Category: Beritajatim.com Politik

  • Pemkab Lamongan Gelar High Level Meeting Kendalikan Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru

    Pemkab Lamongan Gelar High Level Meeting Kendalikan Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru

    Lamongan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Lamongan menggelar High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengantisipasi lonjakan harga menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Kegiatan berlangsung di Pendopo Lokatantra, Selasa (11/11/2025), dipimpin langsung oleh Bupati Lamongan Yuhronur Efendi.

    Bupati yang akrab disapa Pak Yes itu mengatakan, HLM menjadi forum penting untuk menjaga stabilitas inflasi di Kabupaten Lamongan dengan meninjau berbagai faktor, seperti data produksi, pasokan, distribusi barang, biaya transportasi, serta harga kebutuhan pokok di pasar lokal.

    “Pengendalian inflasi adalah tanggung jawab bersama. Upaya pengendalian tersebut dapat diawali melalui HLM, karena arah dan integrasi data bisa dilakukan,” ujar Pak Yes.

    Menurutnya, forum ini juga berfungsi untuk mengintegrasikan data dan informasi dari berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah agar kebijakan yang diambil dapat lebih terkoordinasi dan efektif.

    Pak Yes menyampaikan, pada Oktober 2025 inflasi year on year (y-on-y) di Provinsi Jawa Timur tercatat sebesar 2,69 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 109,23. Sementara di Kabupaten Lamongan, melalui sister city tercatat inflasi sebesar 0,43 persen (bulan ke bulan) dan 2,83 persen (tahun ke tahun). Kelompok penyumbang inflasi terbesar berasal dari cabai rawit, cabai merah, dan minyak goreng.

    “Angka inflasi masih terkendali, namun kita harus terus menekan agar tidak terjadi lonjakan. Terlebih saat Nataru berpotensi terjadi inflasi yang tinggi,” ungkapnya.

    Sebagai langkah antisipatif, Pemkab Lamongan menyiapkan sejumlah strategi untuk menekan inflasi. Di antaranya melalui program Close Loop Economy hasil kolaborasi Koperasi Merah Putih dan WASILA, efisiensi rantai pasok, serta gerakan “Lamongan Menanam Pangan” dengan kegiatan tanam serentak cabai, bawang, dan komoditas hortikultura guna memperkuat ketahanan pangan rumah tangga.

    Selain itu, Pemkab juga mengoptimalkan cadangan pangan daerah melalui sinergi Bulog, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), serta Disperindag. Sistem Early Warning dari BPS dan Bank Indonesia turut dimanfaatkan untuk memantau potensi gejolak harga.

    Kerja sama antar daerah di kawasan Gerbangkertosusila juga akan diperluas untuk memperlancar pasokan lintas wilayah dan mengurangi disparitas harga. Pemerintah daerah akan memanfaatkan integrasi data dan dashboard TPID yang tersinkronisasi dengan sistem SIGAP untuk pengambilan keputusan cepat dan presisi berbasis data.

    Langkah lain yang dilakukan antara lain memperkuat komunikasi publik TPID agar harga dan stok kebutuhan pokok dipublikasikan secara terbuka, mencegah spekulasi serta panic buying. Revitalisasi pasar tradisional juga menjadi fokus dengan peningkatan kenyamanan, digitalisasi transaksi, dan pengawasan harga secara ketat.

    “Seluruh OPD dan TPID bersinergi untuk melaksanakan strategi pengendalian inflasi di Kabupaten Lamongan. Selain itu kami juga bersinergi dengan Pemerintah Provinsi maupun pusat,” tegas Pak Yes.

    Sebagai pedoman utama, Pemkab Lamongan menerapkan prinsip 4K, yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif antar lembaga.

