Category: Beritasatu.com Nasional

  • Revisi UU TNI, DPR dan Koalisi Masyarakat Sipil Setuju Cegah Dwifungsi

    Revisi UU TNI, DPR dan Koalisi Masyarakat Sipil Setuju Cegah Dwifungsi

    Jakarta, Beritasatu.com – DPR dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Pertahanan sepakat memastikan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak mengembalikan dwifungsi militer di Indonesia.

    Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid seusai melakukan audiensi dengan pimpinan DPR dan Komisi I DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

    “Dalam pertemuan ini, kita sepakat untuk mencegah kembalinya dwifungsi militer melalui revisi UU TNI serta menegakkan supremasi sipil,” ujar Usman.

    Poin-poin Krusial Revisi UU TNI

    Menurut Usman, koalisi masyarakat sipil telah menyampaikan beberapa catatan kritis terkait revisi UU TNI, di antaranya:

    1. Fokus Tugas TNI
    TNI harus tetap fokus pada pertahanan negara, memperkuat profesionalisme, modernisasi, dan berada di bawah kontrol supremasi sipil.

    2. Penolakan TNI Aktif di Jabatan Sipil
    Prajurit TNI aktif tidak boleh memegang jabatan sipil di luar sektor pertahanan. Jika ingin menduduki jabatan sipil, mereka harus pensiun atau mengundurkan diri.

    Usman mencontohkan penugasan TNI dalam urusan narkotika atau siber tanpa keterkaitan dengan pertahanan tidak dapat dibenarkan.

    3. Rule of Engagement dalam OMSP
    Diperlukan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas dalam operasi militer selain perang (OMSP) untuk memastikan supremasi sipil tetap terjaga dalam revisi UU TNI.

    Perubahan DIM Revisi UU TNI

    Dalam kesempatan yang sama, pengamat militer dan Ketua Badan Pekerja Centra Initiative Al Araf mengungkapkan beberapa perubahan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) terbaru yang disampaikan panitia kerja (Panja) DPR, antara lain:

    1. Penghapusan penempatan prajurit TNI aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
    2. Penempatan prajurit TNI aktif di Kejaksaan Agung hanya diperbolehkan untuk jaksa pidana militer (Jampidmil), sedangkan jabatan lainnya tetap diisi oleh sipil.

    “KKP kini sepenuhnya dikelola sipil dan di Kejaksaan Agung, hanya Jampidmil yang boleh dari TNI. Di luar itu, mereka harus pensiun. Ini perkembangan yang baik,” kata Al Araf.

    Selain itu, Panja DPR juga membahas penugasan TNI dalam OMSP, termasuk penanganan siber dan narkotika:

    1. Penanganan siber akan difokuskan pada pertahanan siber.
    2. Penanganan narkotika telah dihapus dari DIM RUU TNI.
    3. Diskusi tentang OMSP dan Peran Presiden.

    Al Araf menambahkan mekanisme pengambilan keputusan dalam OMSP masih menjadi perdebatan. Salah satunya, apakah OMSP akan diputuskan melalui kebijakan politik negara atau konsultasi dengan DPR masih didiskusikan.

    “Namun, karena konstitusi menyatakan presiden adalah penguasa tertinggi TNI, maka keputusan sebaiknya tetap melalui presiden dengan pertimbangan DPR,” pungkasnya terkait beberapa poin dalam pembahasan revisi UU TNI.

  • Jangan Sedih! Ini Jalur Alternatif Masuk PTN jika Gagal SNBP 2025

    Jangan Sedih! Ini Jalur Alternatif Masuk PTN jika Gagal SNBP 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Hasil seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) 2025 baru saja diumumkan hari ini pada pukul 15.00 WIB. Namun, bagi Anda yang tidak lolos SNBP 2025, jangan berkecil hati. Terdapat jalur alternatif lainnya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN).

    Sebelumnya diketahui, tahun ini, hanya 185.000 siswa yang diterima dari 800.000 pendaftar. Namun, bagi yang belum lolos SNBP, jangan khawatir! Masih banyak jalur lain yang dapat ditempuh untuk masuk PTN.

