bahwa Allah Maha-Melihat. Hidup ini tidak hanya tentang memenuhi  keinginan sesaat, tetapi tentang bagaimana mengendalikan diri dan menjadi pribadi yang lebih baik. Puasa juga mengajarkan manusia lebih peka terhadap lingkungan, merasakan penderitaan  mereka yang kurang beruntung, serta menumbuhkan empati dan kasih sayang. 

    Puasa dalam tasawuf adalah jalan menuju kebebasan sejati. Kebebasan dari belenggu  ego, dari ketergantungan duniawi, dan dari godaan-godaan yang melemahkan jiwa. Ia adalah revolusi batin yang memungkinkan manusia melihat dunia dengan lebih jernih dan memahami bahwa  kebahagiaan sejati tidak terletak pada apa yang dimiliki, tetapi pada sejauh mana dekat dengan Allah. 

    Pada zaman sekarang, segala sesuatu berjalan dengan cepat dan manusia semakin sibuk dengan urusan dunia. Puasa bisa menjadi momentum untuk kembali menata diri. Bukan hanya  menahan lapar, juga menahan amarah, kesombongan, dan segala sesuatu yang menjauhkan diri dari Allah. Puasa adalah ibadah yang mampu menyadarkan manusia bahwa hidup bukan  hanya tentang dunia, juga mengenai perjalanan menuju keabadian. 

    Mari jadikan puasa sebagai lebih dari sekadar ritual, yakni sebagai pengalaman transformasi diri. Sejatinya, puasa yang paling bermakna bukan hanya tentang apa yang  tidak dilakukan, tetapi tentang bagaimana menjadi lebih baik setelahnya. 

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).