    Sementara itu, Pimpinan Cabang Bulog Bojonegoro, Ferdian Darma Atmaja, memastikan stok beras di Lamongan dalam kondisi aman. “Hasil panen berupa beras sebanyak 522.524 ton, sedangkan kebutuhan beras masyarakat Lamongan sekitar 130 ribu ton,” ujarnya. [fak/beq]

  • Jalan Poros Desa Napis Bojonegoro Akan Diperbaiki Lewat Dana CSR Perusahaan

    Jalan Poros Desa Napis Bojonegoro Akan Diperbaiki Lewat Dana CSR Perusahaan

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memastikan jalan poros desa di Desa Napis, Kecamatan Tambakrejo, akan segera diperbaiki. Jalan yang menjadi akses utama warga di tiga dusun itu kondisinya rusak parah dan rencananya akan direhabilitasi menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

    Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (PUBMPR) Bojonegoro, Chusaivi Ivan, mengatakan pihaknya telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi. “Kami sudah meninjau jalan itu dan akan melakukan rehabilitasi melalui program CSR,” ujar Ivan, Selasa (11/11/2025).

    Menurut Ivan, penggunaan dana CSR dipilih karena pembangunan jalan poros desa tersebut belum tercantum dalam rencana anggaran tahun 2025. “Dana CSR menjadi pilihan karena di tahun anggaran 2025 tidak dialokasikan, dan statusnya merupakan jalan poros desa,” jelasnya.

    Saat ini, Dinas PUBMPR Bojonegoro masih berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk memastikan mekanisme pelaksanaan program tersebut. Ivan berharap rehabilitasi dapat segera terealisasi agar warga Desa Napis bisa kembali beraktivitas dengan lancar.

    Sementara itu, Kepala Desa Napis, Mulyono, menyambut baik rencana perbaikan jalan yang menjadi akses utama warga di Dusun Bagi, Dusun Koripan, dan Dusun Daplangu. “Alhamdulillah, dengan adanya perbaikan ini warga bisa beraktivitas dengan lancar. Jalan ini juga digunakan warga menuju Kabupaten Ngawi,” ujarnya.

    Kerusakan jalan poros desa Napis sebelumnya sempat viral di media sosial, terutama saat musim hujan ketika jalan tersebut sulit dilalui kendaraan. Kondisi itu menyulitkan warga untuk bekerja dan mengangkut hasil pertanian. Mulyono berharap rehabilitasi ini tidak hanya memperlancar mobilitas, tetapi juga berdampak pada peningkatan ekonomi warga.

    “Semoga perbaikan ini bisa meningkatkan nilai ekonomi masyarakat,” pungkasnya. [lus/beq]

  • Bus Trans Jatim Rute Malang–Batu Siap Beroperasi 20 November

    Bus Trans Jatim Rute Malang–Batu Siap Beroperasi 20 November

    Malang (beritajatim.com) – Bus Trans Jatim koridor Malang–Batu akan mulai beroperasi pada 20 November 2025. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dijadwalkan meresmikan 15 armada bus yang akan melayani rute Kota Malang menuju Kota Batu dan sebaliknya.

    Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menjelaskan bahwa peresmian akan berlangsung di Balai Kota (Balkot) Malang. Dari total 15 armada, sebanyak tujuh bus akan melayani arah Kota Batu, tujuh bus lainnya menuju Kota Malang, sementara satu bus bersifat siaga.

    “Sudah melalui proses yang cukup panjang. Insya Allah kalau tidak ada halangan, akan diluncurkan pada 20 November 2025 oleh Gubernur di Balkot. Armadanya sebanyak 15, rencananya dari arah Batu tujuh bus, arah Malang tujuh bus, dan satu standby. Jadi yang berjalan 14 bus,” ujar Widjaja, Selasa (11/11/2025).

    Ia menambahkan bahwa pengoperasian Trans Jatim di koridor Malang–Batu akan didukung oleh keberadaan shelter, halte, dan rambu penanda berhenti. Infrastruktur pendukung tersebut disiapkan untuk memastikan kelancaran operasional sekaligus memudahkan penumpang naik dan turun bus.

    “Sifatnya ada dua, shelter dan halte, yang kedua hanya rambu. Mengapa disebut rambu, karena keterbatasan infrastruktur. Hanya diberi tanda stop bus, penumpang naik turun di situ saja. Selebihnya shelter dan halte,” jelasnya.

    Berdasarkan hasil survei Dishub Kota Malang bersama Dishub Provinsi Jawa Timur, nantinya akan tersedia 18 titik halte dan rambu pemberhentian di sepanjang rute Malang–Batu. Titik keberangkatan utama di Kota Malang dimulai dari Terminal Hamid Rusdi.