    Berikut ini tujuh jalur alternatif yang tersedia untuk masuk PTN selain SNBP 2025.

    Jalur Alternatif Masuk PTN Selain SNBP 2025

    1. Seleksi nasional berbasis tes (SNBT)

    Jalur ini menggunakan ujian tulis berbasis komputer (UTBK) untuk menilai kemampuan akademik peserta. SNBT menjadi jalur utama setelah SNBP, karena mayoritas PTN menyediakan kuota besar untuk seleksi ini.

    2. Seleksi mandiri PTN

    Jalur ini diselenggarakan oleh masing-masing PTN dengan metode seleksi yang berbeda-beda, seperti nilai rapor, hasil UTBK, tes tertulis, atau kombinasi beberapa metode.

    Kuota untuk seleksi mandiri biasanya berkisar antara 30% hingga 50% dari total penerimaan di PTN.

    3. Seleksi prestasi akademik nasional perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (SPAN-PTKIN)

    Jalur ini diperuntukkan bagi siswa yang ingin masuk perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) di bawah Kementerian Agama. Sistem seleksi ini mirip dengan SNBP, yaitu berdasarkan nilai rapor dan portofolio, tanpa tes tambahan.

    4. Ujian masuk perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (UM-PTKIN)

    Jika tidak lolos SPAN-PTKIN, siswa masih bisa mengikuti UM-PTKIN, yang menggunakan sistem ujian tertulis.

    5. Seleksi nasional masuk politeknik negeri (SNMPN)

    Jalur ini diperuntukkan bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke politeknik negeri atau perguruan tinggi vokasi.

    6. Jalur prestasi khusus

    Beberapa PTN juga membuka jalur seleksi khusus bagi siswa dengan prestasi tertentu, seperti:

    Jalur ketua OSIS: Diperuntukkan bagi siswa yang pernah menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya.Jalur hafiz Qur’an: Untuk siswa yang memiliki kemampuan menghafal Al-Qur’an.Jalur pramuka: Dikhususkan bagi siswa yang memiliki prestasi dalam bidang kepramukaan.

    7. Beasiswa dan program kemitraan

    Beberapa PTN bekerja sama dengan pemerintah daerah atau perusahaan tertentu untuk memberikan beasiswa dengan seleksi khusus. Program ini biasanya ditujukan bagi siswa yang memiliki prestasi akademik tinggi, atau berasal dari daerah tertentu yang memiliki kerja sama dengan PTN.

    Bagi siswa yang belum diterima melalui SNBP 2025, masih banyak peluang untuk masuk PTN melalui jalur lain. Setiap jalur memiliki persyaratan dan jadwal yang berbeda, sehingga penting untuk selalu memeriksa informasi resmi dari PTN tujuan. Pastikan untuk menyiapkan diri dengan maksimal agar bisa lolos ke perguruan tinggi impian!

  • Polisi Ditembak di Lampung, Menko Polkam: Hukum Berat Oknum TNI

    Polisi Ditembak di Lampung, Menko Polkam: Hukum Berat Oknum TNI

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menegaskan oknum TNI yang merupakan terduga pelaku kasus polisi ditembak di Lampung harus dihukum seberat-beratnya. Peristiwa itu terjadi di Desa Karang Mani, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung pada Senin (17/3/2025).

    Budi telah meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk menindaklanjuti kasus ini dengan proses hukum yang tegas dan transparan. Hal yang sama juga dimintakan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    “Proses hukum harus berjalan dan pelaku harus mendapat hukuman terberat,” ujar Budi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa (18/3/2025).

    Soliditas TNI-Polri Terancam

    Budi menilai tindakan pelaku sangat fatal karena selain menewaskan tiga personel Polres Way Kanan, juga diduga melindungi praktik perjudian sabung ayam, yang dilarang dalam hukum pidana.