    “Hasil survei kami bersama Dishub Provinsi Jatim diperoleh sebanyak 18 halte dan rambu stop, pulang-pergi, artinya dari arah Batu maupun dari Kota Malang,” tutur Widjaja.

    Pengoperasian Trans Jatim di koridor Malang–Batu menjadi bagian dari perluasan layanan transportasi publik terintegrasi di Jawa Timur. Kehadiran armada ini diharapkan dapat mengurangi kemacetan, meningkatkan mobilitas warga, serta memperkuat konektivitas antarwilayah wisata dan ekonomi di kawasan Malang Raya. [luc/beq]

  • Taufiq MS: Penganugerahan Pahlawan Nasional Harus Jadi Refleksi, Ada Ironi Marsinah dan Soeharto

    Taufiq MS: Penganugerahan Pahlawan Nasional Harus Jadi Refleksi, Ada Ironi Marsinah dan Soeharto

    Surabaya (beritajatim.com) – Politisi muda Surabaya, Taufiq MS, mengajak publik menjadikan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional tahun ini sebagai bahan refleksi sejarah. Menurutnya, ada ironi ketika nama Marsinah, aktivis buruh yang gugur karena melawan represi, bersanding dengan Soeharto, yang berkuasa pada masa ketika penindasan itu terjadi.

    “Ada ironi sejarah di sana. Di satu sisi, kita memuliakan korban perjuangan buruh; di sisi lain, kita juga memuliakan penguasa pada masa ketika suara buruh dibungkam,” ujar Taufiq, yang juga Ketua IKA FISIP UINSA, Selasa (11/11/2025).

    Ia menilai publik pasti menangkap kontras tersebut sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa. Situasi itu, kata Taufiq, perlu menjadi renungan bersama agar penghargaan pahlawan tidak berhenti pada seremoni semata. “Ini paradoks yang perlu menjadi bahan refleksi bersama,” tambahnya.

    Meski demikian, Taufiq menyampaikan apresiasi terhadap penganugerahan gelar pahlawan kepada seorang kiai asal Madura yang dikenal sebagai guru KH Hasyim Asy’ari. Ia menyebut keputusan itu menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya terjadi di medan pertempuran.

    “Pemerintah telah menunjukkan sikap berkeadilan sejarah. Bahwa pahlawan bukan hanya mereka yang berjuang di medan tempur, tetapi juga para kiai dan guru bangsa yang menanamkan nilai keislaman, kebangsaan, dan kemerdekaan,” kata politisi muda dari Partai NasDem tersebut.

    Taufiq juga memberi penghormatan terhadap penganugerahan gelar pahlawan untuk Marsinah, aktivis buruh perempuan yang gugur karena perjuangannya. Ia menyebut figur Marsinah sebagai simbol keberanian perempuan dan keteguhan kelas pekerja melawan ketidakadilan.

    “Marsinah adalah simbol perjuangan kelas pekerja dan keberanian perempuan melawan ketidakadilan. Dia pantas mendapatkan gelar itu, bahkan mungkin sudah lama layak,” ujarnya.

    Taufiq menegaskan, penghormatan kepada para pahlawan harus diwujudkan melalui kebijakan dan keberpihakan nyata kepada rakyat. Menurutnya, semangat keadilan sosial adalah fondasi yang tidak boleh dilepaskan dari makna kepahlawanan.

    “Semangat para kiai dan aktivis seperti Marsinah adalah napas bangsa ini. Jangan sampai penghargaan itu berhenti sebagai simbol dan mengaburkan makna perjuangan,” pungkasnya. [asg/kun]

  • Belanja APBD Jember 2026 Rp 4,576 T

    Belanja APBD Jember 2026 Rp 4,576 T

    Jember (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengalokasikan belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 sebesar Rp 4,576 triliun. Sementara pendapatan direncanakan Rp 4,394 triliun.

    Demikian nota pengantar yang dibacakan Bupati Muhammad Fawait, dalam sidang paripurna di gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (10/11/2025) malam.

    Sektor pendapatan direncanakan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 1,376 triliun dan pendapatan transfer Rp 3,026 triliun.