    “Ini perbuatan sangat tercela. Menggunakan peluru tajam hingga menyebabkan tiga anggota Polri meninggal dunia adalah kejahatan serius,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Budi mengingatkan insiden polisi ditembak di Lampung hingga tewas ini bisa mengganggu soliditas antara TNI-Polri. Terkait hal itu, hukuman berat perlu dijatuhkan sebagai efek jera dan demi menjaga hubungan baik antara kedua institusi.

    “Kasus ini sudah ditangani Puspom TNI. Kita akan ikuti perkembangannya,” kata Budi.

    Kronologi Penembakan di Way Kanan

    Sebelumnya, tiga polisi tewas tertembak saat melakukan penggerebekan perjudian sabung ayam di kawasan Register 44, Desa Karang Mani pada Senin (17/3/2025) sore.

    Korban tewas dalam insiden ini adalah Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto, serta dua anggota Polsek Negara Batin, yaitu Bripka Petrus dan Bripda Ghalib.

    TNI telah mengungkap identitas dua prajurit yang terlibat dalam kasus penembakan ini. Mereka diketahui bertugas di Posramil Negara Batin dan kini sudah ditahan di Denpom 2/3 Lampung untuk penyelidikan lebih lanjut.

    “Mereka telah menyerahkan diri,” ungkap Kapendam II/Sriwijaya Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar terkait kasus polisi ditembak di Lampung hingga tewas.

  • Qada, Kafarat, dan Fidiah dalam Puasa

    Qada, Kafarat, dan Fidiah dalam Puasa

    Memahami hukum puasa memiliki peran penting bagi umat Islam, tidak hanya dalam menjalankan ibadah dengan benar sesuai syariat, juga untuk meraih berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang di dalamnya memiliki dimensi spiritual, etika, dan kesehatan yang signifikan. 

    Dalam dunia spiritual, puasa memiliki fungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, jalan menuju ketakwaan, serta menambah kesadaran akan keberadaan-Nya. Dari perspektif etika, puasa mengajarkan nilai-nilai, seperti kesabaran, keikhlasan, dan pengendalian diri. 

    Dalam bidang kesehatan,  puasa juga memiliki banyak manfaat. Ketika seseorang berpuasa terjadi keseimbangan anabolisme dan katabolisme yang berpengaruh pada asam amino dan berbagai zat lainnya yang dapat membantu peremajaan sel dan komponennya memproduksi glukosa darah dan menyuplai asam amino dalam darah sepanjang hari.

    Segala ibadah yang diperintahkan Allah Swt, termasuk puasa, memiliki manfaat yang baik untuk urusan akhirat maupun dunia, sebagaimana yang diajarkan Islam melalui Al-Qur’an dan hadis. Namun, dalam praktiknya tidak semua orang mampu menjalankan puasa secara penuh karena beberapa kondisi, seperti sakit, bepergian, usia lanjut, ataupun keadaan khusus lainnya. Islam bukanlah agama yang mempersulit umat. Islam memberikan keringanan (rukhsah) bagi orang yang tidak mampu melakukannya dalam bentuk qada, kafarat, dan fidiah, yang memungkinkan seseorang mengganti atau menebus puasa yang ditinggalkan. 

    Memahami hukum qada, kafarat, dan fidiah sangat penting bagi seorang muslim agar dapat menjalankan ibadah puasa sesuai dengan tuntunan syariat. Tanpa pemahaman yang baik, seseorang bisa saja keliru dalam menentukan bentuk tebusan yang seharusnya dilakukan. 

    Dalam fikih juga terdapat banyak perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab dalam menentukan batasan dan mekanisme pelaksanaan qada, kafarat, dan fidiah. Oleh sebab itu, kajian komparatif terhadap pandangan ulama dari berbagai mazhab menjadi penting agar seorang muslim memiliki wawasan yang lebih luas dalam mengamalkan ajaran agama secara benar. 