    Sementara belanja operasi dialokasikan Rp 3,762 triliun, belanja modal Rp 345 miliar, belanja tidak terduga Rp 15 miliar, belanja transfer Rp 453 miliar, penerimaan pembiayaan Rp 182,6 miliar.

    Pagu terbesar untuk urusan pemerintahan bidang kesehatan yakni Rp 1,541 triliun dan bidang pendidikan sebesar Rp 1,375 triliun. Berikutnya adalah urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yakni Rp 221,079 miliar.

    Besarnya alokasi pagu bidang kesehatan tak lepas dari bidang ini sebagai prioritas. PesertaUniversal Health Coverage di Jember hingga 1 Oktober 2025 mencapai 2.592.381 orang atau 98,74 persen dari total. penduduk.

    “Ke depan, Pemkab Jember menargetkan 100 persen cakupan UHC agar seluruh penduduk tanpa terkecuali untuk mendapatkan perlindungan kesehatan,” kata Bupati Fawait.

    Salah satu pengembangan dari Universal Health Coverage (UHC), menurut Fawait, adalah pelayanan home care bagi masyarakat yang mengidap penyakit kronis hingga disabilitas. “Layanan home care akan dilaksanakan pada 1 Januari 2026,” katanya.

    Pemkab Jember akan mempersiapkan kendaraan khusus, tenaga kesehatan, dan alat komunikasi. “Dengan demikian masyarakat yang tidak bisa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan, bisa berkomunikasi dengan dokter melalui handphone untuk berkonsultasi,” kata Fawait.

    Nantinya, lanjut Fawait, tim tenaga kesehatan akan mendatangi rumah pasien. “Dengan demikian, tidak ada lagi warga yang terpinggirkan dari akses layanan medis hanya karena kendala finansial. Keberhasilan Jember dalam mendekati cakupan penuh UHC mencerminkan keberhasilan kebijakan pemerintah daerah dalam menempatkan kesehatan sebagai prioritas pembangunan,” katanya. [wir]

  • Pajak Tambang Blitar Bocor, Bapenda Putar Otak Kejar Target Rp1,8 Miliar

    Pajak Tambang Blitar Bocor, Bapenda Putar Otak Kejar Target Rp1,8 Miliar

    Blitar (beritajatim.com) – Waktu yang tersisa bagi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar untuk memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tinggal 2 bulan lagi. Dengan target ambisius sebesar Rp1,8 miliar, Bapenda kini harus tancap gas agar bisa mengejar sisa 20 persen di tengah temuan adanya kebocoran di sejumlah pos pengawasan.

    Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaningayu Dewi, mengungkapkan bahwa hingga awal November 2025 ini, capaian pajak MBLB telah memasuki 80 persen dari target total Rp1,8 miliar yang ditetapkan di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK). Jumlah tersebut termasuk lompatan besar, mengingat sebelumnya pendapatan dari sektor ini hanya di kisaran Rp364 juta setahun.

    “Targetnya pada PAK ini jadi Rp1,8 miliar. Kami optimis bisa memenuhi target dalam 2 bulan ini,” ujar Ayu.

    Kondisi yang dialami oleh Bapenda Kabupaten Blitar sebenarnya cukup pelik. Pasalnya, dari hasil monitoring di lapangan masih ada kebocoran dari pos pengawasan MBLB

    “Faktornya, di Blitar sisi selatan sebelah timur itu banyak truk lewat membawa komoditas tambang namun belum ada pos pengawasan. Hal itu yang membuat penambang tidak bisa menunjukkan STP (Surat Tanda Pengambilan) untuk kebutuhan pembayaran pajaknya,” ungkapnya.

    Untuk menambal kebocoran tersebut, Bapenda menerapkan dua strategi jitu yakni menggeser pos yang tidak efektif dan menambah pos baru di titik rawan. Salah satu contoh sukses adalah pergeseran pos di Dusun Menjangan Kalung, Desa Slorok, Garum. Akibat ada proyek pembangunan jalan, pos terpaksa dipindah.

    “Ternyata dengan hal itu, (pos baru) lebih efektif untuk menagih STP kepada penambang. Lokasi pos yang baru itu lebih mendekati lokasi tambang,” jelas Ayu.

    Tak berhenti di situ, Bapenda merencanakan penambahan pos pengawasan baru yang akan beroperasi mulai Desember. Lokasi yang disasar adalah titik simpul yang ramai dilewati truk tambang.

    “Rencananya di Kecamatan Kademangan, Gandusari, Nglegok, dan Binangun. Ini bisa berubah, karena pos pengawasan ini sifatnya portable. Tentu membaca ada titik simpul yang dilewati truk, di situ kami tempatkan,” tegasnya.

    Untuk memperkuat pengawasan, Bapenda juga menggagas pembentukan Tim Pengawas MBLB yang melibatkan Forkopimda dan stakeholder terkait. Langkah ini diambil untuk mencegah kebocoran dan mengoptimalkan pengendalian pajak MBLB yang potensi PAD-nya terbukti masih banyak bocor. [owi/beq]

  • Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Surabaya (beritajatim.com) – Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kebijakan redenominasi rupiah atau penghilangan tiga angka nol mata uang menjadi kewenangan mutlak Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Dia juga memastikan langkah penyederhanaan nilai tukar, misalnya mengubah Rp1.000 menjadi Rp1, dipastikan tidak akan terjadi tahun ini maupun tahun depan, 2026.

    “Itu kebijakan bank sentral. Dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” kata Purbaya di Universitas Airlangga Surabaya, ditulis Selasa (11/11/2025).

    Purbaya menyebut timeline implementasi redenominasi tidak berada di bawah kendalinya. “Nggak tahun depan, saya nggak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral,” tegasnya.

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah yang diinisiasi oleh Menkeu Purbaya sempat disorot publik. Rencana ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Redenominasi sendiri merupakan langkah memotong nilai nominal uang (misal Rp1.000 jadi Rp1) tanpa mengubah nilai intrinsik atau daya beli masyarakat. [ipl/beq]

  • Tak Akur, Warga Jember Gugat Bupati Fawait dan Wabup Djoko ke Pengadilan

    Tak Akur, Warga Jember Gugat Bupati Fawait dan Wabup Djoko ke Pengadilan

    Jember (beritajatim.com) – Mashudi alias Agus MM, warga Kecamatan Kaliwates, menggugat Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto ke Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur.

    Gugatan didaftarkan pada 3 November 2025 dengan nomor Perkara 131/Pdt.G/2025/PN Jmr Sidang perdana akan digelar pada Rabu, 19 November 2025, dengan menempatkan Wabup Djoko sebagai tergugat dan Bupati Fawait sebagai turut tergugat.

    Gugatan itu berhubungan dengan ketidakakuran Bupati Muhammad Fawait dengan Wabup Djoko Susanto. Mashudi sudah menyiapkan sejumlah bukti ketidakharmonisan Fawait dan Djoko, mulai dari surat kesepakatan pembagian tugas, ketidakhadiran Wabup dalam sejumlah acara resmi, banyaknya foto yang memampang Bupati Fawait dan istrinya daripada foto Wabup, hingga tidak ditunjuknya Wabup untuk mewakili saat Bupati berhalangan.

    Dalam surat gugatannya, Mashudi mengatakan, konflik tersebut berdampak terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Jember, sehingga merugikannya sebagai penjual freelance galvalum atau baja ringan. “Permintaan kebutuhan galvalum atau baja ringan berkurang drastis,” katanya.

    Maka dalam gugatannya, Mashudi meminta hakim untuk memerintahkan Bupati Fawait dan Wabup Djoko melakukan rekonsiliasi dan sinergi dalam menjalankan roda pemerintahan Kabupaten Jember sampai akhir masa jabatan.

    “Kami juga meminta hakim untuk memerintahkan mereka menjaga kondusivitas masyarakat dari kegaduhan yang berdampak pada pembangunan Kabupaten Jember,” kata Mashudi.