    Qada, Kafarat, dan Fidiah

    Qada adalah pelaksanaan suatu ibadah yang wajib dan dilakukan di luar waktu yang telah ditetapkan karena adanya uzur atau halangan tertentu. Dalam konteks puasa, qada berarti mengganti hari-hari puasa Ramadan yang ditinggalkan dengan berpuasa pada hari lain setelah Ramadan. Hal tersebut hanya berlaku bagi seseorang yang memiliki alasan syar’i untuk tidak berpuasa, seperti haid, nifas, sakit, bepergian, atau kondisi lain yang dibenarkan oleh syariat. 

    Sebagai contoh, wanita yang mengalami haid diizinkan tidak berpuasa pada  Ramadan, tetapi mereka diwajibkan untuk menggantinya pada hari lain setelah Ramadan. Dengan demikian, qada puasa merupakan mekanisme yang ditetapkan dalam syariat Islam untuk memastikan bahwa setiap muslim tetap dapat memenuhi kewajiban puasanya meskipun terdapat halangan yang sah pada waktu pelaksanaannya. Dalil yang menjelaskan tentang qada puasa terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 184:

    اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٨٤ 

    “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

    Dalam istilah fikih, kafarat adalah denda atau tebusan yang wajib ditunaikan oleh seorang muslim sebagai penebus atas pelanggaran tertentu terhadap hukum syariat. Kafarat bertujuan menghapus dosa akibat pelanggaran tersebut dan sebagai bentuk penyesalan serta komitmen untuk tidak mengulanginya. Dalam konteks puasa, kafarat dikenakan bagi individu yang membatalkan puasa pada Ramadan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti makan, minum, atau berhubungan suami istri secara sengaja. 

    Definisi fidiah adalah bentuk kompensasi atau tebusan yang diberikan oleh seorang muslim sebagai pengganti atas kewajiban ibadah yang ditinggalkan atau tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Dalam hal puasa, fidiah merujuk pada pemberian makanan kepada orang miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan oleh seseorang yang tidak mampu berpuasa pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat, seperti orang tua yang telah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kondisi diri atau bayinya, dan juga orang sakit yang tidak sanggup berpuasa. 

    Fidiah juga didefinisikan sebagai sejenis denda atau tebusan yang dikenakan kepada orang Islam yang melakukan beberapa kesalahan tertentu dalam ibadah atau menebus ibadah karena adanya uzur yang disyariatkan. Dalam praktiknya, fidiah diberikan dengan cara memberi makan kepada fakir miskin sejumlah hari puasa yang ditinggalkan. 

    Dalam fikih, konsep qada, kafarat, dan fidiah, berkaitan erat dengan pelaksanaan dan penggantian ibadah puasa Ramadan. Meskipun tujuan utamanya serupa, yaitu memastikan kewajiban puasa terpenuhi sesuai syariat, terdapat perbedaan pandangan di antara tiga mazhab utama, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali terkait implementasi ketiga konsep tersebut.

    Qada Puasa 

    1. Mazhab Hanafi

    Menurut Mazhab Hanafi jika seseorang menunda qada puasa hingga datangnya Ramadan berikutnya, baik disebabkan oleh uzur maupun tanpa uzur, ia hanya diwajibkan mengqada puasa tersebut tanpa membayar fidiah. Hal ini karena mereka meng-qiyas-kan ibadah puasa dengan ibadah lainnya. 

    2. Mazhab Syafi’i 

    Menurut mazhab Syafi’i jika seseorang menunda qada puasa tanpa uzur hingga datangnya Ramadan berikutnya, maka ia diwajibkan untuk mengqada puasa tersebut dan membayar fidiah sebagai denda. Fidiah yang dimaksud adalah memberi makan satu orang miskin untuk hari puasa yang ia tinggalkan. 

    Kafarat 

    1. Mazhab Maliki

    Menurut Mazhab Maliki jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa Ramadan tanpa uzur syar’i, maka diwajibkan mengqada puasa tersebut dan membayar kafarat. Kafaratnya adalah membebaskan seorang budak. Jika tidak mampu, maka berpuasalah dua bulan berturut-turut dan jika masih tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin. 

    2. Mazhab Syafi’i

    Menurut mazhab Syafi’i jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa tanpa disertai alasan yang dibenarkan maka wajib mengqada tanpa kafarat. Pandangan ini berbeda dengan mazhab Maliki yang mewajibkan kafarat dalam kondisi serupa. 

    Fidiah 

    1. Mazhab Hanafi 

    Menurut mazhab Hanafi jika seseorang menunda qada puasa hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur, maka ia tidak diwajibkan membayar fidiah, cukup mengqada puasa yang ditinggalkan.

    2. Mazhab Syafi’i

    Menurut mazhab Syafi’i jika seseorang menunda qada puasa tanpa adanya uzur hingga Ramadan berikutnya mewajibkan pelaku untuk mengqada dan membayar fidiah. Fidiahnya berupa memberi makan satu orang miskin untuk setiap puasa yang ia tinggalkan. 

    Perbedaan-perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan dalam metode istinbat hukum yang digunakan oleh masing-masing mazhab, seperti perbedaan dalam penafsiran dalil dan penerapan qiyas. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami pandangan mazhab yang mereka ikuti dan berkonsultasi dengan ulama setempat dalam mengamalkan ibadah puasa sesuai dengan kondisi pribadi dan lingkungan masing-masing.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).

  • Kepala BGN Pastikan Makan Bergizi Gratis Lancar Selama Ramadan 2025

    Kepala BGN Pastikan Makan Bergizi Gratis Lancar Selama Ramadan 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Handayana memastikan, program makan bergizi gratis (MBG) tetap berjalan lancar selama Ramadan 2025.

    Hal itu ia sampaikan saat menghadiri peresmian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri, yang kini memiliki empat unit di Mabes Polri dan 16 unit di polda prioritas.

    Menurut Dadan, program MBG berjalan dengan baik karena sebagian besar makanannya bersifat kering dan tahan lama sehingga minim kendala.

    Dia mengaku, variasi menu menjadi perhatian utama, agar penerima manfaat tetap mendapat makanan bergizi dan sesuai dengan kearifan lokal. Kemudian, menu Ramadan seperti pempek, batagor, dan salad diusulkan agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat berpuasa.

    Selainitu, di daerah yang tidak menjalankan puasa, menu makan bergizi gratis tetap normal dan akan kembali diberlakukan secara nasional setelah Ramadan 2025.

    “Alhamdulillah lancar, karena makanannya kering, jadi jarang terjadi masalah,” ujar Dadan di Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).

    Saat ini, ada sekitar 1.000 SPPG yang melayani 3 juta penerima manfaat. Presiden Prabowo Subianto menargetkan jumlah penerima MBG mencapai 82,9 juta orang pada akhir 2025.

    Dadan juga menegaskan, pengawasan terhadap program ini dilakukan secara ketat. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) bahkan siap melakukan audit harian untuk memastikan efektivitas program.

    “Kalau pengawasan, semua orang bisa ikut mengawasi. Apalagi BPKP siap melakukan audit setiap hari,” pungkasnya terkait program makan bergizi gratis selama Ramadan 2025.

  • Lafal Niat Puasa Ramadan: Ramadhana atau Ramadhani, Mana Lebih Tepat sesuai Kaidah Ilmu Nahwu?

    Lafal Niat Puasa Ramadan: Ramadhana atau Ramadhani, Mana Lebih Tepat sesuai Kaidah Ilmu Nahwu?

    Jakarta, Beritasatu.com – Perdebatan mengenai lafal niat puasa Ramadan sering penulis temukan, terlebih lagi di kalangan para pembelajar ilmu nahwu. Perdebatan ini muncul pada lafal رمضان, apakah dibaca dengan harakat akhir fathah atau kasrah?

    Niat dalam puasa Ramadan atau puasa wajib ini memang menjadi hal yang krusial karena merupakan bagian dari fardunya puasa. Di antara empat fardunya puasa adalah niat, menahan makan dan minum, menahan dari melakukan jima, serta menahan dari muntah dengan sengaja.

    Adapun kegiatan sahur yang menjadi rutinitas ketika puasa tersebut juga tidak bisa dijadikan sebagai niat, meskipun diniatkan sebagai usaha untuk dapat menjalani puasa dengan sempurna.