    Konflik antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko sudah terjadi sejak keduanya dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025. Djoko merasa tidak pernah dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan strategis. Puncaknya adalah saat Djoko mengadukan pemerintahan Jember ke Menteri Dalam Negeri dan Komisi Pemberantasan Korupsi. [wir]

  • Sisa 1,5 Bulan, Proyek ‘Fantastis’ Labkesda Blitar Rp13 Miliar Dikebut

    Sisa 1,5 Bulan, Proyek ‘Fantastis’ Labkesda Blitar Rp13 Miliar Dikebut

    Blitar (beritajatim.com) – Kabupaten Blitar kini tengah membangun Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) modern yang berada di Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Sutojayan. Dibangun dengan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp13 miliar lebih, fasilitas ini ditargetkan rampung pada 15 Desember 2025 mendatang.

    Proyek bernilai cukup fantastis ini akan dibangun dengan 2 lantai yang kini pengerjaannya tengah dikebut agar akhir tahun bisa digunakan. Meski saat ini progres pembangunan masih mencapai 60-65 persen, namun dalam kurun waktu 1,5 bulan ke depan ditargetkan proyek fasilitas kesehatan ini bisa berdiri untuk dioperasionalkan.

    “Alhamdulillah, progresnya cukup bagus. Pekerjaannya sudah sekitar 65 persen dan ditargetkan selesai pada 15 Desember nanti. Kami akan terus kawal agar proses pembangunan berjalan lancar tanpa kendala,” ujar Wakil Bupati Blitar, Beky Herdihansah pada Selasa (11/11/2025).

    Beky menyebut bahwa Laboratorium Kesehatan Daerah ini penting keberadaanya. Menurutnya fasilitas kesehatan ini akan berperan penting dalam pengawasan mutu makanan yang dihasilkan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Wabup Blitar itu menyebut, labkesda ini juga akan menunjang pengawasan makanan dan gizi, agar ke depan tidak ada lagi kasus keracunan. Sebab, sebelumnya pernah ada kasus keracunan yang ada di Blitar. Namun beberapa sampel harus dibawa ke Surabaya. Hal ini juga sejalan dengan arahan program Presiden terkait keamanan pangan.

    Beky berharap pembangunan Labkesda dapat selesai sesuai target dan segera dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat Kabupaten Blitar.

    “Semoga lancar sampai selesai dan bisa segera digunakan untuk mendukung pelayanan kesehatan yang lebih baik,” tegasnya. [owi/beq]

  • Triliun di Telinga Rakyat

    Triliun di Telinga Rakyat

    Judul naskah ini tidak salah. Ya, memang di telinga rakyat. Hanya di telinga. Bukan di tangan rakyat.
    Belakangan para elit sedang berbicara tentang uang triliunan. Diucapkan dengan nada enteng. Dalam berita, di sidang kabinet, pidato menteri, atau di media sosial. Rakyat berdompet tipis pun ikut-ikutan bicara triliunan. Cuma bicara.

    Kabar baiknya, kadang angka triliunan rupiah itu dalam konteks berita baik: proyek pembangunan jembatan, makan gratis bergizi (meski kadang beracun), dana suntikan untuk bank pemerintah, atau bantuan sosial. Dan, yang tak pernah ketinggalan, dana ratusan triliun yang diembat koruptor cerdik.

    Berjuta rakyat kecil dipaksa mendengarkan angka triliunan itu. Dari warung kopi atau di sela kerja harian. Mereka hanya bisa mengelus dada. Bagi mereka, angka jutaan saja sudah terasa jauh, apalagi triliunan.
    Perbedaan yang sangat mencolok. Dirasakan sebagian besar rakyat yang tengah bergulat mendapatkan seribu atau seratus ribu. Maka perbincangan mengenai dana triliunan rupiah menggigit rasa ketidakadilan, frustrasi, dan bahkan kepedihan.

    Mengapa terasa menyakitkan? Rakyat mengalami kesulitan finansial yang nyata dan mendesak. Bagi rakyat setiap rupiah sangat berarti. Wajar jika nominal triliunan rupiah terasa sangat abstrak dan jauh dari realitas mereka. Serasa menciptakan jurang lebar antara elit pengambil kebijakan dan rakyat biasa.

    Pernyataan tentang dana triliunan yang “menghambur” atau dialokasikan untuk hal-hal yang tidak terasa mendesak atau langsung membantu rakyat, telah menimbulkan persepsi bahwa para pembuat keputusan tidak sensitif atau tidak memahami kesulitan hidup rakyat.