    Bagaimana Cara Niat Puasa?

    Meskipun demikian, niat itu tidak harus diucapkan, karena hukum pengucapannya sunah. Apabila melihat makna dari niat, yaitu قّصْدُ شَيْئٍ مُقْتَرَنًا بِفِعْلِهِ (menyengaja melakukan sesuatu yang dibarengi dengan perbuatan tersebut) di mana tempatnya di dalam hati. Oleh karena itu, di sini letak kesunahan pengucapan lafal puasa.

    Perdebatan ini juga muncul ketika tradisi masyarakat yang menjalankan tradisi melaksanakan pengucapan niat bersama setelah salat tarawih, sehingga perbedaan bacaan menjadi hal yang samar atau bias bagi masyarakat yang tidak mempelajari secara dalam ilmu nahwu. Lalu manakah bacaan niat yang benar itu?

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى 

    atau 

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى

    Apabila dibahas dalam segi nahwu, perbedaan pembacaan pada kedua niat tersebut terletak pada lafal رمضان yang merupakan isim ghoiru munsarif. Secara teori, isim ghoiru munsarif yang tidak bisa menerima tanwin ini, jika diposisikan pada konteks kalimat demikian yang menjadi mudhof ilaih yang harus dibaca khofd/ jer. Maka, yang paling tepat adalah membacanya dengan harakat fathah, karena tanda jer isim ghoiru munsarif adalah fathah.

    Akan tetapi, pada hakikatnya keduanya, baik dibaca fathah atau kasrah sama-sama bisa digunakan, tetapi dengan pembenahan berikut ini:

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلّهِ تَعَالَى 

    atau 

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى

    Adapun analisis kedua kalam tersebut menurut gramatika nahwu adalah sebagaimana berikut ini.

    Lafal Niat Pertama

    Lafal ramaḍāna diharakati fathah merupakan isim ghoiru munsarif dengan kedudukan sebagai muḍāf ilayh yang wajib dibaca jer dengan tanda fathah. Adapun lafal setelahnya, هَذِهِ السَّنَةkalimat al-sanah wajib diharakati akhir fathah karena berkedudukan sebagai dharf al-zamān (keterangan waktu) yang wajib dibaca naṣab dengan tanda fathah pada kasus isim mufrad.

    Lafal Niat Kedua

    Lafal ramaḍān diharakati kasrah merupakan isim ghoiru munsarif (yang dalam hal ini telah menjadi munsarif) dengan kedudukan sebagai muḍāf ilayh yang wajib dibaca jer dengan tanda kasrah pada kasus isim mufrad serta berkedudukan sebagai muḍāf kalimat setelahnya. Adapun lafal setelahnya, هَذِهِ السَّنَةkalimat al-sanah wajib diharakati akhir kasrah karena berkedudukan sebagai muḍāf ilayh lafal رَمَضَانِ.

    Pada kedua keterangan tersebut ada perbedaan pengkategorian lafal رَمَضَانِ, dimana pada penjelasan pertama disebut sebagai isim ghoiru munsarif, sedangkan pada penjelasan kedua disebut sebagai isim yang sudah munsarif dan kembali kepada hukum isim-isim lainnya. Sebagaimana keterangan dalam kitab Alfiyyah Ibn Mālik dan Kawākib al-Durriyah, ke-ghoiru munsarif-an suatu kalimat akan hilang atau akan kembali ke munsarif, apabila di-idhofah-kan (disandarkan kepada kalimat lain) atau kembali dimasuki alif lam. 

    Dari kedua pendapat tersebut, mayoritas ulama lebih banyak atau lebih mengutamakan penggunakaan niat lafal kedua dibanding yang pertama, yaitu dengan memposisikan laafai hadhihi al-sannah sebagai susunan idhofah dengan kalimat ramaḍāni. 