    Ketika rakyat bergulat dengan harga kebutuhan pokok, munculnya berita tentang dana triliunan untuk proyek, membuat publik bertanya-tanya: “Apakah prioritas pemerintah sudah tepat?” Apakah dana digunakan mengatasi masalah dasar yang dialami rakyat?

    Rasa Sakit
    Tentu saja rakyat paham bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang beredar dalam skala ratusan hingga ribuan triliun rupiah. Ketika berbicara tentang pembangunan infrastruktur, dana bantuan sosial nasional, atau pembayaran utang negara, nominalnya selalu triliunan.

    Pertanyaan rakyat sederhana saja: Apakah dana triliunan yang dialokasikan untuk pos-pos besar berdampak jangka panjang pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat? Sebut saja pembangunan jalan, bandara, atau pelabuhan, subsidi energi dan pangan, anggaran kesehatan dan pendidikan.

    Jadi, masalah utamanya bukan semata pada angka triliunan, melainkan pada akuntabilitas dan dampak nyata dana. Publik berharap transparansi dan kejelasan tentang ke mana dana triliunan itu mengalir dan untuk kepentingan siapa.

    Nominal triliunan harus diterjemahkan menjadi dampak positif yang dapat dirasakan langsung. Seperti penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga pangan, perbaikan layanan publik, atau peningkatan daya beli masyarakat.

    Jika dana triliunan terkesan “menghambur” tanpa hasil yang jelas atau bahkan ada indikasi korupsi, ini akan semakin memperparah rasa sakit dan menyulut ketidakpercayaan publik.

    Harapan rakyat itu sekaligus mengirimkan pesan tentang rasa sakit akibat kontras antara kesulitan rakyat dan ucapan dana triliunan. Sangat valid dan merupakan cerminan dari tuntutan publik akan keadilan sosial, sensitivitas kepemimpinan, serta pengelolaan keuangan negara yang transparan dan berorientasi pada kepentingan rakyat kecil.

    Dana Mengendap
    Ada dua topik utama mengenai dana triliunan rupiah yang sedang menjadi sorotan publik.
    Ada dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap “diternakkan” di bank sebesar Rp234 triliun. Menteri Keuangan Purbaya bilang, dana Pemda yang bersumber dari APBN itu seharusnya digunakan untuk pembangunan. Bukan diendapkan di rekening perbankan.

    Melihat ini saja kita bisa memahami rasa sakit rakyat. Uang publik itu seharusnya berputar untuk menggerakkan ekonomi lokal, menciptakan pekerjaan, dan membiayai layanan dasar bagi rakyat.

    Di sini terbaca kontrasnya. Rakyat kesulitan mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, sementara uang negara mengendap dalam jumlah sangat besar karena lambatnya serapan anggaran atau eksekusi program di daerah.

    Masih soal angka triliunan. Pemerintah menyalurkan dana Rp200 triliun ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Tujuannya jelas: dana disalurkan sebagai kredit untuk menggerakkan sektor riil dan meningkatkan perekonomian.

    Pemerintah maunya memicu pertumbuhan ekonomi. Namun publik khawatir dana tidak benar-benar mengalir ke Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Atau sektor yang bersentuhan langsung dengan rakyat, Jangan justru menguntungkan konglomerat atau proyek besar saja. Seolah menyuarakan kecemasan rakyat, Menkeu Purbaya mewanti-wanti bank agar dana tersebut tidak diberikan sebagai kredit kepada konglomerat.

    Kedua kasus itu menunjukkan bahwa perbincangan tentang “dana triliunan” menjadi menyakitkan bukan hanya karena kontrasnya dengan isi dompet rakyat. Tapi karena dana Rp234 T yang mengendap di saat rakyat membutuhkan pergerakan ekonomi.

    Pada bagian ini diperlukan sensitivitas dan akuntabilitas para pemangku kebijakan untuk memastikan kekayaan negara benar-benar digunakan untuk memecahkan masalah dasar rakyat. Rakyat kecil sudah cukup diiming-iming angka trilunan.

    Zainal Arifin Emka,
    Wartawan Tua, Pengajar Jurnalistik