    Kesimpulan dari penjelasan di atas, baik penggunaan harakat akhir fathah atau kasrah pada lafal ramadān, kedunya sama-sama diperbolehkan dengan komposisi bacaan lengkapnya sebagai berikut: 

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةَ لِلّهِ تَعَالَى 

    atau 

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى

     

    Terlepas dari lafal yang disebutkan dalam Bahasa Arab tersebut, perlu diketahui bahwasanya sejatinya niat itu berada di dalam hati. Pada praktiknya nanti, apabila niat itu diucapkan sah-sah saja jika tidak menggunakan Bahasa Arab, yaitu menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Sasak, dan lain sebagainya.

    Penulis adalah mahasiswi program magister Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Jelang Lebaran 2025, Ini Instruksi Wamendagri untuk Kepala Daerah

    Jelang Lebaran 2025, Ini Instruksi Wamendagri untuk Kepala Daerah

    Depok, Beritasatu.com – Untuk memperlancar arus lalu lintas saat musim mudik jelang Lebaran Idul Fitri 2025, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menginstruksikan seluruh kepala daerah untuk memastikan jalur mudik bebas dari kemacetan.

    Sejumlah titik rawan kemacetan menjadi perhatian khusus, terutama di sekitar pasar tumpah serta ruas jalan yang mengalami kerusakan atau sedang dalam perbaikan.

    Selain itu, Wamendagri Bima Arya juga meminta kepala daerah untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok jelang Lebaran. Ia menekankan pentingnya pengawasan distribusi dan produksi agar tidak terjadi lonjakan harga maupun kelangkaan barang.

    “Kemendagri meminta seluruh kepala daerah untuk mengamankan jalur mudik. Jangan sampai ada hambatan akibat pasar tumpah atau perbaikan jalan yang berujung pada kemacetan. Selain itu, kepala daerah juga harus menjaga stabilitas harga bahan pokok agar tidak naik dan tidak langka, termasuk dalam distribusi dan produksinya,” ujar Bima Arya, Senin (17/03).

    Pernyataan tersebut disampaikan Bima Arya saat menghadiri kegiatan pembagian takjil gratis di kawasan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, jelang Lebaran 2025.

  • Dipecat dari Polisi, Ini Pelanggaran Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

    Dipecat dari Polisi, Ini Pelanggaran Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

    Jakarta, Beritasatu.com – Polri resmi menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat sebagai anggota Polri terhadap eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terungkap sejumlah pelanggaran AKBP Fajar.

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, dari sidang etik didapatkan beberapa pelanggaran yang dilakukan AKBP Fajar saat menjabat sebagai kapolres Ngada.

    Pelanggaran tersebut, yaitu melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur, perzinaan tanpa ikatan pernikahan yang sah, dan mengonsumsi narkoba.

    “Selain itu, merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” ujar Trunoyudo di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/3/2025) terkait pemecatan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Dia mengatakan, selain pemecatan, sanksi administratif lainnya yang dijatuhkan adalah ditempatkan di penempatan khusus (patsus) terhitung sejak 7 Maret sampai dengan 13 Maret 2025. Sanksi tersebut telah dijalani AKBP Fajar.

    Di samping itu, sanksi etika yang dijatuhkan adalah perbuatan AKBP Fajar dinyatakan sebagai perbuatan tercela.

    Sebelumnya, Mabes Polri telah menetapkan AKBP Fajar Widyadharma sebagai tersangka, dengan empat korban, tiga di antaranya masih di bawah umur. Selain melakukan pencabulan, Fajar juga merekam aksi bejatnya dan menjual video tersebut ke situs porno luar negeri.

    Selain itu, eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja juga terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

  • Dipecat dari Polisi, Ini Pelanggaran Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar

    Dipecat karena Pelecehan dan Narkoba, Eks Kapolres Ngada Banding

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja mengajukan banding seusai mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat sebagai anggota Polri.

    AKBP Fajar dipecat karena telah melakukan pelecehan seksual dan persetubuhan anak dibawah umur, perzinahan tanpa ikatan pernihakan yang sah, serta mengkonsumsi narkoba.

    “Dengan putusan tersebut kami perlu sampaikan informasi  bahwasannya atas putusan tersebut pelanggar menyatakan banding yang menjadi bagian daripada hak milik pelanggar,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).

    Sementara itu di kesempatan yang sama, Karowabprof Divpropam Polri Brigjen Pol Agus Wijayanto menjelaskan banding diajukan selambat-lambatnya tiga hari pascaputusan sidang, sehingga kewajiban AKBP Fajar (pelanggar) adalah menyerahkan memori banding.

    “Setelah (Fajar) menyerahkan memori banding, kita sekretariat membentuk komisi banding. Setelah dibentuk komisi banding, kita laksanakan sidang banding tanpa kehadiran pelanggar,” katanya lagi.

    Agus menambahkan, nantinya sidang banding akan dilakukan tanpa kehadiran dari AKBP Fajar. Hal tersebut sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    “Saya tegaskan sidang banding tanpa kehadiran pelanggar sesuai dengan Perpol 7 Tahun 2022,” tutupnya.

    Selain dipecat, AKBP Fajar juga dijatuhi sanksi berupa penempatan di tempat khusus (patsus) di ruang Patsus Biro Provos Propam Polri, selama tujuh hari terhitung sejak 7-13 Maret.

    Sebelumnya, Mabes Polri telah menetapkan AKBP Fajar Widyadharma sebagai tersangka, dengan empat korban, tiga di antaranya masih di bawah umur. Selain melakukan pencabulan, Fajar juga merekam aksi bejatnya dan menjual video tersebut ke situs porno luar negeri.

    Selain itu, mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja juga terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Dengan berbagai pelanggaran berat yang dilakukan, ia terancam sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Polri.

  • Rapat RUU TNI Dijaga Rantis, Puan: Ada yang Geruduk

    Rapat RUU TNI Dijaga Rantis, Puan: Ada yang Geruduk

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR RI, Puan Maharani, memberikan tanggapan terkait keberadaan kendaraan taktis (rantis) dalam pengamanan rapat pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta. Menurut Puan, langkah pengamanan tersebut diambil karena adanya pihak yang berusaha masuk tanpa izin ke dalam lokasi rapat.

    “Teman-teman juga tahu bahwa ada pihak yang mencoba masuk tanpa izin. Jadi, dalam acara apa pun, kalau ada yang masuk tanpa izin, tentu tidak diperbolehkan,” ujar Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Puan menegaskan bahwa proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak untuk menghormati jalannya diskusi serta tidak melakukan tindakan yang mengganggu.

    “Tidak pantas untuk masuk ke dalam ruang yang bukan haknya,” tandasnya.

    Sebelumnya, tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan melakukan aksi protes saat rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025). Mereka mencoba masuk ke ruang pertemuan yang terletak di Ruby 1 dan 2 untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI.

    Salah seorang aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andrie Yunus, mengenakan pakaian serbahitam dan berusaha menerobos masuk. Namun, dua staf berpakaian batik segera menghalangi langkahnya. Bahkan, dalam insiden tersebut, Andrie sempat terdorong hingga terjatuh sebelum akhirnya bangkit kembali.

    “Woi, Anda mendorong! Teman-teman, lihat bagaimana kami mengalami tindakan represif,” teriak Andrie.

    Setelah gagal masuk, Andrie bersama dua aktivis lainnya melanjutkan aksi protes mereka di depan pintu rapat yang telah tertutup. Mereka dengan lantang menyerukan agar pembahasan RUU TNI dihentikan.

    “Kami menolak pembahasan RUU TNI! Kami menolak dwifungsi ABRI! Hentikan pembahasan ini karena prosesnya dilakukan secara diam-diam dan tertutup!” tegas Andrie.

    Pengamanan ketat dalam rapat ini menjadi sorotan publik, terutama setelah munculnya aksi demonstrasi dari kelompok sipil yang menolak revisi UU TNI. Hingga kini, perdebatan mengenai transparansi dan isi dari RUU TNI masih terus berlanjut di berbagai kalangan.